Istri Boleh Gugat Cerai Suami Terpapar Paham Radikal, Ini Dalil Fikihnya

Aksi-aksi terorisme melibatkan keluarga dan anak kecil telah terbukti terjadi di negara ini. Istri dan anak-anak melakukan aksi meledakkan bom untuk menghancurkan hidup orang lain. Fenomena kelabu ini menjadi catatan penting, paham radikal telah menelusup ke dalam lingkungan keluarga, bahkan tega mengorbankan anak dan istri sebagai pelaku kejahatan terorisme.

Seorang suami yang terpengaruh paham radikal tidak segan-segan menjadikan anak dan istrinya sebagai pelaku aksi bom bunuh diri. Doktrin dari ideologi kebencian dan kekerasan yang mengendap dalam alam pikir suami menjadi penyebab utama dari legitimasi tindakan yang mereka lakukan.

Keterlibatan perempuan dan anak-anak dalam pusaran terorisme lebih dominan terjadi kalau pendoktrinnya adalah suami, atau sebaliknya istri yang mendoktrin suami untuk melakukan aksi-aksi kekerasan seperti bom bunuh diri. Suami yang berperan sebagai ideolog akan lebih mudah merekrut istri dan anak-anaknya menjadi pelaku serangan teror.

Para ulama fikih sebenarnya telah melakukan antisipasi tentang hal ini. Mereka telah merumuskan hukum dengan tujuan untuk menyelamatkan istri dari cengkraman suami yang terpengaruh paham radikal.

Salah satunya termaktub dalam Al Hawi Al Kabir Karya Al Mawardi (5/10). Dalam kondisi seperti di atas, istri bisa mengajukan khulu’. Khulu’ adalah gugat cerai dari istri dengan membayar kompensasi sesuai aturan syariat Islam supaya terlepas dari ikatan perkawinan.

Ada dua kategori khulu’, yakni khulu’ yang didasari suatu alasan dan khulu’ tanpa didasari alasan. Khulu’ yang didasari suatu alasan hukumnya bervariasi, salah satunya mubah (boleh). Diantara yang masuk kategori mubah adalah karena ketidaksukaan istri terhadap suami; karena akhlak sumai tidak terpuji, memiliki tabiat kasar, tidak taat agama dan penampilan yang tidak enak dipandang.

Suami yang terpapar, apalagi menjadi ideolog paham radikal masuk kategori tidak taat agama karena telah keluar dari ajaran agama yang seharusnya. Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk membunuh orang lain sekalipun beda agama tanpa alasan yang dibenarkan.

Umat Islam diwajibkan berperang hanya apabila diperangi karena agamanya dan diusir atau diusik supaya meninggalkan kampung halaman. Itupun dengan syarat-syarat yang ketat.

Dalam konteks negara yang damai seperti di Indonesia saat ini, pembunuhan terhadap orang lain sekalipun beda agama sangat tidak dibenarkan. Islam menganjurkan hidup damai selama mereka mau hidup berdampingan secara harmonis.

Kesimpulannya, istri boleh mengajukan khulu’ ke pengadilan manakala suaminya secara nyata terpapar paham radikal dan berpotensi menularkan doktrin kekerasan kepada istri dan anak-anaknya sehingga suatu saat berpotensi menjadi pelaku aksi-aksi kekerasan seperti bom bunuh diri.

ISLAMKAFFAH

Ini Bukti Aksi Terorisme Tak Ada Kaitannya Dengan Islam

Aksi terorisme selama ini selalu distigmatisasikan dengan Islam, terutama oleh negara-negara barat. Alhasil, hal itu menimbulkan Islamofobia marak terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, bahkan di sebagian negara-negara Asia. Keberadaan kelompok teroris Al-Qaeda dan ISIS di Timur Tengah semakin memicu stigma negatif terhadap Islam.

Namun faktanya, tidak semua aksi terorisme yang mengatasnamakan Islam. Beberapa di antara serangan teroris seringkali muncul akibat masalah diskriminasi terhadap etnis tertentu atau pergerakan politik yang sama sekali tidak membawa nama Islam.

Berikut enam organisasi teroris yang tidak memiliki kaitan dengan Islam.

  1. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Kemunculan Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak bisa dilepaskan dari perseteruan antara pemerintah Belanda dan Indonesia terkait posisi Irian Barat di tahun 1960an. Sejarah perebutan Irian Barat menurut para pendukung OPM tidak bisa dilepaskan dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Indonesia terhadap masyarakat Papua.

Menurut laporan Anggota Parlemen Internasional untuk Papua Barat, sekitar 500.000 masyarakat sipil Papua tewas sejak Indonesia mengambil alih kedaulatan. Hasil Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang menunjukan sebagian besar masyarakat Papua memilih untuk bergabung bersama Indonesia dianggap tidak dijalankan secara demokrasi menurut para pendukung OPM.

Ketidakadilan yang dialami masyarakat Papua kemudian mendorong dibentuknya Organisasi Papua Merdeka (OPM) di tahun 1961 oleh Aser Demotekay. OPM didirikan untuk memisahkan diri dari pemerintah Indonesia dan mendirikan negara baru yaitu Papua Barat.

Sejak didirikan, OPM aktif dalam melakukan penyerangan terhadap pos-pos militer, melakukan penculikan terhadap warga sipil, dan membunuh para pekerja tambang. Misalnya pada tanggal 2 Desember 2018 lalu, OPM membunuh 31 pekerja proyek jalan Trans Papua.

Ancaman keamanan yang dilakukan OPM kemudian mendorong Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menetapkan OPM sebagai organisasi teroris pada tanggal 29 April 2021. Keputusan tidak bisa dilepaskan setelah tewasnya kepala BIN daerah Papua, Brigjen TNI Putu Dani pada tanggal 25 April 2021 di Distrik Beoga akibat serangan dari OPM.

Sebby Sambom selaku juru bicara OPM kemudian merespon keputusan pemerintah dengan memberikan ancaman bahwa mereka akan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan orang Jawa di Papua. Polda Papua mencatat, selama tahun 2021 OPM telah melakukan 92 serangan yang menimbulkan korban terutama di kalangan masyarkat sipil dan aparat keamanan.

  1. Partiya Karkerên Kurdistanê (PKK)

Partai Pekerja Kurdistan atau Partiya Karkerên Kurdistanê biasa disingkat PKK, adalah organisasi politik sekaligus militan yang terlibat dalam gerakan gerilya bersenjata melawan pemerintah Turki untuk membentuk negara baru yaitu The Great Kurdistan. PKK didirikan pada tahun 1978 oleh Abdullah Ocalan. Organisasi ini memiliki ideologi Marxisme-Leninisme.

Mereka berbasis di wilayah pegunungan tenggara Turki dan Irak utara. Kemunculan organisasi PKK tidak bisa dilepaskan dari ketidakpuasan yang dialami oleh etnis Kurdi di Turki. Pemerintah Turki dianggap melarang kebebasan berekspresi bagi masyarakat etnis Kurdi.

Dalam sejarahnya pemerintah Turki sejak kepemimpinan Kemal Ataturk sudah menolak keberadaan etnis Kurdi. Melalui penerapan ideologi Kemalism, pemerintahan Kemal Ataturk berusaha mendirikan negara Turki yang homogen secara etnik, bahasa dan budaya.

Sejak saat ini pemerintah Turki memberlakukan kebijakan seperti melarang penggunaan nama Kurdi kepada bayi, pembatasan hak atas akses pendidikan serta pelarangan penggunaan bahasa Kurdi.

