Suami Mengaku Lajang, Apakah Jatuh Cerai?

LIDAH tak bertulang. Nampaknya ringan, tapi ternyata yang dia keluarkan bisa sangat membahayakan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan,

Sesungguhnya ada hamba yang dia mengucapkan satu kalimat, yang tidak dia pikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya di neraka sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari 6477 & Muslim 2988)

Banyak lelaki yang mengucapkan kalimat ini hanya sebatas guyon, menggoda wanita lain, yang intinya dia tidak serius. Tapi apapun itu, kalimat ini adalah kedustaan. Dia berdusta di hadapan orang lain. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, beliau mengatakan,

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang dosa-dosa besar, kemudian beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, membunuh jiwa, dan durhaka kepada kedua orang tua.” Lalu beliau bersabda, Maukah kusampaikan dosa yang paling besar? “Ucapan dusta” dalam riwayat lain, beliau mengatakan, “Persaksian dusta.” (HR. Bukhari 5977 & Muslim 88)

Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz al-Aqil menggolongkan kalimat seperti ini sebagai bentuk kalimat cerai kinayah (lafadz tidak tegas), karena mengandung dua kemungkinan makna, makna talak dan selain talak. Karena itu, untuk bisa dihukumi cerai ataukah bukan, kembali kepada niat orang yang mengucapkan.

Syaikh Abdullah al-Aqil ditanya, teks pertanyaannya,

Ada seorang lelaki yang mengatakan, “Saya belum menikah.” maksudnya bergurau. Kemudian diketahui ternyata dia telah menikah dan diapun mengakuinya. Dia beralasan, “Saya hanya bergurau.” Bagaimanakah hukumnya?

Jawaban Syaikh Abdullah al-Aqil:

Para ulama telah menyebutkan masalah ini, ketika suami ditanya, Apakah anda punya istri? lalu dia menjawab, Tidak. Dan maksud dia adalah dusta, sama sekali tidak berniat cerai, maka istrinya tidak dianggap cerai. Karena kalimat ini adalah kalimat kinayah, yang butuh niat talak, dan suami (pada kasus di atas) tidak berniat cerai. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Semua orang mendapatkan sesuai yang dia niatkan.”

Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz al-Aqil adalah mantan kepala dewan kehakiman tertinggi di saudi. Beliau wafat tahun 1432 H. Semoga Allah merahmati beliau. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2314144/suami-mengaku-lajang-apakah-jatuh-cerai#sthash.Ss0Lvdvf.dpuf

Apa Sesungguhnya Makna Terorisme?

INGATLAH bahwa Islam tidak mengajarkan terorisme, silakan mengkaji dalam Al Quran dan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan sebenarnya terorisme tidak bisa dikatakan dimonopoli oleh Islam.

Tindakan teror dalam bahasa Arab diistilahkan dengan kata irhab, bentuk mashdar dari kata arhaba, yurhibu, irhaban. Maksudnya adalah meneror atau menakut-nakuti orang lain. Jadi makna irhab, bukanlah membunuh, makna asalnya adalah takut. Contoh misalnya dalam dua ayat kita dapat melihat hal ini,

“Dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al Baqarah: 40).

Contoh kedua pada ayat,

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al Anfal: 60).

Dalam Wikipedia disebutkan, “Teror atau terorisme selalu identik dengan kekerasan. Terorisme adalah puncak aksi kekerasan. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan terorisme tidak.”

Namun kalau dalam istilah media, terorisme lebih identik pada tindakan pembantaian yang menewaskan orang banyak. Istilah ini lebih disematkan pada Islam dibanding ajaran atau agama lainnya. [rumaysho]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2312212/apa-sesungguhnya-makna-terorisme#sthash.JeF9i6sm.dpuf

Hadis yang Melarang Terorisme

DALAM Islam, meneror atau menakut-nakuti orang lain walau bercanda atau sekedar lelucon saja dilarang.

Dari Abdullah bin As Saib bin Yazid, dari bapaknya, dari kakeknya, ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Dalam riwayat lain disebutkan, “Siapa yang mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikannya” (HR. Abu Daud no. 5003)

Dalam Aunul Mabud (13: 250-251) karya Al Azhim Abadi terdapat pernyataan, “Kalau mengambil barang orang lain bukan dalam rangka bercanda jelas terlarang karena termasuk dalam kategori mencuri. Adapun jika mengambilnya sebagai candaan saja, seperti itu tidak bermanfaat. Bahkan hal itu hanya menimbulkan kemarahan dan menyakiti orang yang empunya barang.”

