Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (4)

Urgensi Mendidik Anak dengan Cinta dan Kasih Sayang

Tatkala Anda tahu bahwa kecintaan Allah adalah tujuan mendidik anakmaka ketahuilah bahwa mendidik anak dengan cinta karena-Nya adalah perkara yang dicintai-Nya. Allah Ta’ala amatlah mencintai hamba-hamba-Nya yang didalam hatinya terdapat kasih sayang dan cinta kepada sesamanya. Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh Ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah penduduk bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian” (HR. Abu Dawud, dinyatakan shahih oleh Al-Albani).

Renungkanlah, tidakkah kita mau menjadi orang yang disayangi-Nya dan dicintai-Nya melalui cara mendidik anak-anak dengan kasih sayang dan cinta karena Allah?

Perhatikanlah hadis berikut ini, bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengasuh dua anak kecil, Usamah bin Zaid dan  Al-Hasan bin Ali dengan asuhan cinta. Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memeluk dirinya dan Al-Hasan lalu bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُمَا فَأَحِبَّهُمَا أَوْ كَمَا قَال

“Ya Allah, sungguh aku mencintai keduanya maka itu cintailah keduanya”, atau sebagaimana beliau sabdakan” (HR. Al-Bukhari).

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengambilku dan mendudukkanku di atas pahanya serta meletakkan Hasan di paha beliau yang lainnya, lalu beliau mendekap keduanya dan berdo’a,

اللَّهُمَّ ارْحَمْهُمَا فَإِنِّي أَرْحَمُهُمَا

Ya Allah kasihilah keduanya karena aku mengasihi keduanya” (HR. Al-Bukhari).

Pelajaran

  1. Di dalam hadis yang agung di atas terdapat isyarat bahwa kecintaan dan kasih sayang beliau kepada dua anak kecil tersebut adalah cinta dan kasih sayang yang ikhlas karena Allah dan demi mengharap keridhaan-Nya, karena mengiringi kecintaan dan kasih sayangnya dengan kecintaan dan kasih sayang Allah sebagai dasarnya sekaligus buahnya.
  2. Mengasuh anak dengan cinta dan kasih sayang yang ikhlas adalah perkara yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam! Maka barangsiapa mempraktekkannya berarti ia mengikuti suri teladan terbaik, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan barangsiapa yang mengikuti beliau, maka tanda bahwa ia mencintai Allah dan dicintai oleh-Nya, karena Allah berfirman,
    قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imraan: 31).
    Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan:
    هذه الآية الكريمة حاكمة على كل من ادعى محبة الله ، وليس هو على الطريقة المحمدية فإنه كاذب في دعواه في نفس الأمر ، حتى يتبع الشرع المحمدي والدين النبوي في جميع أقواله وأحواله“Ayat yang mulia ini merupakan hakim bagi setiap orang yang mengklaim bahwa dirinya mencintai Allah, jika ia tidaklah berada di atas Sunnah Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia berdusta dalam masalah tersebut hingga mengikuti Syari’at dan agama (yang dibawa) Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh ucapan maupun perbuatannya”.

[Bersambung]

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29129-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-4.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (3)

Renungkanlah

Dengan demikian, harapan punya anak yang sekedar lucu dan sehat, tidaklah cukup. Sekedar anak cerdas nan berprestasi duniawi juga belumlah cukup. Anak yang bergelar akademik tinggi dengan seabrek prestasi lomba ini dan itupun masih tidak cukup.

Barangkali kita pernah mendengar seorang anak yang semasa kecilnya berbadan sehat, lucu, dan sedap dipandang mata, lalu setelah orang tuanya susah payah mendidik sampai sang anak tumbuh besar dengan prestasi duniawi yang ‘wah’ dan sang ortu telah tua renta, tiba-tiba dengan berani sang anak berlaku kasar dan membentak orang tuanya dan melupakan jasa-jasanya bahkan mencampakkan ke panti jompo tanpa merasa bersalah.

