4 Alasan Waktu Imsak Justru Waktu Terbaik untuk Sahur

Siapa yang sering sahur sejam atau bahkan dua jam sebelum adzan Shubuh? Wuih, mungkin makan sahurnya bermacam-macam dan makannya sambil nonton jadi butuh waktu lama untuk mengunyah yaa?

Padahal kalau kita mau mengikuti sunah Rasulullah, justru makan sahurlah begitu mendekati waktu adzan Shubuh, kira-kira lima belas menit sampai tiga puluh menit sebelum adzan Shubuh, karena cara inilah yang dilakukan oleh Rasul dan para Sahabat. Bahkan beberapa kalangan menyatakan waktu imsak sebagai waktu untuk berhenti makan sahur adalah bid’ah yang menyesatkan.

“Dahulu para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling segera berbuka dan paling lambat sahur.” (HR. Abdurrozaq di dalam Al-Mushonnaf 4/226, no. 7591; dishahihkan oleh Al-Hafizh di dalam Al-Fath)

Dalam hadits lainnya, Zaid bin Tsabit menyatakan bahwa setelah sahur biasanya Rasulullah langsung melaksanakan shalat Shubuh, artinya… beliau biasanya mengakhirkan sahur.

“Bahwa Zaid bin Tsabit telah memberitahunya bahwa mereka makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian mereka berdiri mengerjakan shalat. Aku bertanya kepada Zaid: “Berapa lama tempo antara selesai makan sahurdengan shalat?” Zaid Menjawab, “Kira-kira 50 atau 60 ayat (al-Qur’an).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada beberapa alasan bahwa sebaiknya kita sahur mendekati waktu imsak atau adzan Shubuh:

1. Tidak berlebihan dalam menyantap makan sahur

Kalau waktunya kelamaan, kita bisa kebanyakan makan dan minum, akhirnya perut malah kembung dan kekenyangan karena segala jenis makanan dimasukin ke perut.

Padahal Rasulullah hanya sahur dengan kurma kering:

“Hidangan sahur seorang mukmin yang paling baik adalah kurma kering” (HR. Ibnu Hiban, Abu Dawud, dan al-Baihaqi)

2. Tidak terpikir untuk tidur lagi setelah santap sahur

Gara-gara kelamaan menunggu waktu shubuh, akhirnya ngantuk lagi, ketiduran, dan shalat Shubuh bablas ke masjidnya.

 

3. Mendapat keberkahan sahur karena mengikuti sunah mengakhirkan sahur

“Dahulu para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling segera berbuka dan paling lambat sahur.” (HR. Abdurrozaq di dalam Al-Mushonnaf 4/226, no. 7591; dishahihkan oleh Al-Hafizh di dalam Al-Fath)

 

4. Terasa kenyang lebih lama

Karena sahurnya mendekati fajar Shubuh, in syaa Allah masih terasa kenyang ketika pagi tiba. Sedangkan orang yang sudah sahur dari jam 2, setengah 3 atau jam 3 mungkin sudah terasa lapar lagi.

 

sumber: Ummi Online

 

Sebaiknya Melaksanakan Shalat Tarawih 11 atau 23 Rakaat?

Disadari atau tidak, banyak orang yang melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid, namun masih pilih-pilih masjid yang sesuai dengan ‘selera’. Kalau selera Allah dan Rasul-Nya yaa tidak apa-apa, tapi kalau selera kita pribadi yaa jangan sampai demikian.

“Saya mau di masjid sana aja aah… cuma 11 rakaat.”
“Eh, mendingan di masjid sini, walaupun 23 rakaat, tapi imamnya cepet bacaannya! Pulangnya lebih cepat daripada masjid sana…”

Sangat penting untuk meluruskan niat, bahwa shalat Tarawih yang kita lakukan bukan sekadar ajang banyak-banyakan rakaat, karena yang Allah perintahkan adalah amal yang bagus secara kualitas bukan banyak secara kuantitas.

