8 Faedah dari Ketegasan Sikap Nabi Ibrahim

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمُ لِأَبِیهِ وَقَوۡمِهِۦۤ إِنَّنِی بَرَاۤءࣱ مِّمَّا تَعۡبُدُونَ

إِلَّا ٱلَّذِی فَطَرَنِی

Dan ingatlah, tatkala Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali Yang Menciptakanku….’” (QS. Az-Zukhruf: 26-27)

Ayat yang agung ini mengandung pelajaran antara lain:

Pertama: Ayat ini menunjukkan bahwa umat Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menyembah Allah, hanya saja mereka juga menyembah selain-Nya/ mempersekutukan-Nya. (lihat Al-Jadid fi Syarh Kitab At-Tauhid, hlm. 73) Sesembahan selain Allah itu berupa: patung-patung, matahari, bulan, dan bintang-bintang. (lihat Al-Qaul Al-Mufid ‘ala KitabAt-Tauhid [1/94])

Kedua: Seorang yang hendak merealisasikan tauhid di dalam dirinya, maka dia harus berlepas diri dari peribadahan kepada selain Allah. (lihat Al-Qaul As-Sadid fi Maqashid At-Tauhid, hlm. 32)

Karena tauhid tidak akan terwujud dengan cara beribadah kepada Allah dan juga kepada selain-Nya, oleh sebab itu wajib beribadah kepada Allah saja. (lihat Al-Qaul Al-Mufid [1/95])

Ketiga: Wajib berlepas diri dari syirik (lihat Al-Jadid, hlm. 73). Oleh sebab itu, setiap rasul mengajak kaumnya dengan satu seruan,

أَنِ ٱعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَۖ

Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. An-Nahl: 36)

Keempat: Berterus terang dalam menyampaikan kebenaran merupakan salah satu karakter para rasul utusan Allah. (lihat Al-Jadid, hlm. 73)

Kelima: Manusia dapat dibagi menjadi tiga golongan: sebagiannya menyembah kepada Allah saja, sebagian lagi menyembah kepada selain-Nya saja, dan sebagian lagi menyembah kepada Allah dan juga kepada selain Allah. Maka, yang disebut dengan muwahhid (orang yang bertauhid) itu adalah golongan yang pertama saja, yaitu yang beribadah kepada Allah saja dan tidak kepada selain-Nya. (lihat Al-Qaul Al-Mufid [1/95])

Keenam: Pokok ajaran agama seluruh para nabi adalah satu/ sama, yaitu tauhid (lihat Al-Jadid, hlm. 73). Hakikat dari tauhid itu adalah pengetahuan dan pengakuan mengenai keesaan Rabb (yaitu Allah) dengan segala sifat kesempurnaan-Nya dan memurnikan (segala macam) ibadah hanya untuk-Nya. Sedangkan hal ini (tauhid) dibangun di atas dua pondasi: yaitu menolak segala sesembahan selain Allah (artinya tidak ada di antara mereka yang berhak diibadahi) dan menetapkan bahwasanya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. (lihat Al-Qaul As-Sadid, hlm. 31)

Oleh sebab itu, ayat ini merupakan bantahan bagi kaum Liberal dan Pluralis yang mengklaim bahwa inti ajaran Yahudi, Nasrani, dan Islam adalah sama, yaitu monotheisme/tauhid, sampai-sampai mereka mempropagandakan istilah ‘tiga agama satu tuhan’ atau Abrahamic Religion demi menipu orang-orang awam yang tidak tahu apa-apa.

Ketujuh: Wajib mengingkari kemungkaran meskipun terhadap sanak kerabat sendiri. (lihat Al-Jadid fi Syarh Kitab At-Tauhid, hlm. 73) Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Kalau tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak mampu juga, maka cukup dengan hatinya dan itulah bentuk keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim)

Kedelapan: Di dalam ayat ini dipakai ungkapan “kecuali yang menciptakanku” bukan “kecuali Allah”.  Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa hal ini mengandung dua faedah: 1) Isyarat yang menunjukkan wajibnya menyembah Allah semata. Yaitu karena Allah semata yang menciptakan, maka hanya Allah yang berhak diibadahi. 2) Isyarat yang menunjukkan batilnya peribadahan kepada berhala (ataupun sesembahan selain Allah yang lainnya) karena ia tidak mampu menciptakan. (lihat Al-Qaul Al-Mufid [1/95])

Demikian sekelumit faedah yang bisa disajikan, mudah-mudahan bermanfaat.

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/82826-delapan-faedah-dari-ketegasan-sikap-nabi-ibrahim.html

Meneladan Tauhid Ibrahim AS

Di antara keteladanan Nabi Ibrahim yang patut kita aplikasikan adalah keteguhan akidah dan kemurnian tauhid.

Nabi Ibrahim AS merupakan sosok nabi teladan bagi umat manusia (QS al-Mumtahanah [60] ayat 4 dan 6). Satu di antara keteladanan yang patut kita aplikasikan adalah keteguhan akidah dan kemurnian tauhid yang dimilikinya.

Setidaknya ada empat hal yang patut kita contoh dari kisah Nabi Ibrahim AS mengenai pendidikan tauhid. Pertama, teguh mempertahankan akidah. Nabi Ibrahim berjuang meyakinkan kaumnya, termasuk ayah dan penguasa pada eranya, Raja Namrud, untuk bertauhid hanya menyembah Allah SWT. Perjuangan itu mendapatkan tantangan keras.

