Pahala Tiada Putus: Menghadiahkan Alquran

SUDAH saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Keenam, menghadiahkan mushaf al-Quran.

Menghadiahkan al-Quran berarti memberi fasilitas orang lain untuk bisa mendapatkan pahala sebanyak huruf yang dibaca dalam al-Quran. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf dalam al-Quran maka dia mendapatkan satu pahala. Dan satu pahala dilipatkan 10 kali.” (HR. Turmudzi 3158).

Terutama ketika hadiah al-Quran itu tepat sasaran. Benar-benar diberikan kepada mereka yang rajin membaca al-Quran atau mereka yang menghafalkan al-Quran. Sangat disayangkan, jika al-Quran yang kita berikan itu salah sasaran. Diterima oleh mereka yang jarang membaca al-Quran, kecuali di bulan ramadhan.

(Baca juga artikel selanjutnya,… )

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2376983/pahala-tiada-putus-menghadiahkan-alquran#sthash.JXd3vmtQ.dpuf

Pahala Tiada Putus: Membangun Masjid

SUDAH saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kelima, membangun masjid.

Masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim 1560)

Karena di masjid, nama Allah diagungkan dan ditinggikan. Tempat ditegakkan shalat, ayat-ayat al-Quran dibacakan, ilmu agama disebarkan, umat Islam berkumpul, untuk maslahat agung lainnya. Allah memuji masjid dalam al-Quran, “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” (QS. an-Nur: 36).

Karena itu, orang yang membangun masjid, dia akan memperoleh pahala dari setiap aktivitas kebaikan yang dilakukan di masjid tersebut. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena mengharap wajah Allah, maka Allah akan bangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (Muttafaqun alaihi)

 

(Baca juga artikel selanjutnya,… )

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2376982/pahala-tiada-putus-membangun-masjid#sthash.RAnJowVv.dpuf

 

Baca juga:

Pahala Tiada Putus: Menanam Pohon Kurma

SUDAH saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Keempat, menanam pohon kurma.

Mengapa kurma? Kurma adalah pohon yang paling utama dan paling bermanfaat untuk manusia, barangsiapa yang menanam kurma lalu membagikan buahnya kepada kaum muslimin, maka pahalanya akan ia dapatkan dari setiap butir kurma yang dimakan. Dan setiap orang ataupun hewan bisa memperoleh manfaat dari buah kurma.

Sama halnya dengan orang yang menanam pohon yang bermanfaat lainnya, baik bermanfaat karena buahnya atau bermanfaat karena teduhnya atau karena lainnya. Dia juga akan memperoleh pahala. Dalam hadis ini disebutkan kurma, karenakan keutamaan dan keistimewaan kurma yang tidak dimiliki pohon lainnya.

(Baca juga artikel selanjutnya,… )

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2376981/pahala-tiada-putus-menanam-pohon-kurma#sthash.xTt38O19.dpuf

Pahala Tiada Putus: Menggali Sumur

SUDAH saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketiga, menggali sumur.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Suatu ketika ada seorang lelaki yang merasakan sangat kehausan, lalu ia menjumpai sebuah sumur. Diapun turun, lalu meminum airnya. Setelah itu ia naik lagi. Sesampainya di atas, dia melihat seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya memakan tanah yang lembab saking hausnya. Lelaki itu mengatakan, Anjing ini pasti merasa sangat kehausan sebagaimana hausku tadi.

Lalu ia kembali turun ke dalam sumur dan memenuhi sepatunya dengan air. Setelah itu ia beri minum anjing tersebut. (Oleh karena perbuatannya) Allah pun bersyukur kepadanya dan mengampuninya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah perbuatan baik kita terhadap hewan mendapat ganjaran pahala?” Rasulullah menjawab, “Pada setiap nyawa itu ada ganjaran pahala.” (Muttafaqun alaihi)

Jika hanya dengan memberi minum seekor anjing bisa menyebabkan semua dosanya terampuni, bagaimana pula dengan orang yang membuat sebuah sumur, yang bisa dimanfaatkan banyak orang? Tentu pahalanya sangat besar.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2376980/pahala-tiada-putus-menggali-sumur#sthash.SXpvBeMo.dpuf

Pahala Tiada Putus: Mengalirkan Sungai yang Mati

SUDAH saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kedua, Mengalirkan sungai yang mati.

