Tiga Pelajaran Penting dari Haji Nabi

Di antara syariat yang turun terakhir kali menjelang wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah perintah untuk melaksanakan ibadah haji. Pada tahun kesembilan hijriyah, Allah menurunkan perintah tersebut. Dan pada tahun kesepuluh, beliau mengumumkan diri untuk berangkat haji. Mendengar kabar tersebut, berkumpullah manusia dari segala penjuru di kota Madinah. Di mana jumlah mereka tidak kurang dari 100 ribu orang. Mereka berangkat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melaksanakan haji pertama dan haji terakhir beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ke kota Makkah.

Hadis yang paling masyhur yang menggambarkan dan menceritakan dengan detail kisah perjalanan haji Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hadis riwayat sahabat yang mulia, Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu. Hadis yang sarat akan ilmu, pelajaran, dan ibrah bagi seluruh kaum muslimin.

Pada artikel kali ini, setidaknya akan kita sebutkan tiga pelajaran penting yang bisa kita petik dan kita amalkan, sehingga diri kita termasuk mukmin yang pandai mengambil ibrah dan pelajaran.

Pertama, Semangat sahabat dalam bertanya dan menuntut ilmu

Sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum merupakan teladan dan panutan kita dalam hal belajar dan menuntut ilmu. Bukan hanya laki-laki saja, para sahabat perempuan pun tidak kalah semangatnya untuk terus belajar dan mendalami ilmu agama Islam. Jabir radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَثَ تِسْعَ سِنِينَ لَمْ يَحُجَّ ثُمَّ أَذَّنَ فِي النَّاسِ فِي الْعَاشِرَةِ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجٌّ ، فَقَدِمَ الْمَدِينَةَ بَشَرٌ كَثِيرٌ ، كُلُّهُمْ يَلْتَمِسُ أَنْ يَأْتَمَّ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَيَعْمَلَ مِثْلَ عَمَلِهِ ، فَخَرَجْنَا مَعَهُ ، حَتَّى أَتَيْنَا ذَا الْحُلَيْفَةِ ، فَوَلَدَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِي بَكْرٍ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَيْفَ أَصْنَعُ؟ قَالَ : ( اغْتَسِلِي ، وَاسْتَثْفِرِي بِثَوْبٍ وَأَحْرِمِي )

“Sembilan tahun lamanya beliau menetap di Madinah, namun beliau belum haji. Kemudian beliau memberitahukan bahwa pada tahun kesepuluh, beliau akan naik haji. Karena itu, berbondong-bondonglah orang datang ke Madinah, hendak ikut bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk beramal seperti amalan beliau. Lalu, kami berangkat bersama-sama dengan beliau. Ketika sampai di Dzulhulaifah, Asma` binti Humais melahirkan puteranya, Muhammad bin Abu Bakar. Dia menyuruh untuk menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apa yang harus dilakukannya (karena melahirkan itu). Maka, beliau pun bersabda, ‘Mandi dan pakai kain pembalutmu. Kemudian pakai pakaian ihrammu kembali.’” (HR. Muslim no. 1218)

Lihatlah bagaimana semangat para sahabat untuk belajar dan mencontoh amalan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka rela menempuh perjalanan berpuluh-puluh kilometer menuju kota Madinah demi membersamai haji Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mempelajari tuntunan-tuntunan haji yang sesuai dengan apa yang Allah perintahkan kepadanya.

Lihat juga bagaimana semangat sahabiyah Asma’ binti Humais tatkala dirinya mendapati satu permasalahan fikih yang belum diketahui hukumnya, maka beliau langsung bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga menjadi jelaslah bagi dirinya permasalahan tersebut. Dan beliau pun dapat melanjutkan rangkaian amal ibadah hajinya dengan perasaan tenang dan tanpa ada keraguan.

Kedua, Ibadah haji adalah bukti ketauhidan dan ketundukan seorang hamba kepada Allah Ta’ala

Mereka yang sedang berangkat haji atau siapa pun yang hendak melaksanakan haji, hendaknya meluruskan niat di dalam hatinya. Tujuan perginya adalah semata-mata untuk menjawab panggilan dan seruan Allah kepada diri-Nya. Tidaklah ia berangkat haji hanya untuk gengsi, ingin dipanggil dengan gelar haji, ataupun niat-niat tidak ikhlas lainnya, karena Allah Ta’ala berfirman,

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27)

Beberapa ahli tafsir mengatakan,

“Ketika Nabi Ibrahim telah selesai membangun Baitullah, malaikat Jibril mendatanginya, kemudian ia memerintahkan Ibrahim untuk menyeru manusia untuk melaksanakan ibadah haji. Maka, Ibrahim menaiki maqam dan berseru, ‘Wahai manusia sekalian, diwajibkan atas kalian ibadah haji di Baitullah, maka penuhilah panggilan Tuhan kalian, ‘Laabbaik Allahumma Labbaik.’” (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, karya Syekh Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar)

Panggilan tersebut kita sambut dengan kalimat talbiyah, kalimat yang penuh ketauhidan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. ‘Abdullah bin ‘Umar menuturkan kepada kita bahwa talbiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah,

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ

“Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu).” (HR. Bukhari no. 1549 dan Muslim no. 1184)

Sungguh, sebuah ucapan yang sangat mulia, ucapan yang sarat akan makna ketauhidan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Di dalamnya, seorang hamba mengakui bahwa tidak ada sekutu dan sesembahan selain Allah Ta’ala dan sesungguhnya segala kenikmatan datangnya dari Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, seorang jemaah haji hendaknya mengamalkan ikrar tersebut. Baik di dalam ibadah hajinya, maupun tatkala telah selesai dan pulang ke negerinya. Tidaklah ia beribadah, kecuali kepada Allah Ta’ala. Dan tidaklah ia meminta apa pun, kecuali kepada-Nya.

