Mengenal Mariyah al-Qibtiyah

Rasulullah memiliki banyak istri yang memiliki sejarahnya masing-masing. Istri-istri Nabi juga turut berperan di setiap perjalanan dakwah nabi dalam mengajarkan ajaran Islam. Karena itu, istri-istri Nabi merupakan perempuan hebat yang patut diteladani oleh generasi sekarang.

Salah satu istri nabi yang patut diteladani adalah Mariyah al- Qibtiyah. Ia disebutkan dalam banyak literatur adalah perempuan yang menyerahkan hidupnya kepada Allah, terutama setelah Rasulullah wafat. Ia banyak menyendiri dan selalu beribadah kepada Allah.

Mariyah adalah budak yang dihadiahkan dari seorang raja Mesir, Muqauqis, kepada Rasulullah. Muqauqis menjadikan Mariyah sebagai hadiah bersama Sirin (saudaranya) dan Maburi serta hadiah kerajinan dari Mesir. Selain itu, raja tersebut juga memberikan hadiah keledai dan kuda putih.

Ketika itu, Rasulullah mengajak raja tersebut untuk masuk Islam melalui surat yang dikirimnya lewat Hatib bin Baltaah. Raja tersebut menolak seruan Rasulullah tersebut, tetapi dia tetap menjamu Hatib dengan penuh kehangatan.

Hingga Hatib kembali kepada Rasulullah dengan oleh-oleh ha diah dari raja tersebut. Tapi dalam perjalanan, Hatib merasakan kesedihan pada diri Mariyah karena harus meninggalkan kampung halamannya. Hatib kemudian menghiburnya selama perjalanan dengan menceritakan sosok Rasulullah dan Islam. Pada saat itu, Mariyah diajak untuk memeluk Islam dan ia menerimanya.

Saudah Binti Zam’ah, Istri Nabi yang Humoris

Setelah wafatnya Abu Thalib (paman nabi) lalu disusul Sang Istri Khadijah, Rasulullah SAW dilanda kesedihan mendalam. Betapa tidak, keduanya merupakan orang yang dekat dan di cintai Rasulullah. Setelah meninggalnya Khadijah, Rasulullah tidak menikah selama satu tahun.

Kondisi yang dialami Rasulullah membuat para sahabatnya turut sedih sehingga Khulah binti Hakim yang tak lain istri Utsman bin Maz’un diutus menemui Rasulullah. Khulah merupakan salah satu perempuan mukmin dan salehah.

Setelah bertemu dengan Rasulullah, Khulah menyampaikan kesedihannya atas meninggalnya Khadijah. Dia pun menanyakan kepada Rasulullah alasan belum menikah lagi. Rasulullah menjawab, “Apakah ada seseorang setelah saya setelah Khadijah?” kata Rasulullah.

Mendengar pernyataan Rasulullah tersebut, Khulah lalu menawarkan Saudah binti Zam’ah, perempuan yang lebih tua dari Rasulullah. Keduanya lalu menikah pada Ramadhan tahun kesepuluh setelah kenabian. Saudah merupakan putri dari Zam’ah bin Qais dari Suku Quraisy. Saudah berasal dari keturunan Luiy, salah satu nenek moyang dari Rasulullah.

Ayah Saudah merupakan salah satu orang pertama yang memeluk Islam pada awal masa kenabian. Saudah pertama kali menikah, yaitu dengan sepupunya sendiri, Sakran bin Amr bin Abd Syams. Dari pernikahannya dikaruniai seorang putra bernama Abdurrahman. Saudah dan suaminya lalu memeluk Islam setelah dakwah Islam gencar dilakukan oleh Nabi SAW. Namun, suami Saudah meninggal ketika perjalanan dari Abyssinia ke Makkah atau kembali dari hijrahnya.

8 Hal yang Diperhatikan saat Menempati Rumah

TIDAK ada tata ritual khusus dalam masalah pindah rumah. Tidak ada salat atau bentuk-bentuk upacara khusus yang kita dapati dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal itu. Sehingga kita tidak boleh secara khusus mengarang sendiri ritual-ritual itu. Sebab kalau tidak benar, bisa menjadi bi’dah yang dilarang di dalam agama.