PKK kemudian melancarkan serangan terhadap aparat keamanan Kurdi dan menyerang fasilitas publik. Dalam melakukan perlawanan terhadap pemerintah Turki, PKK menggunakan taktik penyergapan, sabotase, dan demonstrasi. Misalnya PKK pernah bertanggung jawab atas serangan bom di ibu kota Turki, Ankara, yang menewaskan 37 orang.

Dalam melawan ancaman teror dari organisasi PKK, pemerintah Turki kemudian mengadakan operasi militer. Misalnya pada tanggal 20 November 2022, militer Turki melancarkan “Claw Sword Operation” di daerah Irak bagian utara untuk membasmi para militan Kurdi yang mendiami wilayah tersebut.

  1. Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE)

Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) merupakan organisasi teroris separatis yang berada di Sri Lanka. LTTE berusaha memisahkan diri dari Sri Lanka dan mendirikan negara Tamil di bagian utara dan timur Sri Lanka. Munculnya organisasi LTTE tidak bisa dilepaskan dari praktik diskriminasi terhadap etnis Tamil yang menjadi kelompok minoritas di Sri Lanka.

Diskriminasi terhadap etnis Tamil dimulai ketika pemerintah menerapkan Sinhala Only Act pada tahun 1956 yang menjadikan bahasa Sinhala sebagai bahasa tunggal wajib di Sri Lanka. Ditetapkannya Sinhala Only Act diikuti dengan pelarangan penggunaan bahasa Tamil. Diskriminasi yang dilakukan pemerintah Sri Lanka kemudian mendorong timbulnya keinginan etnis Tamil untuk memisahkan diri dan mendirikan negara sendiri.

Etnis Tamil di Sri Lanka kemudian mendirikan organisasi Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE). Organisasi ini didirikan oleh Velupillai Prabhakaran pada Mei 1976. LTTE melakukan serangan pertamanya pada September 1978 dengan pengeboman di udara terhadap jet penumpang Air Ceylon.

Serangan yang dilakukan LTTE kemudian mendorong pemerintah Sri Lanka menetapkan organisasi ini sebagai aksi terorisme. Kemunculan LTTE kemudian memicu perang saudara antara pemerintah yang didominasi etnis Sinhala dan separatis Perang saudara ini mengakibatkan puluhan ribu etnis Tamil melarikan diri dari Sri Lanka dan mencari perlindungan terutama di negara bagian Tamil Nadu di India selatan.

LTTE melakukan perang gerilya dengan menyerang  warga sipil Sinhala dan pasukan keamanan Sri Lanka. LTTE bertanggung jawab atas berbagai bentuk aksi terorisme seperti pembunuhan terhadap warga sipil, bom bunuh diri, dan penyiksaan terhadap tahanan. Misalnya pernah LTTE melakukan serangan bom bunuh diri pada tahun 1998 di kuil Buddha Sri Dalada Maligawa yang mengakibatkan tewasnya delapan pengunjung.

  1. Irish Republican Army (IRA)

Irish Republican Army (IRA) merupakan organisasi paramiliter yang memiliki tujuan untuk menciptakan persatuan negara Irlandia. Dalam mencapai usahanya, IRA melakukan serangan terhadap kekuasaan Inggris di Irlandia Utara. Awalnya organisasi ini didirikan pada tahun 1917 dengan tujuan menjadi tentara relawan Irlandia di Angkatan Darat Inggris selama Perang Dunia I.

Perseteruan IRA dengan pemerintah Inggris tidak bisa dilepaskan dari praktik diskriminasi terhadap kelompok minoritas penganut Katolik di Irlandia Utara. Para penganut agama Katolik di Irlandia Utara yang berusaha melakukan kampanye anti diskriminasi kemudian mendapatkan reaksi keras dari aparat kepolisian dan kelompok mayoritas yaitu Protestan.

Konflik tersebut kemudian semakin meningkat setelah dilibatkannya tentara Inggris dalam melakukan pengamanan. Kekerasan yang dialami oleh para penganut Katolik di Irlandia Utara kemudian meningkatkan keinginan mereka untuk memisahkan diri dari kekuasaan Britania Raya dan membentuk negara sendiri yaitu Irlandia Bersatu.

Kemunculan IRA telah menimbulkan konflik bersenjata di Irlandia Utara selama 30 tahun. Konflik Irlandia Utara atau dijuluki The Troubles dan Na Trioblóidí dimulai sejak akhir tahun 1960-an. Di awal tahun 1970-an IRA bertanggung jawab atas 1300 insiden bom mobil yang menargetkan beberapa tempat seperti mall dan kantor perusahaan.

Misalnya pada tanggal 23 September 1973, seorang tentara Inggris meninggal karena mencoba menjinakkan bom yang dipasang oleh IRA di luar blok kantor di Birmingham. Selama konflik IRA dan Inggris berlangsung terdapat sekitar 50 ribu Korban jiwa baik dari kalangan militer maupun sipil.

Konflik antara IRA dan Inggris kemudian berakhir setelah perjanjian Jumat Agung atau Belfast Agreement yang ditandatangani pada tanggal 10 April 1998. Perjanjian Jumat Agung pada tahun 1998.

Meskipun dalam dua dekade ke depan setelah perjanjian perdamaian ancaman teror dari IRA sudah menurun, organisasi ini beberapa kali pernah melakukan penyerang terhadap fasilitas publik di Inggris. Misalnya pada tanggal 19 Agustus 2018, IRA kembali melakukan serangan bom di sebuah desa dekat kawasan perbatasan antara Irlandia Utara dan Republik Irlandia.

  1. New People Army/Bagong Hukbong Bayan (BHB)

New People Army atau dalam bahasa Tagalog, Bagong Hukbong Bayan (BHB), merupakan organisasi sayap bersenjata Partai Komunis Filipina yang beraliran Marxis-Leninis. BHB didirikan pada tanggal 29 Maret 1969, oleh Jose Maria Sison dan Bernabe Buscayno.

Organisasi ini melakukan perang gerilya dalam menghadapi aparat keamanan Filipina. Mereka berbasis di daerah pedesaan Filipina. BHB ini memiliki tujuan untuk menciptakan kekuatan politik untuk melawan pemerintah Filipina melalui sebuah gerakan revolusi.

BHB menganggap Filipina merupakan negara semi-kolonial dan semi-feodal yang ditandai dengan adanya kekuasaan politik dan ekonomi pemilik tuan tanah dengan dibantu negara imperialis asing seperti Amerika Serikat .

Sejak didirikan, BHB memulai perang gerilya melawan rezim Presiden Ferdinand Marcos. Mereka sering terlibat dalam pembunuhan terhadap pejabat pemerintah dan menyerang pasukan tentara Filipina. BHB secara bertahap meningkatkan kekuatannya selama tahun 1970-an dan 80-an.

Pada tahun 1971 BHB telah memiliki sekitar 350 anggota bersenjata dan kemudian menjadi lebih dari 20.000 pasukan pada akhir 1980-an. BHB yang awalnya memusatkan kekuatannya di Luzon utara, berhasil menyebarkan pengaruhnya ke seluruh pulau-pulau di Filipina, membentuk jaringan pendukung nasional di daerah pedesaan dan kemudian di kota-kota besar juga.

BHB telah terlibat dalam kasus pembunuhan, pengeboman, dan penyanderaan di Filipina dan menerapkan ‘pajak revolusioner’ terhadap perusahan yang beroperasi di wilayah kekuasaanya. Misalnya Pada tahun 2019, BHB memperingati perayaannya 50 tahun perjuangannya melawan pemerintah Filipina dengan melakukan penyerangan terhadap tentara Filipina di daerah pegunungan Pulau Samar Tengah.