Ketiga, Khotbah perpisahan beliau yang sarat akan ilmu nasihat

Haji merupakan salah satu momen kebersamaan terakhir Nabi dengan para sahabatnya dan kaum muslimin, tidak berselang lama darinya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam wafat meninggalkan kita.

Pada hari Arafah, hari puncak pelaksanaan ibadah haji dan hari ketika seluruh kaum muslimin berkumpul, beliau berkhotbah dengan khotbah yang ringkas, namun cukup untuk menjelaskan pokok-pokok ajaran Islam yang telah beliau dakwahkan selama ini.

Di antara yang beliau sampaikan adalah:

Pertama: Kehormatan darah dan harta seorang muslim.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan,

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya menumpahkan darah, merampas harta sesamamu adalah haram sebagaimana haramnya berperang pada hari ini, pada bulan ini, dan di negeri ini.”

Kedua: Penekanan akan keharaman riba, baik di masa jahiliah maupun dalam syariat Islam.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ ، وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ

“Begitu pula telah kuhapuskan riba jahiliyah. Yang mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya, riba itu kuhapuskan semuanya.”

Ketiga: Perintah untuk saling menyayangi dan menghormati antara suami dan istri. Serta memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَاتَّقُوا اللهَ فِي النِّسَاءِ ، فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ ، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ ، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ ، فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ ، وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Kemudian jagalah dirimu terhadap wanita. Kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah Allah, dan mereka halal bagimu dengan mematuhi peraturan-peraturan Allah. Setelah itu, kamu punya hak atas mereka, yaitu supaya mereka tidak membolehkan orang lain menduduki tikarmu/kasurmu. Jika mereka melanggar, pukullah mereka dengan cara yang tidak membahayakan. Sebaliknya, mereka pun punya hak atasmu. Yaitu, nafkah dan pakaian yang pantas.”

Keempat: Wasiat untuk senantiasa berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

وَقَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ ، كِتَابُ اللهِ

“Kuwariskan kepadamu sekalian suatu pedoman hidup, yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, maka kalian tidak akan tersesat setelahnya, yaitu Al Qur’an.” (HR. Muslim no. 1218)

Itulah tiga pelajaran penting yang dapat kita ambil dari kisah haji Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga kita semua dapat mengambil ibrah dan pelajaran darinya dan semoga Allah pertemukan kita semua dengan Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di surga-Nya kelak. Amin.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc. 

Sumber: https://muslim.or.id/95626-tiga-pelajaran-penting-dari-haji-nabi.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Bolehkah Perempuan Haid Wukuf di Arafah?

Bolehkah perempuan yang sedang haid melakukan wukuf di Arafah? Salah satu rukun haji yang harus dilakukan adalah wukuf di Arafah, wukuf di Arafah merupakan rukun yang sentral dalam ibadah haji. Sebagaimana hadits Riwayat Tirnidzi, Rasulullah SAW menyerukan:

الْحَجُّ عَرَفَةُ، مَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعِ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ، 

Artinya: “Haji itu adalah wukuf di Arafah, barang siapa yang telah datang untuk wukuf di Arafah pada malam sebelum terbit fajar, maka ia sungguh telah mendapati haji.” (HR.Tirmidzi 889)

Dalam penjelasannya, diterangkan bahwa inti dari haji dan sebagian besar rukun-rukunnya adalah wukuf di Arafah, karena haji tidak sah jika wukuf di Arafah terlewatkan. Hal ini juga sependapat dengan yang dikatakan oleh Syekh Izzuddin Abdul Salam yang mengatakan bahwa sahnya haji tergantung pada wukuf di Arafah. (Abu al-Ula Muhammad Abdurrahman al-Mubarakfauri, Tuhfah al-Ahwadzi, juz 3, hal 540)

Namun kemudian terdapat pertanyaan, apakah boleh perempuan yang sedang haid melaksanakan wukuf di Arafah?

Untuk menjawab itu, perlu kiranya kita ketahui bahwa terdapat dua kewajiban utama dalam pelaksanaan wukuf di Arafah. Pertama, wukuf harus dilakukan pada waktu yang ditentukan, yaitu mulai dari tergelincirnya matahari pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga terbitnya fajar shadiq pada hari Nahar (10 Dzulhijjah). Kedua, wukuf harus dilakukan oleh orang yang dianggap ibadahnya (ahlan lil ‘ibadah). (Taqiyuddin Abu Bakar al-Hishni, Kifayatul Akhyar, hal 214)

Sehingga seseorang tetap dikatakan telah melakukan wukuf meski ia hanya berada di wilayah Arafah sebentar saja, atau bahkan ketika ia hanya tidur di Arafah. Dengan begitu, maka perempuan yang sedang haid tidak terlarang untuk melakukan wukuf di Arafah. Ini karena dua kewajiban wukuf hanya mencakup batas waktu wukuf dan seseorang yang dianggap mampu untuk beribadah (ahlan lil ‘ibadah).