Tapi ada baiknya ketika pindah rumah, diperhatikan hal-hal yang bersifat akidah dan sosial berikut ini:

1. Hendaknya rumah yang baru akan anda tempati itu terbebas dari segala benda yang diharamkan untuk dipajang. Seperti patung dan gambar-gambar bernyawa. Sebab hal itu akan membuat malaikat rahmah tidak mau masuk.

2. Hendaknya ketika memilih rumah, anda meninggalkan segala bentuk kepercayaan syirik yang akan menjerumuskan anda ke dalam neraka. Misalnya, kepercayaan kepada feng-shui bahwa rumah yang letaknya tusuk sate itu tidak menguntungkan atau membawa sial. Dan beragam pandangan aneh lainnya yang dibuat-buat dan bertentangan dengan pandangan syariah.

3. Hendaklah rumah itu dibeli dengan cara-cara yang dibenarkan syariah. Hindari penggunaan fasilitas pinjaman berbunga dari lembaga keuangan konvensional. Sebab bila transaksi rumah dibeli dengan tata cara yang melanggar syariah, tentunya hukum kepemilikannya juga bertentangan dengan syariah juga. Apakah anda rela tinggal di sebuah atap yang dibeli dengan cara ribawi?

4. Sinari terus rumah anda dengan bacaan Alquran yang dibaca oleh penghuninya sendiri. Bukan hanya membunyikan kaset rekamannya saja. Juga siapkan ruangan khusus untuk shalat berjamaah dan juga tempat untuk mengaji dan belajar agama. Jangan sampai anda punya gudang, ruang parkir, halaman, bahkan kolam renang, tapi tidak punya tempat shalat dan mengaji. Ini tentu ironis sekali.

5. Bukalah lebar-lebar rumah anda buat segala bentuk kebaikan, baik untuk anggota keluarga atau pun tetangga. Dan tutuplah rapat-rapat dari segala aktifitas maksiat, laghwi dan kesia-siaan.

6. Buatlah rumah yang bersih, sehat, cukup sinar matahari dan sirkulasi udara. Rumah yang kotor, jorok dan gelap, apalagi banyak aktifitas maksiatnya, adalah tempat favorit buat makhluk halus yang memang kotor dan jorok. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ath-Thahuru syathrul iman.” Artinya bahwa kesucian itu bagian dari iman.

7. Rumah itu sejatinya adalah tempat untuk menutup aurat penghuninya. Maka perlu dibuatkan kamar-kamar dan ruangan-ruangan yang bisa menutupi aurat anggota keluarganya.

8. Pisahkan kamar anak laki dari kamar anak perempuan sejak mereka masih kecil. Jangan satukan anak laki dan anak perempuan dalam satu kamar, meski mereka saudara sekandung dan hubungannya sangat dekat.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]

INILAH MOZAIK

Syair: Dunia Penuh Bisik

Bayanganmu terekam pada permukaan piring, pada dinding
Pada langit, awan, ah, ke mana pun aku berpaling:
Dan di atas atap rumah angin pun bangkit berdesir
Menyampaikan bisikmu dalam dunia penuh bisik.

Masihkah dinihari Januari yang renyai
Suatu tempat bagi tanganku membelai?
Telah habis segala kata namun tak terucapkan
Rindu yang berupa suatu kebenaran.

Bayangan, ah, bayanganmu yang menagih selalu
Tidakkah segalanya sudah kusumpahkan demi Waktu?
Tahun-tahun pun akan sepi berlalu, kutahu
Karena dunia resah ‘kan diam membisu.

[Ajip Rosidi]

 

 

Berhaji di Usia Muda

Sebagian besar jamaah haji Malaysia adalah orang tua lanjut usia yang telah menunggu sangat lama untuk menunaikan rukun Islam kelima. Di tengah lautan jamaah senior ini, dua pemuda tampak menonjol.

Mereka berada di Tanah Suci bukan untuk menemani orang tua atau anggota keluarganya. Mereka akan berhaji untuk diri mereka sendiri. Firdaus Budiman baru berusia 22 tahun dan Mohammad Soleh Md Radzai berusia 23 tahun.