Serangan tersebut dilakukan dengan penembakan disertai pelemparan bom sehingga mengakibatkan enam tentara Filipina tewas. Selain menjadi ancaman bagi dalam negeri, BHB juga pernah melakukan serangan terhadap militer Amerika Serikat di Filipina.

Pada tanggal 21 April 1989 BHB terlibat dalam insiden pembunuhan terhadap pemimpin angkatan darat Amerika Serikat Kolonel James Rowe yang memberikan bantuan militer kepada pemerintah Filipina. Ancaman yang diberikan oleh BHB kemudian mendorong pemerintah Filipina Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Selandia Baru menetapkan organisasi ini sebagai teroris.

  1. Ejército de Liberación Nacional (ELN)

National Liberation Army atau dalam bahasa bahasa Spanyol Ejército de Liberación Nacional (ELN) merupakan kelompok gerilya beraliran Marxis–Leninis. Kelompok ini seringkali terlibat dalam konflik bersenjata dengan aparat keamanan Kolombia. Para simpatisan dari ELN sebagian besar adalah mahasiswa dan aktivis dari kota.

Organisasi ini didirikan pada tahun 1964 oleh Fabio Vásquez Castaño. Terbentuknya organisasi ini juga tidak bisa dilepaskan dari hadirnya Camilo Torres Restrepo. Ia adalah seorang pendeta Katolik Roma sekaligus profesor yang memiliki pandangan Marxis-Leninis. Ia mengkritik fenomena kesenjangan pendapatan yang sangat tidak setara antara kelas sosial di Kolombia.

ELN ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh beberapa negara seperti Amerika serikat, Uni Eropa, Kolombia, dan Venezuela. Hal ini dikarenakan keterlibatan mereka dalam aksi penculikan terhadap warga sipil dan penyerangan terhadap aparat keamanan serta infrastruktur di negara Kolombia. Misalnya pada tanggal 17 Januari 2019, ELN bertanggung jawab atas aksi pengeboman mobil di depan Akademi Kepolisian Nasional Santander di Bogotá, Kolombia.

Mereka meledakkan sebuah truk yang menewaskan 21 orang termasuk pelaku dan melukai 68 lainnya. Organisasi ini juga melakukan tindakan kriminal lainnya untuk mendapatkan pendanaan finansial. Misalnya pada tahun 1980-1990an, ELN bekerja sama dengan perusahaan pengeboran minyak dari Jerman, Mannesmann, yang beroperasi di Kolombia.

ELN melakukan penculikan terhadap pemimpin perusahaan tersebut. Kejadian ini kemudian mendorong perusahaan Mannesmann melakukan perjanjian dengan ELN di mana mereka diharuskan membayar sejumlah uang kepada organisasi tersebut untuk tidak lagi menyerang saluran pipa atau menculik para pekerjanya. (IDNTimes.com)

ISLAMKAFFAH

Mungkinkah Ulama Menjadi Teroris? Inilah Kriteria Ulama yang Sebenarnya

Sebelum pertanyaan ini dijawab, lebih dulu harus tahu definisi ulama. Ulama secara etimologi merupakan bentuk jamak (plural) dari isim fa’il ‘aalim dari akar akata ‘ilmu yang berarti pengetahuan. ‘Aalim artinya orang yang berpengetahuan. Dengan demikian, ulama salah orang-orang yang memiliki pengetahuan. Dari makna bahasa ini maka semua orang yang pintar dalam disiplin ilmu apa saja disebut ulama. Namun, menurut istilah ulama kemudian lebih spesifik pada mereka yang pintar ilmu agama beserta pengamalannya.

Imam Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddinnya menjelaskan, ulama adalah orang-orang yang tekun mengerjakan ibadah, Zuhud, menguasai ilmu akhirat, mengerti kemaslahatan umat (ilmu dunia), dan mempergunakan ilmunya untuk mengabdi kepada Allah.

Menurut Syaikh Muhammad bin ‘Ajibah, ulama adalah orang-orang yang pada dirinya melekat tiga karakter sekaligus. Yakni, ‘alim atau menguasai ilmu agama, ‘abid atau ahli ibadah dan ‘arif yang berarti meneladani akhlak Rasulullah, seperti zuhud (tidak memiliki ketergantungan kepada agama), wara’ (menjaga kehormatannya), hilm (toleran dan lapang hati) dan mahabbah (cinta kepada Allah dan kepada semua yang dicintai-Nya).

Dengan demikian, yang disebut ulama adalah mereka yang memahami ilmu keagamaan sampai ke dasarnya yang paling dalam, bukan mereka yang riuh dipermukaan. Orang-orang seperti ini yang disebut “Al Ulama Waratsatul Anbiya”.

Mungkinkah ulama menjadi teroris?

Karena ulama adalah orang-orang yang berpengetahuan mendalam terhadap ilmu agama, maka seluruh tindakannya didasarkan kepada al Qur’an dan hadis dengan pembacaan yang syamil dan komprehensif.

Dalam konteks keragaman; agama, suku, etnis dan golongan, ulama pasti mendasarkan pada dua sumber hukum pokok dalam Islam yakni al Qur’an dan hadis.

Titah-Nya, “Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa semua manusia hingga mereka menjadi orang-orang beriman semua?”. (QS. Yunus: 99).

“Dan tidaklah kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta”. (QS. al Anbiya: 197).

Kalau begitu, umat Islam tidak perlu berdakwah? Tidak demikian. Justru tidak ada yang mampu menyamai ketulusan dan semangat dakwah Nabi. Amar makruf nahi mungkar yang dilakukan oleh Nabi tidak ada yang dapat membandingi, tetapi beliau tidak menggunakan cara-cara yang mungkar. Rasulullah selalu mendahulukan akhlak mulia dalam setiap dakwahnya. Bukan dengan kekerasan dan intimidasi. Justru karena itu, beliau sukses memikat manusia untuk memeluk agama Islam.

Ulama pewaris Nabi juga begitu. Setiap langkah dakwahnya selalu meniru Nabi. Mengedepankan keramahan, toleransi dan kearifan. Latar belakang penguasaan ilmu agama yang baik menjadi modal bagaimana cara berdakwah yang memang dituntunkan oleh Baginda Nabi. Tidak mencaci, serta ramah. Beda dengan penganut paham radikalisme yang selalu menuding pihak lain dalam posisi bersalah. Mereka melakukan justifikasi kebenaran yang dipahami sebagai kebenaran absolut. Padahal, mereka tidak memiliki latar belakang ilmu agama yang baik.

Sampai disini telah jelas, ulama sejati tidak mungkin melakukan tindakan terorisme. Kemapanan ilmu agama yang dimiliki menjernihkan pemahaman mereka tentang ajaran Islam yang sangat membenci radikalisme dan terorisme karena memang bukan ajaran Islam. Maka, kalau baru-baru ini ada anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang ditangkap karena kasus terorisme, sejatinya ia adalah oknum yang disusupkan oleh kalangan kaum radikal ke tubuh MUI supaya tujuan jahat mereka lebih mudah untuk direalisasikan.

