Alasan Allah Bersumpah dengan Waktu Ashar

Dalam tradisi bangsa Arab, bersumpah adalah hal yang lumrah. Sumpah dijadikan penguat ucapan seseorang agar lawan bicaranya tidak ragu akan apa yang dikatakan.

Oleh karenanya, Allah dalam Al-Qur’an sering kali menyertakan “qasam”, sumpah baik dengan Dzat-Nya sendiri maupun dengan makhluk-Nya, karena Al-Qur’an turun pertama kali di tengah-tengah bangsa mereka. Selain juga sebagai hujjah tak terbantahkan keautentikan Al-Qur’an yang murni merupakan kalam Allah.

Salah satunya, Allah bersumpah dengan “Al-Ashr” dalam surat Al-Ashr. Surat Al-Ashr sendiri merupakan surat yang terletak pada urutan 103 dalam runtutan mushaf,  terdiri dari 3 ayat dan tergolong ke dalam surat Makkiyah. 

Di dalamnya Allah mengawali ayat dengan sumpah atas nama “Al-Ashr”, sehingga surat ini dinamakan dengan surat Al-Ashr. Sebelum kemudian setelahnya Allah menjelaskan kebanyakan manusia yang berada dalam kerugian dan mengecualikan sebagian darinya dengan orang-orang yang beriman, beramal shalih dan saling menasehati dengan kebaikan dan kesabaran.

Terkait alasan Allah bersumpah dengan “Al-Ashr” tersebut, Syekh Fakhr ad-Din Ar-Razi dalam kitabnya “Mafatih Al-Ghaib” Juz XXXII hal 84 menyebutkan ada 4 kemungkinan makna dan alasan Allah bersumpah dengannya:

Pendapat pertama, maksud dari Al-Ashr ialah “Ad-Dahr” atau masa. Ahli tafsir yang berpendapat demikian berhujjah dengan beberapa hujjah yang diantaranya ialah sebagai berikut:

Pertama, riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah bersumpah dengan lafadz tersebut. Beliau dalam riwayat tersebut mengatakan: Wa al-Ashr wa nawaib ad-Dahr (Demi masa dan hal-hal yang menggantikannya).

Kedua, “Ad-Dahr” atau masa mencakup atas banyak keajaiban karena di dalamnya yang berisi kebahagiaan dan kesusahan, sehat dan sakit, masa kaya dan miskin dan yang lainnya bagi makhluk. Sehingga kemudian logika tidak mungkin mampu menafikan adanya masa (waktu;read).

Ketiga, masa umur seseorang tidak ada harganya bila melihat waktu hidupnya. Semisal seseorang diberi waktu 1000 tahun kemudian ia menyia-nyiakannya. Akan tetapi di saat terakhir kemudian ia taubat.

Maka ia berkemungkinan mendapatkan maghfirah dan rahmat dari Allah. Dengan demikian, masa sesaat pada diri manusia tersebut lebih berharga daripada masa 1000 tahun sebelumnya yang ia sia-siakan.

Oleh karenanya, Allah bersumpah dengannya dan mengingatkan bahwa (waktu) baik malam dan siang (dalam pribadi setiap manusia) merupakan kesempatan yang acapkali disia-siakan oleh manusia.

Keempat, firman Allah dalam surat Al-An’am (6/12) yang artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad): milik siapa semua yang ada di langit dan bumi?, katakanlah! Milik Allah”, merupakan isyarat untuk tempat (yang semuanya milik Allah).

Kemudian setelahnya Allah berfirman: “Dan milik Allah segala yang menetap di malam dan siang hari”, merupakan isyarat untuk waktu (yang juga milik Allah)”.  Waktu (masa) lebih utama dari pada tempat. Oleh karenanya, sumpah Allah dengan “Al-Ashr” merupakan sumpah dengan salah satu bagian milik Allah yang paling utama.

Pendapat kedua tentang alasan Allah bersumpah dengan waktu Ashar, ialah pendapat Abi Muslim yang mengatakan bahwa maksud dari “Al-Ashr” yang dijadikan sumpah oleh Allah ialah salah satu dari dua ujung waktu siang. 

Abi Muslim berpendapat demikian dengan beberapa alasan diantaranya ialah ketika Allah bersumpah dengan waktu Ashar sama halnya Allah bersumpah dengan waktu Dhuha karena di dalam keduanya terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah.