Ayahnya mengancam akan merajam lalu mengusirnya (QS al-An’am, 6: 46). Sementara itu, Namrud menghukum Nabi Ibrahim dengan membakarnya hidup-hidup (QS al-Anbiyah’ [21]: 69).

Tantangan itu tidak membuatnya berhenti, apalagi lari. Nabi Ibrahim tetap istiqamah dengan akidah yang mantap. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa sebesar apa pun tantangan yang mengadang, akidah tak boleh goyah. Dakwah harus tetap diperjuangkan walau nyawa jadi taruhan.

Kedua, tauhid berimplikasi pada ketaatan secara total. Nabi Ibrahim sangat menyayangi putranya, Ismail, yang bertahun-tahun didambakan kelahirannya. Namun, Allah SWT memerintahkannya untuk mengorbankan Ismail dengan menyembelihnya (Qs as-Saffat [37]: 102).

Perintah itu ditaati Nabi Ibrahim tanpa pertanyaan, apa lagi penolakan dengan alasan irasional. Itulah sikap orang yang bertauhid, menaati perintah Allah SWT meskipun dalam keadaan sulit.

Ketiga, tauhid berimplikasi pada ibadah ritual. Nabi Ibrahim memiliki akidah yang lurus, tauhid yang murni, hanya mengesakan Allah tanpa sekutu apa pun. Ia pun diperintahkan mendirikan rumah Allah (Ka’bah) dan membersihkannya dari kemusyrikan (QS al-Hajj [22]: 26) serta mendirikan shalat dengan rukuk dan sujud.

Maka, umat Nabi Muhammad yang bertauhid senantiasa melaksanakan ibadah ritual, terutama shalat dan memakmurkan masjid. Termasuk perintah ibadah haji yang beribadah di Masjidil Haram. Sejatinya, ketika kembali ke Tanah Air, mereka menjadi haji mabrur yang di antara indikatornya adalah mereka mencintai dan memakmurkan masjid.

Keempat, tauhid berimplikasi pada kepedulian dan kebaikan terhadap sesama manusia dan alam. Tauhid yang benar adalah mengesakan Allah SWT tanpa mempersekutukan-Nya dengan apa pun. Hanya Allah SWT semata yang menciptakan dan memelihara alam semesta.

Sayid Muhammad Baqir al-Majlisi dalam kitab Hayat al-Qulub menulis: “Allah Yang Mahakuasa menunjuk Ibrahim sebagai sahabat-Nya (khalilullah) karena ia tidak manampik permintaan siapa pun dan ia sendiri tidak pernah meminta kepada siapa pun kecuali Allah.”

Tampak jelas wujud karakter manusia bertauhid ialah senang memberi pertolongan kepada makhluk, tapi ia hanya meminta pertolongan pada Sang Khalik.

Wallahu a’lam.

OLEH DR MUHAMMAD KOSIM

KHAZANAH REPUBLIKA

Apakah Nabi Ibrahim AS Seorang Yahudi, Nasrani, atau Muslim?

Banyak pertanyaan tentang apakah Nabi Ibrahim Muslim, Yahudi, atau Nasrani.

Semua nabi termasuk Ibrahim terpelihara atau dijaga oleh Allah dari kekufuran, syirik, serta melakukan dosa besar dan dosa kecil yang menghinakan. Maka, mustahil bagi seorang penyampai dakwah rabaniah dan pembawa misi ilahiah tidak mengenal Tuhan yang ia sembah.

Imam al-Qadli ‘Iyadl (W. 544 H/ 1149 M) mengatakan dalam kitabnya asy-Syifa: ”Sesungguhnya para Nabi itu ma’shum (terjaga), baik sebelum maupun sesudah menjadi nabi–dari kebodohan, keraguan (walau sedikit saja) dan ketidakmengenalan terhadap Tuhan dan sifat-sifat-Nya.” 

Allah berfirman dalam QS Al-Anbiya’ ayat 51: 

لَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ

“Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim Rusydahu (hidayah petunjuk kebenaran) sebelum ia mencapai umur balig.” (tafsir Imam Mujahid W. 104 H). Ayat ini menjelaskan bahwa sebelum Nabi Ibrahim berdakwah, ia telah diberikan iman yang kokoh dan ma’rifat/pengetahuan bahwa hanya Allah Tuhannya yang layak disembah, bukan bulan, bintang, ataupun matahari.

Sedangkan konteks surat Al-An’am ayat 76-78 tersebut di atas adalah disebabkan kondisi (medan dakwah) kaum Nabi Ibrahim, yakni kaum Harran yang gandrung terhadap ilmu astronomi, bahkan mereka sampai menyembahnya (bintang, bulan, dan matahari).

Oleh sebab itu, Allah mengutus Nabi Ibrahim kepada mereka dengan membawa hujjah qawiyah (argumentasi yang kuat). Bahwa, Apakah layak sesuatu yang terbit lalu tenggelam, sesuatu yang berubah, dan tidak dapat memberikan manfaat dan mudarat untuk dijadikan Tuhan? Oleh karena itu, Ibrahim berkata kepada kaumnya La uhibbul afilin (Saya tidak suka sesuatu yang tenggelam). 