ISLAM KAFFAH

Bom Bunuh Diri Bukan Jihad

Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تَقْتُلُوْٓا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

 “Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS. An-Nisaa’: 29)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun bunuh diri tanpa sengaja, maka hal itu diberikan ‘udzur dan pelakunya tidak berdosa. Hal ini berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla,

وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَآ أَخْطَأْتُم بِهِۦ وَلٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ

“Dan tidak ada dosa bagi kalian karena melakukan kesalahan yang tidak kalian sengaja. Akan tetapi, (yang berdosa adalah) yang kalian sengaja dari hati kalian.” (QS. Al-Ahzab: 5)

Dengan demikian, aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian orang dengan mengatas-namakan jihad adalah sebuah penyimpangan (baca: pelanggaran syari’at). Apalagi aksi itu menyebabkan terbunuhnya kaum muslimin atau orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah kaum muslimin tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّٰهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

“Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan alasan yang benar.” (QS. Al-Israa’: 33)

Membunuh Muslim dengan Sengaja dan Tidak Sengaja

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَأنِّي رَسُوْلُ اللّٰهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي والنَّفسُ بالنَّفسِ والتَّارِكُ لِدِيْنِهٖ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

“Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah, kecuali dengan salah satu dari tiga alasan: [1] seorang lelaki beristri yang berzina, [2] nyawa dibalas nyawa (qishash), [3] dan orang yang meninggalkan agama (murtad) dan memisahkan dari jama’ah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللّٰهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa alasan yang benar.” (HR. Al-Mundziri, lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)

Hal ini menunjukkan bahwa membunuh muslim dengan sengaja adalah dosa besar. Dalam hal membunuh seorang mukmin tanpa kesengajaan, Allah Ta’ala mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat/denda dan kaffarah/tebusan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا

“Tidak sepantasnya bagi orang mukmin membunuh mukmin yang lain kecuali karena tidak sengaja. Maka barangsiapa yang membunuh mukmin karena tidak sengaja, maka wajib baginya memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang diserahkannya kepada keluarganya, kecuali apabila keluarganya itu berkenan untuk bersedekah (dengan memaafkannya).” (QS. An-Nisaa’: 92)

Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom bunuh diri, maka ini jelas tidak termasuk dalam pembunuhan tanpa sengaja. Sehingga hal itu tidak bisa dibenarkan, meskipun dengan alasan jihad.

Membunuh Orang Kafir Tanpa Hak

Membunuh orang kafir dzimmimu’ahad, dan musta’man (orang-orang kafir yang dilindungi oleh pemerintah muslim), adalah perbuatan yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا

“Barangsiapa yang membunuh jiwa seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki ikatan perjanjian dengan pemerintah kaum muslimin) maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” (HR. Bukhari)

Adapun membunuh orang kafir mu’ahad karena tidak sengaja, maka Allah Ta’ala mewajibkan pelakunya untuk membayar diyat dan kaffarah sebagaimana disebutkan dalam ayat,

فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ
تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang menjadi musuh kalian (kafir harbi) dan dia adalah orang yang beriman, maka kaffarahnya adalah memerdekakan budak yang beriman. Adapun apabila yang terbunuh itu berasal dari kaum yang memiliki ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka (kafir mu’ahad), maka dia harus membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya dan memerdekakan budak yang beriman. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya, maka hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut supaya taubatnya diterima oleh Allah. Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 92)

Wallahu a’lam.

**

Penulis: Ust. Badrusalam, Lc.

Artikel: Muslim.or.id

Teror Kaum Neo Khawarij, Kanker Ganas di Tubuh Umat Islam?

Serangan teror yang terjadi adalah manivestasi pemikiran Khawarij era klasik

Para ulama ushul fiqih sepakat bahwa semua perintah di dalam agama dilengkapi dengan tata cara pelaksanaannya, baik perintah itu bersifat wajib maupun sunnat. Mereka hanya berbeda pendapat tentang apakah tata cara pelaksanaan perintah itu datang bersamaan dengan perintah, lebih dulu, atau belakangan.  Umar bin Abdul Azis mengatakan siapapun yang bergegas melaksanakan perintah tanpa belajar dulu tata cara pelaksanaannya, maka dia akan lebih banyak membuat kerusakan daripada kebaikan.  

Jihad, tablig, menegakkan hukum Allah SWT, menegakkan keadilan, mencegah kemunkaran, semua adalah perintah agama. Siapapun yang hendak menjalankan perintah tersebut harus belajar dulu tata cara pelaksanaannya dengan benar.  

Para ulama sejak zaman salaf saleh selalu mengingatkan tentang hubungan amal perbuatan dan ibadah yang benar dengan etika dan ilmu. Dalam Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah mengutip para ulama yang mengatakan bahwa ilmu hanya bisa didapatkan dengan adab, dan ibadah hanya akan sah jika didasari ilmu.  

Putra Imam Ahmad bin Hanbal menyampaikan wasiat dari ayahnya, yaitu Imam Ahmad, dari Imam Syafi’i, dari Imam Malik, yang mengatakan siapapun tidak boleh mempelajari ajaran agama Islam hanya melalui bacaan, catatan, atau kitab. Dia harus mempelajarinya dari seorang guru yang juga memiliki guru dengan silsilah jalur transmisi keilmuan yang muttashil sampai generasi para sahabat.  

Mereka yang hanya belajar agama dari catatan atau buku, disebut sebagai kaum suhufi dan mushafi. Sejak zaman salaf saleh, orang yang demikian ini dianggap daif, atau tidak valid keilmuannya dan tidak boleh diambil pendapatnya. 

Dari sini kita bisa memahami kenapa di kalangan Ahlussunnah wal-Jama’ah hanya empat mazhab yang terus diajarkan sampai saat ini, padahal Imam Bukhari, setelah lama bermazhab Syafi’i dan belajar Mazhab Hanafi, dia berhasil mencapai derajat mujtahid muthlaq dan memiliki mazhab sendiri. Mazhab Imam Bukhari, Imam Laits, Sufyan Al-Tsauri, dan lain-lain tidak diajarkan sebagai mazhab yang baku hari ini karena pemahaman Islam mereka yang juga benar itu, tidak diajarkan di setiap generasi oleh para guru.  

Imam Muslim dan Imam Baihaqi yang ahli hadis dan hafal Alquran itu sampai meninggal dunia memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan cara mengikuti Madzhab Syafi’i. Dalam catatan Ibnu Hajar dan ibnu Taimiyah, kebanyakan ahli hadis yang juga hafal Alquran itu tetap bermazhab, kecuali Abu Dawud dan Imam Bukhari.  

Mayoritas umat Islam yang disebut dengan kelompok Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengikuti etika berislam seperti ini sehingga tetap selamat di atas jalan yang benar. Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa di antara mereka ada yang menjadi mujtahid, tetapi sebelum sampai pada derajat mujtahid itu, mereka juga mengaji dan mempelajari ajaran agama melalui guru-guru yang benar. 

Ada pula yang tetap berada pada level taqlid, dan ini adalah kelompok mayoritas. Mereka juga sah ibadahnya. Lalu ada sebagian ulama yang mumpuni keilmuannya tetapi tidak sampai derajat mujtahid. Ibnu Taimiyah menyebutnya dengan kelompok muttabi’. 

Di luar kelompok ini ada kaum muda, dalam artian muda usia maupun muda pemahaman agamanya, yang di dalam catatan sejarah Islam selalu membuat kegaduhan dan kerusakan. Mereka tidak peduli pada silsilah transmisi keilmuan melalui jalur sanad yang ketat. Mereka sangat semangat memurnikan Islam dan menegakkan keadilan serta hukum Allah SWT, tetapi tidak memiliki ilmu dan pemahaman yang benar. Mereka inilah yang kemudian diidentifikasi sebagai kaum Khawarij.   

Golongan ini selalu merasa lebih sholih, lebih benar, dan lebih baik Islamnya dibandingkan dengan siapapun. Dalam hadis-hadits tentang Khawarij disebutkan bahwa pemuka Khawarij bahkan merasa lebih adil dari Rasulullah SAW, merasa lebih saleh dan lebih baik dari Abu Bakar, Umar, dan para sahabat lain. 

Menurut Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, mereka melakukan aksi politik besar pertama pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, meskipun yang terkenal adalah ketika mereka melakukan perlawanan terhadap Ali bin Abi Thalib.  