Kendati demikian, terdapat keterangan mengenai beberapa adab yang dianjurkan untuk dipenuhi oleh seseorang yang melakukan wukuf di Arafah, yaitu sebagaimana keterangan dalam kitab al-Idlah:

السابعة: الأَفضلُ أن يكونَ مُسْتَقْبلاً لِلْقِبْلَةِ مُتَطهِراً سَاتِراً عَوْرَتَهُ فَلَوْ وَقَفَ مُحْدثاً أو جُنُباً أو حَائِضاً أوْ عَلَيْهِ نَجَاسَة أوْ مكشُوفَ الْعَوْرَةِ صَحَّ وقُوفُهُ وفَاتَتْهُ الفَضيلةُ

Artinya: “Kesunahan dan adab wukuf yang ketujuh: yang lebih utama adalah menghadap kiblat, suci dari hadats dan menutupi aurat. Sehingga jika seseorang wukuf dalam keadaan berhadast, junub, haid, terkena najis atau terbuka auratnya, maka sah wukufnya dan ia kehilangan keutamaan” (Syekh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Idlah, hal 283)

Berdasarkan keterangan kitab tersebut, maka haid tidak menghalangi seseorang untuk melakukan wukuf. Karena suci dari hadats hanya merupakan adab, bukan syarat, walaupun itu berarti ia telah kehilangan keutamaan. Jika ia tidak takut kehilangan waktu wukuf, hendaknya ia menunggu dirinya suci.

Namun jika ditakutkan waktu wukuf segera habis, makai a boleh melakukan wukuf di Arafah meski dalam keadaan haid. Hal ini juga dikuatkan dengan keumuman hadits Rasulullah SAW, sebagai jawaban atas sayyidah Aisyah RA yang berada di Makkah sedang beliau dalam keadaan haid:

افْعَلِي كَمَا يَفْعَلُ الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي

Artinya: “lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh orang haji, kecuali kamu tidak melakukan thawaf di Baitullah hingga kamu suci” (Muttafaqun ‘alaih)

Dilihat dari hadits tersebut, dapat dipahami bahwa ketika seorang perempuan sedang melakukan ibadah haji, namun ia dalam keadaan haid, maka dia boleh melakukan apa saja yang menjadi ritual haji, kecuali thawaf. Termasuk menunjukkan kebolehan dan keabsahan dalam melakukan wukuf di Arafah. Perempuan tersebut bisa melakukan ibadah yang diperbolehkan ketika haid seperti berdzikir, dan sebagainya selama ia wukuf di Arafah.

Demikian penjelasan mengenai hukum keabsahan wukuf di Arafah bagi perempuan haid. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshowab.

BINCANG SYARIAH

Tata Cara Sholat Safar untuk Para Calon Jamaah Haji

Bagi para calon jemaah haji, momen keberangkatan menuju Tanah Suci merupakan awal dari sebuah perjalanan spiritual yang penuh makna. Di balik persiapan fisik dan materi, tidak lupa pula untuk membekali diri dengan amalan-amalan ibadah, salah satunya adalah Sholat Safar. Nah berikut tata cara sholat safar bagi jemaah haji.

Berdasarkan data dari Kementerian Agama, memasuki bulan dzulqa’dah, satu persatu para calon jemaah haji Indonesia telah memulai keberangkatannya. Gelombang pertama secara bertahap sudah mulai diberangkatkan ke Tanah Suci dari sejumlah embarkasi sejak Ahad, 12 Mei 2024 lalu.

Nah usai mengetahui jadwal pemberangkatan, para calon jamaah haji Indonesia tentunya harus bergegas mempersiapkan diri. Khususnya di awal perjalanan menuju ke tanah suci. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam bagi para jamaah adalah menunaikan sholat sunah safar. Sholat safar sendiri sunnah dilakukan ketika hendak berangkat safar (berpergian). 

Namun berpergian dalam hal ini bukan berarti berpergian dengan tujuan maksiat, melainkan berpergian dengan maksud yang baik seperti berdagang, berangkat haji, mencari pekerjaan, dan sebagainya.Tujuan dilakukannya sholat safar adalah agar mendapat keselamatan, keridaan, serta keberhasilan atas apa yang dicita-citakan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,”Apabila engkau akan keluar dari rumahmu, bersholatlah dua rakaat, insyaallah dua rakaat itu akan memelihara dirimu dari tempat keluarnya keburukan. Dan apabila engkau masuk ke dalam rumahmu, maka bersholatlah dua rakaat, insyaallah dengan dua rakaat itu memeliharamu dari masuknya keburukan.” (HR Baihaqi)

Selain itu, dikutip dari kitab Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abu Aulia dan Abu Syauqina, diriwayatkan dari Muth’am bin Miqdam RA, Rasulullah SAW bersabda,”Tidak ada sesuatu yang lebih utama yang ditinggalkan seseorang kepada keluarganya daripada sholat dua rakaat di sisi mereka (di rumah) sebelum melakukan perjalanan.” (Riwayat ini terdapat dalam Faidhul-Qadir karya Munawi)

Tata Cara Sholat Safar sebelum Berangkat Haji


Muhammad Sholikhin dalam buku Panduan Shalat Sunah Lengkap menjelaskan tata cara sholat safar sebagai berikut.