Dalam hadis disebutkan bahwa yang diambil dan disembunyikan adalah sebuah tongkat. Barang tersebut dianggap sebagai barang yang tafih (sepele atau bukan sesuatu yang amat berharga). Namun jika menyembunyikan yang sepele seperti ini saja tidak boleh walau bercanda, apalagi yang lebih berharga dari itu. Demikian penjelasan dalam Tuhfatul Ahwadzi, 6: 380.

Meneror atau menakut-nakuti orang lain itu termasuk berbuat dosa. Pernah di antara sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam berjalan bersama beliau, lalu ada seseorang di antara mereka yang tertidur dan sebagian mereka menuju tali yang dimiliki orang tersebut dan mengambilnya. Lalu orang yang punya tali tersebut khawatir (takut). Lantas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadis ini hasan). Al Munawi menyatakan bahwa jika dilakukan dengan bercanda tetap terlarang karena seperti itu menyakiti orang lain. (Lihat Aunul Mabud, 13: 251)

 

[rumaysho]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2312214/hadis-yang-melarang-terorisme#sthash.MnIpt2W3.dpuf

Ayat yang Melarang Terorisme

DALAM hukum Islam, siapa saja yang melakukan teror dan menakut-nakuti orang lain, ia akan dikenakan hukuman yang berat. Mereka inilah yang disebut dengan orang berbuat kerusakan di muka bumi seperti halnya para penyamun atau tukang begal.

Mereka akan dikenai hukuman yang berat supaya tindakan jahat tidak lagi berulang, juga untuk menjaga harta, darah dan kehormatan orang lain. Tentang orang semacam ini disebutkan dalam ayat,

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah: 33).

Ingat pula bahwa Islam melarang membunuh orang lain, bahkan jika satu nyawa dibunuh tanpa alasan yang benar, berarti ia telah membunuh manusia seluruhnya. Allah Taala berfirman,

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al Maidah: 32).

Kata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi dalam Taisir Al Karimir Rahman bahwa ayat ini juga ditujukan para para tukang begal atau penyamun yang mengancam membunuh atau merampas harta orang lain dengan cara paksa.

Dua ayat di atas menunjukkan bahwa meneror atau tindakan terorisme terlarang dalam Islam. [rumaysho]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2312213/ayat-yang-melarang-terorisme#sthash.bAQBTLWc.dpuf

Gelar Teroris itu Buatan Orang Kafir

GURU kami, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hafizhahullah berkata,

“Orang-orang kafir sejak dahulu telah memerangi kaum muslimin. Mereka yang selalu memberikan gelaran yang tidak baik para orang Islam, supaya orang-orang menjauh dari Islam. Sebagaimana yang Allah sebutkan,

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At Taubah: 32).

Orang kafirlah yang menggelari orang Islam dengan teroris, segala sifat jelek disematkan pada orang Islam. Padahal sebenarnya itu bukan ajaran Islam, namun ajaran dan karakteristik orang kafir.

Adapun jika ada orang Islam yang keliru atas dasar kejahilan atau niatan yang jelek, maka perbuatan mereka tak disandarkan pada ajaran Islam karena Islam melarang tindakan tersebut.

Supaya kita terlepas dari tuduhan jelek tersebut, maka hendaklah dijelaskan bahwa tindakan teror semacam itu bukanlah bagian dari Islam. Itu hanya kelakukan perorangan. Orang muslim bisa jadi juga salah. Yang bisa kita anggap selamat dari kesalahan (alias: mashum) adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (Lihat Al Muntaqo min Fatawa Al Fauzan 1: 416, soal no. 247).

Padahal kalau kita menilik sejarah yang melakukan pembantaian paling banyak hingga puluhan juta orang adalah non muslim. Contoh saja:

– Hitler membantai 6 juta orang Yahudi dan 60 juta orang pada perang dunia II. Hitler seorang Kristian.
– Joseph Stalin (Uncle Joe) telah membunuh 20 juta orang dan 14,5 juta telah mati kelaparan.
– Mao Tse Tsung dari Cina telah membunuh 14 20 juta orang.

