Konflik di Timur Tengah adalah salah satu konflik kawasan yang sifatnya berkepanjangan. Mengapa dikatakan berkepanjangan? Sebab, konflik di Timur Tengah terkesan tidak ada ujung penyelesaiannya.
Sebenarnya, penyelesaian sudah melibatkan banyak pihak seperti organisasi internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sampai dengan negara digdaya seperti Amerika Serikat dan Rusia. Sikap oportunis, egois, dan pragmatis dari penduduk Timur Tengah bahkan pemimpinnya menyebabkan konflik tersebut seakan-akan dibiarkan terus menerus.
Ibnu Burdah dalam Konflik Timur Tengah: Aktor, Isu, dan Dimensi Konflik (2018) menuliskan bahwa konflik di Timur Tengah terbagi menjadi tiga hal. Tiga hal tersebut adalah masalah ekonomi, intervensi asing, sosial-politik, dan alasan ideologi.
Alasan Ideologi
Ideologi yang dimaksud adalah Sunni, Syiah, dan Yahudi. Sebagai pusat perkembangan agama, wilayah Timur Tengah mempunyai khazanah pemikiran keagamaan yang sangat kompleks.
Meski begitu, dalam batas tertentu, sejarah perkembangan politik keagamaan di Timur Tengah juga diwarnai oleh gejala konflik dari tingkat yang konstruktif sampai tingkat destruktif.
Sunni dan Syiah sudah pernah terjadi di era Ali bin Abu Thalib namun baru di tahun 2014 terjadi konflik ideologi yaitu antara Arab Saudi yang mewakili Sunni dan Iran yang mengkafirkan Syiah sebab tidak sesuai dengan kaidah Islam.
Selain Sunni dan Syiah, ada juga konflik Yahudi dengan Islam yang lebih spesifik kepada konflik Arab dengan Israel. Konflik dimulai saat Israel berdiri pada 14 Mei 1948.
Konflik muncul karena Yahudi menganggap bahwa tanah Palestina adalah “tanah yang dijanjikan” sehingga Yahudi berhak untuk menempati tanah yang ada di negara tersebut.
Sementara itu, Muslim menganggap bahwa Palestina adalah tanah yang lahir dan berkembang di daerah tersebut. Polemik tersebut seakan tidak ada ujung penyelesaiannya mulai dari 1967 sampai dengan 2010.
Konflik di Timur Tengah masih terjadi. Tapi, perkembangan internasional bergeser ke arah konflik Yaman. Konflik kemudian semakin meruncing saat adanya konflik Yaman.
Gelombang Arab Spring yang melanda negara-negara di kawasan Timur Tengah bermula dari ketidakpuasan warga negara-negara Arab terhadap pemerintahan. Gelombang protes yang pertama pecah di Tunisia pada Desember 2010, kemudian menyebar ke negara Arab lainnya.
Ideologi dari pemerintahan yang berkuasa yaitu Mansour Hadi dilindungi oleh Arab Saudi. Mansour Hadi berlawanan dengan Houthi yang dilindungi oleh Iran. Yahudi sendiri selalu berlawanan dengan Islam apa pun ideologi Islam tersebut.
Di negara-negara kawasan Timur Tengah, sentimen tiap agama terlalu kuat yang kemudian menimbulkan konflik terus berlanjut hingga saat ini. Dalam tingkat negara, konflik Sunni dan Syiah juga terjadi di beberapa negara seperti Iraq, Iran, Arab Saudi, dan Libanon.
Masalah Ekonomi
Minyak adalah salah satu hal yang menyebabkan konflik di negara-negara di kawasan Timur Tengah. Minyak menjelma menjadi penyebab konflik di Timur Tengah dikarenakan memberikan guncangan pada perekonomian global.
Guncangan tersebut bisa dilihat dalam kondisi di pasar modal dengan indikator naik turunnya indeks perdagangan saham gabungan pada seluruh bursa di dunia. Hal ini terjadi karena minyak adalah komoditi utama yang ada di Timur Tengah.
Terkait minyak, hampir setiap negara di kawasan Timur Tengah memiliki komoditi minyak mulai dari Arab Saudi, Irak hingga negara-negara teluk seperti Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Qatar.
