Oleh: Ach Nurcholis Majid Â
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim sungguhlah sulit. Di saat bahagia memiliki seorang putra belum selesai ia rasakan dengan sempurna, perintah menyembelih Ismail datang dengan tergesa. Terlebih perintah itu datang hanya lewat mimpi.
Inilah yang membuat Nabi Ibrahim diuji seberapa bijak menghadapi masalah, akankah berusaha dengan sekuat tenaga atau malah putus asa dan menyalahkan Allah.
Karena itu, butuh tiga hari baginya untuk menentukan sikap. Tiga hari yang biasa disebut yaumu tarwiyah, yaumu arafah, dan yaumu nahr.
Tiga hari ini yang menentukan Ibrahim sebagai khalilullah atau bukan. Hari pertama adalah hari yang disebut yaumu tarwiyah. Di hari ini, awal Ibrahim mendapat mimpi yang begitu menggelisahkan hatinya. Ia ragu dan gelisah, akankah mimpi itu setan ataukah Tuhan.
Karena itu, nama hari ini disebut sebagai hari tarwiyah. Hari yang menjadi suatu perenungan Nabi Ibrahim terhadap apa yang datang dalam mimpinya. Sehingga itu, juga di hari ini, Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk merenungi diri akan apa yang telah dilakukan, benarkah telah sesuai dengan yang diperintahkan atau malah menyimpang.
Setelah hari pertama itu, kemudian barulah Nabi Ibrahim sampai pada suatu pengetahuan (arafa) tentang masa lalu, yang kemudian ia tahu bahwa itulah motif dari perintah yang menyuruhnya menyembelih putra kesayangan bernama Ismail.
Di hari kedua ini, Nabi Ibrahim pada akhirnya tahu bahwa memanglah benar ia pernah berjanji akan pula menyembelih putranya seandainya diberi keturunan, asal dengannya bisa membuat lebih dekat kepada Allah.
Sebenarnya, di hari kedua ini lebih pada pengujian amanah Nabi Ibrahim, seberapa beliau menjadi seorang yang amanah dan tepat janji. Karena, tidak mungkin seorang diangkat menjadi khalilullah jika tidak amanah dan tidak tepat janji, bahkan ketika secara naluri manusiawi hal itu sangat tidak beralasan. Amanah ini pula yang menjadi ujung tombak munculnya spirit pemimpin progresif yang membawa perubahan positif.
Sedangkan di hari ketiga yang disebut yaumu nahr, Nabi Ibrahim akhirnya berada pada suatu keyakinan bahwa beliau harus tepat janji dan menjalankan amanah untuk tadhhiyah (menyembelih) yang diperintahkan, walaupun itu perintah yang datang di dalam mimpi.
Sehingga itu, akhirnya Nabi Ibrahim menjadi seorang khalilullah yang amanah dengan suatu proses yang tidak mudah, mulai dari perenungan panjang, pemantapan keyakinan, dan eksekusi terhadap perintah yang begitu berat.
Demikianlah tiga hari yang menentukan sehingga menjadi sejarah dan menjadi suatu sunah untuk merenung di hari arafah. Wallahu a’lam.