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Wallahu a’lam. [rumaysho]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2312215/gelar-teroris-itu-buatan-orang-kafir#sthash.56O6sDDy.dpuf

Solusi Terorisme Menurut Pandangan Islam

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (QS al-Qashash/28 : 56)

Dan kapanpun peringatan dan buku-buku tidak membawa manfaat maka Allah akan menjadikan pedang kebenaran yang bermanfaat bagi orangnya yang telah Allah letakkan di tangan penguasa muslim di muka bumi ini, sebagaimana terdapat dalam riwayat hadits yang panjang diantaranya sabda beliau Shallallahu alaihi wa sallam.

“Hendaklah kamu ambil di atas tangan orang yang jelek dan hendaklah kamu berdiam di atas al-haq dengan sebenar-benarnya, atau Allah akan palingkan hati sebagian kalian atas sebagian yang lain atau sungguh akan melaknat kalian sebagaimana mereka telah dilaknat”.

Dan belum hilang dari pikiran bahwa masyarakat mempunyai peran penting di dalam melakukan tindakan preventif dan penyembuhan terhadap wabah penyakit terorisme. Hanya saja tidaklah masyarakat akan mendapatkan pengaruh dan dampak yang baik kecuali apabila masyarakat tersebut menghiasi diri mereka dengan fitrah (aqidah,-pent) yang bersih dan jernih serta pemikiran Islam yang lurus.

Adapun jika kenyataannya yang ada dalam masyarakat itu bertabrakan dengan kondisi yang diatas, sesungguhnya seorang yang tidak mempunyai apa-apa tidaklah ia dapat memberikan sesuatu.

Ringkas pembicaraan wahai orang-orang yang mencintai kebaikan untuk orang lain bahwasanya solusi satu-satunya untuk penyakit terorisme di negeri-negeri Islam berada di tangan orang-orang yang mempunyai aqidah shahihah yang bersih dan murni di bawah naungan wahyu ilahi yang dibawa dan disampaikan oleh orang yang mau memahami maknanya dan yang baik penyampaiannya, dan sungguh para dokter mereka itu adalah waliyul amri dari kalangan ulama rabbani dan para pemimpin yang shalih kemudian masyarakat dengan segala lapisannya, kecil atau besar dalam dan luar yang tersifati dengan sifat yang disebutkan terdahulu. Firman Allah Taala.

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya” (QS al-Kahfi/18 : 17)

Adapun solusi terorisme di negeri-negeri kafir, maka pijakannya kepada apa yang mereka ridai untuk diri mereka sendiri yaitu undang-undang dasar (negeri tersebut) jika diwujudkan sesuatu untuk menolak kemudharatan maka haruslah ia mempunyai kekurangan, terutama akan bertambah parahnya penyakit terorisme di negeri mereka serta semakin meluas dan saling mewarisinya dengan terang-terangan karena mereka tidak percaya akan kebesaran Allah dan Dia yang telah menciptakan mereka dalam beberapa tingkatan kejadian.

Merupakan perkara yang amat sangat disayangkan bahwa mayoritas negeri Islam telah mengikuti jejak negeri-negeri kafir dalam penegakkan hukum undang-undang dasarnya yaitu dalam menyelesaikan berbagai macam problematikanya, yang tidak diperkenankan untuk berhukum dengan undang-undang dasar (yang dibuat oleh manusia).

Bahkan wajib menggunakan hukum syariat Allah yang sempurna lagi suci ini. Diakarenakan negeri-negeri Islam itu ber-intimaa (menyandarkan dirinya) kepada Islam dan berbangga diri dengannya hanya dalam syiar-syiarnya, akan tetapi kenyataan dari pelaksanaan hukum-hukumnya dalam menyelesaikan berbagai problem meniru dan mengadopsi dari orang-orang kafir. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

[Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2312219/solusi-terorisme-menurut-pandangan-islam#sthash.8CxpofdK.dpuf

Sindiran Donald Trump yang Melukai Muslimah AS

Sindiran Donald Trump yang dianggap merendahkan Muslimah mendapat jawaban melalui gerakan di dunia maya.   Tagar #CanYouHearUsNow bahkan sempat menjadi viral di Twitter. Melalui tagar itu, Muslimah meminta Trump mendengar mereka.

“Wanita Muslim dilarang untuk berbicara? Saya berbicara dalam TED Talk dan mendapat tepuk tangan meriah #CanYouHearUsNow,” tulis Dalia Mogahe yang pidatonya tentang Islam telah dilihat 1,7 juta orang.