Jadi, kalau bisa melaksanakan shalat tarawih 23 rakaat dengan bacaan bagus, melakukan thuma’ninah di setiap gerakan, tentu jauh lebih baik dari sekadar shalat tarawih 23 rakaat namun tergesa-gesa, bacaan dan gerakannya cepat-cepat seperti kereta ekspres. Demikian juga untuk yang melaksanakan shalat tarawih 11 rakaat, pastikan dilakukan dengan khusyu’ dan baik. Simaklah hadits berikut:

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar –rahimahullah- membawakan hadits di atas dalam kitab beliau Bulughul Marom, Bab “Dorongan agar khusu’ dalam shalat.” Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadits di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thuma’ninah ketika membaca surat, ruku’ dan sujud. (Lihat Syarh Bulughul Marom, Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim, 49/3, Asy Syamilah)

Adapun perselisihan mengenai jumlah rakaat shalat tarawih, tak perlu diperdebatkan apalagi sampai menimbulkan perpecahan, karena keduanya memiliki dasar dalil masing-masing.

 

Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa derajat hadits inihasan. Lihat Shalat At Tarawih, hal. 21)

Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan bahwa diperbolehkan menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan hadits berikut:

Rasulullah bersabda, “Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at. Jika engkau khawatir masuk waktu shubuh, lakukanlah shalat witir satu raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Baca juga: Hukum Mengenakan Mukenah Warna Warni dan Bermotif Ketika Shalat di Masjid

 

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.” (At Tamhid, 21/70)

Jadi untuk menentukan ingin shalat tarawih 11 rakaat atau 23 rakaat, sebaiknya lihatlah dari bacaan imam yang paling bagus, gerakan yang paling sempurna thuma’ninahnya, bukan malah mencari yang paling cepat balik dari masjidnya. wallaahualam.

 

sumber:Ummi Online

Sejarah dan Hikmah Puasa Ramadhan

Inilah sejarah dan hikmah puasa ramadhan. Simak selengkapnya…

Ibadah puasa sudah dikenal sejak zaman dulu kala. Beberapa sumber sejarah mengatakan bahwa Nuh a.s adalah Nabi yang pertama kali memperkenalkan ibadah ini. Lalu turun temurun dan dari generasi ke generasi, puasa tetap dijadikan sebagai ibadah yang diperintahkan.

Kita mengenal ada puasa ‘Asyuro yang mahsyur di kalangan Bani Israil dan juga puasa Daud, yaitu sehari puasa sehari tidak. Lalu ketika Muhammad SAW resmi diutus menjadi Rasul, perintah puasa pun diwahyukan kepada beliau.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebaikan, maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” – (QS.Al-Baqarah (2):183-184)

Maka Rasulullah SAW berpuasa sebagaimana ahli kitab berpuasa, dan begitu juga para sahabat. Riwayat yang paling mahsyur mengatakan bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat selalu berpuasa tiga hari di pertengahan bulan (Yaumul Bidh, tanggal 13,14 dan 15 bulan Qomariah) dan puasa ‘Asyuro (tanggal 9 dan 10 bulan Muharram). Praktis, paling lama mereka berpuasa dalam satu bulan hanyalah 3-5 hari saja.

 

sumber: Ummi Online

Inilah Manfaat Gerakan Sujud

TIDAK ada keadaan yang lebih baik ketika seseorang hamba sangat dekat dengan Allah kecuali dalam sujud. Dan dengan sujud menggambarkan betapa kecil dan lemahnya kita di hadapan Allah Yang Mahabesar dan Mahakuasa.

Tidak hanya manusia, bahkan seluruh makhluk, termasuk matahari, bulan, bintang, pepohonan bahkan sel yang sangat kecil dalam tubuh makhluk hidup bersujud kepada Allah. Semua atom di seluruh jagat raya ini semuanya juga bersujud kepada Allah. Sebagaimana Allah menegaskannya dalam firman:

“Tidakkah kau lihat sesungguhnya Allah, bersujud kepada-Nya semua yang ada di langit dan yang ada di bumi, begitu juga matahari, bulan, dan bintang-bintang, juga gunung-gunung, pepohonan, dan semua makhluk yang melata, serta kebanyakan manusia. Dan banyak manusia yang lebih berhak mendapat siksa. Dan barang siapa yang merendahkan Allah, tidak ada kemuliaan padanya. Sesungguhnya Allah melakukan apa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S Al-Hajj: 18)

Dan tahukah kita sujud sangat berpengaruh untuk kesehatan tubuh kita. Sujud merupakan olahraga, gerakan tubuh sederhana yang berfaedah mengeluarkan gelombang elektromagnetik yang berlebihan dalam tubuh, serta melancarkan peredaran darah, menambah kekuatan konsentrasi dan pikiran, serta melatih kita untuk bersabar dan tenang. Orang yang suka marah biasanya tidak akan bisa bersujud dalam waktu lama.