Dalam tafsir Jalalain (karya Jalaluddin al-Mahalli W. 864 H/ 1459 M dan Jalaluddin as-Suyuthi W. 911 H/1505 M) dijelaskan: ”Saya tidak suka sesuatu yang tenggelam untuk dijadikan Tuhan, sebab Tuhan itu tidak patut mempunyai sifat yang berubah-rubah, bertempat, dan berpindah-pindah. Karena, sifat-sifat itu hanya pantas disandang oleh makhluk.”

Adapun dalil lain yang menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah mencari-cari Tuhan atau kebingungan dan mengeluh siapa Tuhannya di antaranya; QS Al-An’am ayat 79: 

إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.”

QS Ali Imran ayat 67: 

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang hanif/lurus lagi Muslim (seorang yang tidak pernah mempersekutukan Allah dan jauh dari kesesatan) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik (tidak pernah musyrik sama sekali baik sebelum menjadi nabi maupun sesudahnya).”

Sejatinya, tafsir makna surat Al-An’am 76-78 berdasarkan keterangan tersebut di atas adalah sebagaimana berikut: ”Ketika malam telah menjadi gelap, Nabi Ibrahim melihat sebuah bintang lalu ia menyatakan, ”Inikah Tuhanku? sebagaimana kalian kira?”. Maka, ketika bintang itu terbenam dia menyatakan, ”Aku tidak suka kepada yang terbenam” yakni layakkah sesuatu yang terbenam dijadikan Tuhan sebagaimana yang kalian yakini? Maka, ketika kaumnya tidak memahami maksud pernyataan Nabi Ibrahim tersebut, bahkan mereka tetap menyembah bintang, Nabi Ibrahim menyatakan untuk kedua kalinya ketika ia melihat bulan dengan pernyataan yang sama ”Inikah Tuhanku?”.

Demikian Nabi Ibrahim mengulangi kembali pernyataannya ketika melihat matahari ”Inikah Tuhanku?”. Lalu, ketika Nabi Ibrahim tidak dapat memberikan kesadaran/hidayah terhadap kaumnya, ia menyatakan kepada kaumnya, inni bariun mimma tusyrikun (Sungguh, aku berlepas diri [tidak bertanggung jawab dan tidak ikut menyembah bintang] dari apa yang kalian persekutukan).

Kesimpulannya, Ibrahim sebagai nabi dan rasulullah telah mengenal dan beriman kepada-Nya jauh-jauh hari sebelum menjadi nabi sebagaimana para nabi lainnya. Tidak pernah ada keraguan sedikit pun akan keberadaan Allah Sang Pencipta Semesta. Dan, ketuhanan hanya layak disandang oleh Allah. Tiada pencipta yang berhak disembah kecuali Allah.

Bukan seperti asumsi sebagian orang bahwa Nabi Ibrahim, suatu ketika, pernah kebingungan, ragu, lalu mencari siapa Tuhannya. Karena, semua para nabi mustahil melakukan atau jatuh dalam kesesatan, kekufuran, syirik, dosa besar, dan dosa kecil yang menghinakan, baik sebelum maupun sesudah menjadi nabi. Karena, para nabi dan rasul diutus sebagai Hudatan Muhtadin (orang yang mencerahkan dan tercerahkan) guna menyampaikan risalah kebajikan kepada seluruh alam semesta. 

KHAZANAH REPUBLIKA  

Detik-Detik Digantinya Ismail dengan Kambing dari Surga

Allah SWT mengganti Ismail dengan kambing untuk disembelih.

Menyembelih hewan qurban setelah sholat Idul Adha selain sesuai perintah Allah SWT juga sebagai memperingati bagaimana kesabar Ibrahim dan kepasrahan Ismail mejalankan perintah Allah SWT dalam penyembelihan. 

Bagaimana kisah ibrahim menyembelih Ismal lalu diganti seekor hewan sembelihan diabadikan surat Ash-Shaffat Ayat 107 yang artinya: وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” 

Mengutip terjemah Kementerian Agama, ditegaskan bahwa apa yang dialami Ibrahim dan putranya itu merupakan batu ujian yang amat berat.  

Memang hak Allah untuk menguji hamba yang dikehendaki-Nya dengan bentuk ujian yang dipilih-Nya berupa beban dan kewajiban yang berat. Bila ujian itu telah ditetapkan, tidak seorang pun yang dapat menolak dan menghindarinya. 

“Di balik cobaan-cobaan yang berat itu, tentu terdapat hikmah dan rahasia yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia,” bagitu tafsir ayat 107 versi Kemenag  

Ismail yang semula dijadikan qurban untuk menguji ketaatan Ibrahim, diganti Allah dengan seekor domba besar yang putih bersih dan tidak ada cacatnya.

Peristiwa penyembelihan kambing oleh Nabi Ibrahim ini yang menjadi dasar ibadah qurban untuk mendekatkan diri kepada Allah, dilanjutkan oleh syariat Nabi Muhammad SAW.  

Menurut Ibnu Abbas bahwa seekor sembelihan itu adalah kibas atau kambing yang menurut sejumlah riwayat disebut berasal dari surga. Ibnu Abbas berkata, “Kibas itu adalah dipersembahkan oleh Habil untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dipelihara di surga sehingga dipakai menebus Ismail.”  

Pada tafsir lain dijelaskan bahwa setelah Allah memanggil Ibrahim memberitahukan bahwa bunyi perintah Allah dalam mimpi telah dilaksanakannya dan tangannya telah ditahan Jibril sehinga pisau yang tajam itu tidak sampai tercecah keatas leher Ismail, maka didatangkanlah seekor domba besar, sebagai ganti dari anak yang nyaris disembelih itu.  

