Masuk Surga dan Neraka karena Seekor Lalat

DI sebagian kalangan di negeri kita masih saja melestarikan budaya sesajian. Pada waktu tertentu, ada yang menaruh sesaji berupa kepala kerbau. Ada pula yang dengan tumbal yang dilarung di laut atau telaga. Semua ini masih terus lestari. Padahal kalau ditinjau ritual sesaji ini adalah ritual syirik. Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah berikut ini. Hanya karena sesajinya berupa seekor lalat, membuat ia masuk neraka. Sebaliknya ada yang enggan untuk sesaji sampai ia dipenggal lehernya, malah membuatnya masuk surga. Berikut kisah dua orang orang yang masuk neraka karena lalat dan masuk surga juga karena lalat,

Dari Thariq bin Syihab, (beliau menceritakan) bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang lelaki yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah.” Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.” Mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat.” Ia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka. Mereka juga memerintahkan kepada orang yang satunya, “Berkorbanlah.” Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah azza wa jalla.” Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.”

Status hadits: Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Az Zuhud hal. 15, dari Thoriq bin Syihab dari Salman Al Farisi radhiyallahu anhu. Hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Abu Nuaim dalam Al Hilyah 1: 203, Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnafnya 6: 477, 33028. Hadits ini mauquf shahih, hanya sampai sahabat. Lihat tahqiq Syaikh Abdul Qodir Al Arnauth terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal. 49, terbitan Darus Salam. Al Hafizh mengatakan bahwa jika Thoriq bertemu Nabi -shallallahu alaihi wa sallam-, maka ia adalah sahabat. Kalau tidak terbukti ia mendengar dari Nabi, maka riwayatnya adalah mursal shohabiy dan seperti itu maqbul atau diterima menurut pendapat yang rojih (terkuat). Ibnu Hibban menegaskan bahwa Thoriq wafat tahun 38 H. Lihat Fathul Majid, hal. 161, terbitan Darul Ifta.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

  1. Hadits di atas menunjukkan bahaya syirik walau pada sesuatu yang dinilai kecil atau remeh.
  2. Jika sesaji dengan lalat saja bisa menyebabkan masuk neraka, bagaimana lagi dengan unta, atau berqurban berkorban untuk mayit atau selain itu?
  3. Hadits tersebut menjadi pelajaran bahwa sesaji yang biasa dilakukan oleh sebagian orang awam di negeri kita adalah suatu kesyirikan.
  4. Syirik menyebabkan pelakunya masuk neraka sedangkan tauhid mengantarkan pada surga.
  5. Seseorang bisa saja terjerumus dalam kesyirikan sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut syirik yang menyebabkan dia terjerumus dalam neraka nantinya.
  6. Hadits tersebut juga menunjukkan bahayanya dosa walau dianggap sesuatu yang kecil. Anas radhiyallahu anhu mengatakan, “Kalian mengamalkan suatu amalan yang disangka ringan, namun kami yang hidup di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menganggapnya sebagai suatu petaka yang amat besar.”
  7. Orang tersebut masuk neraka karena amalan yang awalnya tidak ia maksudkan, ia hanya ingin lepas dari kejahatan kaum yang memiliki berhala tersebut.
  8. Seorang muslim yang melakukan kesyirikan, batallah islamnya dan menyebabkan ia masuk neraka karena laki-laki yang diceritakan dalam hadits di atas adalah muslim. Makanya di dalam hadits disebutkan, “Seseorang masuk neraka karena lalat”. Ini berarti sebelumnya dia adalah muslim.
  9. Yang jadi patokan adalah amalan hati, walau secara lahiriyah amalan yang dilakukan terlihat ringan atau sepele.
  10. Hadits ini menunjukkan bahwa sembelihan, penyajian tumbal, sesaji adalah ibadah. Jika ada yang memalingkan ibadah tersebut pada selain Allah, maka ia terjerumus dalam syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam.
  11. Hadits di atas menunjukkan keutamaan, keagungan dan besarnya balasan tauhid.
  12. Hadits tersebut juga menunjukkan keutamaan sabar di atas kebenaran dan ketauhidan.