Perhatikanlah bagaimana Allah menyejajarkan sujud pada malam hari dengan kesabaran. Ini menjadi dalil bahwa memperbanyak sujud akan menyembuhkan manusia dari sifat-sifat buruk dan akan melekatinya dengan kesabaran.

Sujud menggambarkan ketundukan dan ketaatan kita sebagai manusia yang tidak ada daya dan upaya tanpa bantuan Allah Sang Pencipta. Dan ingatlah, iblis di usir dari surga karena ia tidak mau bersujud. Sikapnya itu menggambarkan kesombongan dan ketakaburan. Kita hanya makhluk ciptaan-Nya, sungguh sangat tidak pantas kita sombong dengan enggan bersujud memohon pada sang pemilik kehidupan. []

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2300307/inilah-manfaat-gerakan-sujud#sthash.oefj6ZeQ.dpuf

Rezeki Sebatas Harta

CINTA adalah rezeki, sehat adalah rezeki, pekerjaan adalah rezeki, amanah adalah rezeki, sebagaimana harta adalah rezeki. Sayangnya, kita terbiasa memandang rezeki itu hanya terbatas pada harta. Kata para ulama: “Orang miskin yang sesungguhnya adalah orang yang permintaannya kepada Zat Pemberi Rezeki melulu masalah harta.”

Sungguh kasihan kepada mereka yang tak memiliki apapun kecuali harta. Lebih kasihan lagi adalah kepada mereka yang tak punya apa-apa sama sekali, termasuk harta. Berbahagialah mereka yang memiliki iman dan Islam dalam kehidupannya. Mereka adalah orang kaya yang sesungguhnya yang akan senantiasa disayang, dilindungi dan dirahmati Allah SWT.

Selalu saja nikmat iman dan islam disebut dalam khutbah dan ceramah. Namun jarang sekali yang bisa memahaminya sebagai nikmat, anugerah dan rezeki yang luar biasa. Karena itulah maka jarang sekali orang yang bersyukur karena telah berbuat kebaikan (ibadah). Jarang sekali kita mendengar orang tua berteriak bangga sebangga mendapat kabar anaknya menjadi juara kelas. Pertanyaannya: mengapa?

Jawabannya adalah karena pendidikan agama kita saat ini masih terbatas pada pengetahuan agama, bukan pada pelatihan rasa atau hati dalam beragama. Pendidikan kita saat ini lebih pada sesuatu yang tampak, berwujud dan nyata, tidak menyentuh sesuatu di atas apa yang bisa dilihat, diraba dan dirasa. Akhirnya, agama hanya apa yang dihapal di kepala dan tidak pernah menyentuh pada apa yang seharusnya ada di hati.

Sampai jumpa dalam pondok ramadan di pondok pesantren kota Alif Laam Miim Surabaya. InsyaAllah kita akan kaji masalah ini. Berminat? Daftar saja. Salam, AIM, Pengasuh. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2300814/rezeki-sebatas-harta#sthash.Qh0BUku1.dpuf

Suara Imam Tak Terdengar, Batalkah Salat Makmum?

JIKA pada salat jemaah, suara imam terlalu pelan, bahkan tidak terdengar suara sama sekali, apakah salat jemaahnya batal? Bagaimana jika ada sebagian makmum yang membatalkan diri?

Terdapat kaidah yang menyatakan,

“Siapa yang salatnya sah, maka salat berjemaah dengannya juga sah.”

Para ulama menyebutkan bahwa keras dan pelannya bacaan imam, baik dalam takbir maupun tasmi Itidal, hukumnya anjuran. Bukan wajib, bukan pula rukun. Sehingga imam yang pelan suaranya, atau bahkan sama sekali tidak terdengar makmum, salatnya tetap sah. Demikian pula makmum, salatnya sah.

Dalil bahwa imam dianjurkan mengeraskan suaranya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Imam itu ditunjuk untuk diikuti. Apabila dia bertakbir maka ikutlah bertakbir, apabila beliau rukuk, ikutlah rukuk” (HR. Bukhari 733 & Muslim 948).

Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bergerak takbir setelah imam takbir, menunjukkan bahwa makmum mendengar suara komando imam. Sehingga dianjurkan bagi imam untuk mengeraskan bacaan takbirnya.

Ibnu Qudamah mengatakan,

Dianjurkan untuk mengeraskan bacaan tasmi (ucapan:: samiallahu liman hamidah), sebagaimana dianjurkan untuk mengeraskan takbir. Karena tasmi adalah bacaan yang disyariatkan untuk dibaca ketika berpindah dari satu rukun, sehingga dianjurkan untuk dikeraskan oleh imam, sebagaimana takbir. (al-Mughni, 1/583)

Keterangan lain disampaikan oleh Musthofa ar-Ruhaibani,

Dianjurkan untuk mengeraskan bacaan takbir, agar memungkinkan bagi makmum untuk mengikuti imam dalam shalat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Jika imam selesai takbir maka bertakbirlah.” Demikian pula dianjurkan untuk mengeraskan tasmi yaitu bacaan samiallahu liman hamidah, dan mengeraskan salam pertama, agar bisa diikuti oleh makmum. (Mathalib Ulin Nuha, 1/420).

Wallahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2300062/suara-imam-tak-terdengar-batalkah-salat-makmum#sthash.V93gg3Pq.dpuf

Tindakan terhadap Anak-anak yang Gaduh saat Salat

PERTAMA, wajib atas para wali anak-anak itu untuk takut kepada Allah `Azza wa Jalla dan janganlah mereka membiarkan anak-anak mereka untuk hadir di masjid selama mereka masih bermain-main.

Jika ditakdirkan anak-anak itu datang tanpa pengetahuan bapak-bapak mereka, sebagaimana yang terjadi kadang-kadang, maka wajib dilaporkan kepada bapaknya jika anaknya ada di masjid: “Ya bapak, ajak anakmu, bawa pulang dia ke rumahmu.”

Jika kita tidak mampu dan kita tidak bisa mencegah gangguan anak-anak kecuali dengan mengeluarkan mereka dari masjid, maka kita mengeluarkan mereka.

Sedangkan memutus salat karena hal itu, maka itu tidak boleh, karena seseorang jika telah masuk dalam satu perkara wajib maka dia wajib menyempurnakannya. Dan kegaduhan anak-anak kecil itu tidak menyebabkan rusaknya salat orang lain.

Kalau sampai menyebabkan rusaknya salat orang lain maka untuk melakukan perkara itu perlu diteliti lagi. Namun kegaduhan anak-anak itu tidak menyebabkan kerusakan salat orang lain, maka hendaklah mereka bersabar sampai salatnya selesai, kemudian kenalilah anak-anak itu, dan hubungilah bapak-bapak mereka.

Sedangkan menoleh (dalam salat) untuk sebuah kebutuhan tidak apa-apa. Namun menoleh dengan wajah saja, tidak boleh dengan badan keseluruhannya. Dan anak-anak itu kadang bisa diperbaiki dengan menenangkan mereka, dikatakan:

“Wahai anak-anakku, ini tidak boleh. Ini adalah rumah Allah. Sedang mereka itu bapak-bapak kalian dan saudara-saudara kalian, kalian jangan membuat mereka gelisah dan janganlah kalian merusak salat mereka.”

[Liqa al-Bab al-Maftuh: Pertemuan 94 ke No. 17, al-Maktabah asy-Syamilah/Abu Abdirrahman Muhammad Dahler]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2300358/tindakan-terhadap-anak-anak-yang-gaduh-saat-salat#sthash.jW4nusJe.dpuf

Anjuran Letak Rumah Seorang Muslim

PERTAMA, dianjurkan bagi seorang muslim untuk mencari rumah atau membangun rumah yang dekat dengan masjid.

Hal ini dimaksudkan agar memudahkan baginya untuk menunaikan shalat berjamaah dan ibadah yang lainnya di masjid.

Walaupun yang lebih utama adalah jauh dari masjid, karena setiap langkahnya akan dihitung pahala. Tapi, karena mengingat lemahnya iman pada umat Islam dan pengaruh lingkungan yang banyak sekali kemaksiatan pada zaman sekarang, dekat dengan masjid lebih utama untuk menjaga diri dan keimanan seseorang. Wallahu alam bisshawab.