1. Membaca niat sholat safar

أُصَلِّي سُنَّةَ لِإِرَادَةِ السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ أَكْبَرُ

Uṣallī sunnata li-irādati as-safari rak‘ataini lillāhi ta‘ālā Allāhu akbar.


Artinya: “Aku berniat sholat hendak bepergian dua rakaat karena Allah ta’ala. Allahu akbar.”

2. Dikerjakan sebanyak dua rakaat dengan gerakan dan bacaan seperti sholat biasa. Pada rakaat pertama, surah yang dianjurkan untuk dibaca setelah Al-Fatihah adalah Al-Kafirun atau Al-Falaq. Sedangkan pada rakaat kedua, dianjurkan membaca surah Al-Ikhlas atau An-Nas.


3. Setelah sholat dua rakaat, dianjurkan membaca ayat kursi dan surah Quraisy.

Selain sholat sunah safar, jemaah haji juga bisa membaca doa bepergian.


Doa ketika Keluar dari Rumah


Dinukil dari kitab Al-Adzkar karya Imam an-Nawawi yang diterjemahkan oleh Ulin Nuha, diriwayatkan dari Ummu Salamah RA, ketika Rasulullah SAW keluar rumah beliau membaca:

بِاسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أَضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَليَّ

Bismillāhi tawakkaltu ‘ala Allāh, Allāhumma innī a’ūdhu bika an adilla aw adalla aw azilla aw uzalla aw azhlima aw uzhlama aw ajhala aw yujhala ‘alayya.


Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang aku bertawakal kepada-Nya, ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari aku tersesat, aku disesatkan, aku berbuat dosa, aku dibuat berdosa, aku menganiaya, aku dianiaya, aku berbuat kebodohan dan dibuat bodoh (oleh keadaan).”


Doa ketika Naik Kendaraan


Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, ketika Rasulullah SAW hendak melakukan perjalanan dan menaiki untanya, beliau membaca takbir sebanyak tiga kali dan membaca doa sebagai berikut.

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبَّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

Artinya: “Maha Suci Engkau, sungguh aku benar-benar telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.”

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللَّهُمَّ هَوَ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَأَطْوِ عَنَا بُعْدَهُ


Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam perjalanan kami, perjalanan yang dalam kebaikan dan ketakwaan, dan termasuk amal yang Engkau ridai, ya Allah permudahlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah atas kami yang jauh.” (HR Muslim). 

BINCANG SYARIAH

Jamaah Haji Haid Saat Hendak Tawaf dan Harus Segera Pulang, Harus Bagaimana?

Haid atau menstruasi adalah salah satu hal yang menjadi perhatian jamaah haji wanita.

Haid atau menstruasi adalah salah satu hal yang menjadi perhatian jamaah haji wanita. Sebagian jamaah haji mengonsumsi obat untuk menghentikan haid sementara.

Bagaimana dengan jamaah haji yang tidak mengonsumsi obat tersebut sedangkan jadwal menstruasi bertepatan dengan saat ia hendak tawaf? Dalam buku Tuntunan Manasik Haji terbitan Kementerian Agama disebutkan sejumlah kekhususan haji bagi jamaah perempuan.

Perempuan yang hendak melakukan haji tamattu’ namun terhalang haid sebelum selesai umroh, maka ia harus melakukan sejumlah hal.

a. Menunggu suci kemudian melaksanakan tawaf, sa’i dan cukur.

b. Bila menjelang berangkat ke Arafah belum suci, dia mengubah niat menjadi haji qiran dengan dikenakan dam satu ekor kambing.

8. Jika jamaah perempuan segera pulang padahal belum melaksanakan tawaf ifadhah, maka langkah-langkah yang harus ia lakukan secara berurutan adalah:

a. Menunda tawaf dan menunggu sampai suci jika dia memiliki cukup waktu dan tidak terdesak oleh waktu kepulangan.

b. Meminum obat sekadar untuk memampatkan kucuran darah jika dia adalah jamaah haji gelombang I kloter awal yang harus segera balik ke tanah air.

c. Mengintai atau mengintip kondisi dirinya sendiri seandainya ada sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan kucuran darah haid mampat dalam durasi yang cukup untuk sekadar melaksanakan tawaf tujuh putaran.

Jika dia mendapati saat-saat kucuran darah haidnya mampat, jamaah perempuan itu harus segera mandi haid lalu menutup rapat lubang tempat darah berasal dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar apalagi menetesi masjid. Selanjutnya dia melakukan tawaf.

Jika setelah dia tawaf darahnya keluar lagi, kondisi ini namanya artinya lebih tepat diartikan bersih, yang kemungkinan tidak keluar darah. Ini pendapat salah satu qoul Imam Syafi’i.

d. Mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang membolehkan perempuan haid melakukan thawaf tetapi wajib membayar dam seekor unta.

e. Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah yang tidak menjadikan suci sebagai syarat sahnya tawaf jika kondisi yang dihadapi jamaah perempuan ini darurat, misalnya dia harus segera pulang ke tanah air dan menuju ke Madinah berdasarkan jadwal penerbangan yang ada, lalu segera melaksanakan tawaf ifadhah dengan menutup rapat-rapat tempat darah keluar dengan pembalut agar tidak ada setetes pun darah jatuh ke lantai masjid selama dia melaksanakan tawaf ifadhah. Jamaah perempuan yang melakukan cara ini tidak dikenakan dam.