Itu baru di dunia, akankah seabrek prestasi dan gelar sang anak itu  dapat membantu kedua orang tuanya menghadap Allah. Apalagi jika ditambah dengan malas mendoakan untuk kebaikan kedua orang tuanya1. Mari, semangat mendidik anak dalam bingkai ibadatullah yang terkandung dalam QS. Adz-Dzaariyaat: 56 menjadi cita-cita kita bersama. Sehingga terlahir sosok anak-anak yang berhasil dicintai dan diridhai Allah Tabaraka wa Ta’ala dan selamat dari api neraka. Inilah kesuksesan yang hakiki berumah tangga dan keberhasilan dalam mendidik anak, tatkala semua anggota keluarga selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS.At-Tahriim: 6).

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS. Ali Imraan:185).

Saya katakan, “Tinggal satu permasalahannya, yaitu akankah seorang anak bisa beribadah kepada Allah Ta’ala dan bisa menjadi sosok anak yang ucapan dan perbuatannya dicintai oleh-Nya tanpa mengetahui syari’at-Nya? Bukankah syari’at-Nya berisikan segala hal yang dicintai-Nya?”

Sayapun bertanya kepada anda, wahai ayah dan ibu. “Apakah Anda bisa beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menjadi orang tua yang sukses tanpa tahu Syari’at-Nya?”

Ya, benar. Tak akan bisa orang tua menjadi sukses mendidik anak dan tidaklah bisa sang anak menjadi sholeh atau sholehah sampai mengetahui syari’at-Nya.

[bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29111-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-3.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (2)

Tujuan Pendidikan Anak (Tarbiyyatul Aulad)

Ketika dua sejoli memadu kasih dengan ikatan nikah yang diungkapkan dalam Alquran sebagai mitsaaqan gholiizhan, maka terbayanglah cita-cita yang mulia menanti untuk diraih. Cita-cita yang tinggi dari pernikahan yang suci tentunya tidaklah sebatas untuk menyalurkan kebutuhan biologis sepasang anak manusia dengan cara yang halal. Namun di sana terdapat tujuan-tujuan besar lainnya, seperti menjaga kehormatan, memperbanyak jumlah orang-orang yang menyembah Allah semata, menjaga keberlangsungan keturunan Nabi Adam ‘alaihis salam, dan selainnya.

Nah, salah satu tujuan mulia tersebut yang tentunya sangat diidam-idamkan kita bersama sebagai orang tua adalah terlahir dari rahim ibu-ibu muslimah generasi yang saleh dan salehah lagi mampu menjadi penyejuk pandangan kedua orang tuanya, bermanfaat bagi keduanya di dunia terlebih lagi di akhirat.

Berpikirlah sejenak, dan renungkanlah dengan hati yang bening jawaban pertanyaan berikut, “Bukankah anak saleh dan salehah adalah sosok anak yang memahami untuk apa mereka diciptakan di muka bumi ini?” Ya, anak saleh berarti anak yang berhasil meraih tujuan hidupnya. Kesanalah bermuara seluruh tujuan-tujuan pernikahan, kembali kepada tujuan hidup kita sebagai hamba Allah.

Oleh karena itu, jika ada yang bertanya apakah tujuan pendidikan anak dalam Islam? maka sebut saja sebuah jawaban sederhana namun universal cakupannya,

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (saja)” (QS.Adz-Dzaariyaat: 56).

Adapun pada ayat ini, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia menciptakan jin dan manusia dengan tujuan agar mereka beribadah kepada-Nya saja, dan tidak menyekutukan-Nya. Tahukah anda,wahai orang tua, apakah ibadah itu?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan ibadah dalam kitab beliau Al-‘Ubudiyyah (hal. 4) sebagai berikut.

الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ تَعَالَى وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ

“Ibadah adalah suatu kata yang mencakup setiap perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala, baik berupa ucapan maupun perbuatan, (baik) yang batin (hati), maupun yang lahir (anggota tubuh yang nampak)”.