Kedua, mencari rumah atau membangun rumah yang jauh dari lingkungan maksiat atau tetangga yang buruk.

Lingkungan yang dekat dengan kemaksiatan atau tetangga yang buruk memiliki pengaruh yang luar biasa pada sebuah keluarga. Sebagaimana kisah yang panjang, yaitu kisah perjalanan taubatnya seseorang yang telah membunuh 100 orang, padanya disebutkan:

“Pergilah engkau ke sebuah negeri seperti ini dan seperti ini (yang disifatkan padanya negeri tersebut), karena sesungguhnya di dalamnya terdapat kaum yang beribadah kepada Allah Taala, beribadahlah bersama mereka dan jangan kembali ke negerimu, karena negerimu adalah negri yang jelek (banyak kemaksiatannya). (HR. Muttafaqun alaih No : 2766 dari Abu Said Al-Khudri radhiallahuanhu)

Ketiga, memperhatikan hal-hal yang mendukung kesehatan pada sebuah rumah.

Di antaranya dengan menjauhi membangun rumah di tempat-tempat yang kotor, seperti dekat tempat-tempat pembuangan sampah, dekat genangan-genangan air, dll.

Karena kebersihan dan kesucian adalah sebagian dari iman, maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan kebersihan dan kesucian tempat tinggalnya, lingkungannya, serta dirinya, karena lingkungan juga menunjukkan pribadi si penghuninya. Zhahir dari sesuatu adalah cerminan bagi batinnya.

Dari Abu Malik Al-Asyariy radhiallahuanhu bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:

“Kesucian adalah sebagian dari iman.” (HR. Muslim)

Sebagaimana makanan, lingkunganpun bisa mempengaruhi tabiat manusia, dimana disyariatkan untuk tidak makan daging hewan yang kebiasaannya memakan kotoran sebelum dikurung/dikarantina tiga hari atau lebih.

Atau kita dilarang untuk memakan hewan yang bertaring karena ditakutkan tabiat hewan tersebut akan ditiru oleh pemakannya, karena daging yang tumbuh pada manusia itu dari binatang tadi.

Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda:

“Keangkuhan dan kesombongan ada pada penggembala unta, ketenangan dan kewibawaan ada pada penggembala kambing”. (HR. Muslim)

Dalam hadits ini memberikan faidah bahwasanya kebersamaan akan saling mempengaruhi sebagaimana penggembala unta yang setiap hari bersamanya, jadilah dia seorang yang sombong dan keras kepala dan tinggi hati seperti keadaan unta yang mencari makan pada ujung-ujung pohon.

Begitu pula keadaan penggembala kambing, ketenangan yang dimiliki kambing mempengaruhi penggembalanya tanpa perlu berteriak-teriak, tidak seperti halnya penggembala unta.

Contoh hadits lainnya adalah sebagaimana sabda nabi shalallahu alaihi wasallam yang melarang duduk di atas kulit macan agar tidak tertular memiliki tabiat macan yang buas. Disebutkan dalam sebuah hadits:

“Beliau shalallahu alaihi wasallam melarang untuk duduk di atas kulit macan”. (Shahih. Lihat Jami Ash-shahih no. 6881, Asy-Syaikh Al-Bani)

Perkara lainnya yang mendukung kesehatan pada sebuah rumah adalah memperhatikan fisik dari bangunan rumah, di antaranya menjadikan rumahnya segar dengan memasang jendela, lubang-lubang ventilasi angin, serta tempat masuknya sinar matahari ke dalam rumah untuk kesegaran dan sirkulasi udara, dll.

[Baitiy Jannatiy (Rumahku Surgaku) halaman 30-39, Penulis al-Ustadz Abul Hasan]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2300393/anjuran-letak-rumah-seorang-muslim#sthash.DUo8nLhy.dpuf

Mengaji 1 Juz Dapat 2 Liter Pertamax Gratis

Memasuki bulan Ramadan, umat muslim semakin giat beribadah demi mendapatkan pahala. Berbagai cara dilaksanakan, seperti salat tarawih sampai membaca Al Quran.