Waktu pagi diibaratkan sebagai Kiamat di mana manusia yang sebelumnya mati satu persatu keluar dari kuburnya dan kemudian ditimbang amalnya. Sedangkan waktu sore diibaratkan sebagai kekosongan dunia dengan kematian. 

Keduanya merupakan saksi yang adil, sehingga manusia yang lalai darinya dikatakan termasuk dari manusia yang merugi.

Pendapat ketiga, maksud dari “Al-Ashr” ialah waktu shalat Ashar. Pendapat ini diutarakan oleh Muqatil dengan beberapa alasan, diantaranya: Allah bersumpah dengan waktu tersebut dikarenakan keutamannya dengan dalil “wa as-Shalat al-Wustha” dalam surat Al-Baqarah/2;238, yang memiliki makna shalat Ashar dalam mushaf Hafsah, juga ada yang mengatakan maksud dari shalat dalam firman Allah surat Al-Maidah/5;106) ialah shalat Ashar juga. 

Pendapat keempat, maksud dari “Al-Ashr” ialah masa Nabi Muhammad Saw. Ahli Tafsir yang berpendapat demikian berhujjah dengan sabda Nabi Muhammad berikut:

إِنَّمَا مَثَلُكُمْ وَمَثَلُ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ مِثْلُ رَجُلٍ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا, فَقَالَ مَنْ يَعْمَلُ مِنَ الْفَجْرِ إِلَى الظُّهْرِ بِقِيْرَاطٍ, فَعَمِلَتِ الْيَهُوْد, ثُمَّ قَالَ مَنْ يَعْمَل مِنَ الظُّهْرِ إِلَى الْعَصْرِ بِقِيْرَاطٍ, فَعَمِلَتِ النَّصَارَى, ثُمَّ قَالَ مَنْ يَعْمَل مِنَ الْعَصْرِ إِلَى الْمَغْرِبِ بِقِرَاطَين, فَعَمِلْتُمْ أَنْتُمْ, فَغَضِبَتِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى, وَقَالُوْا نَحْنُ أَكْثَرُ عَمَلًا وَأَقَلُّ أَجْرًا. فَقَالَ اللهُ: هَلْ نَقَصْتُ مِنْ أَجْرِكُمْ شَيْئًا, قَالُوْا لَا, فَقَالَ: فَهَذَا فَضْلِى أُوْتِيْتُهُ مَنْ أَشَاءُ, فَكُنْتُمْ أَقَلُّ عَمَلًا وَأَكْثَرُ أَجْرًا

Perumpamaan kalian dan kaum sebelum kalian ialah sama seperti seseorang yang menyewa jasa buruh. Ia berkata: barang siapa yang bekerja dari fajar sampai dzuhur ia akan diberi satu Qirath (wadah), orang Yahudi melakukannya. Ia berkata lagi:  barang siapa yang bekerja dari Dzuhur sampai Ashar maka ia (juga) diberi satu Qirath, orang Nashrani melakukannya.

Kemudian di akhir ia berkata: barang siapa yang bekerja dari Ashar hingga Maghrib maka ia akan mendapat dua Qirath, dan kalian (umat Islam) melakukannya. Sehingga umat Yahudi dan Nashrani marah.

Mereka berkata: kami lebih banyak bekerja tapi lebih sedikit upahnya. Kemudian Allah berfirman: “Apakah Aku telah mengurangi upah kalian?”. “Tidak”, jawab mereka. “Ini adalah anugerah-Ku yang Aku beri kepada siapa saja yang Aku kehendaki, kalian (umat Islam) lebih sedikit bekerja, lebih banyak upahnya”.

Khabar tersebut menunjukkan bahwa maksud dari “Ashr” ialah zaman yang tertentu untuk Nabi Muhammad dan umatnya sehingga Allah bersumpah dengannya. Maka maksud dari Allah bersumpah dengan lafadz “Al-Ashr” ialah Allah bersumpah dengan zaman Nabi Muhammad Saw.

Demikian penjelasan alasan Allah bersumpah dengan waktu Ashar. Penjelasan ini dibarengi beberapa makna dan maksud dari sumpah Allah dengan “Al-Ashr”, disertai dengan alasannya menurut ahli tafsir.