IHRAM

Bolehkah Titip Doa Kepada Orang yang Berhaji?

Setiap kali ada seseorang yang kita kenal pergi melaksanakan ibadah haji, maka akan kita dapati masyarakat menitipkan doa kepada orang yang haji tersebut agar mendoakannya saat ibadah haji. Sebab menurutnya, doa orang yang haji akan diijabah oleh-Nya. Lantas bolehkah titip doa kepada orang yang berhaji?

Imam Nawawi dalam al-Azkar menyebutkan sebuah riwayat Imam baihaqi dari Abu Hurairah ra, dia berkata; Rasulullah Saw bersabda,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْحَاجِ وَلِمَنْ اسْتَغْفَرَ لَهُ الْحَاجُ

Allahummaagh fir lil haaji wa liman istaghfara lahul haajju

Artinya; Ya Allah, ampunilah orang-orang yang beribadah haji serta orang-orang yang dimohonkan ampunkan ampunan oleh prang-orang haji. (HR. Al-Baihaqi)

Doa ini merupakan doa yang sunnah kita ucapkan untuk orang yang pulang haji. Hadis tersebut juga menunjukkan bahwa meminta didoakan oleh orang yang beribadah haji  disunnahkan.

Dalam kitab Maqashid al-Hasanah, Syamsuddin al-Syakhawi menjelaskan bahwa seseorang yang pulang dari haji mabrur dosanya diampuni dan doanya diterima, maka mintalah didoakan olehnya sebelum ia memasuki pintu rumah.

Berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW, meminta didoakan oleh orang yang sedang menunaikan haji diperbolehkan dan bahkan dianjurkan. Hal ini menunjukkan bahwa doa dari orang yang sedang beribadah haji memiliki keutamaan dan lebih berpeluang untuk dikabulkan oleh Allah SWT.

Alasan utama mengapa doa dari orang haji lebih diutamakan adalah karena mereka sedang berada di tempat yang mulia dan penuh dengan keberkahan, yaitu Baitullah dan sekitarnya. Di tempat suci ini, para peziarah haji telah mensucikan diri, beribadah dengan penuh khusyuk, dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Doa mereka yang tulus dan penuh pengabdian diyakini lebih mudah mencapai Allah SWT.

Oleh karena itu, jika ada kesempatan, tidak ada salahnya untuk meminta didoakan oleh orang yang sedang menunaikan haji. Kita bisa menitipkan doa kepada mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan begitu, kita dapat berharap agar doa kita dikabulkan oleh Allah SWT melalui perantaraan doa orang-orang suci yang sedang beribadah di tanah suci.

Demikian penjelasan bolehkah bolehkah titip doa kepada orang yang berhaji? Semoga bermanfaat.

BINCANg SYARIAH

Antisipasi Pneumonia, Jamaah Haji Diimbau Hidup Bersih

Jamaah haji harus mengonsumsi makanan bergizi dan jaga kesehatan.

Kondisi sebagian jamaah haji masih kelelahan setelah menjalani puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina). Sementara, suhu di Tanah Suci saat ini bisa berpengaruh pada kondisi fisik dan kesehatan jemaah, dan bisa meningkatkan kasus Pneumonia (radang paru-paru).  

Untuk mengantisipasi terkena penyakit itu, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kementerian Agama mengimbau kepada jamaah haji Indonesia untuk disiplin dalam menjalani pola hidup bersih.

“PPIH khususnya bidang kesehatan mengimbau jamaah haji untuk disiplin pola hidup bersih dan sehat,” ujar Juru Bicara PPIH Pusat, Akhmad Fauzin dalam keterangan persnya di Media Center Haji (MCH) Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (13/7/2023).

“Disarankan jamaah untuk memakai masker, menghindari kontak fisik terutama dengan jamaah haji lain yang batuk atau pilek, serta mencuci tangan pakai sabun,”  ucap Fauzin.

Karena cuaca panas di Madinah juga, kata Fauzin, jamaah khususnya saat ziarah agar menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa payung atau topi, pelembab bibir dan  tabir surya.

“Selalu membekali dengan air mineral, minum yang cukup, jangan menunggu haus. Jangan sungkan meminta bantuan petugas khususnya petugas kesehatan untuk konsultasi dan penanganan kesehatan bila dibutuhkan,” kata Fauzin.

Terkait fase kepulangan jamaah sendiri, menurut dia, hingga Rabu (12/7/2023) kemarin pukul 24.00 WIB jamaah gelombang I yang telah tiba di Tanah Air sebanyak 57.251 orang, tergabung dalam 149 kelompok terbang (kloter).

“Hari ini, 13 Juli  2023 jamaah  gelombang I yang diberangkatkan ke Tanah Air dari Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah berjumlah 6.325 jamaah atau 17 kloter,” jelas dia.  

