Istri Yang Tidak Bersyukur Dibenci Oleh Allah

Istri yang shalihah, banyak bersyukur kepada Allah kemudian bersyukur kepada suaminya. Seorang suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya sesuai kemampuannya. Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً .

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath Thalaq: 7).

Jika suami tidak bisa memberikan nafkah kecuali sedikit saja, disebutkan dalam ayat ini, “Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya”. Maka ia tidak dibebani untuk memberikan nafkah dengan nominal tertentu yang terkadang itu di luar kemampuannya. Maka hendaknya ia bersabar atas sempitnya rezeki.

Demikian juga sang istri, hendaknya ia qana’ah (merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan) dan bersyukur kepada Allah ta’ala, serta juga bersyukur kepada suami bagaimana pun keadaan nafkah yang diberikan suaminya. Karena Allah ta’ala, membenci istri yang tidak bersyukur kepada pemberian suaminya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لا ينظرُ اللَّهُ إلى امرأةٍ لا تشكُرُ لزوجِها وَهيَ لا تستَغني عنهُ

Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan ia tidak merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya” (HR. An Nasa’i no. 9086, Al Baihaqi dalam Sunanul Kubra [7/294], dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 1944).

Makna Allah tidak akan melihat mereka maksudnya mereka mendapat murka dari Allah. Ath Thabari menjelaskan:

ولا ينظر إليهم، يقول: ولا يعطف عليهم بخير، مقتًا من الله لهم

“[Allah tidak melihat mereka] maksudnya Allah tidak memberikan kasih sayang berupa kebaikan kepada mereka, dan mereka mendapat murka dari Allah” (Tafsir Ath Thabari, 6/528).

As Sam’ani juga menjelaskan:

{وَلَا ينظر إِلَيْهِم يَوْم الْقِيَامَة} يَعْنِي: لَا ينظر إِلَيْهِم بِالرَّحْمَةِ

“[Allah tidak memandang mereka di hari kiamat] maknanya Allah tidak memandang mereka dengan pandangan rahmah” (Tafsir As Sam’ani, 334).

Dan sifat kurang bersyukur kepada suami, merupakan hal yang banyak terjadi pada diri wanita, sehingga membuat mereka menjadi mayoritas penduduk neraka. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أكْثَرُ أهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قيلَ: أيَكْفُرْنَ باللَّهِ؟ قالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، ويَكْفُرْنَ الإحْسَانَ، لو أحْسَنْتَ إلى إحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شيئًا، قالَتْ: ما رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Diperlihatkan kepadaku neraka, dan aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita”. Para wanita bertanya: “apakah karena mereka kufur kepada Allah?”. Nabi menjawab: “Karena mereka kufur kepada suami mereka dan kufur kepada kebaikan suami mereka. Jika engkau para suami, berlaku baik kepada istri kalian sepanjang waktu, kemudian sang istri melihat satu keburukan dari dirimu, maka sang istri akan mengatakan: aku tidak pernah melihat kebaikan dari dirimu” (HR. Bukhari no. 29, Muslim no. 907).

Maka bagi para istri hendaknya bersyukur dengan apa yang diberikan suami dan tidak banyak menuntut serta merasa cukup dengan rezeki Allah yang diberikan melalui suaminya.

Semoga Allah memberi taufiq.

**

Penulis: Yulian Purnama

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11448-istri-yang-tidak-bersyukur-dibenci-oleh-allah.html

Jika Non-Muslim Ikut Infak Pembangunan Masjid

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya jika ada non muslim menyumbang dalam pembngunan masjid?

Dari: Eric Bob Pratomo

Jawaban:

Dari beberapa fatwa ulama, menunjukkan bolehnya menerima sumbangan dari orang kafir untuk pembangunan masjid. Di antaranya adalah:

Pertama: Fatwa dari Syaikh Sulaiman Al-Majid, anggota Majlis Syura Arab Saudi.

Dibolehkan bagi orang kafir untuk membangun atau ikut andil dalam membangun masjid. Karena hukum asalnya adalah halal. Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (QS. Taubah: 54)

Makna ayat ini terkait diterimanya amal mereka di sisi Allah, tidak ada hubungannya dengan keabsahan dan bolehnya infak untuk masjid, dua hal ini jelas berbeda.