Ibnu Katsir mengatakan bahwa demonstran Khawarij yang membunuh Utsman bin Affan itu adalah kaum baru Islam, bukan para sahabat Rasulullah. Mereka menuduh Ustman dengan tuduhan tidak menegakkan keadilan, melakukan nepotisme, dan tidak menegakkan syariat Islam dengan benar. Seandainya mereka memahami ajaran Islam dengan baik, mereka tidak akan menuduh Utsman bin Affan, menantu Rasulullah yang dijamin masuk surga itu dengan tuduhan-tuduhan keji.  

Ketika mereka melawan Ali bin Abi Thalib dan pasukannya, mereka juga merasa sebagai orang-orang yang menegakkan keadilan dan hukum Allah. Mereka menuduh Ali bin Abi Thalib sebagai orang yang tidak mnegakkan hukum dan syariat Allah. Padahal Ali bin Abi Thalib yang juga dijamin masuk surga itu tentu jauh lebih paham tentang ajaran Islam daripada mereka. 

Dari sini kita juga paham kenapa kaum Khawarij hari ini, yang disebut Syekh Ali Jumah dan para ulama Al Azhar Mesir sebagai Khawariju al-‘Ashr atau Neo Khawarij, begitu mudah membunuh, menteror, dan menyakiti orang. Jangankan non-Muslim, sesama orang Islampun mereka bunuh dan mereka teror. Itulah yang dilakukan Alqaeda, ISIS, JAD, dan ratusan kelompok Neo Khawarij lainnya.  

Khawarij sebagai sebuah mazhab hanya tersisa kelompok Ibadhiyah yang saat ini dianut oleh sekelompok kecil umat Islam di salah satu negara Teluk. Tetapi sebagai sikap beragama, kaum Khawarij ini berada di mana-mana. Meskipun mereka sendiri terkadang tidak menyadari dan mengklaim bahwa perilakunya dalam beragama dan berpolitik sama persis dengan ajaran kaum Khawarij.  

Hadits-hadits mengenai kelompok dan perilaku kaum Khawarij ini sangat banyak jumlahnya. Para ulama juga mengakui validitas hadits-hadits tersebut. Dan Rasulullah menyebutkan bahwa Khawarij adalah seburuk-buruknya manusia. Di dunia ini banyak manusia keji, tetapi Rasulullah menyebut Khawarij sebagai makhluk paling buruk, bukan lainnya.  

Rasulullah menyebut ciri-ciri kaum Khawarij yang sangat rajin beribadah, yang jika para sahabat beliau membandingkan ibadah mereka dengan ibadah kaum Khawarij, para sahabat nabi pun merasa kalah rajin. Kaum Khawarij juga sangat fanatik dengan Alquran, tetapi tidak paham ajaran Islam dalam Alquran, sehingga mereka suka mengacungkan senjata kepada sesama Muslim sambil menuduh mereka dengan tuduhan musyrik atau tuduhan kafir.  

Mereka rajin membaca Alquran, tetapi hanya lewat kerongkongan mereka saja, tidak masuk ke dalam hati. Bahkan Rasulullah menyebutkan bahwa Islam keluar dari dada mereka seperti anak panah yang melesat dari busur dan menembus binatang buruan.

Ali bin Abi Thalib pernah meminta Ibnu Abbas untuk berbicara dengan kaum Khawarij dan memberi penjelasan tentang ayat-ayat Alquran serta ajaran Islam yang dipahami secara salah oleh mereka. Sekali datang, Ibnu Abbas pernah membuat delapan ribu orang Khawarij taubat.  

Kaum Khawarij yang tersisa dan terus melawan Ali bin Abi Thalib kemudian diperangi Ali dan pasukannya. Saat itu, Ali dan pasukannya sedang bersiap untuk berangkat perang melawan kafir harbi. Tetapi Ali memutuskan untuk mendahulukan memerangi kaum Khawarij yang saleh, khusyuk, dan anti maksiat itu terlebih dahulu. Kesalehan, kekhusyukan, dan ghirah Islam yang tinggi tanpa didasari ilmu dan pemahaman Islam yang benar, selalu menjadi masalah sejak masa Rasulullah.  

Dalam mukadimah Syarah Muslim karya Imam Nawawi maupun Syarah ‘Ilal al-Tirmidzi karya Ibnu Rajab, disebutkan bahwa orang-orang khusyuk, saleh, dan zuhud tetapi tidak berilmu, menjadi musuh bersama para ahli hadits dan para ulama karena mereka mengacaukan ajaran agama Islam. Sebagian ada yang menjadi Khawarij, sebagian lagi menjadi penyebab kesesatan dan kerancuan ajaran Islam.  

Rasulullah tidak mengkafirkan kaum Khawarij, meskipun menyebut mereka sebagai makhluk terburuk. Ali bin Abi Thalib menyebut mereka orang-orang tersesat, tetapi tidak mengkafirkan mereka. Al Azhar Mesir juga tidak mengkafirkan Khawarij ISIS. Bagaimanapun, mereka itu beragama Islam. Mereka itu tersesat. Mereka adalah penyakit, layaknya kanker. Dan penyakit itu ada di dalam tubuh kita, umat Islam.     

Rasulullah  SAW memberitahukan kepada kita umat Islam, bahwa kaum Khawarij itu akan selalu ada sampai akhir dunia.  Mereka bisa menjelma menggunakan nama apa saja. Berupa kelompok teror maupun kelompok politik radikal. Mereka menjadi bagian dari ujian umat Islam.

Tugas dan kewajiban kita adalah berusaha menghentikan kejahatan dan kekejian mereka, melalui usaha-usaha pengajaran yang benar maupun tindakan-tindakan tegas dan pendekatan keamanan. Seperti yang dilakukan Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas.  

Tetapi jika kita tidak mengakui bahwa penyakit bernama Khawarij itu ada di dalam tubuh umat kita, maka usaha menangani penyakit itu juga akan semakin sulit. Bagaimana kita akan mengobati suatu penyakit, jika penyakit itu tidak diakui keberadaannya. Padahal yang menyebutkan keberadaan penyakit itu adalah Rasulullah SAW sendiri. 

Bibit radikalisme adalah ideologi dan ajaran yang salah. Bukan ketidakadilan yang ada dalam persepsi kaum Khawarij. Apakah kita akan membenarkan tindakan kaum Khawarij yang membunuh Utsman bin Affan karena mereka merasa ada masalah ketidak-adilan? Wallahu A’lam. 

Oleh Ali Mashar Lc MSi, Sekretaris PP MDS Rijalul Ansor  

KHAZANAH REPUBLIKA

Radikalisme No, Istiqomah Yes!

Islam mencela sikap ghuluw (berlebih-lebihan), radikalisme, ekstrimisme, terorisme atau istilah semisalnya, karena akan membawa banyak dampak negatif seperti penganiyaan diri, terputus dari ketaatan, menghalagi manusia dari agama dan menodai keindahan agama Islam.

Oleh karena itu, banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang mencela perbuatan ghuluw ini, di antaranya dalil-dalil yang secara jelas mencela sikap ghuluw, seperti firman Allah:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ

“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu”. (QS. An-Nisa’: 171)

Ayat ini sekalipun ditujukan kepada ahli kitab tetapi maksudnya adalah untuk memberikan peringatan kepada umat ini agar menjauhi sebab-sebab yang mengantarkan murka Allah kepada umat-umat sebelumnya.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِى الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِى الدِّينِ

“Wahai sekalian manusia, waspadalah kalian dari sikap berlebih-lebihan dalam agama karena sikap berlebih-lebihan dalam agama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian” (HR. Nasa’i 3057 dengan sanad shohih).