Sementara, rencana keberangkatan Jamaah dan petugas dari Tanah Suci ke Tanah Air pada Jumat (14/7/2023) besok berjumlah 8.093 orang yang terbagi dalam 21 kloter. “Jamaah yang wafat hingga tanggal 12 Juli 2023 pukul 24.00 Wib sebanyak 588 orang. Suhu di Madinah hari ini 30°C s.d. 44°C dan di Makkah berkisar antara 31°C s.d. 41°C,” kata Fauzin.

IHRAM

Tips dari ‘Jabar’ untuk Jamaah Haji Cegah Heat Stroke

Aktivitas saat cuaca sangat panas memiliki risiko tinggi terjadinya heat stroke.

Melaksanakan Shalat Jumat di Masjidil Haram di Makkah maupun di Masjid Nabawi di Madinah, menjadi impian setiap Muslim, khususnya bagi para jamaah haji. Namun, di tengah cuaca di Tanah Suci yang panas, berpotensi mengganggu kesehatan.

Untuk itu, diperlukan sejumlah antisipasi agar para jemaah haji tetap bisa melaksanakan ibadah dengan nyaman dan aman. Petugas Haji Daerah Provinsi Jawa Barat Bidang Kesehatan dari Kloter JKS 58, dr Dimas Erlangga Luftimas, mengatakan, jemaah tentunya harus memperhatikan kesehatannya pada saat berhaji.

Terlebih, saat ini cuaca di Arab Saudi mencapai 40 derajat celcius bahkan lebih. Terutama jemaah lansia yang memang mendominasi kloter asal Jabar. Ia mencermati Shalat Jumat wajib bagi jemaah pria, sehingga diperkirakan jumlahnya akan membeludak.

Risiko kesehatan yang dapat terjadi adalah heat stroke atau serangan panas. Gangguan ini memiliki gejala-gejala bermacam-macam, mulai dari kebingungan, pusing, kejang, bahkan bisa menyebabkan kematian.

“Yang mesti dilakukan tentunya adalah, kita menghindari sumber panas tersebut bagaimanapun caranya. Jangan sampai tubuh atau kepala kita terpapar sinar matahari atau panas secara langsung,” kata Dimas, Jumat (9/6/2023).

Jemaah juga disarankan berangkat lebih pagi ke masjid, agar bisa masuk dalam ruangan masjid dan tidak akan terlempar ke halaman masjid. Upaya kedua, katanya, usahakan menggunakan penutup kepala dan kalau bisa dibasahi. Penutup kepala ini di antaranya berupa topi, kopiah, atau menggunakan sorban.

“Nah itu bisa dibasahi dulu, lalu letakkan di atas kepala, dan hal itu akan mencegah paparan panas langsung ke kepala kita dan juga ke bagian badan yang lainnya,” kata dia.

Dimas menjelaskan, heat stroke merupakan suatu kondisi kelainan kesehatan atau fisik yang disebabkan paparan panas berlebihan atau ekstrem.

Salah satu tandanya peningkatan suhu tubuh bisa sampai 41 derajat celcius, dan bisa disertai gejala-gejala penurunan kesadaran, mual muntah, penurunan nafsu makan, kejang otot kemudian penurunan kesadaran.

“Apapun aktivitas yang dilakukan di bawah cuaca yang sangat panas, itu memiliki risiko tinggi untuk terjadinya heat stroke,’’ tutur Dimas. Hal lain yang bisa dilakukan adalah memakai pakaian longgar.

Pakaian longgar memungkinkan ada jarak antara paparan panas ke pakaian dengan paparan panasnya ke badan. Kemudian minum lebih banyak air, sebagaimana jemaah haji membutuhkan frekuensi minum lebih banyak daripada biasanya akibat peningkatan penguapan air dari tubuh.

IHRAM

Solusi Jemaah Haji yang Tidak Bisa Mencium Hajar Aswad

Berikut ini adalah solusi bagi jemaah haji yang tidak bisa mencium  hajar aswad agar tetap mendapatkan kesunnahan menciumnya. Setiap jemaah haji disunnahkan ketika melakukan tawaf untuk mencium dan ber-istilam (menyentuh) hajar  aswad.

Pengertian istilam adalah menyentuh hajar aswad dengan tangan di setiap awal putaran tawaf. Kesunnahan tersebut didasarkan kepada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Sahabat Jabir Ra;

عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: طَافَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌بِالْبَيْتِ ‌فِى ‌حَجَّةِ ‌الْوَدَاعِ عَلَى رَاحِلَتِهِ، يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِمِحْجَنِهِ لأَنْ يَرَاهُ النَّاسُ، وَليُشْرِفَ وَلِيَسْأَلُوهُ، فَإِنَّ النَّاسَ غَشُوهُ.

Artinya; “Dari Jabir Ra ia berkata; ‘Pada saat haji wada` Rasulullah Saw tawaf di baitullah di atas kendaraan. Lalu Rasulullah Saw ber-istilam kepada hajar aswad dengan tongkatnya agar manusia bisa melihatnya dan mendekat sembari bertanya. Karena pada saat itu para jemaah mengerumuninya.” (HR. Muslim).

Lalu apakah ada solusi agar tetap mendapatkan keutamaan mencium batu hitam yang sangat didambakan oleh banyak orang? Mari simak penjelasannya.

Banyak sekali keterangan dalam literatur kitab fikih yang menjelaskan solusi yang bisa dilakukan oleh jemaah haji agar tetap mendapatkan keutamaan mencium dan istilam hajar aswad.