Tidak banyak pemuda seusia mereka yang berpikir untuk berhaji. Keduanya ditempatkan di ruangan yang sama di Hotel Abraj Al-Janadriyah dan sudah berteman sejak saat itu.

Firdaus mengatakan orang tuanya mendaftarkannya di Tabung Haji (TH) sejak dia lahir. Pendaftaran itu bukan tanpa kesulitan. Orang tua Firdaus menggunakan semua uang simpanannya yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun.

“Saya sebenarnya menerima tawaran untuk melakukan haji pada 2010 dengan orang tua dan dua saudara kandung saya tetapi kemudian dianulir oleh TH karena saya belum mencapai pubertas,” kata mahasiswa akuntansi di International Islamic University Malaysia itu.

Pemuda asal Johor ini mengatakan teman-temannya terkejut saat dia akan pergi haji di usia muda. Ia mengaku sangat bersyukur dan berterima kasih kepada orang tuanya yang telah menanamkan pengetahuan agama dan pentingnya melakukan haji.

“Saya gugup tetapi bersemangat. Yang saya harapkan adalah saya akan mencapai mabrur, haji yang diterima oleh Allah dan mendapatkan tempat di surga,” tambahnya dilansir di New Straits Times, Sabtu (4/8).

Mohammad Soleh juga didaftarkan antrean haji sejak ia lahir. Ia menerima tawaran tahun ini bersama dengan empat saudaranya yang lain. Namun, saudara-saudaranya tidak bisa memenuhi panggilan karena berbagai alasan.

“Karena saya telah menabung cukup banyak uang, saya memutuskan melanjutkan sendiri,” katanya.

Soleh mengatakan ayahnya membantu membimbingnya dan sekarang dia menerima bantuan dan dukungan dari teman-teman sekamarnya yang lebih tua. Ia mengatakan perjalanan haji kali ini tidak terlalu menakutkan karena ia baru saja melakukan umrah awal tahun ini.

Hukum Memelihara Burung Di Dalam Sangkar

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:

Bolehkah seseorang memelihara burung di dalam sangkar?

Jawab:

Tidak mengapa memelihara burung di dalam sangkar selama menyediakan apa yang menjadi kebutuhannya. Berupa makanan, minuman, membuat dia hangat dikala cuaca dingin, membuat dia sejuk dikala suasana panas. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

عذبتِ امرأةٌ في هرةٍ حبستْها حتى ماتت جوعًا قال : فقال واللهُ أعلمُ، فدخلت فيها النارَ. لا أنت أطعمتِها ولا سقيتِها حين حبستها، ولا أنت أرسلتِها فأكلتْ من خشاشِ الأرضِ

Seorang wanita diadzab karena kucing yang ia kurung sampai mati karena kelaparan. Ia masuk neraka karenanya. Kemudian dikatakan kepadanya: engkau tidak memberinya (kucing) makanan, tidak memberinya minuman, tidak juga melepaskannya sehingga ia makan dari mengais-ngais tanah” (HR. Bukhari – Muslim).

Adapun orang yang memelihara hewan dalam kandangnya, namun ia memberikan apa yang dibutuhkan hewan tersebut, maka ini tidak mengapa. Wallahu a’lam.

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=rbVHa_FFu5o

 

Penerjemah: Yulian Purnama

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44424-hukum-memelihara-burung-di-dalam-sangkar.html

Adakah Warisan dari Orangtua yang Kafir?

SETIAP seorang yang wafat dan memiliki harta benda, maka harta benda miliknya akan berubah status pemilik. Dalam hal ini menjadi milik ahli warisnya. Kalau rumah peninggalan dari ayah itu sudah dibagi waris, maka ahli waris sepenuhnya sudah jadi pemilik.

Dan sebagai pemilik, tentu saja berhak untuk melakukan apa pun atas hak miliknya. Mau dijual, disewakan, di tempati sendiri atau mau dirobohkan, semua merupakan hak sepenuhnya dari pemilik baru. Orang yang sudah wafat, tidak punya lagi hak atas harta benda yang selama ini menjadi miliknya. Kematian telah memisahkan dirinya dengan harta benda miliknya.

