Megahnya Masjid Sultan Qabus Pecahkah Rekor Dunia

Oman tergolong sejahtera sebagai negeri produsen minyak di kawasan Teluk Persia. Selain industri energi, kerajaan ini juga mengandalkan sektor pariwisata untuk meningkatkan penerimaan. Salah satu destinasi yang menarik dikunjungi adalah Masjid Agung Sultan Qabus di Muskat, ibu kota negara tersebut.

Penamaan masjid ini merujuk pada Sultan Qabus bin Said as-Said yang memerintah Oman sejak 1970 sampai sekarang. Pada 1992 dia berinisiatif membangun sebuah masjid resmi untuk ke sultanan. Tiga tahun kemudian, gagasan sang raja mulai diwujudkan. Pengerjaan nya ditangani perusahaan konstruksi asal Inggris. Proyek besar ini akhirnya selesai pada Mei 2001.

Merujuk pada situs resmi Pemerintah Oman, kompleks Mas jid Sultan Qabus menempati lahan seluas 41,6 hektare. Ruang utama untuk shalat berdimensi 74,4 x 74,4 meter persegi. Daya tampung nya mencapai 20 ribu jamaah. Adapun ruang khusus jamaah perem puan dapat memuat 750 orang. Rumah ibadah ini dibangun dari bahan 300 ribu ton batu pasir yang diimpor dari India.

Besarnya Masjid Sultan Qabus memecahkan rekor dunia. Karpet yang melapisi lantai masjid ini merupakan yang terluas di dunia. Butuh waktu lebih dari empat tahun untuk menyelesaikan benda buatan tangan (hand-woven) ini. Demi kian pula dengan lampu gantung yang ter dapat di tengah langit-langit ruang utama shalat. Tingginya mencapai 14 meter dengan berat sekitar 8,5 ton.

Di sana tersemat sebanyak 1.122 bola lampu halogen, 600 ribu kristal Swarovski, serta lapisan- lapisan pendukung yang terbuat dari emas. Ada juga tangga khusus untuk para pekerja membersihkan lampu gan tung ini. Tentunya, pencahayaan juga didukung puluhan lampu-lampu kristal lain yang berukuran lebih kecil, tetapi tak kalah indahnya.

Bangunan Masjid Sultan Qabus didominasi warna putih. Adapun kubah utamanya diwarnai kuning keemasan dan dilapisi pola-pola yang tampak bagaikan rajutan benang. Pada malam hari tata cahaya membuatnya tampak begitu megah, bagaikan sebuah mahkota kera jaan. Empat menara besar bersandingan di tiap-tiap sudut bangunan utama. Masing- masing mereka memiliki tinggi hingga 45 meter. Di sekitar bangunan utama terdapat taman dan deretan pepohonan, sehingga menghadirkan kesan asri di tengah teriknya cuaca gurun.

 

REPUBLIKA

Sang Penjaga Terakhir Masjid Al-Aqsha

Kisah ini diceritakan seorang ahli sejarah dan  wartawan Turki bernama  Ilham Bardakci  dan Said Terzioglu. Saat itu tanggal 21 Mei 1972, Ilhan dan Said sedang berada di daerah Masjid Al Aqsha. Dirinya sedang berjalan di daerah halaman Masjid Al Aqsha saat matanya melihat sang serdadu tersebut.

Tinggi sang serdadu tua itu kurang lebih dua meter dengan wajah yang penuh bekas luka Serdadu tersebut berdiri dengan tegap mengawasi rombongan ahli sejarah tersebu Tinggi sang serdadu tua itu kurang lebih dua meter dengan wajah yang penuh bekas luka dan sepasang mata tajam. Serdadu tersebut berdiri dengan tegap mengawasi rombongan ahli sejarah tersebut.

Pria ini bernama Kopral Hasan Igdirli, lelaki berusia 93 ini adalah tentara terakhir Turki Ustmani yang meninggalkan masjid al-Aqsha, pada tahun 1982, bukan pulang ke negaranya, tapi ke pemakaman.

Kisah Ilhan Bardakci ini ditulis dalam benguk cerita berjudul “Saya Mengenalnya di Masjid al-Aqsha”.

“Itu kejadian beberapa tahun, tepatnya tahun 1972. Kala itu saya seorang jurnalis muda. Beberapa politisi dan pengusaha dari Turki berada di Israel untuk sebuah kunjungan kehormatan,” ujarnya dikutip laman IHH.

 

Ilham Bardakci menceritakan, kala itu dia sedanng berjalan-jalan di sekitar Al-Quds asy Syarif sampai tiba tepat di depan pintu Masjid al-Aqsha, tepatnya di “Area 12 Ribu Obor” yang dibangun oleh Sultan Khilafah Utsmaniyah  dari 1512 hingga 1520. Pemerintahannya terkenal karena ekspansi besar-besaran, khususnya penaklukannya antara 1516 dan 1517 dari seluruh Dinasti Mamluk, Mesir, yang mencakup; Syam, Hijaz, Tihamah, dan Mesir itu sendiri.

