Seraya mengembalikan segalanya sebagai ketentuan Allah SWT (takdir) dengan berucap, innalillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali).Ungkapan istirja’ inilah yang menguatkan iman dan menyadarkan kita akan hakikat kehidupan (QS 2: 155-156).
Ketika musibah terjadi, kita selalu diingatkan tentang kematian. Seakan-akan, ada yang menuju pintu kematian dan ada pula yang diselamatkan.Sejatinya, kematian itu tidak perlu sebab dan tidak pula bisa dipercepat atau diperlambat. Setiap orang akan menemuinya pada saat dan tempat yang ditentukan (ajal) dengan caranya sendiri (QS 3:145, 16: 61).
Tiada musibah yang terjadi kecuali atas izin Allah SWT (QS 57: 22). Untuk mengobati hati yang berduka, pesan Nabi SAW penting diresapi.”Tengoklah orang yang di bawah dan jangan menengok orang yang di atasmu. Hal itu akan lebih layak membuatmu tidak menyepelekan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepadamu.” (HR Muslim).
Nasihat Nabi SAW tersebut mengandung makna yang mendalam. Beliau ingin mengajarkan makna syukur dan sabar dalam menjalani kehidupan. Keduanya tidak terpisahkan, tetapi mesti hadir bersamaan. Dalam kenikmatan diperlukan syukur dan sabar, begitu pun dalam menghadapi kesusahan, dibutuhkan sabar dan syukur (QS 42: 27). Bukankah sesuatu yang menyenangkan belum tentu membawa kebaikan, begitu juga sebaliknya, kepahitan pun belum tentu mengandung keburukan (QS 2: 216).
Mengapa menengok ke bawah? Tiada lain, kecuali agar kita pandai menghargai nikmat yang diberikan Allah SWT. Jangan menengok ke atas, karena bisa menafikan karunia berharga dan diliputi penyesalan. Melihat orang yang punya suami atau istri, anak, dan harta akan membuat kita remeh terhadap nikmat yang ada. Padahal, karunia yang sudah kita dapatkan begitu banyak hingga tak terkira (QS 16: 18, 14: 34).
Setiap orang pasti pernah merasakan kehi langan, baik barang berharga maupun orang tercinta.Karunia yang didapatkan itu sungguh bukan milik kita, melainkan titipan yang cepat atau lambat akan diambil kembali Sang Pemiliknya. Sebesar apa pun kehilangan, tak boleh membuat kita pupus harapan, apalagi kehilangan Tuhan (QS 12: 87, 41:49). Sebab, tujuan akhir kehidupan ini adalah menemui Allah SWT kelak pada Hari Akhir dengan keridhaan dan ketenangan (QS 17: 110, 89: 27-30).
Petuah nan indah Dr `Ain al-Qarni, sang penulis Laa Tahzan(2014: 59), patutlah direnungkan.Jangan bersedih karena kesedihan itu akan membuat rumah yang luas, istri yang cantik, harta yang berlimpah, kedudukan yang tinggi, dan anak- anak yang cerdas tidak ada gunanya sedikit pun.Jangan bersedih karena Anda masih memiliki dua mata, dua telinga, dua bibir, dua tangan dan kaki, lidah dan hati. Jangan bersedih karena Anda masih memiliki kedamaian, keamanan, kesehatan, agama yang diyakini, dan rumah yang didiami…
Sekali lagi, tengoklah ke bawah supaya tumbuh rasa syukur dan optimistis menjalani masa depan. Banyak orang yang tetap tegar walau terimpit kesusahan. Jangan tengok ke atas, jika hanya menambah keluh kesah berkepanjangan.Keteladanan inilah pendidikan karakter terbaik buat anak kita dalam menanamkan syukur dan sabar. Allahu a’lam bish-shawab.