Maksudnya adalah membuat aliran pada sungai yang tertahan airnya, agar air tersebut bisa mengalir ke tempat-tempat pemukiman masyarakat, sehingga orang lain bisa memanfaatkannya. Betapa besar kebaikan dari amalan yang mulia ini, memudahkan manusia memperoleh air yang merupakan kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan manusia.

Kata Syaikh Dr. Abdurrazaq, serupa dengan amalan ini adalah membangun penampungan air di tempat-tempat yang dibutuhkan manusia.

(Baca juga artikel selanjutnya,… )

MOZAIK

Pahala Tiada Putus: Mengajarkan Ilmu Pengetahuan

SUDAH saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Pertama, mengajarkan ilmu pengetahuan.

Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu yang bermanfaat, yang mengantarkan seseorang mengenal agama dan Rabbnya. Ilmu yang menjadi petunjuk seseorang ke jalan yang lurus. Ilmu yang mengenalkan jalan hidayah dan jalan kesesatan. Ilmu yang mengajarkan mana yang haq dan mana yang batil. Mana yang halal dan mana yang haram. Ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan seorang ulama yang memberi nasihat kepada umat. Para dai yang ikhlas memberika pencerahan bagi umat. Hingga Imam Ahmad pernah memuji ulama seperti orang yang menghidupkan masyarakat yang telah mati hatinya. Dalam pengantar bukunya ar-Rad ala Jahmiyah,

Segala puji bagi Allah yang menjadikan generasi ulama sebagai pejuang di masa fatrah dari para rasul. Mereka mengajak orang yang sesat menuju jalan petunjuk, bersabar terhadap setiap gangguan dari masyarakat. Mereka menghidupkan manusia yang mati hatinya dengan kitabullah.. dan membuat bisa melihat orang yang orang buta agama dengan cahaya Allah. Betapa banyak korban Iblis yang dia hidupkan, dan betapa banyak orang sesat dalam kebodohan yang mereka tunjukkan jalan hidayah. Sungguh indah kiprah mereka di tengah masyarakat, namun sungguh buruk sikap masyarakat yang tidak memahami hak mereka kepada ulama. (ar-Rad ala al-Jahmiyah, hlm. 6)

Ketika orang yang berilmu wafat, maka ilmu mereka pun tetap kekal di tengah-tengah masyarakat. Di saat jasad mereka tertanam di tanah kuburan, pahala mereka tetap bermunculan. Para ulama mengatakan, Saat ulama pergi, buku-buku mereka tetap kekal abadi.

Apakah ini juga berlaku untuk ilmu dunia? Pertanyaan ini pernah disampaikan kepada Imam Ibnu Utsaimin. Jawaban beliau, “Secara teks hadis, ilmu disini sifatnya umum, semua ilmu yang bermanfaat, bisa mendatangkan pahala. Hanya saja, yang paling bermanfaat adalah ilmu syariah. Andai ada orang yang wafat, dan dulu dia pernah mengajarkan tentang ketrampilan yang mubah, dan itu bermanfaat bagi orang yang diajari, maka dia mendapatkan pahala dan juga diberi pahala untuk memberikan ilmu semacam ini.” (Liqaat Bab al-Maftuh, 117/16).

(Baca juga artikel selanjutnya,… )

MOZAIK

7 Amal yang Tak Terputus Pahalanya

PARA penghuni kubur tergadai di kuburan mereka, terputus dari amalan saleh, dan menunggu hari hisab yang tidak diketahui hasilnya. Mereka berada dalam kesepian, hanya ditemani amalnya ketika di dunia. Dalam suasana demikian, ada beberapa orang yang kebaikannya terus mengalir.

