14 Tips Menjelang 10 Malam Terakhir Ramadan

BERIKUT tips menjelang 10 malam terakhir Ramadan yang dikutip dari Syaikh Tawfique Chowdhury, CEO Merci Mission, dan diterjemahkan Ustadz Hilman Rosyad Lc. Bismillah.

  1. Mulailah dengan niat yang bersih dan tulus. Jika sampai hari ini ibadah terasa belum maksimal, bersiaplah untuk memaksimalkannya. Jika kau benar-benar ingin memperbaikinya, masih ada waktu!
  2. Hari ini, bacalah tafsir surat Al-Qadr, dan pahami apa yang sesungguhnya terjadi pada lailatul qadr. Kau akan merasakan keagungan dan kekuatannya insyaa Allaah.
  3. Jangan menunggu hingga malam ke 27 untuk mengerahkan segalanya. Seluruh malam dari 10 malam terakhir seharusnya jadi targetmu. Bangunlah setiap malamnya. Jangan sampai laylatul qadr terlewati begitu saja.
  4. Jangan ikut-ikutan dengan perayaan-perayaan atau kegiatan-kegiatan yang diada-adakan (bidah) oleh kelompok-kelompok tertentu. Ikutilah sunnah Nabi shalallaahu alaihi wasallam. Tuntunan beliau adalah: “Barangsiapa yang berjaga (tidak tidur) dan berdoa pada malam lailatul qadr dengan iman dan pengharapan akan ganjarannya, dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
  5. Hafalkan doa malam lailatul qadr yang diajarkan Rasulullaah shalallaahu alaihi wasallam ini : Allaahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa fuanni (Yaa Allah, Engkau maha pengampun dan menyukai pengampunan, maka ampunilah aku).
  6. Siapkan daftar pendek doa-doa untuk dipanjatkan. Ingat, ini adalah waktu yang sangat istimewa bagi seorang hamba. Malam Qadar! Malam ditetapkannya takdir! Pilihlah doa doa terbaik untuk agamamu, dunia akhiratmu dan keluargamu. Jangan lupakan saudara-saudaramu Muslimin yang tengah kesusahan di berbagai belahan dunia.
  7. Sempatkan tidur siang sejenak jika memungkinkan. Jagalah perutmu agar tidak terlalu kenyang dan tidurlah segera setelah isha dan tarawih sekadar untuk menyegarkan diri. Lalu bangunlah untuk beribadah.
  8. Jangan lupakan keluargamu! Rasulullah membangunkan para istrinya pada malam-malam ini. Anak-anak pun bisa diajak beribadah untuk beberapa saat, walau mungkin tidak selama orang dewasa. Siapkan, semangati dan motivasi mereka!
  9. Cara kita berpakaian dan mempersiapkan diri berpengaruh secara psikologis. Pakailah pakaian yang bagus dan wewangian (khusus di rumah untuk wanita) ketika beribadah.
  10. Pilihlah spot khusus yang kondusif untuk beribadah, apakah itu di masjid atau di rumah. Letakkan sajadah, mushaf dan air minum sehingga kita tidak perlu beranjak dari sana jika perlu minum.
  11. Ini BUKAN malam untuk pasang status (misalnya : “Alhamdulillaah, nikmatnya bermunajat kepada-NYA malam ini” dsb) di FB atau media sosial apapun. Biarlah itu jadi rahasia indah antara hamba dengan Rabb-nya. Maka, matikan dulu HP, tablet dan komputer. Putuskan dulu hubungan dengan dunia, dan nikmati jalinan hubungan dengan al-Afuww!
  12. Jika mengantuk, maka variasikan bentuk ibadah antara shalat, bermunajat dan membaca Quran. Lakukan bergantian. Jangan habiskan malam untuk mendengarkan ceramah atau tilawah, atau kalau sangat ngantuk, dengarkan sebentar saja untuk mengusir kantuk.
  13. Sabar adalah kuncinya. 10 malam terakhir mungkin akan sangat melelahkan. Anda mungkin masih harus bekerja, sekolah atau aktifitas lainnya. Ini adalah saat untuk bersabar dengan kelelahan itu. Ingatlah Allah telah menganugrahimu dengan kesempatan berharga (akan luasnya ampunan) yang mungkin saja tidak datang lagi. Bukankah kita akan berlari walau apapun yang terjadi jika kita tahu pasti bahwa ini adalah ramadhan terakhir kita dan surga hanya selangkah lagi?
  14. Ini yang paling penting: husnudzhon lah kepada Allah. Ketika bermunajat, ingatlah kau sedang meminta pada Raja Yang Maha Pemurah. Jika kau berharap yang terbaik, Dia akan memberimu yang terbaik. Jangan ragu-ragu, yakinlah dan tumpahkan seluruh isi hatimu di hadapan-NYA. Jangan biarkan keragu-raguan dan prasangka buruk menjauhkanmu dari Arrahman Arrahiim.