Salah satunya sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya I`anatut Thalibin;

فإن عجز عن التقبيل استلم بيده اليمنى، فإن عجز عنه فباليسرى، فإن عجز عن استلامه استلمه بنحو عود ثم قبل ما استلم به، فإن عجز عن استلامه أشار إليه بيده أو بشئ فيها ثم قبل ما أشار به.

Artinya; “Jika tidak mampu mencium (hajar aswad) maka beristilam dengan tangan kanannya, jika tak mampu dengan tangan kirinya, jika tidak mampu istilam dengan tangan, maka istilam dengan kayu kemudian mencium kayu yang digunakan istilam tersebut.

Jika sama sekali tak mampu  ber-istilam, maka istilam dengan isyarah tangan atau dengan sesuatu yang ada di tangan lalu menciumnya (barang yang digunakan isyarah).

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa solusi bagi jemaah haji yang sulit untuk mencium dan menyentuh langsung hajar aswad (istilam) maka cukup dengan berisyarah dengan tangan atau sesuatu yang lain dan lalu menciumnya. Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Tips Bagi Jamaah Haji dari Madinah yang Baru Tiba di Makkah

Oleh Agung Sasongko dari Madinah, Arab Saudi

Sebanyak 58.981 jamaah haji Indonesia dari 153 kloter telah diberangkatkan ke Madinah. Sementara, 48.603 Orang jamaah haji masih berada di Madinah menunggu jadwal keberangkatan menuju Makkah.

Untuk hari ini dijadwalkan, 6.573 jamaah haji dari 17 kloter berangkat ke Makkah. Adapun jadwalnya, ada 11 kloter dijadwalkan berangkat pukul 8.00 Waktu Arab Saudi (WAS), dua kloter pada pukul 14.00 WAS, dan empat kloter pada pukul 18.00 WAS.

Nana Sudiana, jamaah haji dari SOC 10 berbagi kiat bagi Jamaah haji dari Madinah yang bari tiba di Makkah :

Pertama, hapalkan nama dan lokasi pemondokan (hotel).

Begitu sampai di pemondokan (hotel), jamaah haji bisa langsung meminta kartu nama hotel dan mencatat nama hotelnya.

Catat, bila perlu memfoto nama hotel di bagian depan gedung tersebut.

Jamaah juga bisa memastikan men-tag nama hotel di peta digital yang ada di telepon seluler masing-masing. Dari peta digital ini juga bisa dilihat, bangunan apa saja yang berada di sekitar hotel.

Tak lupa, dalam peta digital tadi, lihat juga arah, rute serta jarak tempuh hotel ke masjidil haram, baik bila dengan berjalan kaki atau dengan mobil.

Mengenal dengan baik nama hotel dan letaknya, di tengah bangunan yang hampir serupa akan menjadi kunci jamaah haji tak tersesat ketika menuju atau pulang dari masjidil haram. 

Kedua, kenali pintu masuk masjid dengan baik.

Menurut Nana yang juga Direktur Akademizi ini, Masjidil haram memiliki luas bangunan yang sangat besar. Luasnya sekitar 365 ribu meter persegi. Sebelum dilakukan revitalisasi, keseluruhan pintu masuk Masjidil Haram berjumlah 120 buah. 

Dari semua pintu, mengelompok menjadi lima pintu utama. Perinciannya mulai dari pintu bernama Bab King Fahad, nama ini mencakup pintu masuk nomor 70 hingga 93. Bab Umrah, King Abdul Aziz, King Abdullah, dan Safa Marwah mencakup pintu-pintu bernomor 20 sampai 25. 

Kelompok pintu King Fahd, King Abdul Aziz dan King Abdullah akan mengarahkan pada masjid baru hasil revitalisasi Masjidil Haram. Posisinya tepat menghadap Hotel Dar at Tauhid Continental serta Zam-zam Tower.

“Penamaan pintu ini sebenarnya ditujukan agar mudah dihafal jamaah,” kata dia.

Agar tak tersasar, jamaah haji bisa menghafalkan atau mencatat pintu masuk-nya. Bila sempat, foto saja dengan gadget masing-masing, nama pintu masuk dan nomor pintunya yang dilewati agar bisa dilihat kembali saat akan keluar masjid. 

Ketiga, temui petugas haji saat ada kendala.

Jamaah haji dari Indonesia dianggap paling beruntung, mengingat demikian banyaknya petugas dan pendamping haji yang disediakan untuk membantu jamaah. 

Para petugas di Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bekerja selama 24 jam di masjid di Masjidil haram, bahkan sejak dari hotel tempat jamaah haji menginap hingga di terminal-terminal bus shalawat serta di titik-titik tertentu pada rute-rute yang jamaah haji lalui. 

“Kadang ada sejumlah petugas yang memang sengaja menyisir jamaah yang tersesat atau tertinggal dari kelompoknya,” kata Nana.

Jadi bagi jamaah haji yang memiliki kendala, seperti lupa jalan kembali ke hotel, atau tertinggal dengan rombongan, pastikan bisa menemukan petugas haji Indonesia dan mintalah pertolongan mereka. Petugas haji ini mudah dikenali kerena mereka mengenakan seragam lengkap dan rompi dengan tulisan “Petugas Haji Indonesia Tahun 2023”.