Jasad mereka bersemayam dengan tenang di alam kubur, namun balasan pahala mereka tidak berhenti. Pahala mereka terus berdatangan, padahal mereka terdiam dalam kuburnya, menunggu datangnya kiamat. Sungguh masa pensiun yang sangat indah, yang tidak bisa terbeli dengan dunia seisinya. Dalam hadis dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

 

Ada tujuh amalan yang pahalanya tetap mengalir untuk seorang hamba setelah dia meninggal, padahal dia berada di dalam kuburnya: (1) orang yang mengajarkan ilmu agama, (2) orang yang mengalirkan sungai (yang mati) (3) orang yang membuat sumur, (4) orang yang menanam kurma, (5) orang yang membangun masjid, (6) orang yang memberi mushaf al-Quran, dan (7) orang yang meninggalkan seorang anak yang senantiasa memohonkan ampun untuknya setelah dia wafat. (HR. al-Bazzar dalam Musnadnya 7289, al-Baihaqi dalam Syuabul Iman 3449, dan yang lainnya. Al-Albani menilai hadis ini hasan).

 

Sudah saatnya kita bersemangat menanam investasi pahala selama masih di dunia. Karena masa hidup di dunia adalah kesempatan yang Allah jadikan tempat beramal. Untuk masa yang lebih abadi di setelah wafat. Kita akan melihat lebih dekat 7 amal yang dijanjikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam pahalanya tetap mengalir pada tulisan selanjutnya.

(Baca juga artikel selanjutnya,… )

MOZAIK

Awas! Jika Jadi Sebab Orang Lain Berbuat Maksiat

ALLAH mencatat bentuk amal yang mereka kerjakan dan pengaruh dari amal itu. Jika baik, maka dicatat sebagai kebaikan. Dan jika buruk dicatat sebagai keburukan. Ini seperti yang disebutkan dalam hadis dari sahabat Jarir bin Abdillah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Siapa yang menghidupkan sunah yang baik dalam Islam, kemudian diikuti oleh orang lain setelahnya maka dicatat untuknya mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Siapa yang menghidupkan tradisi yang jelek di tengah kaum muslimin, kemudian diikuti oleh orang lain setelahnya, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun. (HR. Muslim 2398, Ahmad 19674, dan yang lainnya)

Ayat di atas selayaknya memberikan motivasi bagi kita untuk semangat dalam menyebarkan kebaikan serta merasa takut ketika melakukan perbuatan yang mengundang orang lain untuk bermaksiat.

 

MOZAIK

Pahala Jejak Kaki Ketika Menuju Ketaatan

ALLAH tidak hanya mencatat amal perbuatan yang kita lakukan, namun Allah juga mencatat semua pengaruh dari perilaku dan perbuatan kita. Allah berfirman, Sesungguhnya Kami yang menghidupkan orang mati, Kami catat semua yang telah mereka lakukan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan semuanya kami kumpulkan dalam kitab (catatan amal) yang nyata. (QS. Yasin: 12)

Al-Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan dua tafsir ulama tentang makna kalimat, bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Pertama, Jejak kaki mereka ketika melangkah menuju ketaatan atau maksiat. Ini merupakan pendapat Mujahid dan Qatadah sebagaimana yang iriwayatkan oleh Ibnu Abi Najih.

Di antara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma, bahwa ada Bani Salamah ingin berpindah membuat perkampungan yang dekat dengan masjid nabawi. Karena mereka terlalu jauh jika harus berangkat salat jemaah setiap hari ke masjid nabawi. Ketika informasi ini sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Wahai Bani Salamah, perjalanan dari rumah kalian ke masjid akan dicatat jejak-jejak kaki kalian.” (HR. Muslim 1551, dan Ahmad 14940)

MOZAIK

Bela agama dan Iman akan Berbuah Manis

Sebelum menerima cahaya iman, Hamzah bin Abdul Muthalib larut dalam kehidupan duniawi. Ia gemar mabuk-mabukan dan berfoya-foya. Ia juga bersikap begitu fanatik terhadap sukunya, Bani Hasyim.

Bila merujuk pada nasab, Hamzah merupakan salah seorang paman Nabi Muhammad SAW. Tapi, saat itu Hamzah bin Abdul Muthalib masih acuh tak acuh terhadap ajaran yang disebarkan keponakannya tersebut.