Allahumma ballighna lailatal qadr. Aammiin.

 

 

[adibahasan/arrahmah]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304708/14-tips-menjelang-10-malam-terakhir-ramadan#sthash.xXdhbJ4p.dpuf

Felix Siauw: Ini Ironi Ramadan

BULAN Ramadhan kini menjelang, dan seperti biasa aku melihat perubahan terjadi dimana-mana dalam berbagai rupa. Hari-hari awal pastilah mesjid penuh sesak dengan tarawihan dan mushola ramai manusia dendangkan tilawah tadarus alquran.

Akhwat-akhwat mulai menutupi auratnya dengan hijab. Artis-artis terhadap dengan apa yang mereka siarkan mulai bertanggung jawab. Bahkan sinetron Romeo – Juliet berganti menjadi Shofa – Marwah saat ramadhan. Layar kaca pun tak tertinggal siar pengajian. Film Gairah Cinta dipending menjadi Tasbih Cinta agar ma’ruf. Judul nikmatnya pacaran berganti jadi ibadah ta’aruf.

Sering aku tersenyum geli melihat tingkah polah umat islam, karena mereka masih berputar dengan pikiran semu. Tapi ramadhan memang ajaib. Ia mampu membuat perubahan 180 derajat. Sayangnya, setelah ramadhan banyak yang kembali ke jalurnya. Ini pula yang menyebabkan luka tak terperi bagai disulut api.

Perubahan di mata ternyata belum sampai ke akar hati. Sekulerisme memang menyeret umat ke jurang kegelapan yang paling dalam. Tanpa sisakan secercah sinar yang bahkan cukup untuk mengurai airmata. Sekulerisme ajarkan bahwa Allah pergi meninggalkan manusia dan tak lagi menghitung amalan manusia selain pada ramadhan yang mulia.

Bagaimana bisa seseorang muslim tahankan apa yang tak halal baginya karena Allah di waktu siang. Dia menahan makanan, minuman karena Allah di siang hari. Namun ia berbuka dengan riba, dengan hukum taghut yang Allah benci.

Ahh…. Sepuluh kali Ramadhan telah berlalu, namun usahaku tampaknya belum ada hasilnya. Atau apakah ini hanya persangkaanku belaka? Toh, perhitungan Allah tiada sama perhitungannya dengan manusia. Malam yang kita sangka paling gelap ternyata yang malam yang paling dekat dengan fajar. Dalam sadar aku hanya bisa mencerca usahaku yang belum banyak. Berharap pertolongan Allah walau ku tahu aku belum lah layak.

Ummat memang berbahaya, penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Ia bisa jadi selimut pelindung dari dinginnya malam dan panasnya siang, pun ia dapat menjelma menjadi monster paling menakutkan, membenamkan kuku-kuku ucapannya dalam hatimu yang terdalam, menghujamkan belati beracun di setiap bagian tubuhmu yang mampu ia jangkau.

Menunjukkan cahaya bagi mereka yang terlalu lama berjalan dalam kegelapan sama saja memberinya rasa sakit. Sebagian pejalan dalam gelap ini lebih suka berada dalam kedzaliman ketimbang bermandikan cahaya ilahi. Mungkin dalam hati kecil mereka merindukan terang Allah, namun syaithan telah melakukan tugasnya dengan baik hingga mereka lebih suka dalam kegelapan.

Mereka lupa bahwa lebih terhormat mati dalam terang daripada hidup dalam kegelapan. Setidaknya kau bisa dilihat dan diingat. Dalam kegelapanan mungkin kau nyaman, namun tak seorangpun tahu eksistensimu walaupun kau hidup, juga ingat namamu.