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ, قَالَهَا ثَلاَثًا

“Celakalah orang-orang yang berlebihan, beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali” (HR. Muslim: 2670).

Adapun, berpegang teguh dan komitmen dengan ajaran Islam, maka ini diperintahkan olrh Allah dab rasulNya, tidak ada kaitannya dengan radikalisme sedikitpun.

Allah ta’ala berfirman:

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus”. (QS. Az Zukhruf: 43)

Jadi radikal dan ekstrim itu adalah melampui garis Syariat. Adapun komitmen dan tegar dalam prinsip agama -sekalipun banyak orang menyelisihi- sesuai bimbingan ulama maka itu adalah perintah dan kewajiban dari Robbul Alamin.

Radikal no, istiqomah, yes! Jangan dicampur aduk…

***

Penulis: Ust. Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi

Artikel: Muslim.or.id

Apa Agama Teroris?

Aksi teror yang meresahkan dan mengancam keharmonisan sosial rupanya tidak ada habisnya. Sialnya, para teroris seringkali memakai atribut dari agama tertentu. Alhasil, terjadilah stereotipe yang kelewat menyebalkan.

Teroris itu punya agama atau enggak? Ini pertanyaan yang sulit. Kalau dijawab punya, berarti kita sedang mengafirmasi agama tertentu mengajarkan aksi-aksi nir-kemanusiaan. Tapi kalau dijawab enggak punya, faktanya mereka mengklaim dirinya sedang melakukan misi keagamaan.

Untuk itu, saya kira penting membincang apa itu agama. Mula-mula, sebut saja ia sebagai sebuah institusi kepercayaan dengan segala infrastrukturnya. Dan, anggaplah itu sebagai agama.

Sementara, para pesohor dari rumpun ilmu sosial memberi keterangan bahwa agama merupakan sarana manusia dalam mengakui adanya kekuatan lain di luar dirinya. Ini seperti diungkap oleh Edward Burnett Tylor yang dikutip dari Seven Theories of Religion (1996) karya Daniel L. Pals. Hal senada juga dikatakan James George Frazer dalam The Golden Bough. Meski begitu, ia membedakan antara sihir dengan agama. Menurutnya, agama adalah keyakinan bahwa alam ini dikuasai oleh satu (atau lebih) dewa.

Di lain pihak, al-Quran punya sedikitnya dua diksi, ad-Din dan Millah. Keduanya merujuk pada makna yang kurang lebih sama namun dengan penggunaan yang berbeda. Pada yang pertama, umpamanya, sebuah ayat menyebut al-yauma akmaltu lakum diinakum…(telah Kusempurnakan pada hari ini untukmu agamamu), sedang pada yang kedua biasanya melekat dengan leluhur Nabi Muhammad, millata Ibrahim.

Meski begitu, millah terkadang dipakai juga untuk pengertian yang lebih teknis. Misalnya adalah kata millah dalam Surah al-Baqarah ayat 120 yang merujuk pada Yahudi dan Nasrani. Dengan demikian, disebut millah karena nabi-nabi yang memunculkannya dahulu sudah mengimlakkan untuk umat mereka.

Sebaliknya, seorang penafsir senior bernama Imam Ja’far ath-Thabari menulis dalam Jamiʿal-Bayan an Taʾwil ay al-Qurʾan bahwa kata ad-Din adalah serupa dengan ath-thaʿah (ketaatan). Namun, ketaatan dan kepatuhan di sini tidak sekadar “iya-iya” aja, atau membeo.

Artinya, ada semacam kesadaran bahwa ketaatan itu dibangun bukan dalam pengertian yang politis, tetapi totalitas. Maka di sini, ayat inna ad-dina inda Allah al-Islam menjadi relevan: bahwa sesungguhnya ketaatan yang diterima di sisi Allah adalah ketaatan yang totalitas dipersembahkan untuk-Nya saja.

Lagi pula, kata al-Islam sendiri berasal dari kata kerja aslama yang berarti: “masuk ke dalam kepasrahan dan ketundukan yang total”. Oleh karena itu, al-Islam bermakna kepatuhan cum ketundukan (al-Inqiyad bil-khudhluʿ), tanpa adanya resistensi sedikit pun.

Di titik ini, adalah tidak masuk akal jika para pelaku teror mengklaim aksinya sebagai ejawantah dari ajaran Islam. Apalagi jika mau sedikit lebih teliti membaca al-Quran, pastilah peledakkan rumah ibadah itu tidak akan pernah terjadi.

Lha gimana, Gusti Allah sendiri kok yang bilang “…kalau bukan lantaran Allah menolak keganasan manusia, sebagian dengan sebagian yang lain, tentulah sudah roboh biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog, dan masjid-masjid yang di dalamnya disebut nama Allah banyak sekali…” (Q.S. al-Hajj [22]: 40)

Rupanya, ayat ini memang cukup menarik. Tidak saja diawali (dalam teks utuhnya) oleh sebuah situasi getir berupa potret ketidakadilan sebagian manusia, tetapi ayat tersebut juga memposisikan masjid pada urutan yang paling belakang. Situasi redaksional ini, menurut Muhammad Ali dalam The Holy Quran, menyiratakan bahwa kehidupan seorang muslim mestinya bukan saja dikurbankan untuk menghentikan penganiayaan terhadap dirinya, tetapi seharusnya diabdikan juga untuk melayani masjid-masjid, dan juga memastikan keamanan gereja-gereja, dan sinagog, dan rumah ibadah lainnya.

Maka, jika umat Muslim bersepakat dengan tawaran tafsir tersebut, kita boleh sedikit berbangga karena belum tentu terdapat ajaran seadiluhung itu dalam kitab suci agama lain. Persoalannya, benarkah segenap umat Muslim sudah betul-betul “mendengar”, meresapi, atau sekadar mengakses ayat tentang Biara, Gereja, Sinagog, dan Mesjid?

Kalau melihat realitas yang ada, lewat kasus pembakaran, perusakan, dan bahkan pengeboman rumah ibadah, rasanya kita hanya semakin lantang menyeru “kembali ke al-Quran” tanpa pernah benar-benar membacanya.

Jadi, omong kosong kalau ada pelaku teror mengklaim dirinya, atau aksinya, atau misinya adalah bagian dari ajaran agama. Dan, kalau dipikir-pikir lagi, bukankah agama itu tidak lebih dari mata pelajaran di bangku sekolah?

Untuk itu, ketimbang berdebat soal “apa agama teroris”, saya kira akan lebih relevan mendebat “di mana para teroris mengenyam sekolah agama”. Heuheu…

ISLAMIco

ISIS itu dari Salafi?

Benarkah ISIS itu Salafi?

Berbagai isu negatif yg menjangkiti umat islam, diantaranya ada yang mengatakan, isis itu berasal dari salafi. Apakah ini benar?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Salafi secara bahasa berasal dari kata salaf [السلف] yang artinya pendahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membisikkan kepada Fatimah, ketika beliau merasa ajal beliau sudah dekat.

وَإِنِّى لاَ أُرَى الأَجَلَ إِلاَّ قَدِ اقْتَرَبَ فَاتَّقِى اللَّهَ وَاصْبِرِى فَإِنَّهُ نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ… يَا فَاطِمَةُ أَمَا تَرْضَىْ أَنْ تَكُونِى سَيِّدَةَ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ

“Saya merasa bahwa ajalku telah dekat, karena itu bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah. Karena sebaik-baik pendahulu adalah saya bagimu.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Fatimah, tidakkah kamu senang jika kamu menjadi pemimpin para wanita mukminin…” (HR. Bukhari 5928 & Muslim 6467)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pendahulu bagi putrinya, Fatimah. Karena beliau meninggal sebelum Fatimah.