Sebelumnya Trump menyindir seorang ibu Muslim yang tak diizinkan suaminya berbicara.  Sindiran Trump ini bermula dari percekcokannya dengan keluarga Khizr Khan yang putranya tewas dalam pertempuran di Irak.

Dalam pidatonya di konvensi Partai Demokrat Khan mengecam langkah Trump yang melarang Muslim masuk AS. Tak hanya itu ia juga mempertanyakan pengorbanan apa yang telah diberikan Trump.

Trump dalam wawancara di ABC News George Stephanopoulos menjawab tudingan itu dengan  mempertanyakan mengapa Ghazala Khan, istri Khizr Khan tak berbicara.

“Jika kalian melihat istrinya, ia hanya berdiri di sana,” ujar Trump. “Ia tak mengatakan sepatah katapun. Ia mungkin tak diizinkan untuk berbicara.”

Baca juga, Ini Kronologi dan Fakta Pertikaian Trump dan Keluarga Muslim AS.

Pernyataan Trump bernada steorotip. Tak hanya Dalia sejumlah pengguna Twitter lain dengan tagar yang sama.
“Kami memenangkan Pengahargaan Nobel Perdamaian, kami adalah Penghargaan Nobel Perdamaian. #CanYouHearUsNow.

 

 

Kronologi Pertikaian Trump dengan Keluarga Muslim AS

Peta politik AS pekan ini diramaikan oleh percekcokan antara kandidat presiden dari Partai Republik Donald Trump dan keluarga Muslim yang anaknya tewas dari perang di Irak.

Pertarungan menjadi menghangat karena Trump dianggap melecehkan keluarga Muslim itu. Berikut kronologi pertikaian antara keluarga Khizr Khan dan Trump.

 

 

Kamis, 28 Juli

Khizr Khan yang putranya tewas dalam pertempuran Irak 2014 memberikan pidato di Konvensi Nasional Partai Demkorat.

Dengan berbekal konstitusi Khizr Khan mengecam sikap Trump yang mengusulkan larangan Muslim masuk AS. Ia juga mempertanyakan pengorbanan apa yang telah diberikan Trump bagi negeri ini.

“Lihatlah makam patriot yang wafat mempertahankan Amerika Serikat.” ujar Khan merujuk pada Trump. “Kamu akan melihat semua keyakinan, gender dan etnis. Kamu tak berkoban apapun.”

Khizr Khan mempunyai seorang putra bernama Humayun Khan yang tewas dalam perang Irak 2014.

 

 

Jumat, 29 Juli

Dalam penampilan di MSNBC’s lewat program “Last Word With Lawrence O’Donnel”, Ghazala Khan istri Khizr Khan mengungkapkan alasan kenapa ia hanya berdiri di samping suaminya dan tak bicara.

Ia mengaku masih berduka jika mengingat apa yang terjadi pada putranya tersebut. “Saya bahkan tidak bisa ke ruangan yang terdapat fotonya,” ujar Ghazala Khan. “Itulah kenapa ketika saya melihat gambar di panggung di Philadelphia ia tidak tahan, saya mencoba mengontrol diri saya saat itu.”

 

 

Sabtu, 30 Juli

Trump dalam wawancara di ABC News George Stephanopoulos, mempertanyakan mengapa Ghazala tak berbicara.
“Jika kalian melihat istrinya, ia hanya berdiri di sana,” ujar Trump. “Ia tak mengatakan sepatah katapun. Ia mungkin tak diizinkan untuk berbicara.”

Pernyataan Trump bernada steorotip tentang seorang ibu Muslim Ghazala Khan yang seolah tak diiizinkan suaminya berbicara.

Trump juga menjawab kritik tentang pengorbanan. Ia mengatakan, telah banyak melakukan pengorbanan. “Saya telah menciptakan ribuan dan ribuan tenaga kerja serta infrastruktur berkelas.”

 

 

Ahad 31 Juli

Trump mempertahankan semua pernyataannya dalam wawancara. Ia pun membuat status di Twitter.  “Saya diserang oleh Mr Khan di Konvensi Partai Demokrat. Apakah saya tak diizinkan untuk merespons? Hillary yang mendukung perang Irak, bukan saya,” kicaunya.

 

Pada hari yang sama Ghazala Khan menulis opini di Washington Post. Ia membantah jika tak diizinkan suaminya berbicara di Philadelphia. “Suami saya bertanya apakah saya ingin berbicara? Saya mengatakan tak sanggup,” tulisnya.