Semoga kisah di atas membuat kita semakin paham akan bahaya syirik dan pentingnya mengesakan Allah dalam ibadah. Tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam, tentu harus ditinggalkan apalagi jika sampai membuat Allah murka dan membuat kita terjerumus dalam neraka. No way to SYIRIK! Wallahul muwaffiq. [rumaysho]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372528/masuk-surga-dan-neraka-karena-seekor-lalat#sthash.dF3LUNtF.dpuf

Ini Tiga Tempat Memanjatkan Doa: Raudah, Multazam, dan Arafah

Orang terkadang lupa, mana pokok mana cabang. Maksudnya, mana yang bila dikerjakan memperoleh pahala besar dan mana pula yang beroleh secukupnya. Padahal, ada tiga tempat penting untuk memanjatkan doa. Tempat ini memberi kemungkinan doa ‘langsung dan cepat’ sampai kepada Allah SWT dan cepat pula beroleh ‘tanggapan’.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tempat sebaik-baiknya berdoa di Medinah adalah antara mimbar dan rumahku”. Mimbar itu adalah tempat pertama-tama Nabi berkhutbah di masjidnya. Sedang yang dimaksud ‘rumahku’ sekarang adalah makam beliau. Kedua tempat itu kini berada di bagian depan Masjid Nabawi yang anggun. Namanya Raudah, sebuah ruang sempit yang dibatasi sisi makam Nabi (bersama Umar dan Abu Bakar) dan tiang-tiang yang berbeda dengan tiang lain. Tempat ini bisa menampung 100 orang lebih.

Jamaah selalu berebut untuk memperoleh kesempatan salat, membaca Alquran, zikir, dan berdoa di tempat ini. Tidak jarang orang hanya memperoleh tempat selebar amplop surat untuk meletakkan kepala ketika sujud. Itu pun, tidak jarang harus dilangkahi dan disenggol oleh kaki-kaki orang lain.

Yang terpenting di Raudah ini –selain berdoa– kita mengulang kembali dua kalimat syahadat sekhusyuk-khusyuknya. Jamaah pria memperoleh kesempatan tiap hari asal sabar dan tekun menyusup ke Raudah. Jamaah wanita seminggu hanya memperoleh kesempatan dua atau tiga hari, itu pun hanya beberapa jam.

Di sisi lain, kelakuan orang macam-macam terhadap makam ini. Sebenarnya sudah termasuk syirik. Misalnya meratap, mengelus-elus dinding, bahkan menciumnya. Sebenarnya ucapan yang paling tepat di dekat makam Nabi adalah “Assalammualaikum, ya Rasulullah”. Jamaah wanita lebih seru lagi. Mereka meratap dan melolong-lolong, terutama mereka yang dari Afrika.

Lain lagi dengan di Masjidil Haram. Incaran orang hampir selalu Hajar Aswad (batu hitam) yang tertempel di sudut tenggara Ka’bah. Garis lurus di lantai berwarna coklat dari sudut ini adalah sebagai pertanda awal dan akhir orang tawaf. Banyak orang berjuang keras, berdesakan, sikut-sikutan untuk bisa mencium Hajar Aswad.

Anjurannya adalah akan lebih baik setiap kali selesai satu putaran tawaf, mencium Hajar Aswad. Tapi, kini tidak mungkin karena jumlah yang tawaf demikian banyaknya. Karena itu, anjurannya adalah orang yang tawaf cukup menghadap atau menengok Hajar Aswad dan mengangkat tangan sambil berucap, “Bismillahi Allahu Akbar”.

Tempat terpenting di sekitar Ka’bah adalah justru hanya setengah langkah dari Hajar Aswad, yaitu antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. Tempat ini bernama Multazam. Sering orang mengabaikan tempat yang sangat penting tersebut, malah berjuang mati-matian untuk mencium Hajar Aswad.

Tempat berikut yang sangat penting adalah Arafah. Wisuda haji hanya sekali setahun dan itu dilakukan di padang pasir Arafah. Waktu yang paling tepat adalah setelah shalat Zhuhur dan Asar, qosor jamak takdim, yang diikuti khutbah wukuf dan doa-doa. Doa bersama berakhir sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

Setelah itu, jamaah diminta ke luar kemah. Panas matahari masih terik. Dengan menghadap ke Jabal Rahmah, masing-masing berdoa, apa saja yang dimaui setelah –tentu saja– bertobat dan mohon ampun. Ketika itulah orang seperti berhubungan langsung dengan Tuhan. Berkas-berkas matahari seperti langsung mengebor ubun-ubun. Setelah memohon habis-habisan ini, orang bertangis-tangisan, laki-laki dan perempuan, bersalaman minta maaf, dan lain-lain. Orang harus percaya, setelah dari Arafah ini seperti lahir kembali dengan bersih. Dosa-dosanya dimaafkan Allah.