Aku adalah hamba Allah Maha Suci, cintaku kepada langit tak berarti aku tak menginjak bumi. Justru langit mengajarkanku dengan hujan yang membasahi bumi dan menumbuhkan benih yang beristirahat dalam gelap mati. Cinta kepada Allah selalu menghadiahkan dua hal pada hamba, yaitu lidah dan airmata.

Aku selalu berdoa semoga Allah memberikan kepada semua pengemban dakwah mampu merengkuh kemuliaan Ramadhan dan karunia yang Allah limpahkan didalamnya. Karena tiap perkataan mereka bagaikan penyambung nafas dunia, menghindarkan ummat dari kerusakan sehabisnya.

Mungkin ummat bagaikan laron yang tak suka dihalau api, dan mungkin ia akan menggigit tangan yang berusaha menghalaunya dari kecelakaan. Namun bukankah itu kenikmatan dakwah yang juga dirasakan junjungan kita Nabi besar shallallahu ‘alaihi wassalam, penghulu segala kebaikan.

Bilakah pantas seorang manusia berkeluh kesah terhadap dakwah manakala tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersemangat menjalankannya? Benar, logam akan berkarat seiring waktu. Namun emas tetaplah emas. Waktu adalah satu-satunya pemisah antara keistiqamahan dan yang ditinggalkan.

[Ustadz Felix Siauw]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304828/felix-siauw-ini-ironi-ramadan#sthash.ssWCBQIg.dpuf

Jika Nanti Kau Jadi Ibu, Jadilah Seperti…

JADILAH seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun.

Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain.

Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Quran. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu…

Jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab. Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu…

Jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya seperti Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya:

“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, aamiin!”.

Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafii.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu…

Jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu pasti sukses. Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan “Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu.

Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri. Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.

Lamunan untuk kita yang dititipi Allah calon ayah dan ibu masa depan. Ingatlah ayah bunda, anak kita akan terus tumbuh dan tumbuh. Isi jiwanya, damaikan hatinya, dorong dia untuk merengkuh cakrawala hidup yg ia pilih. Semoga anak-anak kita senantiasa dalam lindunganNya. Amiin.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304712/jika-nanti-kau-jadi-ibu-jadilah-seperti#sthash.aYfmsrnX.dpuf

Haid Lima Menit Sebelum Magrib, Sahkah Puasanya?

HAID adalah siklus yang terus dialami oleh perempuan selama masa suburnya hingga menopase. Terkadang, haid bisa saja datang di saat yang sangat meragukan terutama di bulan Ramadan.

Lalu bagaimana jika seorang wanita mulai kedatangan haid lima menit sebelum azan magrib, apakah puasanya diteruskan atau batal?

Menurut fatwa Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam kitab Majalis Syahri Ramadan, hal. 39: “Kalau haidnya telah terlihat dari seorang wanita yang sedang berpuasa meskipun sesaat sebelum magrib, maka puasa hari itu batal dan diharuskan mengqadha.”

Jadi kalau seorang wanita telah keluar haid sebelum terbenam matahari, meskipun sesaat, maka puasanya batal. Maka dia harus mengqadha untuk hari itu.

Dia tidak dibolehkan berpuasa dalam kondisi haid, kalau dia tetap melakukan (puasa), maka puasanya tidak sah.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan dalam Al-Mughni, 4/397:

“Jika wanita haid berniat puasa dan menahan (dari makan) padahal dia telah mengetahui keharaman akan hal itu, maka dia berdosa dan tidak diterima puasanya.”

Wallahu a’lam.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304694/haid-lima-menit-sebelum-magrib-sahkah-puasanya#sthash.H5imh3bK.dpuf

Menelan Sisa Makanan di Mulut pada Siang Ramadan

KETIKA seseorang bangun tidur waktu pagi dan dia sedang berpuasa, didapati di mulutnya sisa (makan) sahur. Bagaimana kiranya hukumnya kalau (sisa makanan tersebut) ditelannya?

Tidak diragukan lagi bahwa makan adalah salah satu pembatal puasa. Allah Taala berfirman: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS Al-Baqarah: 187).