“Ketika Donald Trump berbicara tentang Islam, ia hanyal orang bodoh. Jika ia (Trump) belajar tentang Islam sesungguhya dan Alquran, semua idenya tentang teroris akan berubah.”

Hillary Clinton dalam sambutan di ibadah pekanan gereja juga membela Khan dan mengecam Trump. Menurutnya, Khan telah berkorban untuk keluarganya. Namun apa yang ia terima justru pernyataan menghina dari Trump.

 

Senin, 1 Agustus

Trump tetap melancarkan serangan ke Khan. Ia menuding ayah dari marinir AS itu telah melancarkan serangan jahat kepadanya saat di Philadelphia. Ia pun menyayangkan media yang mengambil cerita salah.

“Ceritanya bukan tetang Khan yang mendapat tempat diberbagai wawancara namun Islam radikal terorisme.”

Pada hari yang sama Senator John McCain yang pernah di penjara pada Perang Vietnam mengatakan, Trump berbicara tidak atas nama Partai Republik.

Mukmin Paling Utama

Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Mukmin bukanlah pengumpat dan yang suka mengutuk, yang keji, dan yang ucapannya kotor.” (HR Al-Bukhari).

Setiap Mukmin dituntut untuk selalu menjaga dan mengendalikan segala perilaku, tingkah laku, tindak-tanduk, sikap, dan ucapan dari hal-hal yang tidak baik. Termasuk menjaga ucapan dari hal yang tidak baik adalah tidak menyakiti, menipu, mencela, menghina, mencela, mengumpat, memfitnah, memecah-belah, berkata-kata keji, mengutuk, dan mengucapkan kata-kata kotor kepada orang lain, seperti diisyaratkan pada hadis di atas.

Di era internet dengan berbagai media sosial yang ada di dalamnya, seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau yang lainnya, banyak sekali kita dapati ucapan yang tidak baik betebaran. Ucapan-ucapan yang sama sekali jauh dari akhlak dan sikap seorang Mukmin sejati.

Media-media sosial yang mestinya dimanfaatkan untuk menebarkan kebaikan, seperti saling menasihati dalam kebaikan, malah menjadi ajang menebarkan keburukan melalui ucapan-ucapan tidak baik. Bahkan, ironisnya, acapkali apa yang terjadi di dunia maya berlanjut ke dunia nyata. Ada orang yang saling mencela di media sosial, kemudian berlanjut menjadi perkelahian di dunia nyata.

Gara-gara menyebarkan informasi yang tidak benar, terjadi perpecahan atau perdebatan yang tidak ada manfaatnya dan tidak produktif bagi kemajuan umat. Umat kemudian malah asyik dalam perdebatan yang kadang tidak argumentatif, lebih mengedepankan emosi, hingga melupakan hal-hal penting yang seharusnya lebih baik dilakukan.

Rasulullah pada hadis di atas sudah mengingatkan orang Mukmin untuk menjaga ucapan, di mana pun mereka berada, atau dalam situasi apa pun. Dengan kata lain, orang Mukmin harus menjaga etika dalam ucapan. Apa yang diucapkan sesungguhnya merupakan cerminan dari isi hati. Hati yang bersih akan selalu melahirkan ucapan yang bersih juga. Sebaliknya, hati yang keruh dan kotor akan melahirkan ucapan yang keruh dan kotor pula.

Dalam hadis dikatakan bahwa orang Muslim atau Mukmin paling utama adalah yang tidak mengganggu saudaranya, terutama sesama Muslim, lewat lisan dan perilakunya. Abu Musa Al-Asy’ari pernah bertanya kepada Rasulullah tentang orang Muslim yang paling utama, “Ya Rasulullah, kaum Muslimin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yaitu yang mereka yang tidak mengganggu orang Muslim lainnya, baik melalui lisan maupun tangannya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Ucapan yang baik akan menghasilkan hal-hal yang baik, sebaliknya ucapan yang buruk akan menghasilkan hal-hal yang buruk pula, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Dalam hadis dikatakan, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seseorang itu berkata dengan suatu perkataan yang diridai oleh Allah, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatat untuknya bahwa ia akan memperoleh keridaan-Nya sampai pada hari ia menemui-Nya. Dan sesungguhnya seorang itu berkata dengan suatu perkataan yang menjadikan kemurkaan Allah, ia tidak mengira bahwa perkataan itu akan mencapai suatu tingkat yang dapat dicapainya, lalu Allah mencatatkan untuknya bahwa ia akan memperoleh kemurkaan-Nya sampai pada hari ia menemui-Nya.” (HR Malik dan At-Tirmidzi).