Sultan Yawoz Selim, ketika menggabungkan al-Quds ke dalam otoritasnya pada 30 Desember 1517, hadir di Masjid Al-Aqsha dan mendapati shalat isya’ dalam keadaan gelap. Sejak itu dia perintahkan pasukannya masing-masing prajurit menyalakan obor, jumlah mereka ada 12.000 tentara. Mereka semua shalat isya di area tersebut di bawah penerangan obor. Maka dinamainya area atau halaman tersebut dengan nama ini. Demikian tulis jurnalis Turki sebagaimana dikutip Palestine Information Centre (PIC).

Saat itu, Bardakci melihat Kopral Hasan di depan halaman kedua. Ketika dia bertanya kepada pemandu, siapa dia? Namuan jawaban yang didapat, kakek itu hanya seorang gila karena sudah ada di sini selama bertahun-tahun dan berdiri di seperti patung. Tidak pernah bicara apapun dengan siapapun. Dia hanya melihat ke arah Masjidil Aqsha Menunggu hingga matahari terbenam.

“Dia tidak berbicara atau mendengarkan siapa pun. Dia hanya menunggu, dia orang gila, kurasa.  Aku sudah cukup dewasa untuk tahu tidak ada yang akan melihat halaman tanpa alasan yang jelas. Apa yang tidak bisa saya dapatkan adalah, kilauan pada jenggot putihnya karena angin atau beban berat selama bertahun-tahun itu. Dia berdiri seperti burung merpati, akan menyiram dengan kalpak tua di kepalanya,” ujar sang pemandu.

Bardakci mendekatinya dan mengucapkan salam dengan bahasa Turki, “Selamu Aleykum baba (ayah).” Disapa demikian, dia gerakan matanya berbinar-binar. Ia lalu menjawab salam dengan bahasa Anatolia dengan fasih, “Aleykum Selam oğul (wahai anakku)!” Sang wartawan kaget dengan jawabannya menggunakan bahasa tersebut, lantas bertanya tentang identitasnya.

“Saya adalah Kopral Hasan dari Korps ke-20, Brigade ke-36, Batalyon ke-8, komandan Resimen senapan mesin ke-11,” ujar Hasan Igdirli.

 

Hasan bercerita, dirinya berasal dari Iğdır, Anatolia. Kala itu, pasukannya menggempur Inggris di Terusan Suez dalam sebuah perang besar. Namun tentaranya kalah hingga semua pasukan ditarik keluar dari Al-Quds.

“Ketika Negara Utsmani jatuh, dan agar tidak terjadi penjarahan dan perampokan di kota – al-Quds – pasukan Turki meninggalkan satu unit tentara sampai pasukan Inggris memasuki al-Quds, (biasanya pasukan yang menang tidak memperlakukan unit tentara yang kalah diperlakukan sebagai tawanan seperti ketika bertemu mereka). Saya bersikeras agar saya menjadi salah satu anggota unit ini dan menolak untuk kembali ke negara saya.

“Al-Quds adalah Pusaka Sultan Selim Han (Sultan Ottoman ke-9 dan Khalifah Utsmaniyah pertama). Tetap bertugas jaga di sini. Jangan biarkan orang-orang khawatir tentang ‘Ottoman (Utsmaniyah) telah mundur; apa yang akan kita lakukan sekarang”. Orang-orang Barat akan bersukacita jika Ottoman meninggalkan kiblat pertama  umat Islam dari nabi kita tercinta. Jangan biarkan kehormatan Islam dan kemuliaan Ottoman diinjak-injak,” ujar seorang letnan, pemimpin Kopral Hasan.

“Kami tinggal di al-Quds karena kami takut saudara-saudara kami di Palestina akan mengatakan bahwa Utsmani meninggalkan mereka. Kami ingin Masjid al-Aqsha tidak menangis setelah 4 Abad. Kami ingin sultannya para nabi, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, tidak bersedih. Kami tidak ingin dunia Islam berduka dan berkabung,” ujar Kopral Hasan.

Lebih lanjut Kopral Hasan menambahkan, “Kemudian setelah itu tahun-tahun yang panjang berlalu seperti kejapan mata. Semua teman-temanku sudah berpulang ke rahmat Allah satu demi satu (jumlah mereka ada lima puluh tiga orang), dan musuh-musuh tidak bisa menghabisi kami, tetapi taqdir dan kematian (yang mengakhiri kami),” ujarnya.

 

Kopral Hasan menyampaikan permintaan terakhir kepada Bardakci dan berkata, “Anakku, ketika kamu pulang ke Turki, pergilah ke Desa Tokat Sanjak (daerah ini sekarang bernama Pontus, red). Di sana ada komandan saya, Kapten Mustafa. Beliau yang menempatkan saya di sini sebagai penjaga di tempat suci ini, Masjid al-Aqsha dan meletakkan amanah di pundak saya. Cium tangannya untukku,  katakan kepadanya bahwa Kopral Hasan, Komandan Resimen Senapan Mesin ke-11, masih tegap berdiri menjaga Masjid al-Aqsha. Masih berdiri berjaga di tempat yang Anda tinggalkan sejak waktu itu. Dia belum pernah meninggalkan tugasnya untuk selamanya. Dia menginginkan doa-doa keberkahan Anda, komandan!”