Jadi, tatkala seseorang berusaha dan berjuang keras agar setiap kata dan perbuatannya yang lahir maupun batin dicintai oleh Rabbnya, maka itulah profil seorang hamba yang sadar akan tujuan hidupnya, apapun kedudukan dan strata sosialnya. Dengan demikian, jika kita kembalikan kepada pertanyaan untuk apa kita mendidik anak.

Jawablah, “Agar mereka menjadi generasi penyembah Allah semata, generasi muwahhidiin muwahhidah yang seluruh ucapan dan perbuatan mereka dibingkai dan didasari dengan niat yang tulus untuk beribadah kepada Rabbul ‘Aalamiin. Agar setiap ucapan anakku dan setiap perbuatannya diridhai oleh-Nya. Agar batin dan lahir buah hatiku sesuai dengan keridhaan-Nya.”

[bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29097-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-2.html

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (1)

Jadilah Orang Tua Betulan, Bukan Kebetulan Jadi Orang Tua

Setiap orang yang berpikir sehat tentunya sepakat bahwa mendidik anak itu perlu ilmu. Jangankan mendidik anak, hanya sekedar masak nasi pun butuh ilmu kan?

Apalagi mendidik anak yang diposisikan dalam jalur ibadah ini dan diharapkan menghasilkan amal-amal jariyah. Benarlah kata Imam Al-Bukhari rahimahullah, al-’ilmu qoblal qaul wal ‘amal.

Apabila kita telah sama-sama tahu bahwa mendidik anak itu sangat butuh ilmu, marilah kita bandingkan antara dua aktifitas keseharian kita, yaitu mendidik anak dan bekerja.

Banyak orang yang sangat antusias mempersiapkan diri untuk menjadi pegawai atau profesi tertentu yang menjadi cita-citanya semenjak duduk di SD. Tidak hanya sekedar kegiatan utama KBM di kelas, namun juga les privat dan kursus pun dijalani untuk sebuah persiapan itu, bahkan sampai kuliah gelar S3 bukan?

Hal itu berarti untuk urusan pekerjaan bagi banyak orang harus benar-benar menjadi ‘profesionalis betulan’ dan bukan ‘kebetulan profesional’ kan?

Namun…

Untuk urusan menjadi orang tua, sang pendidik anak, apakah banyak orang mempersiapkan diri seperti persiapan mereka untuk menjadi profesionalis? Bukankah urusan pekerjaan itu pada umumnya ada jam kerja yang terbatas beberapa jam saja? Adapun tugas menjadi orang tua dan mendidik anak tak terbatasi dengan ‘jam kerja’ bukan?

Tapi…

Lihatlah kenyataannya antara dua urusan tersebut, sungguh jauh berbeda. Banyak lho, lelaki yang menyandang gelar ‘bapak’, hanya karena istrinya melahirkan anak. Dan gak kalah banyaknya, wanita yang dijuluki ibu, hanya karena baru saja melahirkan sang jabang bayi.

Yang laki-laki adalah bapak ‘kebetulan’ , nah yang wanita adalah ibu ‘tak diprogram’. Kalau urusan pekerjaan, sampai harus melakukan standarisasi dan sertifikasi, namun jika urusan menjadi orang tua sang pendidik anak, cukuplah belajar sambil langsung magang atau learning by doing.