Sebagaimana diketahui oleh umat Islam, bahwa puasa adalah menahan dari makan, minum dan berhubungan badan dan seluruh pembatal (puasa). (Majmu Fatawa Syaikhul Islam, 25/219)

Pengertian makan adalah sampainya sesuatu yang keras (makanan dan semisalnya) ke lambung lewat mulut. (Silahkan lihat Hasyiyah Ibnu Qasim Ala Raudhil Al-Murbi, 3/389)

Tidak disyaratkan dalam makanan ini, harus bermanfaat atau banyak. Kalau sekiranya menelan sesuatu yang tidak bermanfaat (seperti permata) atau menelan sedikit sekali (dari sisa makanan), maka dia telah berbuka dan puasanya rusak.

Menelan sisa makanan yang ada di sela-sela gigi termasuk makan, maka ia dapat merusak puasa. Hal ini kalau orang yang berpuasa menelannya dengan sengaja, yang sekiranya masih memungkinkan baginya untuk mengeluarkannya, namun sengaja dia ditelan.

Adapun, jika tiba-tiba masuk ke tenggorokan dan tertelan, dan tidak memungkinkan baginya untuk mengeluarkannya, maka hal ini tidak mengapa dan puasanya sah. Karena semua pembatal puasa disyaratkan bahwa orang yang berpuasa melakukannya dengan sengaja.

Kalau dilakukan dengan terpaksa tanpa keinginannya maka puasanya sah dan tidak ada apa-apa sedikitpun baginya. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mugni, 3/260:

“Barangsiapa yang di waktu paginya mendapatkan makanan di antara giginya, maka tidak akan lepas dari dua kondisi, salah satunya adalah jika sedikit, tidak mungkin diludahkan lalu tertelan, maka hal itu tidak membatalkan (puasa). Karena dia tidak mungkin mencegahnya, seperti air liur. Ibnu Munzir berkata: Para Ahli Ilmu telah sepakat (ijma) dalam masalah ini.

Kedua, jika makanannya banyak dan memungkinkan untuk diludahkan, maka kalau diludahkan tidak membatalkan puasanya. Kalau dia telan dengan sengaja, maka puasanya rusak menurut pendapat mayoritas ulama.

Karena dia telah menelan makanan yang masih memungkin untuk diludahkan berdasarkan pilihannya dan dalam keadaan sadar bahwa dia sedang berpuasa, maka dengan demikian dia dianggap berbuka. Sebagaimana halnya kalau dia memulai makan.”

Kesimpulannya adalah kalau memungkinkan baginya untuk mengeluarkannya dari mulut, namun dia tidak melakukannya dan justru menelannya, maka puasanya rusak. Kalau tertelan tanpa keinginannya, maka puasanya sah dan tidak ada apa-apa baginya. Wallahualam. []

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304696/menelan-sisa-makanan-di-mulut-pada-siang-ramadan#sthash.GqnkpDkn.dpuf

Hukum Berbuka Karena Harus Konsumsi Obat

ALLAH Taala berfirman:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS At Taghabun: 16)

Menurut fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baaz:

Jika penyakit itu kambuh karena terlambat mengkonsumsi dosis obat yang sudah ditetapkan, maka tidak apa-apa berbuka (tidak berpuasa).

Jika masa siangnya panjang sampai 15 jam, maka tidak apa-apa mengkonsumsi obat sesuai dosisnya dan berbuka lalu mengganti hari tersebut di luar bulan Ramadhan, tetap mengkonsumsi obat tersebut, setelah itu menahan lagi, dan mengganti pada hari lain.

Karena berbukanya karena mau minum obat, setelah itu menahan dan mengqadhanya. Adapun jika memungkinkan untuk ditunda minum obatnya dan tidak menyulitkannya, maka dia harus menunda sampai malam tiba.