Sedangkan yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu menghancurkan masjid dhirar yang dibangun oleh orang munafik, latar belakangnya adalah untuk menghancurkan konspirasi orang munafik untuk menyerang kaum muslimin. Allahu a‘lam.

Fatwa Syaikh Sulaiman Al-Majid, no. 4600.

Kedua: Keterangan beliau ini juga diaminkan oleh Dewan Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih. Ketika ditanya tentang hukum menggalang dana untuk pembangunan masjid, yang diambil dari orang kafir, mereka menyatakan,

“Tidak ada masalah meminta sumbangan dari orang kafir dalam bentuk materi, kemudian digunakan untuk membangun masjid. Demikian juga dibolehkan menerima pemberian orang kafir tanpa melalui permintaan. Terlebih jika kalian (kaum muslimin) tidak mampu membangun masjid, sementara kalian sangat membutuhkannya. Dan tidak ada kewajiban untuk mencari tahu sumber harta mereka, apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalur yang haram. Akan tetapi, jika kalian tahu persis bahwa uang yang diberikan orang kafir itu adalah uang haram, maka tidak boleh diterima dan tidak boleh digunakan untuk membangun masjid.”

(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 75831 )

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Read more https://konsultasisyariah.com/10451-hukum-non-muslim-ikut-infak-pembangunan-masjid.html

Nasehat Sang Guru Tentang Dunia dan Akhirat

KATA Syekh Sulaiman ad-Darani “Jika akhirat ada di hati, maka dunia akan mengerubunginya. Namun jika dunia ada dalam hati, akhirat tak akan mendatanginya. Itu karena akhiratlah yang mulia, sementara dunia itu hina.”

Dawuh singkat di atas menyadarkan kita bahwa prasangka kita tentang hidup nyaman bahagia seringkali keliru. Kebanyakan kita rajin dan fokus total pada urusan duniawi seakan hanya dengan cara itulah sukses bahagia akan digapai. Kita lupa bahwa ketaatan pada aturan Allahlah yang akan menjadi sebab Allah menyayangi kita dan membahagiakan kita. Allah berfirman bahwa akhirat adalah lebih utama ketimbang dunia.

Banyak di antara kita yang takut tidak hidup secara layak jika tidak bekerja penuh selama hidup. Mereka tak melihat bagaimana burung hidup damai dan tenteram serta menari di awan. Burung itu tak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Rizkinya dijamin Allah. Mereka tidak melihat kepada kucing yang hidupnya kadang mewah walau tak bekerja sendiri. Contoh ini hanya sebagai perenungan bahwa rizki dalam kehidupan ini tak semuanya dan selalu karena kerja sendiri. Siapa yang beriman dan bertawakkal kepada Allah, yakinlah selalu ada jalan hidup.

Jadi, jangan takut menderita karena fokus pada urusan akhirat. Demikian juga, jangan merasa aman karena telah fokus bekerja untuk dunia. Ikuti firman Sang Pengatur alam, teladani manusia paling mulia di seluruh alam, Rasulullah Muhammad SAW. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Catat, Ini Waktu Larangan Lontar Jamarat Untuk Jemaah Haji Indonesia

Makkah (Kemenag) — Pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan surat edaran tentang waktu larangan melontar jamarat bagi jemaah haji Asia Tenggara, termasuk Indonesia. “Tadi malam kita sudah menerima surat dari Kementerian Haji Arab Saudi melalui Muassasah terkait dengan jadwal lontar jumrah pada 10 , 11 , 12, dan 13 Zulhijjah,” kata Kepala Daerah Kerja Makkah Subhan Cholid, di Makkah, Minggu (04/08).

Berdasarkan surat tersebut, lanjut Subhan, ada tiga waktu yang harus diperhatikan  oleh jemaah haji Indonesia. Pertama, jemaah haji Indonesia dilarang melontar jamarat pada 10 Zulhijjah mulai pukul 04.00 sampai 10.00 waktu Arab Saudi.