Menurut riwayat Ibnu Abbas, yang dikuatkan dengan sumpah “Demi Allah yang menguasaiaku dalam genggaman tangan-Nya.”  Sampai kehadiran Islam, masih didapati tanduk domba tebusan Ismail itu digantungkan oleh orang Quraisy di dinding Ka’bah, sebagai suatu barang yang bernilai sejarah. 

Setelah pada satu waktu terjadi kebakaran pada Ka’bah, barulah tanduk yang telah digantungkan beratus-ratus tahun itu turut hangus karena kebakaran itu. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Keturunan Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memiliki anak:

Anak pertama: Ismail yang lahir dari kandungan Hajar Al-Qibthiyah Al-Misthiyah.

Anak kedua: Ishaq yang lahir dari kandungan Sarah, putri pamannya.

Selanjutnya Nabi Ibrahim menikah dengan Qathura binti Yaqthan Al-Kan’aniyah yang melahirkan enam anak:

  • Madyan
  • Zamran
  • Saraj
  • Yaqsyan
  • Nusyuq
  • Yang keenam tidak diketahui namanya

Kemudian Ibrahim menikah dengan Hajun binti Amin yang melahirkan lima anak:

  • Kisan
  • Suraj
  • Amin
  • Lathan
  • Nafis

Demikianlah diungkapkan oleh Abul Qasim As-Suhaily dalam kitabnya At-Ta’rij wa Al-I’lam.

Tentang Ismail

Ismail adalah satu-satunya anak Ibrahim selama kurang lebih tiga belas tahun. Ismail dibawa hijrah oleh Ibrahim dan ibunya Hajar. Ismail kala itu adalah bayi yang masih menyusui.

Ismail adalah orang yang pertama kali menaiki kuda. Sebelumnya, kuda adalah binatang buas, kemudian Ismail menjinakkannya dan menaikinya.

Ismail juga adalah orang yang pertama kali berbicara dengan bahasa Arab yang fasih dan indah.

Ismail awalnya menikah dengan Imarah binti Sa’d bin Usamah bin Akil Al-Amaliqiy. Lalu Ibrahim meminta menceraikannya. Selanjutnya Ibrahim menikah dengan As-Sayyidah binti Madhadh bin ‘Amr Al-Jurhumiy. Ada yang mengatakan bahwa wanita ini adalah istri ketiga Ismail. Dari dia lahirlah 12 anak laki-laki dari Ismail. Nama-nama anak dari Ismail adalah Nabit, Qaidzar, Izbil, Maisiy, Masma’, Masy, Dusha, Ayar, Yathur, Nabisy, Thima, dan Qadzama.

Ismail adalah seorang rasul yang diutus ke Bani Jurhum, Al-‘Amaliq, dan penduduk Yaman.

Di saat ajal dekat, Ismail berwasiat kepada saudaranya Ishaq untuk menikahkan putrinya, Nismah dengan keponakannya Al-‘Aish bin Ishaq. Dari keduanya, lahirlah bangsa Romawi atau yang disebut Bani Ashfar (ashfar artinya kuning), dikarenakan Al-‘Aish itu berkulit kuning. Darinya pula lahirlah bangsa Yunani. Di antara keturunan Al-‘Aish adalah bangsa Spanyol.

Ismail dikubur di Hijr bersama ibunya, Hajar (yang saat ini disebut dengan Hijr Ismail). Ketika wafat, Ismail berusia 136 tahun.

Tentang Ishaq

Ishaq menikah dengan Rifqa binti Batwayil. Usia Ishaq saat menikah adalah 40 tahun. Awalnya Rifqa itu mandul. Kemudian Ishaq berdoa kepada Allah agar diberi keturunan. Akhirnya doanya terkabul. Rifqa hamil, lalu Ishaq mendapat keturunan anak kembar yang bernama:

  1. ‘Ish
  2. Ya’qub*

*Diberi nama Ya’qub karena saat lahir Ya’qub memegang tumit saudaranya.

Ishaq lebih senang pada ‘Ish. Sedangkan Rifqa lebih senang pada Ya’qub.

Saat tua Ishaq sudah sulit melihat ‘Ish ingin membunuh Ya’qub karena cemburu. Kemudian Ya’qub pindah ke Harran ke tempat pamannya yaitu Laban untuk meredam marah saudaranya (‘Ish). Laban mempunyai dua anak perempuan yaitu Laya dan Rahil. Rahil lebih cantik dari Laya. Kemudian Ya’qub menikahi Laya. Setelah tujuh tahun, Ya’qub kemudian menikahi Rahil. Awalnyan Rahil mandul. Kemudian Rahil menyerahkan budaknya yang bernama  Bilha kepada Ya’qub sebagai istri ketiga. Laya juga menyerahkan budaknya (Zulfa) sebagai istri keempat. Kemudian semua istrinya memiliki anak kecuali Rahil. Tak lama kemudian, akhirnya Rahil melahirkan Yusuf dan yang terakhir adalah Binyamin.

Istri Ya’qub:

  1. Laya memiliki 7 anak, ada yang menyebut 6 anak.
  2. Rahil memiliki 2 anak, Yusuf dan Binyamin.
  3. Bilha memiliki 1 anak.
  4. Zulfa memiliki 2 anak.