Ahli Waris Bukan Muslim

Ada tiga yang menjadi penghalang warisan. Atau dikenal dengan istilah mawani’. Yang pertama adalah pembunuhan. Yang keduanya adalah beda agama. Dan yang ketiga adalah perbudakan. Dalam mawani’ yang kedua, yaitu beda agama, pengertiannya adalah bila seorang muwarrist (orang yang meninggal dunia dan memiliki harta untukdibagi waris) dan ahli waris berbeda agama, maka tidak terjadi pewarisan antara kedua. Beda agama di sini maksudnya salah satunya muslim dan satunya lagi bukan muslim.

Maka kakak anda yang kafir itu tidak berhak atas harta muwarrits-nya (ayah atau ibunya). Karena ayah dan ibunya muslim, sedangkan dirinya bukan muslim. Maka gugurlah haknya untuk mendapatkan warisan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim.” (Bukhari dan Muslim)

Kekafiran bukan saja memutuskan jalur pewarisan, juga memutus jalur nasab secara hukum. Misalnya, seorang wanita yang muslimah dan ayahnya kafir selain ahli kitab, maka secara hukum syariah, ayahnya itu tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atas dirinya. Sebab salah satu syarat untuk seorang wali nikah adalah bahwa orang itu harus beragama Islam.

Bila Muwarrits Kafir dan Ahli Waris Muslim

Apabila muwarrits-nya kafir sedangkan ahli warisnya muslim, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa ahli waris muslim tetap mendapat harta warisan dari muwarrits yang kafir. Mereka mengaku bersandar pada pendapat Mu’adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Al-Islam ya’lu walaayu’la ‘alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya).

Sebagian ulama lainnya mengatakan tidak bisa mewariskan. Jumhur ulama termasuk yang berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc]

INILAH MOZAIK

Zikir di Tengah Kesibukan dan Hiruk-pikuk Pasar

SESEORANG di mana pun ia tinggal, termasuk di tengah-tengah pasar harus bisa sambil tetap sibuk dengan Allah. Alkisah, seorang pedagang besar hidup di Baghdad. Namanya Sarri As-Saqathi.

Layaknya seorang pedagang, ia pun menghabiskan sebagian besar hidupnya di pasar. Setiap hari ia pergi ke beberapa toko miliknya. Dengan ditemani ratusan karyawannya, ia pun ikut berjibaku mengontrol toko. Setiap pagi, ia membuka toko. Saking banyaknya toko yang ia miliki, ia pun harus bergilir dari satu toko ke toko lainnya.

Suatu hari, seperti biasa, ia akan menutup tirai pintu tokonya, lalu mendirikan salat bersama para karyawannya.

Ketika itu, datanglah seorang lelaki dari Gunung Lokam yang berniat untuk menemuinya. Sambil menyingkap tirai pintu toko Sarri, lelaki itu menyapanya dengan suara lantang, “Salam, saya datang untuk mengunjungimu.”

Mendengar suara itu, sebagian orang dalam toko, termasuk Sarri pun menengok ke sumber suara. Para karyawan terlihat tidak suka melihat orang tak dikenal tiba-tiba datang, dan membuka tirai langsungdimana perbuatan itu telah mengganggu waktu salat mereka yang sebentar lagi hendak didirikan.

“Dia tinggal di pegunungan,” komentar Sarri memaklumi seraya mendamaikan ketidaksukaan para karyawan.

Setelah dipersilakan masuk, Sarri pun mengajaknya untuk ikut salat berjemaah bersama. Usai salat, tamu itu kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, “Kami datang dari jauh khusus untuk menemui Tuan. Di daerah kami sedang kehabisan almond. Dan, kami dengar, Tuan memiliki banyak almond,” tutur lelaki tersebut. “Sebagai sesama pedagang, kami ingin membeli almond Tuan. Tentu saja Tuan bisa menjualnya lebih mahal, karena kami pun nanti akan menjualnya lebih mahal,” lanjutnya membujuk.