Disebut salafy, diberi tambahan ya nisbah [السلفي] yang berarti pengikut. Sehingga disebut salafi, karena mereka memiliki komitmen untuk mengiring ajaran islam murni, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat.

Selanjutnya, kita akan melihat kondisi isis. Kita tidak sedang membahas secara detail siapa itu isis. Hanya ada ada beberapa catatan mengenai ideologi isis, agar kita bisa bandingkan dengan kondisi beberapa kegiatan dakwah di tanah air.

Diantara ideologi isis yang bisa kita kenali,

[1] Mengklaim bahwa pimpinan mereka adalah Khalifah yang wajib dibaiat dan ditaati oleh setiap muslim sedunia.

Dan ini bagian dari ciri Khawarij. Dalam sejarah Islam, mereka selalu mengaku bahwa pemimpin mereka adalah pemimpin yang sah dan mutlak untuk ditaati.

[2] Mengkafirkan setiap muslim yang tidak mau membai’at khalifah mereka.

Dan ini juga bagian dari ciri Khawarij. Mereka terbiasa mengkafirkan orang Muslim yang tidak mau menerima pandangan dan pendapatnya.

[3] Menghalalkan darah setiap orang yang tidak mau membai’at khilafah mereka.

Dalam doktrin ISIS, Muslim yang di luar kelompok mereka – yang mereka sebut sebagai orang murtad –, lebih utama untuk dibunuh dan diperangi sebelum memerangi orang-orang kafir asli.

[4] Mewajibkan setiap muslim untuk membatalkan baiat mereka kepada pemimpin negara mereka masing-masing.

Karena itu, isis dimana-mana menyerukan pemberontakan terhadap pemimpin kaum muslimin di negara mereka masing-masing.

Beberapa ideologi ini bisa disaksikan dengan kasat mata bagi mereka yang membaca berita tentang isis.

[5] Orang yang melakukan dosa besar, boleh dibunuh.

Menurut mereka, seorang pemimpin harus terlepas dari dosa-dosa besar. Bila seorang pemimpin terjatuh  dalam dosa besar, wajib diganti. Bahkan harus dibunuh karena dia telah kafir disebabkan dosa besar, kecuali jika dia bertaubat dan menyatakan keislamannya kembali.

Antara ISIS dan Salafy

Untuk melihat bagaimana prinsip dakwah salafi, kita bisa menyimak buku dan referensi yang sering diajarkan para dai salafi kepada masyarakat. Jika kita sebut, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pemimpin dakwah salaf, bararti karya beliau bisa dijadikan representasi prinsip ajaran salafi.

Ada beberapa hal yang menonjol dari karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab,

[1] Menegakkan tauhid yang benar

Tidak ada yang salah dengan dakwah, mengajak masyarakat kembali kepada ajaran tauhid yang benar. Bahkan tauhid merupakan tujuan dasar manusia dan jin diciptakan. Anda bisa membaca firman Allah di surat ad-Dzariyat,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka memurnikan ibadah kepada-Ku.” (QS. ad-Dzariyat: 56).

Ada banyak karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang menjadi bukti perhatian beliau terhadap pemurnian tauhid, seperti; Kitabut tauhid, Qawaidul arba’, al-Ushul at-Tsalatsah, Kasyfu as-Syubuhat, dan masih banyak lagi risalah masalah tauhid yang beliau sebarkan ke masyarakat yang menjadi sasaran dakwah beliau.

Dan tidak ada dalam kitab-kitab itu yang mengkafirkan ahli kiblat (kaum muslimin). Yang ada adalah meluruskan sebagian tradisi kaum muslimin yang menyimpang dari ajaran tauhid yang benar.

Ini sangat berbeda dengan isis. Orang yang mendengar isis bisa memahami dengan pasti bahwa pusat perhatian isis adalah bagaimana mengajak manusia untuk membaiat khalifah mereka. terlepas dari latar belakang aqidahnya.

[2] Mengakui dan taat kepada pemimpin muslim yang sah

Di beberapa karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, beliau menegaskan bahwa bagian dari prinsip islam adalah mengakui dan mentaati pemimpin yang sah di negara mereka.

Dalam kitab yang berjudul al-Ushul as-Sittah (6 prinsip dalam beragama), beliau menyatakan di prinsip kedua,

أمر الله بالاجتماع في الدين ونهى عن التفرق فيه، فبين الله هذا بياناً شافياً تفهمه العوام ، ونهانا أن نكون كالذين تفرقوا واختلفوا قبلنا فهلكوا

Allah perintahkan untuk bersatu di atas agama yang benar, dan melarang berpecah belah. Allah jelaskan dengan penjelasan yang sangat jelas, bisa dimengerti oleh orang awam. Dan Allah melarang kita untuk meniru umat sebelum kita yang berpecah dan berselisih, sehingga mereka binasa.

Kemudian di prinsip ketiga, beliau menyatakan,

أن من تمام الاجتماع السمع والطاعة لمن تأمر علينا ولو كان عبداً حبشياً

Dan bagian dari kesempurnaan dalam menjaga persatuan adalah mendengar dan taat kepada pihak yang menjadi pemimpin kita, meskipun dia seorang budak dari Ethiopia.

Meskipun pengandaian ini tidak mungkin terjadi. Karena pemimpin tidak mungkin seorang budak. Namun, sekalipun pemimpin negara kita bukan termasuk orang yang memenuhi kriteria pemimpin yang ideal, kita tetap diwajibkan untuk tunduk dan taat, selama tidak memerintahkan untuk maksiat.

Prinsip ini juga ditegaskan para ulama salafi yang lainnya. Seperti Syaikh Abdus Salam bin Barjas, yang menulis buku khusus mengenai adab rakyat terhadap pemerintahnya, yang berjudul ‘Muamalah al-Hukkam’. Dalam buku ini, beliau banyak menegaskan pentingnya mentaati pemerintah di masing-masing wilayah. Beliau sebutkan banyak dalil dan keterangan para ulama salafi.

Karya lain yang ditulis ulama salafi mengenai pentingnya mentaati pemerintah adalah al-Adillah as-Syar’iyah fi Bayan Haq ar-Ra’i wa ar-Ra’iyah, karya Syaikh Muhammad bin Abdillah as-Subayyil. Buku ini menjelaskan tugas dan kewajiban rakyat kepada pemerintah dan sebaliknya, pemerintah kepada rakyatnya.

Ibarat langit dan bumi, ketika prinsip di atas disandingkan dengan ideologi isis. Mereka memiliki prinsip, semua pemerintah di wilayah selain daulah islamiyah adalah kafir dan wajib diberontak. Dan rakyat wajib melengserkan pemimpinnya jika mereka melakukan kesalahan yang statusnya dosa besar.

[3] Tidak mengkafirkan satupun kaum muslimin, disebabkan dosa besar

Terdapat banyak pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang menegaskan bahwa beliau tidak menngkafirkan ahli kiblat seorangpun. Kecuali perbuatan dosa yang dinyatakan sebagai kekufuran oleh syariat, seperti dosa syirik, sihir, menghina Allah atau menghina syariat, dst.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan,

لا نكفر أحداً من أهل القبلة بذنب، وإنما نكفر لهم، بما نص الله، ورسوله، وإجماع

Kami tidak mengkafirkan siapapun di kalangan ahli kiblat, disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan. Kami hanya menilai kafir disebabkan perbuatan yang dinyatakan oleh Allah, Rasul-Nya dan ijma ulama bahwa itu kekufuran. (ad-Durar as-Saniyah, 1/293).