Total anaknya ada 12 dari 4 istri (bani israil). Nama lain Ya’qub adalah Israil.

Ishaq meninggal dunia pada usia 180 tahun.

Referensi:

  1. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan Tahun 1436 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  2. Ringkasan Al-Bidayah wa An-Nihayah. Ibnu Katsir. Penerbit Insan Kamil.
  3. Kisah Para Nabi dan Rasul. Al-Hafizh Ibnu Katsir. Penerbit Pustaka As-Sunnah Jakarta.

Disusun oleh:

  1. Rumaysho Fathmah Tuasikal
  2. Ruwaifi’ Tuasikal

Dikoreksi ulang oleh:

Muhammad Abduh Tuasikal

Biografi Ringkas Nabi Ibrahim, Ismail, dan Ishaq

Mau tahu biografi tiga nabi besar ini? Coba baca ringkasannya.

Biografi ringkas Nabi Ibrahim

Hidup sekitar tahun: 1997 – 1870 sebelum Masehi (127 tahun)

Dingkat jadi Nabi pada tahun: 1900 sebelum Masehi (97 tahun)

Diutus pada kaum: Al-Kaldaniyun

Tempat diutus: Madinah Aur Al-‘Iraqiyyah

Penyebutan dalam Al-Qur’an: 69 kali

Jumlah keturunan: 13

Mukjizat dan kelebihan beliau:

  • Khalilullah (kekasih Allah) dan bapak dari para nabi
  • Selamat dari pembakaran api oleh kaumnya
  • Membangun Kabah bersama anaknya
  • Diberi 10 shuhuf (lembaran wahyu)

Tempat wafatnya: Al-Khalil

Biografi ringkas Nabi Ismail bin Ibrahim

Hidup sekitar tahun: 1911 – 1774 sebelum Masehi (137 tahun)

Dingkat jadi Nabi pada tahun: 1850 sebelum Masehi (usia 61 tahun)

Diutus pada kaum: kaum ‘Ad

Tempat diutus: Makkah Al-Mukarramah

Penyebutan dalam Al-Qur’an: 12 kali

Jumlah keturunan: 12 anak laki-laki

Mukjizat dan kelebihan beliau:

  • Allah memuliakannya ketika kecil dengan perantaraan keluarnya air zamzam yang penuh berkah dari kedua kakinya. Kisahnya panjang lebar ada di sini.
  • Ismail itu pemberani dan penyabar, dan membenarkan janji.

Dalam ayat disebutkan tentang Nabi Ismail:

وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ إِسْمَٰعِيلَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَّبِيًّا

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُۥ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِۦ مَرْضِيًّا

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (QS. Maryam: 54-55)

Tempat wafatnya: Makkah Al-Mukarramah

Biografi ringkas Nabi Ishaq bin Ibrahim

Hidup sekitar tahun: 1892 – 1717 sebelum Masehi (175 tahun)

Dingkat jadi Nabi pada tahun: 1800 sebelum Masehi (usia 92 tahun)

Diutus pada kaum: Al-Kan’aniyyun

Tempat diutus: Al-Khalil

Penyebutan dalam Al-Qur’an: 17 kali

Jumlah keturunan: 2

Mukjizat dan kelebihan beliau:

  • Ketika Ibrahim mencapai usia 100 tahun, lahir dari istri beliau Sarah yaitu Ishaq bin Ibrahim padahal ia sudah sepuh (berusia lanjut) dan divonis mandul.
  • Ishaq itu saleh, jujur, dan bawa berkah.
  • Ishaq itu lembah lembut dan penuh kasih sayang.

Tempat wafatnya: Al-Khalil

Referensi:

Athlas Tarikh Al-Anbiya wa Ar-Rusul. Cetakan ketiga belas, 1438 H. Sami bin ‘Abdullah bin Ahmad Al-Malghuts. Penerbit Obekan.

Muhammad Abduh Tuasikal

Hikmah Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail AS

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Dzat Yang Maha Menciptakan segala sesuatu. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang cukup) berusaha bersama-sama Ibrohim, Ibrohim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shoffaat [37] : 102)

Ayat ini menjadi tonggak pelaksanaan ibadah kurban. Nabi Ibrohim AS yang sudah sekian lama mendambakan hadirnya keturunan, akhirnya dikaruniai seorang putra bernama Ismail. Namun, setelah sang putra mencapai usia remaja, Allah Swt memerintahkan nabi Ibrahim untuk menyembelihnya. Dan, maasyaa Allah, kedua hamba Allah ini patuh kepada Robb mereka.

Kedua hamba Allah ini memperlihatkan kepatuhan total kepada-Nya. Ayah dan anak ini yakin bahwa setiap perintah Allah pastilah kebaikan, dan Allah mustahil zholim kepada hamba-Nya. Sampai akhirnya, sebelum perintah tersebut dilaksanakan oleh nabi Ibrahim, Allah menurunkan tanda kebesaran-Nya dengan menggantikan nabi Ismail dengan seekor kibas yang besar. Dan, Allah telah menyaksikan ketaatan dan kesabaran kedua nabi agung ini.

Saudaraku, jika kita menemukan perintah Allah Swt, maka sadarilah bahwa Allah yang menciptakan kita, Allah yang paling mengerti komposisi diri kita, Allah yang paling mengetahui kebutuhan kita dan Allah yang kuasa mencukupi segala kebutuhan kita. Juga Allah yang mengetahui bagaimana cara untuk meraih kebahagiaan. Dan cara-cara itu terdapat pada setiap perintah Allah Swt.