Meski begitu, ternyata minyak jugalah yang menimbulkan sumber konflik di Timur Tengah. Salah satunya adalah konflik Iran dan Irak yang memperebutkan minyak di perairan Shatt al-arab. Posisi laut Irak hanya berada di sebelah tenggara yang sangat sempit, yaitu dari garis pantai di Umm Qashr di Teluk Persia.
Irak hanya memiliki akses laut sepanjang 19 km. Pantai di teluk Persia adalah satu-satunya akses laut yang dimiliki oleh negara Irak. Hal tersebut membuat pelabuhan yang berada di Basrah menjadi sangat penting bagi aktivitas perdagangan di Irak. Disebabkan karena panjang garis pantai yang sedikit, Irak kemudian mengalami kesulitan mengekspor minyak melalui jalur laut.
Keterbatasan akses laut tersebut kemudian menyebabkan Irak menjadi agresif. Negara Iran bersikeras untuk mempertahankan wilayah tersebut setelah ditemukan sumber minyak yang berada di Abadan.
Pada 1975, Iran-Irak membagi pelayaran Irak dan Iran dengan imbalan bahwa Iran tidak akan menghasut atau membantu pemberontakan Suku Kurdi di Irak. Selain konflik dengan negara Iran, Irak juga memiliki konflik dengan negara Kuwait.
Sebagai negara yang besar, Irak memiliki potensi untuk menginvasi negara tetangganya yang lebih kecil, yaitu Kuwait. Pada 2 Agustus 1990, Irak melancarkan invasinya terhadap Kuwait.
Invasi terjadi lantaran Irak ingin menambah luas pantainya, termasuk keberadaan dua pulau, yaitu Warbah dan Bubiyan, demi kelancaran kepentingan perdagangan minyak.
Selain itu, ada juga pengaruh ari invasi AS ke Irak yang mana AS berusaha menguasai ladang minyak yang ada di daerah tersebut.
Intervensi Asing
Ada dua faktor yakni internal dan eksternal terkait intervensi asing yang menjadi bagian dari konflik di negara-negara yang berada di kawasan Timur Tengah. Intervensi asing bukanlah hal yang baru.
Pertama, faktor internal. Ada dorongan yang berasal dari keberhasilan Tunisia dan Mesir bagi negara-negara yang ingin melakukan aksi yang sama karena memiliki keinginan yang kuat untuk berubah.
Kedua, faktor ekstrenal. Dorongan eksternal adalah dorongan yang memang secara tersembunyi dilakukan oleh negara-negara yang memiliki kepentingan khusus bagi negara yang berkonflik.
Ada sebagian negara yang memiliki kepentingan di wilayah Timur Tengah. Sebagai misal, Amerika Serikat yang memberikan pengaruh terhadap negara yang berkonflik agar AS mendapatkan keuntungan terutama dalam hal minyak bumi.
Sosial Politik
Kirdi Dipoyudo menuliskan dalam buku Timur Tengah dalam Pergolakan (1982) bahwa masalah sosial politik yang terjadi adalah suku dan ras. Suku yang ada di Timur Tengah terdiri dari enam suku yaitu Arab, Yahudi, Parsi, Turki, Kurdi, Berber. Dahulu, perbedaan sejatinya menyatukan antar suku-suku di Timur Tengah. Saat ini, perbedaan tersebut justru menimbulkan konflik di Timur Tengah.
Salah satu konflik yang dari zaman kolonial sampai sekarang adalah konflik Arab dan Israel. Konflik dimulai sejak negara Israel berdiri pada 1948. Konflik kemudian berlanjut pada 1967 sampai saat ini.
Konflik tersebut kemudian menjelma menjadi perhatian publik. Satu hal yang cukup banyak menjadi perhatian adalah konflik antara suku Kurdi dengan suku Turki dan Arab. Kurdi adalah suku yang unik karena suku ini bertempat di 3 suku lainnya yaitu Irak, Iran dan Turki.
Hal tersebut membuat suku Kurdi dikatakan sebagai suku nomaden. Suku Kurdi memiliki keinginan menjadi negara Kurdistan agar tidak ada lagi sebutan suku terjajah. Sayangnya, kehendak dari Kurdi selalu ditentang oleh banyak pihak hingga pada akhirnya suku ini sampai sekarang masih terlunta-lunta.[]