Ini mirip dengan prinsip muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga! Urusan mendidik anak, bukan asal punya uang sehingga bisa memasukkan sang anak ke sekolah unggulan. Boleh jadi, sekolahnya yang unggulan, namun lulusannya bisa saja bukan manusia unggulan. Terlalu banyak perkara yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Ustadzuna Abdullah Zaen, MA hafizhahullah mengatakan, “Uang memang bisa membeli tempat tidur yang mewah, tetapi bukan tidur yang lelap. Uang bisa membeli rumah yang lapang, tetapi bukan kelapangan hati untuk tinggal di dalamnya. Uang juga bisa membeli pesawat televisi yang sangat besar untuk menghibur anak, tetapi bukan kebesaran jiwa untuk memberi dukungan saat mereka terempas. Betapa banyak anak-anak yang rapuh jiwanya, padahal mereka tinggal di rumah-rumah yang kokoh bangunannya. Mereka mendapatkan apa saja dari orangtuanya, kecuali perhatian, ketulusan dan kasih sayang” (Dinukil dan diolah dari : http://tunasilmu.com/jurus-jitu-mendidik-anak/).

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29083-sepuluh-bahasa-cinta-dalam-mendidik-anak-1.html

10 Kiat Istiqomah (6)

Baca pembahasan sebelumnya 10 Kiat Istiqomah (5)

(Lanjutan kaedah ketiga)

Di dalam Shahihain, dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Aku telah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ؛ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ

“Ingatlah sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasad, namun apabila segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh jasad. Perhatikanlah, bahwa segumpal daging itu adalah hati!”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam mukadimah kitabnya Ighatsatul Lahfan:

ولما كان القلبُ لهذه الأعضاء كالملِكِ المتصرِّف في الجنُود الَّذي تصدُرُ كلُّها عن أمرِه، ويستعمِلُها فيما شاءَ، فكلُّها تحتَ عبوديتِه وقهرِه وتكتسِبُ منه الاستقامَةَ والزَّيغ، وتَتْبَعه فيما يعقِدُه من العَزم أو يحلُّه، قال النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم : «أَلَا وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً, إِذَا صَلَحَتْ, صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ القَلْبُ»،هو مَلِكُها وهيَ المنفِّذَة لمَا يأمرُها به، القابلةُ لِمَا يأتِيها منْ هَديَّتِه، ولا يستقيمُ لها شيءٌ مِنْ أعمالها حتَّى تَصدُرَ عن قَصدِه ونيتِه، وهو المسئُول عنها كلِّها

“Tatkala hati kedudukannya bagi badan seperti raja yang berkuasa mengatur pasukannya, semua (pergerakkan)nya berasal dari perintahnya dan sang raja menggerakkannya sesuai dengan kehendaknya maka semua (anggota badan) di bawah pengaturan (hati) dan kekuasaannya. Dari (hati) inilah dihasilkan kelurusan dan penyimpangan. Badan mengikuti tekad kuat hati atau mengikuti sesuatu yang tidak dikehendaki oleh hati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ , وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ ؛ أَلَا وَهِيَ القَلْبُ

“Ingatlah seseungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasad, namun apabila segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh jasad. Perhatikanlah, bahwa segumpal daging itu adalah hati!”

Hati adalah raja dari seluruh anggota badan, dan badan itu taat terhadap perintah hati, siap menerima petunjuk hati.Tidaklah lurus suatu amal sehingga amal tersebut berasal dari tujuan dan niat hati, dan hati itu bertanggungjawab atas seluruh (amalan badan)”.

Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:

{يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ}

Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,

{إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ}

kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat (QS. Asy-Syu’araa`:88-89).

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan dua ayat di atas di dalam kitab tafsir beliau,

Firman Allah:

{يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ}

Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,

maksudnya adalah harta seseorang tidaklah bisa melindunginya dari azab Allah walaupun ditebus dengan emas sepenuh bumi.

{وَلَا بَنُونَ}

dan anak-anak laki-laki”,

maksudnya adalah meskipun ditebus dengan semua anak-anak laki-laki yang ada di muka bumi.

Pada hari itu, tidaklah bermanfaat kecuali keimanan kepada Allah, memurnikan ketaatan untuk-Nya semata (ikhlas) dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya. Oleh karena itu, Allah berfirman:

{إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ}

kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat”,

maksudnya: selamat dari kotoran (dosa) dan kesyirikan.”