 

sumber: IHRAM

Pria Ini Berjalan Kaki dari Prancis ke Makkah untuk Umrah

Seorang pria bernama Isaac Bannour telah berjalan kaki dari Prancis ke Makkah, Arab Saudi, untu melakukan umrah. Total ia sudah menempuh jarak 7.250 kilometer saat berangkat dari Prancis ke Makkah.

Pria asal Aljazair ini telah meninggalkan Prancis enam bulan lalu. Ia bertekad mempromosikan Islam dengan ‘jalan damai’ dan melakukan umrah. Kehidupan di Eropa menunjukkan kepadanya bahwa orang-orang tidak menyadari konsep dan nilai asli Islam.

Untuk itu dia memutuskan untuk mempromosikan Islam sebagai agama damai. Namun, alih-alih naik pesawat, Isaac memilih berjalan kaki dan mendorong semacam troli untuk tempatnya menyimpan barang-barang termasuk tenda, pakaian, dan makanan.

Dia telah melewati 17 negara termasuk Jerman, Jerman, Austria, Slovenia, Kroasia, Bosnia, Montenegro, Serbia, Kosovo, Makedonia, Bulgaria, Turki, Iran, Irak, dan Kuwait selama petualangannya. “Butuh waktu sekitar 20 hari untuk sampai ke Makkah di mana saya akan melakukan umrah,” ujarnya seperti dilansir dari salah satu situs berita Arab Saudi, Sabq, beberapa waktu lalu.

Setelah menunaikan umrah, dia tidak lagi berjalan kaki melainkan menggunakan pesawat. Isaac mengatakan bahwa dia pernah mengunjungi beberapa negara, tapi belum pernah ke Arab Saudi. “Tidak dapat diterima apabila saya sudah mengunjungi begitu banyak negara, namun belum pernah ke Makkah untuk melakukan umrah,” kata dia.

Setelah berpikir panjang, kurang lebih empat tahun, Isaac akhirnya memutuskan pergi ke Tanah Suci dengan menggunakan sepasang kakinya. “Saya memutuskan terus maju dengan rencana itu,” ujarnya.

Awalnya dia hendak mengajak saudaranya, Zakaria, untuk ikut berjalan kaki. Hanya saja dia khawatir paspor Aljazair yang dimiliki Zakaria akan mendapat kendala masalah visa di beberapa tempat. Isaac tidak merasakan dampak dari gelombang dingin yang melanda Saudi beberapa waktu lalu.

“Sebenarnya saya sering merasa panas karena terus berjalan. Kondisi yang sulit adalak ketika salju di Prancis dan Austria. Namun, saya terus berjalan dan mendorong troli saya,” kata dia. Apabila berjalan secara teratur, biasanya Isaac mampu menempuh jarak 50 kilometer per hari. Namun, bisa lebih atau kurang dari itu.

Di Saudi, saya sering tidur di dalam rumah karena banyak orang yang menawarkannya tinggal bersama mereka. Dia bersyukur pejabat Kementerian Dalam Negeri Saudi sangat membantu dan memberikannya nomor kontak untuk dihubungi setiap kali Isaac memerlukan bantuan.

“Mereka menawari saya ambulans, tapi saya bilang kepada mereka bahwa saya baik-baik saja,” ujarnya.

 

sumber: Republika Online

Kitab ini Bukti Korelasi Kuat Ulama Nusantara dan Tanah Suci, Sayangnya Raib

Terdapat hubungan yang erat dan kuat  antara Muslim Nusantara dan jantung intelektual dunia Islam, yaitu Makkah dan Madinah pada abad ke-18. Ini salah satunya dibuktikan oleh adanya surat meminta fatwa (risâlah al-istiftâ) yang dikirimkan oleh Muslim Nusantara ke salah seorang ulama sentral Madinah saat itu, dalam hal ini adalah Syekh Muhammad ibn Sulaiman al-Kurdi al-Madani (w 1780 M).