“Jam itu jam yang sangat padat, juga keluarnya jemaah haji dari tenda menuju jamarat itu memenuhi jalan. Padahal, jalan itu sesungguhnya untuk laju kendaraan yang mengantarkan jamaah dari Muzdalifah ke Mina,” jelas Subhan.

Ia menambahkan, pada masa lampau, saking padatnya jemaah haji di Mina pada 10 Zullhijjah tersebut, seringkali menimbulkan peristiwa kecelakaan. “Untuk itu kami mengimbau jemaah, untuk menghindari tabrakan dan peristiwa serupa di masa lalu, silakan melaksanakan lontar jumrah aqobah setelah pukul 10.00 waktu Arab Saudi, pada 10 Zulhijjah itu,” imbau Subhan.

Kedua, pada 11 Zulhijjah, tidak ada larangan waktu melontar jamarat. “Kemudian pada tanggal 11 , itu free bebas jam berapapun dari dini hari tanggal 11 sampai dini hari tanggal 12, kapan saja bebas jamaah haji indonesia dan asia tenggara bebas melempar jumrah,” kata Subhan.

Ketiga, pada 12 Zulhijjah, jemaah dilarang melempar jumrah  pada pukul 10.00 sampai pukul 14.00 waktu Arab Saudi. “Karena nafar awal, jemaah dari seluruh dunia berdesak-desakan mengejar afdholiahnya yang ba’da zawal, nah itu jam 10 sampai jam 2 untuk asia tenggara tidak diizinkan untuk melempar jumrah,” jelas Subhan

Kemudian untuk 13 Zulhijjah, jemaah haji bebas melakukan lontar jamarat dari pagi sampai dengan jamaah selesai melakukan nafar tsani. “Surat ini kita edarkan ke seluruh sektor dan Daker. Sehingga jemaah bisa mempertimbangkan, mengukur diri dan bisa menghitung situasi agar mencegah kemudharatan yang cukup besar,” tambah Subhan.

KEMENAG RI

Lebih Fokus dan Perhatian Pada Kualitas Amalan

Para salaf terdahulu memberikan perhatian lebih kepada diterima-tidaknya amalan mereka, daripada kepada memperbanyak amalan. Artinya, mereka berusaha amalan mereka diterima oleh Allah dengan memperbagus kualitasnya.

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: ﴿ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ ﴾ [المؤمنون: 60]، قَالَتْ عَائِشَةُ: أَهُمْ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ، وَيَسْرِقُونَ؟ قَالَ: “لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتٍِ

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang ayat (yang artinya) : ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’ (QS. Al Mu’minun: 6). Apakah mereka ini adalah orang-orang yang minum khamr dan mencuri? Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab: “Tidak demikian wahai Aisyah, namun mereka adalah orang-orang yang puasa, shalat, bersedekah, tapi mereka takut amalan-amalan mereka tidak diterima. Merekalah orang-orang yang senantiasa berlomba-lomba untuk mengerjakan kebaikan” (HR. At Tirmidzi no. 2537, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Abud Darda’ radhiallahu’anhu juga mengatakan:

لئن أستيقن أن الله تَقَبَّلَ مني صلاةً واحدةً أَحَبُّ إِلَيَّ من الدنيا وما فيها

“Andaikan aku yaqin bahwa Allah menerima satu saja dari shalatku, itu lebih aku cintai daripada seluruh dunia dan seisinya” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/166).

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu juga mengatakan:

كونوا لقبول العمل أشد اهتماماً منكم بالعمل، ألم تسمعوا لقول الله تعالى: إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Jadilah orang-orang yang lebih semangat dan fokus pada diterimanya amalan. Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta’ala (yang artinya): sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertaqwa (QS. Al Maidah: 27)” (Tafsir Al Qurthubi, 7/411).

Maka jelas ternyata mereka lebih perhatian pada diterimanya amalan lebih banyak dari pada memperbanyak amalan.

Lalu bagaimana cara memberikan perhatian besar terhadap diterima-tidaknya amalan? Diterima-tidaknya amalan berporos pada 2 perkara, dan inilah yang wajib diperhatikan:

[1] Ikhlas, yaitu beramal shalih semata-mata karena mengharap wajah Allah. Termasuk di dalamnya memperbaiki niat, meninggalkan syirik, ihsan dalam amalan, khusyuk dalam ibadah, merasa senang dengan amalan shalih, menyembunyikan amalan, dan seterusnya.