Diantara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ قَلْباً سَلِيمًا

Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu hati yang selamat” (H.R. Ahmad dan An-Nasa`i, Lihat: Ash-Shahihah: 2328).

[bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/32382-10-kiat-istiqomah-6.html

10 Kiat Istiqamah (5)

Baca pembahasan sebelumnya 10 Kiat Istiqamah (4)

  1. Ahli Tafsir di kalangan tabi’in, Qatadah rahimahullah menafsirkan ayat,

ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“…kemudian mereka istiqamah…”

استقاموا على طاعة الله

“Mereka istiqamah di atas ketaatan kepada Allah.”

Hal ini sesuai dengan sebuah riwayat yang dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

استقامُوا على أداءِ فرائضِه

“Mereka istiqamah di atas penunaian kewajiban-kewajiban dari Allah.”

Ibnu Rajab rahimahullah mendefinisikan istiqamah dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,

الاستقامة : هي سلوك الطريق المستقيم، وهو الدين القويم من غير تعويج عنه يمنة و لا يسرة، و يشمل ذلك فعل الطاعات كلها الظاهرة و الباطنة و ترك المنهيات كلها كذلك

“Istiqamah adalah meniti jalan yang lurus, yaitu agama (Islam) yang lurus, tak bengkok ke kanan dan ke kiri, dan mencakup pelaksanaan semua ketaatan, baik yang zhahir maupun batin, dan menghindari semua larangan-larangan (Allah).”

Beberapa tafsir tentang istiqamah tersebut di atas berdekatan maknanya dan saling menafsirkan satu sama lainnya. Karena istiqamah adalah sebuah kata yang mencakup seluruh ajaran dalam Islam.

Oleh karena itulah Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan hal itu dalam ucapannya,

فالاستقامةُ كلمة جامعةٌ آخذةٌ بمَجامِع الدِّينِ ؛ وهي القيامُ بينَ يدي الله على حقيقةِ الصِّدقِ والوَفاء بالعهدِ

“Jadi, istiqamah adalah kata yang mencakup ajaran-ajaran agama (Islam) ini, yaitu (melakukan perjalanan hidup) menuju kepada Allah dengan benar-benar jujur dan memenuhi perjanjian.”

KIAT KETIGA “Dasar istiqamah adalah keistiqamahan hati”

Dasar istiqamah dan pondasinya adalah keistiqamahan hati, maka barangsiapa yang memperbaiki hatinya, maka ia akan baik ucapan dan perbuatan anggota tubuh lahiriyyahnya. Dalam sebuah hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah, diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa bersabda,

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ

Tidak akan istiqamah (lurus) keimanan seorang hamba sampai istiqamah (lurus) hati-Nya.

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,

فأصلُ الاستقامةِ استقامةُ القلب على التَّوحيد، كما فسَّر أبو بكر الصِّدِّيق وغيرُه قولَه {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} بأنَّهم لم يلتفتوا إلى غيره ، فمتَى استقامَ القلبُ على معرفةِ الله، وعلى خشيتِه، وإجلاله، ومهابتِه، ومحبَّتِه، وإرادته، ورجائه، ودعائه، والتوكُّلِ عليه، والإعراض عمَّا سواه، استقامَت الجوارحُ كلُّها على طاعتِه، فإنَّ القلبَ هو ملِكُ الأعضاء وهي جنودهُ ؛ فإذا استقامَ الملِكُ استقامَت جنودُه ورعاياه.

“Dasar istiqamah adalah keistiqamahan hati di atas tauhid, sebagaimana Abu Bakr Ash-Shiddiq dan selainnya menafsirkan firman Allah,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah (mereka tidak berpaling kepada selain-Nya). Selama hati (seseorang) lurus di atas  ma’rifatullah, takut kepada Allah, mengagungkan-Nya, memuliakan-Nya, mencintai-Nya, menghendaki-Nya, mengharapkan-Nya, berdoa kepada-Nya, tawakkal kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya, maka luruslah anggota tubuh seluruhnya di atas ketaatan kepada-Nya, karena sesungguhnya hati adalah raja bagi seluruh anggota tubuh, sedangkan anggota tubuh adalah pasukannya. Apabila raja itu lurus, maka lurus pula pasukannya dan rakyatnya.”

[bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/32376-10-kiat-istiqamah-5.html

10 Kiat Istiqamah (4)

Doa yang Paling Manfaat

Para ulama mengingatkan hendaklah kita menyadari bahwa suatu ucapan dalam shalat yang berbunyi

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus

adalah sebuah doa yang Allah Ta’ala wajibkan bagi kita untuk diulang-ulang sebanyak tujuh belas kali dalam sehari semalam, yaitu sebanyak jumlah rakaat shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

تأملت أنفع الدعاء فإذا هو سؤال العون على مرضاته ، ثم رأيته في الفاتحة في {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Saya perhatikan doa yang paling bermanfaat, maka (saya dapatkan) berupa permohonan pertolongan untuk meraih ridha-Nya, kemudian saya mendapatkan doa tersebut terdapat dalam surat Al-Faatihah pada ayat iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin (hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan).”

Kiat Kedua

Hakikat istiqamah adalah meniti jalan yang lurus (Islam).

Agar kita dapat memahami istiqamah dengan baik, maka kita perlu mengenal beberapa perkataan sahabat dan tabi’in dalam menjelaskan makna istiqamah. Berikut ini beberapa nukilan dari Salafush Shalih rahimahumullah.

  1. Abu Bakar Ah-Shidddiq radhiyallahu ‘anhu menjelaskan firman Allah Ta’ala

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah.”

sebagai berikut.

هُم الَّذين لم يُشركوا بالله شيئًا

“Orang-orang yang istiqamah adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.”

Abu Bakar Ah-Shidddiq radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa dasar istiqamah dan intinya adalah tauhid, mengesakan Allah Ta’alaBarangsiapa yang benar-benar mengesakan Allah Ta’alamaka ia akan menunaikan hak dan kesempurnaan tauhid, yaitu taat kepada Allah dengan meniti jalan-Nya yang lurus.

  1. Pakar Tafsir di kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhu, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat berikut

ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“…kemudian mereka istiqamah…”

sesuai dengan tafsiran Abu Bakar Ah-Shidddiq radhiyallahu ‘anhu di atas. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan ayat tersebut.

على شهادة أن لا إله إلَّا الله

“(Mereka istiqamah) di atas syahadat tiada Sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”

  1. Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa tatkala beliau di atas mimbar, beliaupun membaca ayat

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah.”

dengan tafsiran berikut.

لم يَرُوغوا رَوَغان الثَّعلب

“Mereka tidak berjalan ke kanan dan ke kiri sebagaimana berjalannya musang.”

Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa orang-orang yang istiqamah adalah orang-orang yang berjalan lurus, meniti jalan Allah, Ash-Shirath Al-Mustaqim.

Tafsiran istiqamah seperti inilah yang disimpulkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah, sebagaimana akan disebutkan setelah ini, in syaallah.

[bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/32372-10-kiat-istiqamah-4.html

10 Kiat Istiqamah (3)

Kesungguhan dalam bersandar, berharap, dan memohon kepada Allah termasuk diantara kaedah istiqomah yang pertama-tama dan asasi!

Demikianlah saudaraku, ayat-ayat yang menunjukkan bahwa hidayah itu ada di tangan Allah Ta’ala banyak jumlahnya.

Jadi, hidayah itu karunia Allah Ta’ala yang Allah Ta’ala berikan kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Mengetahui siapa diantara hamba-hamba-Nya yang benar-benar bersungguh-sungguh untuk mendapatkan petunjuk-Nya dan layak mendapatkan petunjuk-Nya, dan siapa yang enggan mendapatkannya!