Sekalipun membela Muhammad, hal itu dilakukannya lebih karena fanatisme kesukuan. Siapa pun yang menyakiti Muhammad, Hamzah bin Abdul Muthalib tidak akan tinggal diam.

Suatu malam, Hamzah berjalan pulang ke rumahnya. Ia baru saja selesai berburu. Di tengah perjalanan, seorang budak milik Abdullah bin Jud’an mencegatnya. Bukan main kagetnya Hamzah mendengar perempuan itu berkata setengah berteriak, Wahai Tuan, alangkah hinanya keturunan Abdul Muthalib!

Ada apa? tanya Hamzah yang mencoba mengendalikan dirinya.

Kalau Tuan melihat apa yang dilakukan Hakam bin Hisyam terhadap keponakan Tuan, Muhammad, tentu Tuan akan marah besar. Kondisinya sangat menyedihkan karena keponakan Tuan itu dicaci-maki dan disakitinya, kata budak perempuan ini. Hakam bin Hisyam adalah nama lain Abu Jahal.

Amarah Hamzah tidak bisa dikendalikan lagi. Benarkah kata-katamu ini, wahai budak? tanya Hamzah.

Sungguh, saya tidak berdusta, Tuan, jawab perempuan yang masih menyembunyikan keislamannya itu. Maka, Hamzah bin Abdul Muthalib bergegas pergi ke kediaman Nabi Muhammad.

Ia ingin mendengarkan kabar ini langsung dari keponakannya itu. Bagaimanapun, Hamzah sangat benci bila Muhammad dihina di depan umum sampai-sampai seorang budak menganggap rendah tabiat Bani Hasyim, khususnya anak-cucu Abdul Muthalib.

Kebetulan, Hamzah berpapasan dengan beberapa orang yang sedang berkumpul di tepi jalan. Salah satunya adalah Abu Jahal. Bahkan, saat itu Abu Jahal sedang menjelek-jelekkan Nabi Muhammad dengan kata-kata yang sangat menghina.

Begitu mendengar celotehan Abu Jahal, Hamzah segera mengambil busur panahnya dan memukul kepala Abu Jahal dengan benda itu sekeras mungkin hingga mengucurkan darah. Abu Jahal tersungkur di depan anak buahnya.

Hai Hakam! Sekali lagi kamu menghina keponakanku, berikutnya kamu akan saya lawan lebih keras lagi! bentak Hamzah. Apa kamu sekarang sudah melindungi Muhammad? Apa kamu telah keluar dari ajaran nenek moyang kita? tanya Abu Jahal sambil menahan kesakitan kepada Hamzah.

Saya tidak peduli dengan kata-katamu. Buat saya, apa yang diucapkan Muhammad itu benar, tegas Hamzah. Ia kemudian meneruskan perjalanannya ke rumah Nabi Muhammad.

Sesampainya di sana, Hamzah menemui Rasulullah dan menanyakan keadaannya. Kemudian, Hamzah bertanya kepada keponakannya itu, Wahai keponakanku, saya telah melakukan perbuatan yang saya sendiri tidak tahu apakah benar atau salah. Karena itu, kabarkanlah kepada saya kebenaran yang engkau bawa. Saya sangat menantikan nasihat-nasihatmu.

Rasulullah membacakan beberapa ayat suci Alquran. Hal ini sangat menyentuh hati Hamzah bin Abdul Muthalib. Kepercayaannya terhadap takhayul penyembahan berhala sirna. Cahaya iman meresap ke dalam relung hatinya. Ia menyatakan diri masuk Islam.

Aku bersaksi bahwa engkau adalah orang yang benar dengan segala kesaksian. Maka, sebarkanlah dakwah sejak saat ini dengan terang-terangan. Demi Allah, saya tidak ingin hidup dengan kepercayaan saya yang dulu, ujar Hamzah.