Oleh karena itu, kalau kita menemukan perintah Allah untuk shalat tepat pada waktunya, maka patuhlah. Dan senantiasalah berpikir bahwa sholat tepat waktu ini pasti untuk kebaikan kita, pasti untuk kebahagiaan kita dan kemuliaan kita. Kita berkorban waktu dan kegiatan lainnya demi menunaikan shalat di awal waktu, pasti pengorbanan kita ini diketahui oleh Allah dan pasti berbuah kebaikan bagi kita.

Demikian pula pada perintah ibadah lainnya. Pada ibadah haji misalnya. Kita berkorban harta, tenaga, waktu, semua itu tiada lain kebaikannya adalah untuk diri kita sendiri. Rasululloh Saw. bersabda, “Dan tidak ada ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Semakin besar suatu amal ibadah, semakin banyak pengorbanannya, berarti semakin besar pula kebaikan yang akan kembali kepada diri kita sendiri. Semoga kisah nabi Ibrahim dan nabi Ismail benar-benar menjadi pelajaran untuk kita sehingga kita menjadi hamba Allah yang memiliki tauhiid yang lurus, bersih dan kuat. Aamiin yaa Robbal aalamiin.[smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

 

INILAH MOZAIK

Doa Minta Anak dan Kisah Ajaib Terkabulnya Doa Ini

Berikut ini adalah doa minta anak disertai kisah ajaib terkabulnya doa ini. Mengapa ajaib? Karena doa ini pernah dipanjatkan orang yang sudah lama menikah namun belum memiliki anak, secara usia hampir tak mungkin ia punya anak, namun dengan doa ini Allah memberinya buah hati.

Setiap pasangan suami istri pasti ingin memiliki anak. Siapa yang bisa memberikan anak? Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kuasa menganugerahkannya. Karenanya sangat penting berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia menganugerahkan anak.

Doa minta anak berikut ini adalah doa-doa para Nabi yang diabadikan Allah dalam Al Quran. Dan doa yang diabadikan Allah dalam Al Quran merupakan doa terbaik karena di antara maksud Allah memfirmankanNya adalah untuk mengajarkan doa tersebut kepada hambaNya. Agar dicontoh, agar diamalkan.

Doa Minta Anak dari Nabi Zakariya

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan innaka samii’ud du’aa’

Artinya: “Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisiMu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa” (QS. Ali Imrah: 38)

Doa minta anak ini dipanjatkan oleh Nabi Zakariya ‘alaihis salam. Kisah lengkapnya diterangkan Allah dalam Surat Ali Imran ayat 38-41 sebagai berikut:

Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya seraya berkata, “Ya Tuhanku berilah aku keturunan yang baik dari sisiMu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” Kemudian para malaikat memanggilnya ketika dia berdiri melaksanakan shalat di mihrab (katanya) “Sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan kelahiran (putamu bernama) Yahya yang membenarkan sebuah kalimat (Firman) dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri dari hawa nafsu dan seorang nabi di antara orang-orang saleh.”

Dia Zakaria berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapatkan anak sedangkan aku sangat tua dan istriku seorang yang mandul.” Allah berfirman, “Demikianlah Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” Zakariya berkata, “Ya Tuhanku berilah aku suatu tanda (bahwa istriku mengandung)” Allah berfirman, “Tanda bagimu adalah bahwa engkau tidak bisa berbicara dengan manusia selama tiga hari kecuali dengan isyarat dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknyanya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.” (QS. Ali Imran: 38-41)

Keajaiban Doa Nabi Zakariya

Ketika menafsirkan ayat tersebut, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan kisah Nabi Zakariya bahwa ia sangat menginginkan anak khususnya setelah melihat Maryam yang mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya untuk beribadah kepada Allah.

“Maka Nabi Zakariya berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar dikaruniai anak yang soleh seperti Maryam dari keturunan Nabi Yaqub Alaihissalam seraya berkata, ‘Ya Tuhanku Engkau Maha Mendengar setiap ucapan, memperkenankan setiap doa yang baik,” tulis Syaikh Wahbah dalam Tafsir Al Munir.

Terkait kata “malaa-ikah” dalam ayat tersebut, Syaikh Wahbah menjelaskan, menurut mayoritas ulama tafsir, malaikat yang berbicara kepadanya adalah Jibril. Namun pendapat yang lebih kuat menurut Imam Al Qurthubi adalah bahwa yang berbicara kepada Zakaria adalah para malaikat banyak. Maksudnya panggilan atau perkataan tersebut berasal dari para malaikat.

Waktu itu Nabi Zakariya sedang berdiri memanjatkan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menunaikan shalat dalam mihrab tempat ibadahnya. Malaikat tersebut berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menggembirakan kamu dengan seorang anak yang diberi nama Yahya.’ Ketika menerima kabar gembira tersebut, Nabi Zakaria merasa takjub dan berkata ‘Bagaimana saya bisa mendapatkan seorang anak padahal saya sudah lanjut usia dan istri saya mandul.’

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi jawaban melalui perantara malaikat, ‘Begitulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berbuat apa yang dikehendakiNya.’ Maksudnya seperti penciptaan seorang anak yang tidak seperti biasanya dialami oleh dirinya bersama istrinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berbuat apa yang dikehendakiNya di alam ini.

“Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sesuatu, maka Dia akan mewujudkan baik melalui sebab atau perantara yang biasa berlaku maupun tidak. Dan di antaranya Allah menciptakan anak dari seorang ibu yang mandul,” lanjut Syaikh Wahbah.

Lalu Nabi Zakaria meminta kepada Allah agar ia diberi sebuah pertanda yang menunjukkan kalau istrinya sudah hamil karena dirinya ingin segera merasakan kebahagiaan tersebut atau dirinya ingin mensyukuri nikmat tersebut. Lalu Allah menjadikan pertanda tersebut dalam bentuk dirinya tidak mampu berbicara kepada orang-orang kecuali hanya dengan isyarat; dengan tangan atau kepala atau lainnya selama tiga hari berturut-turut. Allah juga menyuruhnya untuk memperbanyak dzikir dengan membaca takbir dan tasbih di kala ia sedang dalam kondisi tersebut terutama pada waktu pagi dan sore hari.

Demikianlah dikabulkannya doa minta anak tersebut. Nabi Zakariya yang sudah sangat tua dan istrinya yang mandul akhirnya mendapatkan seorang anak yang shalih, bahkan seorang Nabi. Yang tak kalah istimewa, Allah juga memberi nama pilihan kepada anak tersebut; Yahya.

Doa Minta Anak dari Nabi Ibrahim

Robbi hab lii minash shoolihiin

Artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih” (QS. Ash Shaffat: 100)

Doa minta anak ini dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Kisah lengkapnya diterangkan Allah dalam Surat Ash Shaffat ayat 99-101 sebagai berikut:

Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih.” Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. Ash Shaffat: 99-101)

Keajaiban Doa Nabi Ibrahim

Demikianlah doa minta anak yang dipanjatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Doanya singkat, bahkan lebih singkat dari doa Nabi Zakariya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa tersebut dan menganugerahi Nabi Ibrahim putra padahal usia beliau sudah tua.

Keajaiban doa minta anak yang dipanjatkan Nabi Ibrahim ini diterangkan Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.

“Dalam cita-cita yang menyediakan hidup untuk menyerahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu, ada satu hal yang sangat mendukakan hati Ibrahim. Yaitu sudah lama menikah belum juga dikaruniai anak. Sebab itu dia menyampaikan permohonan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala: ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih.’

Dia mengharapkan agar Allah memberinya keturunan. Karena sudah lama dia menikah namun anak belum juga ada. Bertahun-tahun lamanya dia menunggu putra, tidak juga didapat. Ternyata kemudian bahwa istrinya yang bernama Sara itu mandul.

Dengan persetujuan anjuran istrinya Sarah itu, Ibrahim menikah lagi dengan Hajar, dayang dari Sarah, karena mengharapkan dapat anak. Dalam usia 86 tahun, permohonan itu terkabul. Hajar melahirkan anak laki-laki yang bernama Ismail.”

Demikianlah kejaiban doa minta anak yang dipanjatkan Nabi Ibrahim ini. Pada usia 86 tahun akhirnya sang Khalilullah ini mendapatkan putra pertama bernama Ismail. Yang lebih menakjubkan, Ismail merupakan anak yang disifati Allah sebagai haliim yang biasa diterjemahkan “sangat penyabar.”

Buya Hamka menjelaskan, sifat haliim berbeda dengan sifat shabrHilm adalah tabiat atau bawaan hidup. Shabr adalah sebagai perisai menangkis gelisah jika cobaan datang dengan tiba-tiba. Sedangkan Haliim adalah apabila kesabaran itu sudah menjadi sikap hidup atau sikap jiwa.

Demikian dua doa minta anak dan kisah keajaibannya. Bagi kaum muslimin yang menginginkan anak, baik baru menikah atau telah lama menikah, bacalah dua doa tersebut, insya Allah akan dianugerahi Allah anak-anak yang shalih. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMADAKWAH

Tiga Hari yang Menentukan

Oleh: Ach Nurcholis Majid  

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim sungguhlah sulit. Di saat bahagia memiliki seorang putra belum selesai ia rasakan dengan sempurna, perintah menyembelih Ismail datang dengan tergesa. Terlebih perintah itu datang hanya lewat mimpi.

Inilah yang membuat Nabi Ibrahim diuji seberapa bijak menghadapi masalah, akankah berusaha dengan sekuat tenaga atau malah putus asa dan menyalahkan Allah.

Karena itu, butuh tiga hari baginya untuk menentukan sikap. Tiga hari yang biasa disebut yaumu tarwiyah, yaumu arafah, dan yaumu nahr.

Tiga hari ini yang menentukan Ibrahim sebagai khalilullah atau bukan. Hari pertama adalah hari yang disebut yaumu tarwiyah. Di hari ini, awal Ibrahim mendapat mimpi yang begitu menggelisahkan hatinya. Ia ragu dan gelisah, akankah mimpi itu setan ataukah Tuhan.

Karena itu, nama hari ini disebut sebagai hari tarwiyah. Hari yang menjadi suatu perenungan Nabi Ibrahim terhadap apa yang datang dalam mimpinya. Sehingga itu, juga di hari ini, Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk merenungi diri akan apa yang telah dilakukan, benarkah telah sesuai dengan yang diperintahkan atau malah menyimpang.