Adapun jika dia tidak mampu menundanya, maka tidak apa-apa membatalkan puasanya (untuk minum obat), dia bisa mengganti puasa tersebut pada hari-hari yang siangnya pendek, seperti pada musim dingin yang siangnya kurang dari 12 jam. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304700/hukum-berbuka-karena-harus-konsumsi-obat#sthash.dSXu7KUk.dpuf

Keajaiban Rasul Dibalik Larangan Memelihara Anjing

DARI ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa yang memelihara anjing selain anjing penjaga binatang ternak, atau anjing pemburu maka dikurangi dari pahala kebaikannya dua qirath setiap hari.” (HR Bukhari dan Muslim)

Selalu saja di dalam ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kita temukan faidah, pencegahan dan penjagaan/perlindungan untuk diri kita, karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sangat belas kasihan terhadap kita, sebagaimana dalam firman-Nya tentang sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

” (dia) Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.” (QS At-Taubah: 128)

Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan untuk kita kebaikan dan menginginkan untuk kita kesehatan. Oleh karena itu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengharamkan memelihara anjing, dan menganggapnya sebagai makhluk yang najis, serta memperingatkan manusia darinya.

Para ilmuwan telah mengungkapkan banyak hal tentang anjing, dan ini adalah hal paling akhir yang dicapai oleh ilmu pengetahuan. Dalam sebuah penelitian terbaru yang pertama, yang dilakukan oleh para ilmuwan dari University of Munich terbukti bahwa memelihara anjing di rumah meningkatkan kemungkinan terkena kanker payudara. Studi ini menemukan bahwa 80 persen wanita yang menderita kanker payudara ini adalah mereka yang memelihara anjing di rumah mereka dan melakukan kontak secara terus-menerus dengan anjing-anjing tersebut.

Sementara mereka menemukan bahwa orang-orang yang memelihara kucing tidak terinfeksi jenis kanker tersebut! Dan itu disebabkan karena sisi kesamaan yang besar antara kanker payudara pada anjing dan manusia. Mereka telah menemukan suatu virus yang menyerang manusia dan anjing secara bersamaan, dan terkadang ia berpindah (menular) dari anjing ke manusia. Virus ini memiliki peran yang utama dalam proses terjangkitnya kanker tersebut.

Mereka menemukan bahwa para wanita di negara-negara Barat lebih besar kemungkinannya untuk terjangkit kanker payudara dibandingkan para wanita di negara-negara Timur. Dan ketika mereka mengkaji tentang perbedaan mendasar antara kedua kelompok wanita ini, mereka menemukan bahwa para wanita di Barat terbiasa memelihara anjing “manja” di rumah mereka. Sementara di negeri Timur jarang ditemukan seorang wanita yang memelihara anjing!

Dalam studi lain, para ilmuwan menemukan bahwa anjing menyimpan virus-virus penyebab kanker payudara, yang namanya MMTV (mouse mammary tumour virus). Dan tatkala bersinggungan dan berinteraksi dengan anjing, virus-virus ini akan berpindah ke tubuh manusia dengan mudah.

Ini baru sedikit yang diketahui oleh manusia, sesungguhnya dampak buruk yang disebabkan karena bersinggungan dengan anjing adalah sangat besar. Para ilmuwan telah mengungkapkan “sesuatu” yang banyak di dalam air liur anjing, darah dan bulunya, semuanya adalah sarang bagi bakteri-bakteri dan virus. Dan yang perlu diketahui bahwa di dalam kucing tidak terkandung virus-virus tersebut!

Dari sini, wahai pembaca yang budiman mungkin kita dapat mengetahui mengapa Nabiyurrahmah (Nabi yang penuh kasih sayang) shallallahu ‘alaihi wasallam melarang ummatnya memelihara anjing di rumah, dan membatasi perannya (peran anjing) hanya pada penjaga di luar rumah. Bahkan beliau shallallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan ummatnya agar mencuci wadah air tujuh kali, dan salah satunya dengan tanah jika ada seekor anjing yang minum air dari wadah tersebut. Subhanallahu.

[Abduddaim Kaheel/diterjemahkan oleh Abu Yusuf Sujono]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2304813/keajaiban-rasul-dibalik-larangan-memelihara-anjing#sthash.6qqvlKLN.dpuf

Bulan Penajaman Karakter

Dalam kitab Ihya Ulumuddin Imam Ghazali menyebutkan bahwa puasa adalah ibadah yang tidak bisa dipisahkan dengan kesabaran, “Dan karena puasa itu termasuk sabar dan bahwa puasa itu sebagian sabar, maka Allah SWT berfirman (dalam hadis qudsi), ‘Puasa itu bagi-Ku dan Aku akan membalasnya’.” (HR Bukhari).