BINCANG SYARIAH

Memaknai Waktu Ashar

Di dalam Alquran, Allah SWT sering berfirman yang diawali dengan lafal qasam (sumpah). Dalam firman-Nya, Allah bersumpah dengan mengatasnamakan makhluk-makhluk-Nya, misal, demi matahari (wa al-syamsi), demi langit (wa al-sama’), demi waktu Dhuha (wa al-dluha), dan lain sebagainya. Allah banyak melakukan sumpah dan senantiasa menepati apa yang disumpahkan tersebut.

 

Ada yang menarik dari sumpah Allah yang termaktub dalam QS al-‘Ashr, “Demi waktu (Ashar). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.”

Dalam surah al-‘Ashr yang berarti waktu Ashar (atau bisa diartikan sebagai waktu saja atau masa), Allah bersumpah atas waktu atau masa. Dalam bahasa Arab, kata yang berarti waktu itu ada beberapa kata, yaitu al-waqtu, al-zaman, al-hiinu, al-saa’ah, al-‘ashr, dan lainnya. Masing-masing kata mempunyai spesifikasinya tersendiri, termasuk pula kata al-‘ashr.

Al-‘ashr dalam hal ini diartikan waktu, lebih spesifiknya lagi adalah waktu Ashar. Dalam falsafah kehidupan, waktu Ashar adalah peringatan bagi kita untuk senantiasa menyudahi hari dan bersiap menjalani malam. Jika pagi diartikan sebagai permulaan, malam adalah akhir. Sementara, waktu Ashar adalah sore hari, yakni menjelang malam. 

 

Waktu Ashar adalah waktu peringatan bagi kita agar kita bersiap menghadapi malam yang hampir menjelang. Begitu pula firman Allah dalam QS al-‘Ashr bahwa Allah memperingatkan kita sebagai umat manusia agar kita tidak menyiakan waktu sedari pagi hingga Ashar (sore). Jika menyiakan waktu, sebagaimana QS al-‘Ashr tersebut, kita termasuk orang-orang yang berada dalam keadaan merugi. 

Agar tidak merugi, kita diperintahkan untuk tidak menyiakan waktu yang di antaranya adalah dengan beramal saleh serta mengingatkan sesama untuk senantiasa menaati kebenaran dan menetapi kesabaran. Sungguh indah perintah Allah yang termaktub dalam QS al-‘Ashr tersebut. Selain mengingatkan kita akan waktu, Allah juga memberikan peringatan untuk senantiasa mengisi waktu dengan amalan yang tidak sia-sia.

 

Selain itu, kata al-‘ashr yang berarti waktu itu juga berdekatan dengan kata al-‘ashriy yang berarti kontemporer atau kekinian (up to date). Jika kita merenungkannya lebih dalam, kita bisa mengambil hikmah besar dari ketersalingan kata al-‘ashr dan al-‘ashriy tersebut.

Waktu senantiasa berjalan dan itu menunjukkan waktu yang semakin kekinian alias kontemporer. Ada banyak hal yang telah berubah seiring berjalannya waktu. Teknologi semakin melesat, ilmu pengetahuan telah jauh sekali berkembang, penemuan-penemuan baru juga semakin banyak, bahkan apa yang dahulunya tidak bisa dijangkau oleh umat manusia kini justru menjadi kenyataan.

Hal itu mengingatkan kita agar kita senantiasa berpikir tentang waktu lagi. Dunia ini telah menua dan kita pasti akan senantiasa tergerus dan terkikis lantaran termakan waktu (usia). Dari hal ini, kita patutlah merenung, apakah amal kita semakin up to date? Apakah kebaikan yang kita tanam telah mengikuti zaman kontemporer ini?

Jangan sampai waktu kontemporer ini menggerogoti iman dan takwa kita. Oleh karena itu, kita harus senantiasa meng-upgrade-nya. Benarlah apa yang dikatakan pepatah Arab bahwa waktu itu seperti pedang. Jika kita mampu mengendalikan pedang (baca: waktu), ia akan menjadi pelindung kita. Jika kita tidak mampu mengendalikannya, ia bisa mencelakakan kita. Wallahu a’lam. 

Oleh Supriyadi