Disebut Nana, keberadaan mereka juga tersebar di titik-titik strategis sekitar masjidl Haram, terminal bus shalawat serta sekitar pemondokan jamaah haji.

Apabila di antara jamaah haji juga mengalami kendala, seperti hilang barang, bingung mencari hotel dan lainnya, bisa segera temui petugas dan melaporkannya. Para petugas ini nanti dengan sigap akan membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Keempat, Kalau ragu dan tidak menguasai situasi dan kondisi, jangan pergi sendirian

Bagi jamaah haji, Nana menyarankan pergi berombongan atau berkelompok akan lebih aman. Karena sejatinya, pergi sendirian memiiki potensi tersasar lebih tinggi. Apalagi bagi jamaah haji yang berkategori lansia. 

Mengingat banyaknya jamaah lansia, disarankan ketika mereka hendak pergi ke masjidil Haram ajaklah beberapa orang dalam regu atau rombongan. 

“Dan kalaupun ketika bersama-sama ini juga tersasar, situasinya akan lebih aman,” kata Nana.

Pertama akan saling mengingatkan rute yang telah dilewati, dan kedua, bisa tenang secara psikologis, karena walau tersasar ada yang menemani.

“Jamaah yang berkelompok tidak akan mudah jatuh pada kepanikan atau stres. Dengan adanya beberapa orang, mereka lebih mudah mencari solusi bersama,” kata Nan

Kelima, selalu membawa serta alas kaki

Alas kaki atau sandal perlu mendapat perhatian khusus jamaah haji saat masuk ke masjid. Ini terkadang menjadi sumber kepanikan ketika jamaah hanya menaruh di rak yang ada di dekat pintu masuk masjid.

Sebaiknya, kata Nana, sandal atau alas kaki dimasukan dalam kantong khusus dan dibawa kemanapun jamaah berada saat di dalam masjid. 

Begitu jamaah haji keluar masjid, ia tak perlu lagi mencari dimana posisi sandalnya berada. Ini juga sekaligus mengantisipasi bila ternyata pintu keluar dari masjid berbeda dengan pintu ketika masuk. 

Beberapa kejadian, karena jamaah menemukan sandalnya, ia terpaksa keluar masjid tanpa alas kaki. Bila dipaksakan, apalagi untuk berjalan kaki menuju terminal bus shalawat yang agak jauh, kaki jamaah bisa terluka atau melepuh. Apalagi ketika kejadian-nya di siang hari yang panas. 

IHRAM

Tips Sa’i Aman Bagi Jamaah Risti dan Lansia

tempat sa’i semakin diramaikan jamaah haji dari berbagai kawasan.

Haji merupakan jenis ibadah yang memerlukan ketahanan fisik. Bagi jamaah yang tergolong kategori risiko tinggi (risti) dan lanjut usia (lansia), dibutuhkan strategi untuk bisa menjalankan ibadah umrah dengan baik dan aman, terutama saat Sa’i.

Tips berikut bisa dilakukan jamaah risti dan lansia saat menjalankan sa’i. Jamaah bisa menggunakan metodenya istirahat-istirahat,” kata Juru Bicara PPIH Pusat, Ramadhan Harisman, dalam keterangan pers yang didapat Republika.co.id, Ahad (11/6/2023).

Dari Safa ke Marwa, jamaah disebut harus jalan kaki kurang lebih 400 meter. Saat jalan dari Safa ke Marwa jamaah bisa berhenti sejenak dan istirahat dulu, lalu berdoa selama dua menit untuk menurunkan denyut nadi.

Adapun yang terpenting, Ramadhan meminta jamaah untuk memberikan kesempatan jantung beristirahat supaya tidak terlalu terforsir. Setelah istirahat sejenak, jamaah bisa kembali berjalan.

“Setiap putaran harus istirahat. Mungkin selesainya sa’i lebih lama, tapi lebih aman,” kata dia.

Ia pun menyebut ada baiknya jamaah yang masih muda dan sehat dapat mendampingi jamaah risti dan lansia. Hal ini bertujuan agar mereka tidak tertinggal dengan kelompoknya.

Jamaah yang memiliki riwayat penyakit jantung dan Penyakit Paru Osbstruktif Kronis (PPOK) disarankan memakai kursi roda, karena rawan terhadap serangan jantung. Petugas akan terus memantau jamaah risti karena mempunyai penyakit bawaan yang sudah diderita dari Tanah Air.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) hingga tanggal 10 Juni 2023 pukul 24.00 WIB, jumlah total kedatangan jamaah haji Indonesia di Arab Saudi berjumlah 118.541 orang atau 308 kelompok terbang (kloter).

“Jumlah jamaah dan petugas yang didorong hari ini dari Madinah ke Makkah sebanyak 6.270 orang atau 16 kloter,” ujar dia.

Disampaikan Ramadhan, terdapat tiga jamaah haji yang meninggal dunia di Makkah. Mereka atas nama Acu Sanan Inun asal kloter JKS 40, Bhunidhi Sahumi Samit asal kloter SUB 08, serta Asnawi Said Mihi asal kloter SUB 43

Sampai saat ini, jumlah jamaah haji yang wafat di Makkah sebanyak 15 orang. Secara keseluruhan, jamaah yang wafat berjumlah 40 orang dan sesuai ketentuan mereka akan dibadalhajikan. 

IHRAM