Menurut Direktur Islam Nusantara Center, Ahmad Ginanjar Sya’ban, dalam manuskrip berjudul “Tarjamah al-Syaikh Muhammad Sulaimân al-Kurdî” (koleksi perpustakaan King Saud University, Riyadh, dengan nomor kode 5628) yang berisi sejarah hidup dan karya-karya Syekh Muhammad, didapati data dan informasi penting terkait sejarah Islam Nusantara, yaitu karyanya yang berjudul “al-Durrah al-Bahiyyah fî Jawâb al-As’ilah al-Jâwiyyah”.

Menyimak judulnya, kata Ginanjar yang merupakan alumni Universitas al-Azhar, Kairo Mesir ini, kitab “al-Durrah al-Bahiyyah fî Jawâb al-As’ilah al-Jâwiyyah” sudah bisa dipastikan berisi kumpulan fatwa Syekh Muhammad atas beberapa persoalan yang datang dari Nusantara.

Risalah ini, kata dia, menghimpun fatwa Syekh Muhammad, atas lima permasalahan yang dikemukakan oleh umat Muslim Nusantara dari wilayah “Johor” di Semenanjung (kini Malaysia). Karena itu pulalah, dalam judul disebutkan “al-Asilah al-Jâwiyyah al-Juhriyyah” (Soalan-soalan [dari] Negeri Jawi Johor). Risalah ini selesai ditulis pada Selasa, 25 Safar 1070 Hijriyah (11 November 1659 M).

Sayangnya, ungkap Ginanjar, hingga saat ini keberadaan manuskrip kitab ini belum berhasil ditemukan, sehingga masalah-masalah Nusantara apa saja yang diajukan kepada Syekh Muhammad tidak dapat terlacak. “Demikian pula halnya dengan jawaban fatwa yang diberikan oleh beliau,” kata dia saat berbincang dengan Republika.co.id di Jakarta, Senin (10/4).

Padahal, imbuh Ginanjar, Syekh Muhammad adalah salah satu guru ulama Nusantara di tanah suci antaralain Syekh Abdul Shamad Palembang, Syekh Arsyad Banjar, Syekh Abdul Wahhab Bugis, Syekh Abdul Rauf Singkel (w 1693 M) dan Syekh Yusuf al-Taj al-Khalwati al-Jawi (Yusuf Makassar).

 

sumber: Republika Online

Terungkap, Ulama Kita Pernah Menuliskan Kitab untuk Sultan Maladewa

Pada katalog naskah-naskah yang tersimpan di Perpustakaan Masjid al-Haram (Maktabah al-Haram al-Makki), Makkah, KSA, saya menemukan naskah bernomor (1702 kategori al-Fiqh al-Syafi’i) dengan judul “Majmu’ah Masa’il Fiqhiyyah fî al-Fiqh al-Syafi’i”.

Isi naskah tersebut berisi himpunan fatwa ulama-ulama Mazhab Syafi’i lintas generasi yang menjawab beberapa permasalahan hukum, ditulis dalam bahasa Arab, dengan jumlah keseluruhan 172 halaman.

Yang menarik perhatian saya dari naskah tersebut adalah keberadaannya yang ditulis (disalin) oleh seseorang yang diidentifikasi sebagai orang Nusantara (Jawi) asal Aceh (Asyi), yaitu Syekh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi.

Dalam keterangan yang dituliskan Syekh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi pada halaman akhir naskah, bahwa kitab “Majmu’ah al-Masa’il” ini ia tulis untuk (bagi) seorang yang bergelar Sultan dan bernama Hasan Nuruddin anak dari Sultan Hasan ‘Izzuddin.

Sekilas kemudian saya pun mencari data tentang siapakah sosok Syekh Muhammad Thahir al-Jawi al-Asyi, sang penulis naskah (katib al-kitab), demikian juga sosok Sultan Hasan Nuruddin bin Sultan Hasan ‘Izzuddan, sang pemilik naskah (shahib al-kitab).