[2] Sesuai sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Termasuk di dalamnya, menuntut ilmu tentang amalan yang ia kerjakan, meninggalkan bid’ah, memperbaiki tata caranya, berusaha mengerjakan yang paling utama dari beberapa pilihan, dan seterusnya.

Wallahu a’lam, semoga Allah Ta’ala menerima amalan-amalan kita.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/50472-lebih-fokus-dan-perhatian-pada-kualitas-amalan-daripada-memperbanyak-amalan.html

Akun Facebook Setelah Kita Meninggal

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum

Konsekwensi apakah yang akan kita terima di akhirat kelak jika akun faceook atau twitter kita berisi dengan berbagi cerita macam-macam dengan foto-foto yang cantik dan tampan. Kadang kita juga menuangkan status-status yang mungkin menggambarkan kondisi kita pada saat iman kuat (mengingatkan hal-hal yang baik) atau iman lemah (mengeluh, mengumpat, dsb.). Apakah pahala dan dosa kita akan terus bertambah? Wassalam

Dari: Chriestian Ywss

Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah

Allah berfirman dalam surat Yasin,

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ

Sesungguhnya Kami yang menghidupkan orang mati, Kami catat semua yang telah mereka lakukan dan dampaknya. Dan semuanya kami kumpulkan dalam kitab (catatan amal) yang nyata.” (QS. Yasin: 12)

Kita bisa memperhatikan, sesungguhnya Allah tidak hanya mencatat amal perbuatan yang kita lakukan, namun Allah juga mencatat semua pengaruh dari perilaku dan perbuatan kita.

Dinyatakan dalam hadis dari sahabat Jarir bin Abdillah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Siapa yang menghidupkan sunah yang baik dalam Islam, kemudian diikuti oleh orang lain setelahnya maka dicatat untuknya mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Siapa yang menghidupkan tradisi yang jelek di tengah kaum muslimin, kemudian diikuti oleh orang lain setelahnya, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim, Ibn Majah, Ad-Darimi dan yang lainnya)

Semua dalil di atas selayaknya memberikan motivasi bagi kita untuk semangat dalam menyebarkan ilmu dan kebaikan serta merasa takut ketika melakukan perbuatan atau menyebarkan sesuatu yang mengundang orang lain untuk bermaksiat.

Saat ini kita dimudahkan dengan berbagai macam fasilitas. Namun, itu hanya instrumen. Hukum asal instrumen ini adalah netral, atau dengan bahasa yang lebih tegas, mubah. Kitalah yang menentukan kontennya.

Ketika kita menggunakannya untuk menyebarkan kebaikan, menggunakan facebook untuk dakwah Islam, mengajak masyarakat berbuat baik, insya Allah ini menjadi amal mulia. Sampai pun kita mati, selama info baik yang kita sebarkan memberikan pengaruh yang baik di masyarakat, ajakan amal yang kita sampaikan dikerjakan pembacanya, insya Allah ini akan menjadi aliran pahala bagi kita, meskipun kita sudah tiada di alam dunia.

Sebaliknya, orang nakal yang memanfaatkan fasilitas ini untuk kemaksiatan, menyebarkan foto aurat, mengajak orang untuk melakukan dosa dan maksiat, selama masih ada manusia yang bermaksiat dengan sebab info itu, maka orang nakal ini akan mendapatkan aliran dosanya.

Karena itu, jadilah hamba yang cerdas… jangan sia-siakan instrumen yang begitu mudah ini untuk kegiatan yang tidak memberikan nilai bonus bagi kita di saat kita menghadap Allah. Lebih-lebih, justru malah menjadi penyesalan.

Ini di antara rahasia, mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras wanita membuka auratnya ketika keluar rumah. Karena maksiat yang dia lakukan mengundang orang lain untuk melakukan maksiat. Dan ini tidak jauh beda dengan para lelaki yang memajang foto aurat wanita di dunia maya, mengajak orang lain untuk turut bermaksiat dan berzina matanya.

