Kita perlu mengingat kematian agar tetap fokus pada tujuan hidup.
Duduk di hadapan dokter dengan perasaan runtuh. Dokter memvonis kanker payudara di usiaku 34 tahun dengan seorang bayi berumur 16 minggu.
“Apakah saya akan mati?” itulah pertanyaan pertama yang keluar dari mulutku.
“Tidak hari ini atau besok,” jawabnya. Jawaban yang menyebalkan, pikirku saat itu dan saya berpikir untuk melarikan diri saat itu.
Rosulullah saw bersabda :
“Ingat Penghancur Kesenangan-kematian,” (at-tirmidzi)
Selama ini saya, Trudi Best (34 tahun) telah gagal mengingat bahwa kematian akan datang. Namun ketika berhadapan langsung dengan kematian itu, ini cukup mengejutkan.
“Saya punya rencana. Ini bukan bagaimana yang saya harapkan, hidup saya berjalan dengan baik. Saya berharap bisa menjadi tua, saya ingin melihat anak-anak saya tumbuh dewasa. Namun tidak ada yang dijamin,” ungkapnya.
“Kehidupan dunia ini hanyalah kenikmatan yang memperdayakan,” (Al-Quran 3: 185 ).
Trudi lalu berujar, bahwa selama ini ia menyibukkan diri dengan pendidikan, karier, pernikahan, dan kehidupan sosial. Melompat dari satu tujuan hidup ke tujuan berikutnya, menghitung pencapaian yang telah diraih. Tapi lupa bagaimana bersyukur atas nikmat itu, dan berpikir bahwa tidak akan selama tinggal di dunia ini.
“Apa yang telah saya persiapkan untuk kehidupan selanjutnya,” ujar Trudi.
Nabi Muhammad saw bersabda :
“Tempat berteduh bagi orang-orang beriman pada Hari Kebangkitan (kiamat) adalah amal pahalannya,” (At-Tirmidzi).
Trudi menuturkan, tidak harus kaya untuk beramal, bahkan senyum pun adalah amal. Jika kita mampu membayar TV kabel, ponsel dan koneksi internet, tentu kita bisa menyisihkan sesuatu untuk beramal.
Amal sambungnya, adalah investasi untuk akhirat nanti. Amal pun tidak melulu dengan uang, bahkan waktu Anda pun adalah amal jika diberikan dengan keikhlasan. Seperti menjadi sukarelawan di masjid, membantu mengajar anak-anak di madrasah, mengunjungi orang tua yang merasa kesepian.
“Setiap perbuatan baik adalah pahala yang akan bersaksi untuk Anda di hari kiamat,” tegas Trudi.
Ia mengakui, memikirkan kematian adalah hal tabu di sebagian besar budaya. Namun, kita perlu mengingat kematian agar tetap fokus pada tujuan hidup.
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku,” (Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 56).
Trudi kembali mengingat di hari-hari ketika ia divonis kanker. Ia diliputi rasa takut karena tidak memiliki persiapan dan amal yang cukup untuk bertemu Allah SWT.
“Apakah saya siap untuk bertemu dengan Allah? Jawabannya jelas, tidak. Apakah saya sudah cukup menyembah Tuhanku? Tidak,” ujar Trudi.
Tapi di saat seperti itulah, saat ia merasa rapuh, Trudi mengaku sangat membutuhkan Allah. Di saat seperti itu, ia menjadi lebih taat, sholat dengan tepat waktu, berdoa dengan lebih khusyu, dan lebih rajin membaca Alquran.
“Pertolongan Allah datang kepadaku. Allah memiliki segalanya di tangan-Nya dan hanya berkat Cinta dan Rahmat-Nya kita dapat bangun dengan sehat dan bugar untuk menghadapi hari berikutnya. Tidak ada keraguan bahwa Dia adalah Tuhan yang laik disembah,” ungkap Trudi.
Setelah diagnosis, tambah Trudi, dunia tampak seperti tempat yang berbeda, seolah-olah penglihatannya telah menajam. Ada begitu banyak keindahan, tidak hanya lingkungan alam yang paling menakjubkan, tapi di pinggiran kota pun keindahan begitu nampak. “Luangkan waktu untuk memperhatikan matahari terbenam, bulan dan bintang, kebaikan di antara manusia,” ungkapnya.
Ada banyak hal ungkap Trudi, yang sering kita anggap remeh. Seperti bangun di pagi hari di tempat tidur yang hangat dan nyaman, makan sarapan yang sehat, menikmati kopi, pergi ke supermarket dan meletakkan makanan di troli, memandikan anak, menidurkannya, lalu memeriksanya, melihat mereka tidur dalam kebahagiaan yang tidak bersalah.
“Ini adalah rutinitas biasa yang biasa, kami tidak memikirkannya, bahkan kami mengeluh tentang hal itu. (Setelah didiagnosis) Saya belajar untuk menikmati hal-hal duniawi, dalam rutinitas sehari-hari,” ucap dia.
Kehidupan terus bergerak, setelah menjalani rangkaian pengobatan, Allah memberikan kesembuhan atas kanker tersebut. Trudi mengaku sangat istimewa hingga dapat melaluinya dan lebih menghargai hidup.
“Saya memiliki wawasan yang langka, untuk seseorang seusia saya, tentang kerapuhan kesehatan dan realitas kematian. Saya akan terus dipantau secara teratur untuk memastikan bahwa kanker itu tidak muncul kembali,” ucapnya.