Sangat berbeda dengan prinsip isis. Mengkafirkan kaum muslimin, sudah menjadi tabiat dasar mereka, bahkan dengan alasan itu, mereka jadikan sebagai alasan untuk menghalalkan darah mereka.

Dan jika kita perhatikan, belum pernah kita jumpai di dunia maya maupun nyata, bantahan terhadap isis yang melebihi bantahan para ulama dan dai salafi. Mereka tidak hanya mengingatkan masyarakat terhadap bahaya kekejaman dan pembantaian isis. Sampai mereka juga membantah dari sisi ideologi dan landasan berfikirnya.

Ada satu kumpulan artikel para ulama salafi, yang semua berisi bantahan untuk isis berikut ideologinya. Anda bisa lihat kumpulan itu di: http://sunnahway.net/node/2589

Demikian pula, tidak ada negara yang lebih dimusuhi isis, melebihi negara yang digelari wahabi (Saudi). Sampai mereka bertekad untuk menghabisi semua rakyat Saudi. Anda bisa lihat pernyataan kemarahan mereka di:

Bukankah banyak anggota isis yang dulu belajar di timur tengah?

Kami tidak menjumpai bukti otentik tentang itu. Andaipun itu benar, seharusnya anda bisa membedakan mana guru mana murid. Dulu Washil bin Atha (Founder pemikiran Mu’tazilah) adalah muridnya Hasan al-Bashri. Namun tidak ada satupun yang mengatakan, Mu’tazilah adalah pengembangan dari ajarannya Hasan al-Bashri. Dulu, Juhayman bin Muhammad al-Uthaibi (pembajak Masjidil Haram) adalah muridnya Syaikh Ibnu Baz. Meskipun tidak ada satupun orang yang mengatakan, pembajakan masjidil haram berasal dari pemikiran Syaikh Ibnu Baz…

Ketika murid menyimpang, guru yang baik tentu tidak disalahkan.

Bisa jadi ada anggota isis yang dulunya belajar di Saudi, tapi itu sama sekali tidak sejalan dengan prinsip yang diajarkan para ulama Saudi.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/29717-isis-itu-dari-salafi.html

PM Selandia Baru: Penembakan Masjid adalah Serangan Terorisme

Dalam konferensi pers di Wellington, Perdana Menteri (PM) Selandia Baru, Jacinda Ardern, menyebut insiden penembakan massal yang terjadi di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat siang tadi (15/03) sebagai serangan teroris.

Dilansir dari laman CCN Word, Arden dengan tegas mengatakan para tersangka yang berpandangan ekstremis tidak akan memiliki tempat di Selandia Baru atau dunia.

Sebagaimana diketahui bahwa selama ini Selandia baru termasuk negara multikultural yang aman. Sedang kota Christchurch adalah kota terpadat ketiga di Selandia Baru setelah Auckland dan Wellington, dengan 404.500 penduduk. Ia merupakan kota pesisir yang damai berbasis ekonomi pertanian.

Ardern menambahkan bahwa saat ini Selandia Baru telah memberlakukan status keamanan tertinggi guna merespons insiden ini. Ia menggambarkan serangan itu sebagai salah satu hari paling gelap di Selandia Baru.

“Apa yang terjadi di sini adalah tindakan kekerasan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya.

Sejauh ini, kepolisian Selandia Baru telah menangkap empat tersangka, salah satunya merupakan warga Australia. Keempat tersangka itu tak masuk dalam daftar hitam aparat keamanan.

Sementara itu menurut Mike Bush, Komisaris Polisi Selandia Baru, setidaknya 49 orang telah tewas akibat aksi tersebut. Di antaranya, empat puluh satu orang terbunuh di masjid al Noor di Deans Avenue, tujuh orang meninggal di masjid Linwood di Linwood Avenue, dan satu orang meninggal karena luka-luka mereka di rumah sakit.

“Selain itu sebanyak 48 pasien termasuk anak-anak dengan luka tembak yang saat ini dirawat di rumah sakit Christchurch untuk perawatan, dimana 20 lainnya menderita luka serius setelah penembakan tersebut,” kata Bush.

Salah satu saksi yang saat itu sedang mengikuti ibadah jamaah salat Jumat, Mohan Ibn Ibrahim, mengatakan dia berada di dalam masjid ketika penembakan dimulai dan dia mendengar pria bersenjata itu terus menembak selama 10 hingga 15 menit.

“Ini masjid besar dan ada lebih dari 200 orang di dalam. Para penembak itu datang dari belakang. Tembakan berlangsung lama. Kami harus melompati tembok untuk melarikan diri. Saya melihat banyak pecahan kaca dan batu bata di bagian belakang masjid, “katanya.

Menurut pihak kepolisian serangan tersebut telah direncanakan sebelumnya. Sebab diketahui kemudian kejadian bahwa para pelaku dengan sengaja menayangkan penembakan tersebut lewat media sosial. Bush menyarankan agar warga tidak menyebar luaskan video tersebut, pihaknya juga akan berupaya menghapus peredaran video terkait kasus penembakan itu.

Islam Tak Ajarkan Bom Hancurkan Gereja

DARI Abu Hurairah radhiyallahu taala anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Bilal pada saat perang Khoibar untuk menyeru manusia dengan mengatakan,

“Tidak akan masuk surga kecuali jiwa seorang muslim. Mungkin saja Allah menolong agama ini lewat seorang laki-laki fajir (yang bermaksiat).” (HR. Bukhari no. 3062 dan Muslim no. 111)

Pelajaran dari hadis di atas:

1. Setiap muslim janganlah mudah tertipu dengan setiap orang yang terang-terangan mengatakan dirinya membela Islam, baik mereka mengatakan bahwa dirinya berjihad, berdakwah ilallah, beramar maruf nahi mungkar atau merekalah satu-satunya yang semangat dalam membela panji-panji Islam. Maka janganlah cepat-cepat menghukumi atau merekomendasi atau menerima klaim mereka dan memotivasi untuk duduk di majelis mereka sampai diketahui bahwa mereka benar-benar mengikuti ajaran Rasul.

Karena kebanyakan orang hanya asal klaim bahwa ia benar, ia di atas jihad, ia membela Islam, namun ternyata jauh dari tuntunan Islam. Islam tidak pernah mengajarkan bom bunuh diri, walaupun itu demi menghancurkan gereja. Islam tidak pernah mengajarkan meletakkan bom di tempat maksiat, walaupun diletakkan di bar-bar tempat maksiat. Karena segala sesuatu ada aturannya, tidak asal-asal kita melakukan nahi mungkar. Tidak asal-asalan kita menghancurkan tempat maksiat. Ada penguasa atau yang diperintah oleh penguasa yang punya tugas dalam hal ini. Jika kita tidak punya kekuasaan kita bisa peringatkan perbuatan mungkar dengan lisan atau tulisan. Dan minimal kita ingkari dalam hati jika kita tidak mampu dengan hal tadi. Itulah selemah-lemahnya iman.

2. Tidak diingkari bahwa sebagian ahli bidah ada yang membela kebenaran atau mengklaim dirinya di atas kebenaran atau barangkali awal-awalnya saja membela, namun kemudian menyimpang dari jalan yang benar sebagaimana kisah dalam hadits di atas. Akan tetapi sekali lagi, tidak setiap yang mereka lakukan atau yang mereka namakan jihad, kita langsung membenarkannya. Tetap harus dinilai dan ditimbang dengan ajaran Islam.

Walillahil hamd, wallahu waliyyut taufiq. [rumaysho]

 

Inilah Mosaik

baca juga: Wanita Bercadar di Antara Pelaku Aksi Teror? Buktikan Kalian Tidak Seperti yang Diduga!