Saya berusaha menanyakan sosok Muhammad Thahir al-Asyi ini kepada sahabat saya dari Aceh, al-Fadhil Masykur Aceh Luengputu Manuskrip Melayu Aceh, kolektor muda naskah-naskah keislaman dari Aceh, karena tidak ada data siapa sosok tersebut, selain tak ada kolofon yang menginformasikan kapan naskah ini ditulis. Saya juga mengirimkan gambar halaman terakhir manuskrip ini kepada beliau.

Ternyata jawaban yang saya dapatkan dari beliau sangat mengejutkan, bahwa buyut beliau dari jalur ibu juga bernama Muhammad Thahir al-Asyi dan pernah lama bermukim di Makkah, yang kemudian menjadi ulama besar di Pedir, Aceh, setelah kepulangannya.

Di Aceh, beliau dikenal dengan nama Muhammad Thahir Tiro (Tengku Chik [Syik] Cot Plieng Tiro), yang masih sepupu Syekh Muhammad Samman Tiro (Teungku Chik Di Tiro, w 1891 M).

Kembali ke keterangan dan data yang terdapat pada naskah.

Yang menarik di sini justru adalah sosok “Sultan Hasan Nuruddin ibn Sultan Hasan ‘Izzuddin” yang tertulis dalam naskah sebagai “shahib al-kitab” (pemilik kitab), di mana Syekh Muhammad Thahir al-Asyi menulis (salin) kitab “Majmu’ah al-Masa’il al-Fiqhiyyah” untuk sultan tersebut.

Kedua sosok di atas, yaitu Syekh Muhammad Thahir al-Asyi dan Sultan Hasan Nuruddin, bisa dipastikan hidup satu zaman. Hal ini ditandai dengan penyebutan “Tuan Sultan Kami” (maulana al-sulthan) oleh sang penyalin naskah, hal yang menunjukkan adanya hubungan antara kedua sosok tersebut.

Setelah dilakukan penelusuran, didapati sosok “Sultan Hasan Naruddin (bergelar Sultan ‘Imaduddin VI) putra Sultan (Pangeran) Hasan ‘Izzuddin putra Sultan ‘Imaduddin IV” adalah sultan Kesultanan Islam Maladewa, sebuah negara kepulauan di Samudera India.

Sultan Hasan Nuruddin lahir pada 1863 M dan memerintah Kesultanan Maladewa sepanjang 1893-1903 M dengan gelar “Sultan Haji Muhammad Imaaduddeen VI Iskandar Sri Kula Sundara Kattiri Buwana Maha Radun” (http://www.royalark.net/Maldives/maldive16.htm). 

Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) dicatat menguasai bahasa Urdu, Persia, dan Arab dengan sangat baik. Beliau juga telah melaksanakan ibadah haji dan dikenal sebagai sultan yang taat, mencintai ilmu pengetahuan, dan menghormati ulama.

Dalam naskah salinan Syekh Muhammad Thahir al-Asyi, sosok Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI) disebut sebagai sosok yang “memiliki pengetahuan agama yang luas, yang masyhur nan cerdas, juga yang mencintai para fakir miskin”.

Pada 1903 M beliau diturunkan dari singgasananya oleh penjajah Inggris, lalu eksil ke Mesir hingga wafat di sana pada 1932 dan dikuburkan di Kairo.

Keterangan yang terdapat dalam naskah ini sangat menarik dan berharga, karena akan menghantarkan kita pada babakan sejarah baru yang cukup mengejutkan, yaitu adanya “jaringan intelektual ulama Nusantara (Aceh)—Kesultanan Maladewa”.

Naskah “Majmû’ah al-Masa’il al-Fiqhiyyah” yang kini tersimpan di Perpustakaan Masjid al-Haram Makkah ini menjadi data sejarah yang sangat mahal keberadaanya, yang menegaskan sebuah fakta bahwa “telah ada seorang ulama Aceh bernama Muhammad Thahir al-Asyi yang menuliskan sebuah kitab dan dipersembahkan untuk seorang Sultan Maladewa bernama Sultan Hasan Nuruddin (Sultan ‘Imaduddin VI)”.

Saya mendapatkan data lain dari sebuah manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh, yang tertulis nama penyalinnya adalah (juga) “Syekh Muhammad Thahir al-Asyi”, yang tak lain adalah buyut beliau.