Ada cara unik yang dilakukan PT Pertamina (Persero) untuk mendorong umat Islam makin getol beribadah. Caranya dengan memberikan BBM jenisPertamax sebanyak 2 liter untuk warga yang mau membaca 1 juz Al-Quran.

Menurut VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, program tersebut dilakukan di Ngawi terkait dengan imbauan Pemda setempat yang meminta kegiatan mengaji ditingkatkan selama bulan Ramadan.

“Hal tersebut terkait dengan imbauan Pemda setempat selama bulan suci Ramadan dengan kegiatan Ngawi Mengaji, di mana semua elemen masyarakat diminta berpartisipasi,” katanya kepada detikFinance, Senin (6/6/2016).

Sebelumnya sudah beredar foto di media sosial mengenai poster program dariPertamina tersebut. Dalam poster tersebut ditulis “Membaca 1 Juz Al-Quran gratis 2 liter Pertamax (berlaku kelipatannya). Mulai pukul 06.00 sampai 18.00 WIB selama bulan Ramadan.”

“Sejauh pantauan kami di Ngawi ada 3 SPBU yang berpartisipasi. sebagai inisiatif pengusaha SPBU terkait guna mendukung kegiatan Ngawi Mengaji dan bersifat terlokalisir di area terkait,” kata Wianda.

 

sumber: Detikcom

Menanti Pembeli Sambil Baca Alquran di Bulan Ramadhan

Selama bulan Ramadan, kawasan Jatinegara, Jakarta Timur terbilang ramai pedagang kaki lima. Sepanjang jalan dari Pasar Mester hingga Stasiun Jatinegara, pedagang kaki lima berjejeran dengan kios atau ruko.

Pengunjung bisa menemukan aneka barang di sini. Sebut saja di Jalan Matraman Raya, tepatnya di seberang Polres Jakarta Timur, para penjual menjajakan aneka barang. Ada yang menjual ponsel bekas, helm, perabotan dapur dan hewan peliharaan.

Kemudian terdapat pula Pasar Burung menuju ke arah Stasiun Jatinegara. Sepanjang jalan itu juga berjejer para pedagang batu akik, penjual buku dan kitab suci juga penjual baju baru atau bekas. Di selasar ruko juga bisa ditemui penyedia jasa urut, gambar tato juga servis jam.

Seperti hari lain, di bulan Ramadan mereka memilih untuk tetap berdagang. Menahan lapar dan dahaga bukan menjadi alasan untuk tidak bersemangat meladeni para pengunjung yang mampir.

Sambil mengisi waktu senggang, beberapa diantaranya ada yang terlihat sibuk merapikan barang dagangannya. Ada pula yang memainkan ponselnya sembari bercanda dengan pedagang lainnya.

“Ya ini cuma ngobrol-ngobrol aja. Sembari nunggu ada yang beli,” ujar Junaidi yang menjual kacamata, Senin (6/6/2016).

Menurut Junaidi, tidak ada perbedaan yang signifikan di bulan Ramadan dan biasanya. Ada saja yang mampir secara silih berganti, baik sekadar melihat-lihat saja maupun membeli dagangannya.

“Kalau bulan puasa, yang beli juga enggak jauh beda dengan hari biasa. Kecuali saya dagang makanan, jumlah yang beli di siang atau sore pasti beda,” tuturnya.

Tak jauh dari Junaidi berdagang, ada Sulistiyo yang menawarkan jasa duplikat kunci. Khusus di bulan Ramadan, Sulistyo tidak hanya duduk diam saat menanti datangnya pembeli.

Dia memilih untuk mengisi waktunya dengan membaca Alquran. Sulistyo memiliki target bisa khatam baca Alquran selama satu bulan ini.

“Setiap tahun, saya usahain khatam Alquran di bulan puasa. Sehingga bulan puasa jadi tambah semangat untuk bekerja. Buka usaha kalau tidak ditambah dengan doa ya, kurang,” ujar Sulistiyo.

Baginya, hal itu lebih manfaat dibanding mengobrol yang tidak benar. Dengan membaca Alquran selama bulan puasa, Sulistyo merasa menadapat nilai tambah.

Sulistiyo sudah buka usaha di Jatinegara sejak tahun 1984. Da juga sempat membuka usaha duplikat kunci di Pasar Senen, Jakarta Pusat selama 5 tahun.
(aws/aws)

 

 

sumber:Detik.com