Bardakci menyanggupi permintaannya sembari menyembunyikan air matanya yang telah meleleh. Bardakchi meraih  kepala Kakek Hasan dan berkali-kali menciumi keningnya.

”Saya kembali ke rombongan, seolah semua sejarah dihidupkan kembali dari buku dan didirikan di depanku. Saya mengatakan situasi itu kepada pemandu wisata dan dia tidak bisa percaya. Saya memberinya alamat rumah dan mengatakan: “tolong kabari saya jika terjadi sesuatu”.

Saat kembali ke Turki, Bardakci segera menuju wilayah Tokat untuk menyimpan amanah Kakek Hasan. “Saya menelusuri nama Letnan Mustafa Efendi dari catatan militer. Rupanya dia sudah meninggal beberapa tahun lalu. Saya tidak bisa mematuhi janji yang telah saya berikan. Dan tahun-tahun berlalu,  sampai pada tahun 1982, mereka memberi tahu ada telegraf di tempat saya bekerja. Ada satu baris tertulis: “Wali Utsmaniyah terakhir yang menjaga dan menunggu Masjid Al-Aqsa telah meninggal hari ini”.

Tahun 2017, Yayasan Bantuan Kemanusiaan Turki (IHH) meresmikan sebuah masjid megah di lingkungan Tel al-Hawa di Jalur Gaza.

Pembangunan Masjid ‘Onbaşı Hasan’ (Kopral Hasan), diambil dari nama Kopral Hasan yang telah setiah menjaga Masjid Al-Aqsha selama pendudukan Inggris di Yerusalem (Baitul Maqdis), hingga akhir hayatnya.

“IHH telah menyediakan sejumlah besar layanan dan bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak serangan 2008 dan hingga saat ini. Namun, saya pikir bantuan terbesar yang kami berikan adalah membangun masjid ini,” kata perwakilan IHH di Gaza, Muhammad Kaya.

Kopral Hasan tetap menjadi penjaga masjid al-Aqsha, meninggalkan tanah air dan rakyatnya. Di hatinya ada keberanian, kesetiaan dan kebanggaan yang hanya diketahui oleh orang-orang terhormat.*

 

HIDAYATULLAH

Banyak Tidur Dapat Mematikan Hati

KITA telah ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah dan di antara waktu yang kita diperintahkan untuk memanfaatkannya.

Akan tetapi, pada kenyataannya kita banyak melihat orang-orang melalaikan waktu yang mulia ini. Waktu yang seharusnya dipergunakan untuk bekerja, melakukan ketaatan dan beribadah, ternyata dipergunakaan untuk tidur dan bermalas-malasan.

Saudaraku, ingatlah bahwa orang-orang saleh terdahulu sangat membenci tidur pagi. Kita dapat melihat ini dari penuturan Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur yaitu bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan:

“Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan.

Waktu tidur yang paling bermanfaat yaitu:
1. tidur ketika sangat butuh,
2. tidur di awal malam (ini lebih manfaat daripada tidur di akhir malam),
3. tidur di pertengahan siang (ini lebih bermanfaat daripada tidur di waktu pagi dan sore). Apalagi di waktu pagi dan sore sangat sedikit sekali manfaatnya bahkan lebih banyak bahaya yang ditimbulkan, lebih-lebih lagi tidur di waktu Ashar dan awal pagi kecuali jika memang tidak tidur semalaman.

Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai salat subuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang saleh. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya berkah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah)

[Muhammad Abduh Tuasikal, MSc]

 

INILAH MOZAIK

Hari Selasa, Allah Menciptakan Hal yang Dibenci

DARI Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil tanganku dan bersabda:

‘Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan tanah pada hari Sabtu, kemudian menjadikan di dalamnya gunung-gunung pada hari Ahad, lalu menciptakan pepohonan pada hari Senin, kemudian menciptakan hal yang dibenci (kesusahan) pada hari Selasa,

Lalu menciptakan cahaya pada hari Rabu, menebarkan binatang melata di bumi pada hari Kamis, dan menciptakan Adam ‘alaihi salam ba’da Ashar pada hari Jumat, sebagai makhluk terakhir, di waktu terakhir pada saat-saat Jumat, antara waktu Ashar hingga malam menjelang (Maghrib).'”

[HR Muslim No.7231]

 

INILAH MOZAIK

Jangan Sepelekan, Ini 6 Bahaya Tidur di Pagi Hari

(Pertama) Tidak sesuai dengan petunjuk Alquran dan As Sunnah.

(Kedua) Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush saleh (generasi terbaik umat ini), bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.

(Ketiga) Tidak mendapatkan berkah di dalam waktu dan amalannya.

(Keempat) Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya.

Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Saadah, 2/216).

Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.

(Kelima) Menghambat datangnya rizki.

Ibnul Qayyim berkata, “Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit salat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat.” (Zaadul Maad, 4/378)

(Keenam) Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Maad, 4/222)

 

INILAH MOZAIK