Ingat, kendatipun kita telah meninggal, pengaruh dari perbuatan yang kita lakukan tetap dicatat oleh Allah. Tidak bisa kita bayangkan, ketika ada orang yang meng-up load satu gambar “bermasalah” di dunia maya, kemudian di-share oleh orang lain, di-share lagi oleh orang lain, di-share lagi, di-share lagi, dan di-share lagi… betapa banyak mata yang terlibat maksiat gara-gara perbuatan ini.

Termasuk Anda para wanita, jangan bangga dengan aurat Anda. Karena aurat itu aib jika ditampakkan kepada yang bukan haknya. Lalu dengan apa bisa dibanggakan dan dipamerkan. Bukankah semua wanita juga memilikinya. Ingat, jangan sampai foto “bermasalah” Anda jatuh ke tangan “pendekar” berwatak jahat.
Allahu a’alam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Bait (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Read more https://konsultasisyariah.com/11063-akun-facebook-setelah-kita-meninggal.html#respond

Ngalap Berkah dengan Rambut Nabi?

Assalamuallaikum wrwb ustadz,baru2 ini ada berita opick membawa sehelai rambut Rasululloh,apakh itu benar ? Dan apakah boleh kita sampai mengagung2kn rambut tsb sprti perlakuan opick dkk thd benda tsb

Ibu Farida, di Yogyakarta.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du.

Ngalap berkah (tabarruk) dengan bekas fisik Nabi shallallahu’alaihi wasallam memang dibolehkan. Sebagaimana dilakukan oleh para sahabat, mereka pernah bertabaruk dengan air bekas wudhu Nabi shallallahu’alaihi wasallam, baju beliau, minuman beliau, rambut dan seluruh bekas fisik yang mulia Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Dan Nabi shallallahu’alaihi wasallam tidak mengingkari tindakan mereka. Menunjukkan bahwa hal tersebut boleh dilakukan. Karena memang pada tubuh Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang mulia, mengandung keberkahan dari Allah ‘azza wa jalla.

Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu pernah menceritakan,

دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ فَقَالَ عِِنْدَنَا فَعَرَقَ وَجَاءَتْ أُمِّيبِقَارُورَةٍ فَجَعَلَتْ تُسَلِّتُ الْعَرَقَ فِيهَا فَاسْتَيْقَظَ فَقَالَ:يَا أُمَّ سُلَيْمٍ، مَا هَذَا الَّذِي تَصْنَعِينَ؟ قَالَتْ: هَذَا عَرَقُكَنَجْعَلَهُ فِي طِيْبِنَا وَهُوَ مِنَ أَطْيَبِ الطِّيبِ

“Suatu saat, Nabi shallallahu’alaihi wasallam berkunjung ke rumah kami. Lalu beliau tidur siang. Beliau berkeringat ketika itu. Kemudian ibuku mengambil botol dan mengumpulkan keringat itu di dalamnya.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam terbangun dan bertanya, “Ummu Sulaim.. apa yang sedang kamu lakukan ?”

“Ini adalah keringat Anda Ya Nabi..,” jawab Ummu Sulaim, “kami akan campur dengan parfum kami. Itu adalah parfum terbaik.”

Dalam riwayat, dijelaskan jawaban Ummu Sulaim,

نَرْجُو بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا

“Kami mengharap mendapatkan barakah keringat ini untuk anak-anak kami.”

Rasul pun berkata,

أَصَبْتِ

“Anda benar…”

(HR. Bukhori)

Di kesempatan yang lain, sahabat Abu Juhaifah radhiallahu ‘anhu mengisahkan,

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ بِالْهَاجِرَةِ فَأُتِيَ بِوَضُوءٍفَتَوَضَّأَ فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضَوئِهِفَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ فَصَلَّى النَّبِيُّ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَرَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menemui kami saat hari panas terik. Air wudhu disiapkan untuk beliau. Seusai wudhu, orang-orang bergegas mengambil sisa wudhu beliau. Lalu mereka usap-usapkan pada tubuh mereka. Kemudian beliau shalat zhuhur dua rakaat dan ashar dua rakaat. Beliau shalat menghadap sebuah tombak kecil.” (HR. Bukhori)

Bahkan para ulama sepakat boleh. Dalam Ensiklopedia Fikih terbitan Kementerian Wakaf Kuwait diterangkan,