Begitulah kisah paman Nabi yang memeluk risalah Islam itu, sebagaimana dinukil dari buku ‘101 Sahabat Nabi’ tulisan H Andi Bastoni. Sejak menjadi Muslim, Hamzah bin Abdul Muthalib setia mendampingi Nabi Muhammad dalam setiap dakwah dan jihad. Kaum musyrik Quraisy pun mulai gentar dengan kekuatan Islam. Salah satu bentuk pembelaannya adalah ketika ‘Umar bin Khaththab menggedor-gedor rumah al-Arqam pada suatu malam. Di sana, Rasulullah, para sahabat, dan Hamzah sedang berkumpul dalam majelis Alquran.

Biarkan saya yang membukakan pintu, wahai Rasulullah. Jika ia datang dengan maksud baik, kita sambut dengan baik pula. Namun, bila ia dengan niat jahat, Umar akan berhadapan dengan pedang saya, kata Hamzah.

Nyatanya, kehadiran Umar tidak lain untuk menyatakan syahadat. Nabi menyambutnya dengan sukacita. Demikian pula dengan Hamzah bin Abdul Muthalib dan para sahabat di kediaman al-Arqam. Kini, umat Islam Makkah kian kuat setelah jawara Quraisy tersebut berada di pihaknya.

Namun, posisi politik kaum musyrik semakin mapan di Makkah. Sebaliknya, umat Islam di sana semakin terjepit. Rasulullah sendiri didera duka mendalam lantaran kematian Khadijah RA, istrinya yang selalu setia mendukung dakwah Islam, serta Abu Thalib, sang paman yang begitu berpengaruh di tengah kaum Quraisy. Akhirnya, umat Islam Makkah diimbau untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah).

Hamzah bin Abdul Muthalib juga turut pindah. Ia tinggalkan harta bendanya di Makkah untuk mengikuti Rasulullah SAW memulai menyusun kekuatan di kota baru.

Beberapa waktu kemudian, umat Islam dari kalangan Anshar dan Muhajirin mesti menghadapi kaum musyrik di Perang Badar. Hamzah tampil sebagai pahlawan perang yang mampu merobohkan para jagoan musyrikin Quraisy.

Dari kubu Muslimin, Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib, dan Ubaidah bin Harits merupakan punggawa yang maju menjawab tantangan Utbah bin Rabi’ah, provokator dari kubu musyrikin setelah ia berseru, Hai Muhammad, keluarkan lawan-lawan yang sepadan bagi kami!

Pada akhirnya, ketiga pahlawan Muslim itu mampu menumbangkan setiap lawannya di ajang duel satu lawan satu itu. Ketiga petarung dari kubu Quraisy bergelimpangan. Kaum Muslim pun meraih kemenangan dengan gemilang dalam Perang Badar, meskipun kalah dari segi jumlah pasukan. Banyak di antara pasukan musyrikin yang dibunuh atau tertawan.

Berita kekalahan kaum musyrik sampai di Makkah. Kesedihan meliputi penduduk kota itu. Salah satunya, istri Abu Sufyan, Hindun binti Utbah. Sebab, ayah dan kedua saudara kandungnya mati terbunuh dalam Perang Badar lantaran lesatan pedang Hamzah.

Waktu bergulir terus. Sampailah kaum Muslimin dan musyrik berhadap-hadapan kembali di medan laga. Kali ini adalah Perang Uhud.

Berbeda dengan pertempuran sebelumnya, dalam perang Uhud kaum musyrik mendapatkan dukungan langsung dari para perempuan. Mereka membawa berbagai panji-panji dan alat tabuh untuk mengobarkan semangat kaum lelakinya. Di antara mereka adalah Hindun. Ia ingin agar pasukan Quraisy mampu melampiaskan dendam kematian para keluarganya yang mati terbunuh di medan Badar.

Sebelumnya, Hindun mengandalkan jasa Jubair bin Muth’im, pemuka Quraisy yang memiliki budak ahli lempar lembing. Budak itu, Wahsyi namanya (kelak masuk Islam) ditawarkan agar menebus status merdeka dan sejumlah hadiah kekayaan dengan satu syarat: Ia bisa membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib dengan lesatan tombaknya. Hindun sungguh-sungguh membenci paman Rasulullah SAW itu karena telah membunuh Tha’imah bin ‘Adi, paman Hindun.