Mukmin sejati akan selalu menjaga ucapan dari kata-kata buruk dan kotor. Begitulah karakter sejatinya yang akan mengantarkannya menjadi manusia utama di sisi Allah. Dia kelak akan mendapatkan keridaan-Nya di akhirat karena ucapan-ucapan baiknya. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Nur Farida

Republika Online

Menjadi Keluarga yang Sujud

Sesungguhnya, hidup itu membangun peradaban. Maka, membangun dan menghidupkan rumah tangga menjadi perkara yang amat penting. Keluarga menjadi basis utama pembangunan peradaban. Siapa abaikan keluarga, dia abaikan masyarakat. Siapa abaikan masyarakat, dia abaikan bangsa dan negara. Karena dianggap sepele, bisa jadi kita tak sungguh-sungguh memahami tujuan hakiki membangun rumah tangga.

Tujuan hidup manusia adalah sujud dan beribadah kepada Allah SWT (QS adz-Dzaariyat: 56).  Maka, visi berkeluarga adalah membangun rumah tangga yang bisa sujud secara berjamaah. Saat suami atau istri pilihan kita tak mau sujud, jangan pernah berharap ada kebahagiaan dunia akhirat. Karena sejatinya, pernikahan menjadi salah satu cara terbaik untuk mengingat kebesaran Allah SWT dengan segala hikmah yang terkandung di dalamnya. Firman Allah SWT, “Dan, segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS adz-Dzaariyat: 49).

Jika hendak membangun rumah tangga yang diberkahi Allah SWT maka cermatlah dalam memilih pasangan hidup. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya maka pilihlah yang beragama.” (HR Muslim dan Tirmidzi). Pilihlah suami atau istri karena agama, iman, dan akhlaknya. Menikahlah dan sayangilah pasangan karena Allah. Bangunlah keluarga karena Allah. Inilah ikhtiar terbaik agar mendapat keberkahan dan ridha Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya maka tidak akan pernah pernikahan itu diberkahi-Nya. Siapa yang menikahi wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya. Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan. Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya. Namun, siapa yang menikah karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi berkah dan menambah keberkahan itu padanya.” (HR Thabrani). Maka, menikahlah karena Allah SWT. Utamakan iman dan akhlak. Hasilnya, rumahku adalah surgaku.

Dengan menikah karena Allah, orang tua telah membina diri jadi insan beriman dan berakhlak. Begitu punya anak, mereka akan mudah meniru. Orang tua telah menjadi teladan. Akhlak orang tua terlihat dalam kehidupan keseharian. Berpadunya pasangan hidup yang beriman dan berakhlak akan memunculkan keluarga beriman dan berakhlak. Keluarga ini akan menghasilkan anak-anak yang terdidik iman dan akhlaknya pula. Selepas orang tua wafat, anak-anak telah mewarisi iman dan akhlak karimah. Anak-anak ini akan menjadi aset bagi masyarakat dan bangsa karena kekuatan iman dan akhlaknya sebagai hasil pembinaan di lingkungan keluarga.

Keluarga yang semua penghuninya bersujud kepada Allah SWT, rumah tangganya harmonis. Jika pun ada krisis, terjadi hanya sebentar saja karena iman dan akhlak yang menyelesaikan. Tampak kebesaran Allah SWT dalam keluarga yang sujud. Saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran. Saling menerima dan memaafkan kekurangan masing-masing. Keluarga yang sujud akan memberi anak-anak yang baik di masyarakat. Masyarakat yang baik dapat membangun fondasi kehidupan berbangsa yang baik pula.

Sujud merupakan salah satu bentuk kepasrahan dan penghambaan diri kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kamu memperbanyak sujud. Karena sesungguhnya, engkau tidak sujud kepada Allah dengan sekali sujud kecuali Allah akan mengangkatmu dengan sujud tersebut satu derajat dan menghapus kesalahanmu.” (HR Muslim). Kita sujud, kemuliaan Islam tak bertambah. Kita tak sujud, kemuliaan Islam juga tak berkurang. Sujud itu untuk kita, bukan untuk Islam. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Asep Sapaat

RepublikaONline