Penjelasan tersebut semakin menegaskan bahwa takwa adalah karakter yang tidak mungkin dicapai melainkan diupayakan dengan penuh kesabaran. Dengan demikian, menjadi sangat mudah untuk dipahami, mengapa bulan suci Ramadhan benar-benar dijadikan momentum emas oleh Rasulullah untuk taqarrub kepada Allah SWT.

Selama Ramadhan, Rasulullah benar-benar produktif dalam banyak hal, mulai dari ibadah, muamalah, sampai jihad fi sabilillah. Dalam hal ibadah, beliau tidak pernah melalui malam-malam Ramadhan melainkan dengan ibadah. Siang harinya beliau selalu isi dengan sedekah. Dalam kesempatan jihad, beliau menorehkan kemenangan luar biasa pada saat bulan Ramadhan. Yang pada hakikatnya, semua amalan itu memerlukan kekuatan iman dan kesabaran dalam menjalankannya.

Dengan demikian, target akhir puasa agar kaum Muslimin menjadi pribadi bertakwa benar-benar dapat dicapai dengan baik. Untuk itu, sangat tidak dianjurkan selama Ramadhan seorang Muslim lalai dengan mengedepankan alasan lelah, mengantuk, dan malas. Sebab, hal itu hanya menjadi bukti bahwa ternyata kita belum memahami makna dan tujuan dari Allah menghadiahkan umat Islam keistimewaan bulan Ramadhan. 

Lebih dari itu, mesti dipahami dengan baik bahwa takwa bukanlah konsep abstrak dari aktualisasi iman yang merupakan target final dijalankannya ibadah puasa. Takwa itu menjadikan diri kita gemar bersedekah baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Berhenti menjadi pribadi yang gampang marah dan suka memberi maaf alias tidak pendendam, serta gemar dengan segala aktivitas kebaikan yang Allah dan Rasul-Nya ridhai (QS Ali Imran [3]: 133-134).

Di sisi lain, takwa adalah berkata jujur, berkata benar (QS al-Ahzab [33]: 70). Jika puasa masih belum mampu mencegah diri berkata bohong, maka sesungguhnya target dari puasa itu masih amat jauh dari tercapai. Maka, sangat mungkin, puasa yang dilakukan hanya sebatas menahan lapar dan dahaga alias sia-sia.

Mengingat takwa di dalam Islam begitu jelas aplikasinya, maka takwa menjadi induk terbentuknya karakter dalam diri Muslim, yakni hadirnya pengejawantahan nilai-nilai iman dalam perilaku keseharian. Sehingga, identitas sebagai Muslim benar-benar memancar dalam kehidupan. Ditambah dengan puasa, sudah semestinya setiap Muslim menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter sebagaimana makna operatif dari takwa itu sendiri.

Oleh karena itu, mari jadikan puasa sebagai bulan perubahan karakter atau penajaman karakter. Sehingga Islam tidak sekadar menjadi identitas, tetapi mewujud dalam realitas. Sabar mengisi Ramadhan dengan amalan-amalan yang Rasulullah teladankan adalah bagian dari proses perubahan karakter itu sendiri.

Oleh: Imam Nawawi

sumber:Republika Online

Tips Berhubungan Badan di Bulan Ramadan

BULAN Ramadan adalah bulan dimana seluruh umat Islam di seluruh dunia berpuasa dari makan, minum dan bercinta di siang hari.

Berbeda dengan bulan-bulan lain, sepanjang bulan Ramadhan, hubungan suami istri hanya boleh dilakukan pada malam hari saja. Dalilnya jelas: “Dihalalkan buat kalian pada malam puasa untuk menggauli istri-istri kalian .” (QS Al-Baqarah: 187).

Meski demikian, menjalankan puasa di bulan Ramadhan tidak berarti anda harus menghentikan seluruh aktifitas seks anda bersama pasangan. Hubungan intim tetap boleh dilaksanakan pada waktu malam hari setelah berbuka puasa sampai sebelum waktu imsak.

Seperti dikutip dari situs Islamqa, hubungan suami istri haram dilakukan pada siang hari saat berpuasa. Jika melakukannya maka puasa menjadi batal dan kedua pasangan dikenakan denda yaitu kewajiban memerdekakan seorang budak, atau jika tidak memungkinkan maka kedua pasangan diwajibkan menggantinya dengan berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau dengan memberi makan 60 orang fakir miskin.

