Banyak orang yang menghadapi musibah dengan cara-cara yang justru menimbulkan musibah baru! Sebagian lagi ada yang stress berat, sehingga bermata gelap! Alih-alih menyelesaikan masalah, kenyataannya malah justru menambah masalah, dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kezaliman, karena menuruti kemarahannya. Misalnya, ia melampiaskan kesedihannya dengan membunuh, mencuri dan merusak barang orang lain tanpa alasan yang hak! Padahal itu bukan jalan keluar, camkanlah!
Sebagian lagi ada yang putus asa, memilih bunuh diri sebagai ‘jalan keluarnya’, padahal sesampai di alam kubur, bukan malah selesai masalahnya. Justru dia terancam mendapatkan musibah yang lebih besar, yaitu siksa!
Ada pula yang memprovokasi manusia untuk melakukan makar dan pengrusakan. Yang lainnya, terus menggerutu dan berkeluh kesah, semua ditumpahkan di berbagai media sosial, apakah itu solusi?? Tentu tidak! Malah memperluas masalah, orang yang gak tahu jadi tahu aib orang lain, akhirnya ghibah rame-rame!
“Daripada sibuk menggerutu karena lampu mati, ambillah kursi, lalu gantilah lampu tersebut! Toh dengan menggerutu lampu tetap padam!”
Namun, masih ada orang yang dengan taufik Allah, tegar di tengah-tengah gelombang musibah yang silih berganti,sembari mengatakan :
إِنِّي لَأُصَابُ بِالْمُصِيبَةِ فَأَحْمَدُ اللهَ عَلَيْهَا أَرْبَعَ مَرَّاتٍ
Sesungguhnya saya memuji Allah atas musibah yang menimpaku dengan empat pujian,
أَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ تَكُنْ أَعْظَمَ مِمَّا هِيَ
(Pertama) saya memuji-Nya, karena musibah yang menimpaku tidak lebih besar dari kenyataannya sekarang yang sedang saya rasakan,
وَأَحْمَدُهُ إِذْ رَزَقَنِيَ الصَّبْرَ عَلَيْهَا
(Kedua) dan sayapun memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kesabaran kepadaku dalam menghadapinya,
وَأَحْمَدُهُ إِذْ وَفَّقَنِي لِلِاسْتِرْجَاعِ لِمَا أَرْجُو فِيهِ مِنَ الثَّوَابِ
(Ketiga) demikian pula saya memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kepadaku taufik untuk bisa mengatakan : ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’, dengan maksud mengharap pahala
وَأَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ يَجْعَلْهَا فِي دِينِي
(Keempat) dan saya memuji-Nya, karena tidak menjadikan musibah itu mengenai agamaku!
(Ucapan Syuraih Al-Qodhi dalam Syu’abul Iman lil Baihaqi 9507).
Itulah sikap baik seorang Mukmin ketika tertimpa musibah!
Barangsiapa yang mendapatkan taufik Allah saat mendapatkan musibah,dengan cara merealisasikan empat pedoman hidup di atas ,sembari memuji Allah, maka musibah yang menimpanya menjadi kebaikan dan keberkahan baginya, dan sesungguhnya dalam kamus hidup seorang Mukmin, semua urusannya adalah kebaikan baginya.
Bagi seorang Mukmin, tertimpa musibah dan mendapatkan kesenangan adalah sama-sama baik akibatnya, karena keduanya merupakan ujian. Sebagaimana suatu musibah, jika dihadapi dengan sabar, itu adalah kebaikan dan sebab pahala. Maka demikian pula kesenangan, jika dihadapi dengan syukur, itu juga kebaikan yang diiringi pahala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR.Muslim, shahih).
(Diolah dari artikel Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr di http://al-badr.net/muqolat/3116)
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu ‘Ukkasyah
Artikel Muslim.Or.Id