Oleh karena itulah, termasuk diantara kaedah istiqomah yang pertama kali perlu diperhatikan dan sangat mendasar adalah kesungguhan seorang hamba dalam bersandar, berharap, dan memohon kepada Allah Ta’ala, karena hidayah istiqomah itu hanyalah ada di tangan-Nya. Allah Ta’ala yang memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya jalan yang lurus.

Tahukah anda doa yang banyak dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Karena istiqomah itu ada di tangan Allah Ta’ala, maka pantaslah apabila doa yang banyak dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa mohon ketetapan hati di atas agama-Nya!

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu menuturkan:

“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak berdoa :

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Sang Pembolak-balik hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu”.

Lalu akupun berkata:

“Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu, dan beriman kepada ajaran Islam yang engkau bawa, maka apakah engkau mengkhawatirkan kami?”.

Beliau menjawab :

نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ

“Ya! Sesungguhnya hati (para hamba) itu berada diantara dua jari dari jari-jemari Allah, Dia membolak-balikkannya sesuai dengan yang Dia kehendaki!”. [HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi 2140].

Jadi, istiqomah itu di tangan Allah Ta’ala, maka barangsiapa yang ingin bisa istiqomah dalam hidupnya, maka mohonlah kepada Allah Ta’ala semata, hendaklah ia menghiba, merengek-rengek, dan memelas dalam memohonnya kepada Allah Ta’ala.

Inilah kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat malam!

Oleh karena istiqomah itu di tangan Allah Ta’ala, maka pantaslah apabila diantara kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat malam adalah membuka shalat malam dengan doa istiftah yang diantara kalimatnya, yaitu:

إنك تهدي من تشاء إلى صراط مستقيم

“ٍSesungguhnya Engkau memberi petunjuk orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus” [HR. Muslim dalam Shahihnya].

Kewajiban memohon kepada Allah Ta’ala hidayah jalan yang lurus dalam setiap shalat kita!

Oleh karena istiqomah itu di tangan Allah Ta’ala, maka pantaslah apabila kita diwajibkan berdoa pada setiap shalat-shalat yang kita lakukan dengan memohon hidayah kepada-Nya jalan yang lurus! Bahkan, Allah Ta’ala mewajibkan kita berdoa dengan doa itu berulang kali dalam sehari semalam!

Doa tersebut adalah sebuah doa yang terdapat dalam surat Al-Fatihah,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus,

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [QS. Al-Fatihah]

[Bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/31345-10-kiat-istiqamah-3.html

10 Kiat Istiqamah (2)

Istiqamah Itu Anugrah, Mintalah Pada Sang Pemberi Anugerah

Di dalam Al-Qur`an terdapat banyak ayat yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala menyandarkan kepada diri-Nya hidayah jalan yang lurus dan seluruh urusan itu ada di tangan-Nya. Allah Ta’ala lah yang memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan menyesatkan orang yang Dia kehendaki pula. Di tangan Allah-lah hati seluruh hamba-Nya, maka barangsiapa yang Allah kehendaki lurus hatinya, Allah-pun akan luruskannya sebagai karunia dari-Nya! Namun, barangsiapa yang hatinya Allah ketahui enggan untuk lurus, maka Allah simpangkan hatinya sesuai dengan keadilan-Nya. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S. An-Nisa`.

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ ۖ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتً. وَإِذًا لَآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًاا. وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا.

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami. Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus” (Q.S. An-Nisa`:66-68).

Allah Ta’ala berfirman dalam ayat yang lainnya, masih dalam surat yang sama,

فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (yang khusus) dari-Nya dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya” (Q.S.An-Nisa: 175).

Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S. Yunus: 25,

وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَىٰ دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)” (QS.Yunus: 25).