Jika anda termasuk pengantin baru dan masih menikmati masa-masa bulan madu dan malam pertama, berikut ini beberapa tips melakukan hubungan seksual selama bulan puasa.

1. Bercinta adalah ibadah

Dalam Islam, hubungan seks dengan pasangan yang sah termasuk ibadah karena itu melakukannya berarti mendapat pahala. Tetapi melakukan hubungan intim di siang hari di bulan Ramadhan tidak saja membatalkan puasa tetapi juga menyebabkan dosa dan pasangan suami istri yang melakukannya wajib membayar kaffarah berupa puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin.

Supaya lebih aman lakukan hubungan seks hanya di malam hari sebelum imsak dengan hati yang ikhlas maka kedua pasangan bisa menikmatinya dengan tenang.

2. Atur waktu

Waktu yang sempit selama bulan puasa mengharuskan setiap pasangan untuk bisa menahan nafsu dan hanya melakukannya di waktu yang diijinkan. Tentu saja hal ini termasuk hal yang sulit terutama oleh mereka yang masih berstatus pengantin baru.

Bersabarlah dengan melakukan banyak perbuatan baik di siang hari. Setelah berbuka dan sholat tarawih, anda masih memiliki waktu yang cukup banyak untuk berhubungan sebelum masuk waktu makan sahur dan imsak.

3. Lakukan seks kilat

Seks kilat adalah salah satu alternatif seks yang biasa dilakukan pasangan suami istri selama bulan puasa. Jika di luar Ramadhan anda terbiasa berhubungan seks dalam waktu yang lama maka selama bulan puasa sebaiknya durasi dikurangi agar stamina anda tetap fit di siang hari.

4. Saling mengerti

Sikap saling mengerti dan memahami mutlak harus dikedepankan. Jika salah satu pasangan sedang tidak mood untuk bercinta maka pasangan lainnya harus mengerti. Seks adalah ibadah jika dilakukan dengan hati yang ikhlas.

Mandi wajib setelah berhubungan tetap harus dilakukan agar dapat menunaikan salat shubuh. Karena itu aturlah waktu sebaik-baiknya agar anda tidak menjadi kerepotan usai bercinta di bulan puasa.

Demikian informasi singkat tips berhubungan intim di bulan Ramadhan, agar perbuatan tersebut tetap dinilai sebagai pahala dan tidak merusak nilai puasa. [sehatki]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303290/tips-berhubungan-badan-di-bulan-ramadan#sthash.JJTSOyIT.dpuf

Tiga Golongan Manusia

Proses keimanan manusia sejak dimulai dari Nabi Adam as hingga akhir zaman, umat Nabi Muhammad Saw mengalami banyak tantangan dan perubahan. Tantangan yang dimaksud ialah tantangan keimanan; apakah manusia mampu beristiqamah dalam iman dan amal shaleh selepas Nabi penyampai risalah tiada. Sedangkan perubahan yang dimaksud adalah perubahan zaman (masa) dan tempat.

Jika dulu ketika zaman Nabi Adam fase kesesatan manusia (syirik kepada Allah) belum terlihat, maka di zaman Nabi Nuh; tantangan yang dialaminya jauh lebih berat manakala manusia satu persatu meninggalkan Allah dan justeru mengagungkan sesembahan yang mereka yakini mampu mengabulkan seluruh hajat.

Ketika kesesatan demi kesesatan mulai merajalela, seruan terasa diabaikan dan tiada artinya, hanya doa yang mampu terucap dari lisannya; air bah pun tak terhindarkan lagi, melenyapkan apa saja yang ada di darat, kecuali umat yang setia kepada ajakan Nabi Nuh. 

Siksaan yang Allah berikan kepada kaum Nabi Nuh sangat logis dan beralasan. Jika kita menyepakati bahwa sebegitu dahsyatnya siksaan Allah pada masa Nabi Nuh, apalagi di zaman yang serba canggih dewasa ini? Tatkala kesyirikan terbungkus dalam bentuk baru– bukan lagi patung-patung atau sesembahan– salah satunya harta benda; saat seruan adzan terabaikan dan lebih khusyu oleh gadget bertebaran.