Setelah hari pertama itu, kemudian barulah Nabi Ibrahim sampai pada suatu pengetahuan (arafa) tentang masa lalu, yang kemudian ia tahu bahwa itulah motif dari perintah yang menyuruhnya menyembelih putra kesayangan bernama Ismail.

Di hari kedua ini, Nabi Ibrahim pada akhirnya tahu bahwa memanglah benar ia pernah berjanji akan pula menyembelih putranya seandainya diberi keturunan, asal dengannya bisa membuat lebih dekat kepada Allah.

Sebenarnya, di hari kedua ini lebih pada pengujian amanah Nabi Ibrahim, seberapa beliau menjadi seorang yang amanah dan tepat janji. Karena, tidak mungkin seorang diangkat menjadi khalilullah jika tidak amanah dan tidak tepat janji, bahkan ketika secara naluri manusiawi hal itu sangat tidak beralasan. Amanah ini pula yang menjadi ujung tombak munculnya spirit pemimpin progresif yang membawa perubahan positif.

Sedangkan di hari ketiga yang disebut yaumu nahr, Nabi Ibrahim akhirnya berada pada suatu keyakinan bahwa beliau harus tepat janji dan menjalankan amanah untuk tadhhiyah (menyembelih) yang diperintahkan, walaupun itu perintah yang datang di dalam mimpi.

Sehingga itu, akhirnya Nabi Ibrahim menjadi seorang khalilullah yang amanah dengan suatu proses yang tidak mudah, mulai dari perenungan panjang, pemantapan keyakinan, dan eksekusi terhadap perintah yang begitu berat.

Demikianlah tiga hari yang menentukan sehingga menjadi sejarah dan menjadi suatu sunah untuk merenung di hari arafah. Wallahu a’lam.

Ann Marie Lambert Terinspirasi Keluarga Nabi Ibrahim

REPUBLIKA.CO.ID, Ann Marie Lambert Stock menetap di Indiana. Seperti halnya warga Indiana, tak banyak dilakukan warga kota kecil. Usai lulus sekolah, selanjutnya bekerja dan akhirnya menikah. “Saya pernah menikah, dan punya dua anak. Perceraian inilah saya memulai hidup yang tak pernah dibayangkan sebelumnya,” ucap dia seperti dilansir onislam.net, Ahad (7/9).

Sebagai ibu dua anak, Ann memang haus akan ilmu. Ia berkeyakinan, belajar membuatnya terbebas dari kota kecil dengan rutinitas yang terbatas. Begitu menurutnya.  “Saya bisa tahu, bagaimana kehidupan masyarakat Timur Tengah, Eropa, Asia dan Afrika. Ini membangkitkan semangat saya, dan akhirnya membuat saya tahu banyak hal yang sebenarnya saya tidak ingin tahu,” kenang dia.

Suatu hari, Ann memutuskan menghadiri acara Festival Memburu Bulan, satu acara tradisi warga Native American. Di sana, Ann bertemu pemuda asal Mesir bernama Muhammad. Saat itu, Ann menawarkan daging babi panggang. “Kok aneh, dia tidak makan babi. Saya pikir dia Yahudi. Ternyata dia Muslim,” ucapnya.

Seketika, Ann menanyakan apakah ia seorang pemuda penyembah sapi. Muhammad pun tertawa dengan pertanyaan itu. “Akhirnya saya menikah dengannya,” kata dia.

Dimata Ann, Muhammad seorang yang bijaksana. Ia tidak pernah memaksa Ann menjadi Muslim. Justru, Muhammad memintanya untuk ke gereja. “Namun, ia meminta agar dibolehkan mengenalkan ajaran Islam kepada kedua anak-anak saya,” ucap dia.

Pada satu kesempatan, Ann bertemu dengan teman suaminya. Saat itu, teman Muhammad bertanya kepada Ann, kemana dia setelah hidup. Pertanyaan itu membuat Ann berpikir. Dia tak lagi pernah ke gereja. Annpun sadar bahwa ada konsekuensi dengan aturan itu.

“Saya akan ke neraka,” kata Ann.

Ditengah kegundahannya, Ann menemukan informasi tentang Islam dan Muslim. Dibacalah informasi itu. Ia menemukan sebuah sosok yang menganggumkan namun tidak pernah ia dengarkan ceritanya. “Saya tidak pernah tahu Rasulullah itu. Tapi saya menyadari bahwa beliau adalah keturunan Nabi Ibrahim, tepatnya melalui Nabi Ismail,” kata dia.

Lalu ia baca kisah Nabi Ismail. Di cerita itu, ia mengetahui bagaimana perjuangan keluarga Ibrahim ditengah padang pasir yang gersang. “Satu pertanyaan muncul, bagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan keluarganya di padang pasir, ia seorang Nabi. Bagaimana nasib mereka,” tanya dia.

Ann pun melanjutkan bacaan soal Islam dan Muslim. “Semakin banyak membaca, saya semakin takut dengan kebenaran Islam. Saya belum sanggup, mengubah hidup secara radikal. Tapi saya tidak ingin menjadi berbeda. Saya bingung,” kata dia.

Pada akhirnya, Ann tidak kuasa menerima kebenaran Islam. “Saya mengucapkan syahadat. Dan setelah itu banyak cobaan menerpanya. Tapi itu yang membuat saya semakin mantap memeluk Islam. Saya beranikan diri mengenakan hijab,” kata dia.