“Bawalah almond ini dengan harga enam puluh dinar,” jawab Sarri singkat. “Almond sebanyak ini setidaknya Tuan jual seharga ratusan dinar. Apalagi ini lagi paceklik, Tuan bisa untung besar, hanya karena almond ini,” tutur sang tamu.

“Ini sudah menjadi aturanku. Aku tidak akan mengambil untung lebih dari 5%,” jawab Sarri. “Masing-masing dari kita mendapat tiga dinar. Aku tidak akan melanggar aturanku sendiri.”

“Mengapa Tuan tidak memanfaatkan kesempatan ini? Bukankah tidak ada yang tahu, selain kita berdua?” bujuknya kemudian.

“Benar, Tuan. Semua orang tidak melihat kita, tapi bagaimana dengan Allah? Segala usaha kita tidak berarti apa-apa tanpa rida-Nya,” jawab Sarri.

“Seseorang, di mana pun ia tinggal, termasuk di tengah-tengah pasar seperti kami harus bisa sambil tetap sibuk dengan Allah, hingga tak sesaat pun luput dari perhatian-Nya,”

“Bukankah itu hakikat zikir, Tuan?” lanjut Sarri disertai pertanyaan retoris.

Mendengar keterangan ahli sufi itu, sang tamu pun merasa malu. Ia mengangguk setuju.
——

Fariduddin Aththar berkisah tentang Abul Hasan Sarri ibnu al Mughallis as Saqathi. Ia merupakan seorang sufi murid dari Makruf al Karkhi. Namanya terkenal di seantero Baghdad sebagai salah seorang pedagang sukses yang tetap menanamkan nilai-nilai Ilahiah. Ia mencari nafkah dengan berdagang, namun ia tidak lupa pula untuk melantunkan dzikir, lewat tindakannya.

Alhasil, selain dikenal sebagai orang yang piawai berwirausaha, ia dikenal pula sebagai orang yang suka berderma dan membantu orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya.

Sarri wafat pada 253 H/867 M di usianya yang ke- 98.[islamindonesia]

Jihad Memberantas Hoax

Medsos di zaman sekarang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Namun sayangnya, banyak sekali medsos sekarang ini berisi sampah berupa berita-berita hoax yang tidak jelas sumbernya sehingga menimbulkan kekacauan dan kegaduhan.

Oleh karenanya, kita harus cerdas menyikapi hal ini agar tidak menjadi korban hoax.

Islam mengajarkan kepada kita agar selektif dalam menyikapi berita, sebab tidak semua berita yang terima mesti benar adanya sesuai dengan fakta, lebih-lebih pada zaman sekarang di mana kejujuran sangat mahal harganya.

Ibnu Baadis mengatakan, “Tidak semua yang kita dengar dan kita lihat harus diyakini oleh hati-hati kita, namun hendaknya kita mengeceknya dan memikirkannya secara matang. Jika memang terbukti dengan bukti nyata maka kita mempercayainya, namun jika tidak maka kita meninggalkannya.” (Ushul Hidayah hln. 97

Dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan sebuah prinsip dasar dalam menyikapi sebuah isu yang beredar dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (QS Al-Hujurat [49]: 6)

Asy-Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab berkata, “Ketahuilah dan renungkanlah ayat ini baik-baik.” (Ad Durar Saniyyah 1/35)

Di dalam ayat ini terdapat pelajaran berharga bagi setiap mukmin yang perhatian terhadap agama dalam berinteraksi dengan saudaranya seiman, hendaknya selektif terhadap hembusan isu yang bertujuan untuk meretakkan barisan, memperuncing api permusuhan, dan memperlebar sayap perpecahan.

Lebih-lebih lagi jika hal itu menyangkut kehormatan negara, pemerintah, atau ulama maka sikap selektif harus lebih ditingkatkan.

Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, “Diharuskan bagi seorang yang ingin menilai suatu ucapan, perbuatan, atau golongan untuk berhati-hati dalam menukil dan tidak memastikan kecuali benar-benar terbukti. Tidak boleh mencukupkan diri hanya pada isu yang beredar, apalagi jika hal itu menjurus kepada celaan kepada seorang ulama.” (Dzail Tibril Masbuk hlm. 4 karya As Sakhowi)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44396-jihad-memberantas-hoax.html