Dalam Perang Uhud, Hamzah tampil dengan gagah berani. Ia menebas setiap musuh Allah yang hadir di depan matanya. Pasukan Islam berhasil mendesak pasukan musyrik Quraisy. Begitulah mulanya hingga keadaan tiba-tiba berbalik.

Saat pasukan musyrikin mulai terbirit-birit lari dari gelanggang perang, pasukan pemanah dari kubu Muslimin mulai meninggalkan pos mereka. Padahal, Rasulullah SAW sudah berpesan agar mereka jangan beranjak dari atas bukit. Rupanya, mereka merasa kemenangan sudah diraih dan berburu harta rampasan di lembah yang ditinggalkan kaum musyrik.

Begitu pasukan pemanah ini turun maka pasukan cadangan dari kubu Quraisy menyerang balik. Kini, pasukan Muslim justru terdesak oleh serangan yang dilancarkan pasukan Quraisy tersebut. Apalagi, konsentrasi sebagian besar pasukan Muslim mulai buyar lantaran merasa sudah memenangkan pertempuran.

Melihat kejadian itu, Wahsyi mulai keluar dari penyergapan. Dengan mengedap-endap, ia mencari titik buta Hamzah bin Abdul Muthalib yang sedang berdiri mencari-cari keberadaan Rasulullah.

Dari balik batu besar, Wahsyi melemparkan tombaknya ke arah punggung Hamzah. Paman Rasulullah itu tumbang. Setelah yakin benar itulah sasarannya, Wahsyi segera surut ke belakang pasukan karena hanya itulah tugasnya di Perang Uhud.

Melihat tubuh Hamzah yang sedang terhuyung-huyung, Hindun bergegas ke tengah medan pertempuran. Situasi serbakacau. Pasukan Muslim terkaget dengan serangan balik itu.

Sebagian mereka menyelamatkan diri, sebagian yang lain mencari-cari keberadaan Rasulullah. Sebab, beberapa pemuka pasukan musyrik sudah berseru-seru menyuarakan dusta bahwa Nabi SAW wafat di tangan mereka. Kepanikan menjalar untuk sejenak di tengah kaum Muslim.

Kondisi inilah yang dimanfaatkan Hindun. Begitu ia mendapati jasad Hamzah bin Abdul Muthalib, ia berteriak sukacita. Dengan pisaunya, Hindun membelah dada Hamzah dan mengeluarkan hatinya. Jantung sosok pahlawan Muslim itu dikunyahnya sambil berkata, Rasakan ini, Hamzah!

Abu Sufyan datang menghampiri istrinya itu. Dengan tombaknya, Abu Sufyan lantas menusuk mulut Hamzah. Rasakan ini sebagai pembalasanku atas perbuatan-perbuatanmu! seru Abu Sufyan.

Saat baku hantam mulai surut, pasukan musyrik kembali ke Makkah dengan perasaan gembira. Sementara, pasukan Muslim terkoyak dan lunglai lantaran didera kekalahan. Debu-debu peperangan mulai mereda. Mayat-mayat kaum Muslim mulai tampak.

Duka Mendalam Rasulullah SAW untuk Sang Paman

Berita gugurnya Hamzah bin Abdul Muthalib di antara para pahlawan Muslim lainnya sampai kepada Rasulullah. Dalam peperangan ini, Nabi SAW sendiri tidak luput dari luka. Giginya tanggal karena dipukul pasukan musyrik.

Demi menyaksikan jasad pamannya itu, Rasulullah sangat berduka. Betapa tidak. Tubuh Hamzah terpotong-potong menyedihkan. Isi perutnya terburai. Hidung dan kedua daun telinganya putus.

Aku belum pernah melihat pembunuhan sekeji ini. Belum pernah ada peristiwa yang membuatku marah seperti ini, ucap Rasulullah. Air mata kesedihan mengalir di atas wajahnya yang mulia. Rasulullah menshalatkan pamannya itu serta para mujahid Perang Uhud yang gugur menjemput surga-Nya.

Demikianlah akhir hidup sang paman Nabi SAW yang mencintai risalah Islam.

 

REPUBLIKA ONLINE