Yang mengejutkan, isi manuskrip yang diberikan oleh al-Fadhil Masykur Aceh itu sama jenis dan model tulisannya dengan manuskrip yang saya temukan di Makkah, juga isi kandungan naskah “Aceh” yang sama dengan naskah “Makkah”, yaitu kumpulan fatwa ulama madzhab Syafi’i atas pelbagai permasalahan hukum Islam.

 

*A Ginanjar Sya’ban, Direktur Islam Nusantara Center

 

sumber: Republika Online

Rasul: Jagalah Diri dari Neraka Meski dengan Kurma

BARANGKALI, generasi muda saat ini tidak memahami nilai harta bagi keluarga mereka sebab mereka masih hidup di bawah tanggungan biaya keluarga. Adapun mereka, generasi muda sahabat, sangat dermawan menginfakkan harta meskipun hanya sedikit yang mereka miiki. Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang rela melewati malam dalam kondisi lapar. Bahan, makanan untuk diri dan keluarganya ia infakkan di jalan Allah.

Alangkah bagusnya bila generasi muda melatih dirinya berinfak dan berderma. Yang menjadi tolak ukur bukan besaran harta yang diinfakkan, melainkan niat tulus yang dengannya mereka mendermakan sedikit harta yang dimiliki. Jumlah yang sedikit ini teramat besar di sisi Allah. Dia tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Begitulah perilaku yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, yakni ketika beliau bersabda,

“Tidak seorang pun di antara kalian kecuali dia akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat. Tidak ada penerjemah antara dirinya dengan Allah. Kemudian ia melihat ternyata tidak ada sesuatu pun yang ia persembahkan. Selanjutnya, ia menatap ke depan ternyata neraka telah menghadangnya. Oleh karena itu, barang siapa di antara kalian yang bisa menjaga diri dari neraka, meski hanya dengan (memberikan) sebelah kurma (maka lakukanlah).”

Menurut riwayat yang lain, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan perihal neraka. Lalu beliau memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah beliau. Beliau kembali menyebutkan perihal neraka, lalu memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah. Syubah berkata, Untuk dua kali tindakan yang beliau lakukan, aku tidak meragukannya. Kemudian beliau bersabda, Jagalah diri kalian dari neraka meski hanya dengan (menginfakkan) sebelah kurma. Biarpun yang tidak mendapatkannya, maka hendaknya ia mengucapkan kata-kata yang baik.”

[Sumber: Biografi Generasi Muda Sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy, Zam-Zam]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2371982/rasul-jagalah-diri-dari-neraka-meski-dengan-kurma#sthash.PAaKgylM.dpuf

Meski Kondisi Sulit, Sahabat Nabi Berusaha Menikah

RASULULLAH shallallahu alaihi wa sallam memberikan nasihat berharga kepada segenap pemuda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud, ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai kelompok pemuda yang tidak mempunyai apa-apa.” Beliau bersabda,

“Wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mampu maka menikahlah, karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka hendaknya ia berpuasa sebab puasa bisa menjadi perisai baginya.” (H.r. Bukhari, no. 5066; Muslim, no. 1400)

Karena itu, para pemuda tersebut segera menunaikan wasiat Rasulullah, betapapun kondisi sulit yang tengah mereka hadapi. Kitab-kita sirah menceritakan untuk kita contoh-contoh pernikahan dini mereka. Kisah pernikahan Abdullah bin Amru bin Ash amat terkenal. Yakni, ketika ayahnya menikahkan dirinya dengan seorang perempuan dari kalangan Quraisy.

Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram. Kisahnya amat terkenal. Ia berkata, “Aku menikah dengan seorang perempuan pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Aku bertemu dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau bertanya, Wahai Jabir, apakah kamu telah menikah? Aku menjawab, Iya. Beliau bertanya, Dengan perawan ataukah dengan janda? Aku menjawab, Dengan janda. Beliau bertanya, Mengapa kamu tidak menikah dengan seorang perawan, sehingga kamu bisa bercanda dengannya?

Aku menjawab, Wahai Rasulullah, aku mempunyai beberapa orang saudara perempuan, dan aku khawatir jika istriku menjadi penghalang hubunganku dengan mereka. Beliau bersabda, Sudah benar jika memang demikian. Sesungguhnya, seorang perempuan itu dinikahi karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya. Hendaklah kamu mengutamakan perempuan yang memiliki agama, niscaya kamu tidak akan merugi.”