Allah Ta’ala juga berfirman Q.S. Al-An’am, An-Nur, dan At-Takwir,

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا صُمٌّ وَبُكْمٌ فِي الظُّلُمَاتِ ۗ مَنْ يَشَإِ اللَّهُ يُضْلِلْهُ وَمَنْ يَشَأْ يَجْعَلْهُ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah tuli, bisu, dan berada dalam gelap yang pekat. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus” (Q.S. Al-An’am: 39).

لَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ ۚ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” (Q.S. An-Nur: 46).

إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمينْ لمن شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيم َوَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Al-Qur`an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam” (Q.S. At-Takwir: 27-29).

[Bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/31331-10-kiat-istiqamah-2.html

10 Kiat Istiqamah (1)

Bagaimana Cara Istiqamah?

Di antara perkara yang banyak ditanyakan masyarakat kepada ulama, para penuntut ilmu syar’i, dan para da’i adalah tentang masalah istiqamah (meniti jalan yang lurus), dan perkara-perkara yang dapat membantu seseorang untuk dapat tetap tegar meniti jalan Allah yang lurus (As-Shiratul Mustaqim). Sesungguhnya pembahasan istiqamah adalah pembahasan yang sangat penting, dan ajaran yang agung, layak bagi setiap muslim dan muslimah untuk memperhatikannya dengan perhatian yang besar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ. نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah.’ Kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘Janganlah kalian takut dan janganlah merasa sedih, dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian. Kami adalah pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta. Sebagai hidangan (bagi kalian) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Fushshilat: 30-32).

Istiqamah dengan meniti jalan Allah Ta’ala yang lurus, membuahkan akibat yang baik dan buah manis berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat, keberuntungan yang hakiki, dan kebaikan seluruh urusan seorang hamba. Maka selayaknyalah seseorang yang menginginkan kebahagiaan, keselamatan, dan kebaikan di dunia dan akherat memperhatikan masalah istiqamah ini dengan sungguh-sungguh, baik dengan mempelajarinya, mengamalkan tuntutannya, maupun menjaga agar tetap istiqamah sampai meninggal dunia, dengan terus menerus hati bersandar kepada Allah Ta’ala semata.

10 Kiat Istiqamah

Penjelasan sepuluh kiat istiqamah ini diringkas dari buku

Asyru Qowa’id fil Istiqamah yang ditulis oleh Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah. Dalam buku tersebut, sang penulis hafizhahullah memaparkan dengan indah, singkat, dan jelas tentang pengertian istiqamah, dan kiat-kiat agar seseorang mampu untuk istiqamah di dalam hidupnya. Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah yang kini telah meraih gelar profesor doktor tersebut, menyebutkan sepuluh bab tentang istiqamah. Kendati buku ini tergolong buku yang tipis (kutaib), namun dengan taufik Allah sang penulis berhasil menjelaskan masalah istiqamah dengan baik melalui 10 bab tersebut, yaitu:

  1. Istiqamah adalah anugerah dari Allah Ta’ala.
  2. Hakikat istiqamah adalah meniti jalan yang lurus (Islam).
  3. Dasar istiqamah adalah keistiqamahan hati.
  4. Istiqamah yang tertuntut adalah sesuai Sunnah, apabila tidak mampu, maka mendekatinya.
  5. Istiqamah terkait dengan ucapan, perbuatan, dan niat.
  6. Istiqamah tidak terwujud kecuali dengan ikhlas karena Allah, dan dengan pertolongan Allah, serta sesuai dengan perintah Allah.
  7. Seorang hamba, meski bagaimanapun ketinggian tingkat istiqamahnya, maka ia tidak boleh bersandar kepada amalnya.
  8. Buah istiqamah di dunia adalah istiqamah di atas jembatan (Ash-Shiroth) pada hari kiamat.
  9. Penghalang istiqamah adalah syubhat yang menyesatkan, atau syahwat yang menggelincirkan.
  10. Tasyabbuh (meniru) orang kafir termasuk penghalang istiqamah terbesar.

[bersambung]

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/31217-10-kiat-istiqamah-1.html