اتفق العلماء على مشروعية التبرك بآثار النبي صلى الله عليه وسلم وأورد علماء السيرة والشمائل والحديث أخبارا كثيرة تمثل تبرك الصحابة الكرام رضي الله عنهم بأنواع متعددة من آثاره صلى الله عليه وسلم

Para ulama telah sepakat (ijma’), disyariatkannya ngalap berkah dengan bekas fisik Nabi Shallallahu’alaihi wasallam. Ulama-ulama Siroh (sejarah Nabi) telah menyebutkan banyak hadis tentang tabarruk para sahabat yang mulia dengan bekas-bekas fisik Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, dengan berbagai macamnya. (Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 11/62)

Hanya Untuk Nabi

Tabarruk dengan fisik atau bekas fisik manusia, tidak boleh dilakukan kecuali kepada fisik yang mulis Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Tidak boleh dilakukan pada para wali Allah lainnya atau orang-orang sholih selain Nabi.

Syekh Sholih Al Utsaimin rahimahullah menerangkan,

كان الصحابة يتبركون بعرق النبي صلى الله عليه وسلم ويتبركون بريقه ويتبركون بثيابه ويتبركون بشعره ، أما غيره صلى الله عليه وسلم فإنه لا يتبرك بشيء من هذا منه ، فلا يتبرك بثياب الإنسان ولا بشعره ولا بأظفاره ولا بشيء من متعلقاته إلا النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم

Dahulu para sahabat berharap berkah dari keringatnya Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Mereka juga berharap berkah dari air ludah beliau, baju dan rambut beliau. Adapun untuk selain Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tidak boleh kita berharap berkah dari baju, rambut, kuku atau segala sesuatu yang melekat pada fisiknya, kecuali hanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam saja. (Syarah Riyadussholihin, 1/852)

Terbukti dalam praktek para sahabat –radhiyallahu’anhum-, sepeninggal Nabi, tak ada satupun riwayat yang menyebutkan bahwa seorangpun dari mereka bertabaruk dengan bekas wudhu atau rambutnya Abu Bakr As Sidiq atau Umar bin Khattab radhiyallahu’anhuma.

Masih Adakah Rambut Rasulullah saat Ini?

Abdullah bin Mubarok –rahimahullah– pernah mengatakan,

الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء

Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad, niscaya orang akan mengklaim sesukanya.

Sanad adalah, data urutan orang-orang dalam jalur periwayatan sebuah kabar.

Mengenai rambut Nabi shallallahu’alaihi wasallam, jika saja itu benar, tidak perlu dipermasalahkan. Namun, membuktikan keountentiakan rambut beliau yang mulia, harus ada bukti berupa jalur sanad yang terjaga dan bisa dipertanggungjawabkan. Apakah bukti ini bisa diupayakan pada zaman ini?

Mari kita simak keterangan dari pada pakar sejarah. Diantaranya berikut :

[1] Keterangan Syekh Ahmad Basa Taimur.

Beliau menyatakan dalam buku beliau “Al-Atsar An Nabawiyah”,

فما صح من الشعرات التي تداولها الناس بعد ذلك ، فإنما وصل إليهم مما قسم بين الأصحاب رضي الله عنهم ، غير أن الصعوبة في معرفة صحيحها من زائفها

Tak satupun riwayat valid yang bersambung sampai ke Nabi berkenaan rambut Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang tersebar di masyarakat sepeninggal beliau. Rambut-rambut beliau yang sampai kepada mereka mungkin bersumber dari para sahabat; semoga Allah meridhoi mereka, yang telah tersebar setiap helainya. Hanya saja, sangat sulit mengidentifikasi riwayat yang valid dengan yang tidak. (Al-Atsar An Nabawiyah, hal. 82 – 84)

[2] Keterangan pakar hadis abad ini : Syekh Nashirudin Al-Albani.

Beliau menjelaskan,

” هذا ولابد من الإشارة إلى أننا نؤمن بجواز التبرك بآثاره صلى الله عليه وسلم ، ولا ننكره خلافاً لما يوهمه صنيع خصومنا . ولكن لهذا التبرك شروطاً منها الإيمان الشرعي المقبول عند الله ، فمن لم يكن مسلماً صادق الإسلام فلن يحقق الله له أي خير بتبركه هذا ، كما يشترط للراغب في التبرك أن يكون حاصلاً على أثر من آثاره صلى الله عليه وسلم ويستعمله .