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372244/meski-kondisi-sulit-sahabat-nabi-berusaha-menikah#sthash.95Q1pk0b.dpuf

36 Tanda Anda Tertipu Dunia atau Tidak?

INILAH tanda-tanda seseorang yang telah tertipu kehidupan dunia, terbujuk rayuannya.

1. Anda tidak bersiap siap saat waktu shalat akan tiba.

2. Anda melalui hari ini tanpa sedikitpun membuka lembaran Al Qur’an lantaran Anda terlalu sibuk.

3. Anda selalu berpikir setiap waktu bagaimana caranya agar harta Anda semakin bertambah.

4. Anda marah ketika ada orang yang memberikan nasihat bahwa perbuatan yang Anda lakukan adalah haram.

5. Anda terus menerus menunda untuk berbuat baik / beramal shaleh “Aku akan mengerjakannya besok, nanti, dan seterusnya.”

6. Anda selalu mengikuti perkembangan gadget terbaru dan selalu berusaha memilikinya.

7. Anda sangat tertarik dengan kehidupan para selebritas.

8. Anda sangat kagum dengan gaya hidup orang-orang kaya.

9. Anda ingin selalu menjadi pusat perhatian orang.

10. Anda selalu bersaing dengan orang lain untuk meraih cita-cita duniawi.

11. Anda selalu merasa haus akan kekuasaan dan kedigdayaan dalam hidup, dan perasaan itu tidak dapat dibendung.

12. Anda merasa tertekan manakala Anda gagal meraih sesuatu.

13. Anda tidak merasa bersalah saat melakukan dosa-dosa kecil.

14. Anda tidak mampu untuk segera berhenti berbuat yang haram, dan selalu menunda bertaubat kepada Allah.

15. Anda tidak kuasa berbuat sesuatu yang diridhai Allah hanya karena perbuatan itu bisa mengecewakan orang lain.

16. Anda sangat perhatian terhadap harta benda yang sangat ingin Anda miliki.

17. Anda merencanakan kehidupan hingga jauh ke depan.

18. Anda menjadikan aktivitas belajar agama sebagai aktivitas pengisi waktu luang saja, setelah sibuk berkarir.

19. Anda memiliki teman-teman yang kebanyakannya tidak bisa mengingatkan Anda kepada Allah.

20. Anda menilai orang lain berdasarkan status sosialnya di dunia.

21. Anda melalui hari ini tanpa sedikitpun terbersit memikirkan kematian.

22. Anda meluangkan banyak waktu sia-sia melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat.

23. Anda merasa sangat malas dan berat untuk mengerjakan suatu ibadah.

24. Anda tidak kuasa mengubah gaya hidup Anda yang suka berfoya-foya, walaupun Anda tahu bahwa Allah tidak menyukai gaya hidup seperti itu.

25. Anda senang berkunjung ke negeri-negeri kafir.

26. Anda diberi nasihat tentang bahaya memakan harta riba, akan tetapi Anda beralasan bahwa beginilah satu satunya cara agar tetap bertahan di tengah kesulitan ekonomi.

27. Anda ingin menikmati hidup ini sepuasnya.

28. Anda sangat perhatian dengan penampilan fisik Anda.

29. Anda meyakini bahwa hari kiamat masih lama datangnya.

30. Anda melihat orang lain meraih sesuatu dan Anda selalu berpikir agar dapat meraihnya juga.

31. Anda ikut menguburkan orang lain yang meninggal, tapi Anda sama sekali tidak memetik pelajaran dari kematiannya.

32. Anda ingin semua yang Anda harapkan di dunia ini terkabul.

33. Anda mengerjakan shalat dengan tergesa-gesa agar bisa segera melanjutkan pekerjaan.

34. Anda tidak pernah berpikir bahwa hari ini bisa jadi adalah hari terakhir Anda hidup di dunia.

35. Anda merasa mendapatkan ketenangan hidup dari berbagai kemewahan yang Anda miliki, bukan merasa tenang dengan mengingat Allah.