Semakin diabaikan, lama kelamaan keimananpun berkurang atau bahkan nyaris hilang. Karenanya, dilihat dari aspek pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya, manusia terbagi menjadi tiga golongan, yakni pertama, golongan yang mendapatkan ni’mat. Kedua, golongan yang mendapat murka. Ketiga, golongan yang sesat. 

Dalam perjalanan hidupnya, ada manusia yang mengetahui kebenaran dan tidak. Mereka yang mengetahui kebenaran akan senantiasa melaksanakan kewajiban dan enggan untuk menentangnya. Menjalani kewajiban shalat misalnya. Konsistensi menjaga shalat, baik wudhunya, gerakannya, lafadznya, hingga waktunya inilah yang akan mendapatkan rahmat.

Allah menyucikan dirinya dari hal-hal yang tidak baik serta melimpahkan padanya pahala dan ilmu yang bermanfaat. Sedangkan orang yang sebenarnya mengetahui kebenaran namun ia enggan melaksanakan perintah-perintah Allah, maka ia termasuk orang yang sesat.

Orang yang mendapat murka adalah orang yang tersesat dari hidayah amal. Orang yang tersesat mendapat murka karena kesesatannya dari ilmu yang diketahuinya dan amal yang harus dikerjakannya. Masing-masing dari keduanya sesat dan mendapat murka. Namun, orang yang tidak beramal shaleh padahal ia tahu bahwa itu adalah kebenaran jauh lebih layak mendapatkan murka.

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”.”

Alur seruan pertama pada ayat di atas tertuju kepada orang Yahudi dan alur seruan kedua tertuju untuk orang-orang Nasrani. Dalam hal ini, orang Yahudi lebih layak mendapatkan murka sebab mereka tahu kebenaran namun mereka enggan menampakkan apalagi melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. 

Diriwayatkan dalam Sunan at-Tirmidzi dan Shahih Ibnu Hibban dari hadits Adi bin Hatim ra dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Orang-orang yahudi adalah orang-orang yang mendapat murka dan orang-orang nasrani adalah orang-orang yang sesat,’

Penyebutan tiga golonan manusia ini mengharuskan pengukuhan kerasulan dan kenabian Muhammad Saw karena klasifikasi manusia kepada tiga golongan ini merupakan realitas yang kasat mata dan klasifikasi inilah yang mengharuskan pengukuhan kerasulan itu, demikian ungkap Syaikh Ibnul Qayyim al Jauziyyah.

Adapun golongan sesat dan murka, keduanya-duanya cenderung mengikuti hawa nafsu yang buruk. Definisi hawa, seperti Syaikh Raghib al-Ashfahani dalam mu’jam mufradat al-fazil Qur’ani (2010: 395) menyebutkan bahwa Hawa ialah kecenderungan jiwa kepada keinginan hawa nafsu.

Dinamai hawa nafsu karena ia cenderung akan menjerumuskan pelakunya tidak hanya kepada siksa di dunia namun juga mendapatkan azab di akhirat nanti (neraka Hawiyah). Sedangkan makna kata hawiyah adalah jatuh dari tempat yang tinggi, seperti dalam surah al-Qariah ayat 9, “Maka adapun orang-orang yang ringan timbangan (amal kebaikannya), maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah,” 

Sedangkan makna adh-dhalal (sesat), memiliki makna belok atau menyimpang dari jalan yang lurus, kebalikan dari al-Hidayah. Adh-Dhalal juga diartikan setiap penyimpangan dari manhaj baik sedikit maupun banyak, baik disengaja maupun tidak. Karena bertahan dijalan yang lurus dan diridhai Allah itu teramat berat. Sedangkan ditinjau dari perspektif lain ad-dhalal dengan makna sesat ada dua yaitu sesat dalam ilmu aqidah (seperti memahami dzat Allah) dan sesat dalam ilmu amaliah (seperti memahami hukum-hukum ibadah). 

Semoga Allah melindungi kita dari golongan sesat dan murka, serta memasukkan kita menjadi golongan orang yang mendapatkan keni’matan; ni’mat Iman, Islam dan Ihsan. Sebab, tiada ni’mat yang lebih dan paling berharga selain keimanan. Ya Allah, wafatkan kami dalam keadaan beriman, Aamiin…