36. Anda berdoa agar bisa masuk surga namun tidak sepenuh hati seperti halnya saat Anda meminta kenikmatan dunia…

Hidup di dunia hanya sebentar dan tipuan belaka. Sudahkan siap bekal anda di akhirat kelak ? [ ]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372518/36-tanda-anda-tertipu-dunia-atau-tidak#sthash.CTLDAcOz.dpuf

Jauhi Cara Yahudi dalam Menggauli Istrimu

KEMAJUAN teknologi dan informasi seringkali membawa persoalan ke dalam keluarga. Misalnya, dalam urusan hubungan suami istri, kadang berbagai informasi yang datang membawa cara-cara baru dalam praktik hubungan intim tersebut.

Karena itu, pertanyaan dalam halaqah-halaqah tentang boleh tidaknyamaaf, melakukan hubungan suami istri dengan target lain, bukan bagian yang hak dan sah dari istri, juga sering mengemuka. Tegasnya, mereka bertanya bolehkah berhubungan lewat dubur.

Benar, bahwa Allah SWT telah berfirman :

” Isteri-isteri kalian adalah seperti tanah tempat kalian bercocok tanam. Untuk itu datangilah tanah tempat bercocok tanam itu sesuai keinginan kalian” (Al Baqarah : 223).

Sebab turunnya ayat ini adalah, bahwa orang-orang Yahudi pada masa Rasulullah menyatakan, jika seorang suami menyetubuhi isterinya dari arah belakang, maka nantinya akan lahir seorang anak yang juling. Dalam hal ini, kaum muslimin Anshar mengikuti pemahaman orang-orang Yahudi tersebut, sehingga Allah SWT menurunkan ayat ini.

Ayat ini mengklarifikasi pemahaman Yahudi tersebut bahwa pemahaman seperti itu salah dan tidak boleh diikuti. Artinya dari arah mana pun atau dalam posisi bagaimanapun seorang suami menyetubuhi isterinya adalah halal dan boleh, asal persetubuhan itu dilakukan pada kemaluan atau antarkemaluan.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, Rasulullah SAW pernah bersabda : “Dilaknat orang mencampuri isteri dari duburnya.” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Tirmizi)

Dari Amr Bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata : bahwa Nabi SAW pernah bersabda mengenai seorang yang mencampuri isterinya dari dubur : “Hal itu termasuk luthiyyah (homoseksual) kecil” (H.R. Ahmad)

Semua posisi senggama suami isteri dibolehkan, asalkan dari kemaluannya. Allah SWT telah mengibaratkan seorang wanita itu sawah/ladang (tempat bercocok tanam), artinya tempat menanam benih untuk melahirkan keturunan-keturunan manusia, yang bisa diolah sesuai keinginan, asalkan masing-masing pihak merasa nyaman melakukannya.

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372477/jauhi-cara-yahudi-dalam-menggauli-istrimu#sthash.HsUwZsQh.dpuf

Pasukan Ubaidah bin Harits dan Perang Buwath

PEPERANGAN ini adalah kelanjutan dari Perang Abwa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyerahkan bendera perang kepada Ubaidah bin Harits untuk memimpin 60 orang dari kaum Muhajirin. Ubaidah berangkat hingga menemui rombongan besar Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan atau Ikrimah bin Abi Jahal pada sebuah sumur di Hijaz (antara Madinah dengan Mekah).

Mereka saling memanah. Di pihak kaum muslimin, Saad bin Abi Waqqash yang pada saat itu melontarkan panah. Dengan demikian, beliaulah yang pertama kali melontarkan panah di jalan Allah dalam Islam. Kemudian mereka bubar.

Perang Buwath

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berangkat memimpin 200 orang sahabatnya untuk menghadang rombongan dagang Quraisy yang dipimpin oleh Umayyah bin Kholaf yang berkekuatan 100 orang Quraisy dan 2500 ekor unta hingga beliau sampai di Buwath, salah satu gumang Juhainah di arah Rodhwa. Lalu beliau kembali tatkala tidak menemukan kafilah Quraisy dan tidak terjadi pertempuran. Peperangan ini terjadi pada bulan Robiul Awal tahun ke-2 Hijriah.

[baca juga: Ini Penyebab Terjadinya Perang Badar Kubra]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2372258/pasukan-ubaidah-bin-harits-dan-perang-buwath#sthash.aTAtHUiR.dpuf