Kita mengimani bahwa boleh bertabaruk dengan bekas fisik Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Kita tidak mengingkari hal ini, sebagaimana yang disangkakan orang-orang. Namun, tabaruk (agar berkhat) memiliki syarat-syarat, diantaranya adalah iman yang diterima di sisi Allah. Siapa yang tidak muslim jujur Islamnya, dia tidak berhak mendapatkan keberkahan ini. Disyaratkan pula untuk mereka yang ingin bertabaruk dengan bekas fisik Nabi shallallahu’alaihi wasallam untuk benar-benar mendapatkan benda tersebut, kemudian menggunakannya untuk wasilah mendapat berkah.

Beliau melanjutkan,

ونحن نعلم أن آثاره صلى الله عليه وسلم من ثياب أو شعر أو فضلات قد فقدت ، وليس بإمكان أحد إثبات وجود شيء منها على وجه القطع واليقين ، وإذا كان الأمر كذلك فإن التبرك بهذه الآثار يصبح أمراً غير ذي موضوع في زماننا هذا ويكون أمراً نظرياً محضاً، فلا ينبغي إطالة القول فيه

Kita semua mengetahui bahwa bekas-bekas fisik Nabi shallallahu’alaihi wasallam seperti baju, rambut atau yang lainnya, telah punah. Dan tidak seorangpun diantara kita yang mampu menghadirkan benda-benda tersebut dengan yakin dan valid. Maka dari itu, bertabaruk dengan hal-hal demikian zaman ini menjadi pembahasan yang tidak terlalu penting, hanya sekadar praduga atau klaim semata. Olehkarenanya, tidak perlu kita memperpanjang pembicaraan tentang masalah ini. (Masu’ah Al Albani fil ‘Aqidah, 3/731)

Sarana Ngalap Berkah yang Pasti

Jika kita menginginkan betul berkah dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam, ada satu sarana yang valid dan pasti dapat keberkahan. Yaitu bertabaruk dengan ajaran yang dibawa Nabi shallallahu’alaihi wasallam, yang sampai detik ini jejaknya masih terjaga, bahkan hingga hari kiamat.

Silahkan ngalap berkah dari meneladani sunah-sunah beliau shallallahu’alaihi wasallam.

Ada keterangan menarik dari Syeikhul Islam Ahmad Al Harroni rahimahullah,

كَانَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ لَمَّا قَدِمَ عَلَيْهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَرَكَتِهِ لَمَّا آمَنُوا بِهِ وَأَطَاعُوهُ، فَبِبَرَكَةِ ذَلِكَ حَصَلَ لَهُمْ سَعَادَةُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، بَلْ كُلُّ مُؤْمِنٍ آمَنَ بِالرَّسُولِ وَأَطَاعَهُ حَصَلَ لَهُ مِنْ بَرَكَةِ الرَّسُولِ بِسَبَبِ إيمَانِهِ وَطَاعَتِهِ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، مَا لَا يَعْلَمُهُ إلَّا اللَّهُ

Penduduk Madinah, di saat kedatangan Nabi shallallahu’alaihi wasallam, mereka mendapatkan keberkahan, saat mereka beriman dan taat kepada beliau. Dengan berkah ini, mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Bahkan setiap mukmin yang beriman Rasul serta patuh kepada perintahnya, meraka mendapat keberkahan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, disebabkan iman serta ketaatan mereka kepadanya. Berupa kebaikan dunia dan akhirat yang tak ada tahu nilainya kecuali Allah. (Majmu’Fatawa, 11/ 113)

Wallahua’lam bis showab.

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

Read more https://konsultasisyariah.com/34812-ngalap-berkah-dengan-rambut-nabi.html

Mampu Qurban Tapi Tidak Berqurban Berdosa?

Kaya, Tidak Berqurban Berdosa?

Assalamualaikum….
Bertanya Ustadz….orang yang mampu qurban tetapi tidak mau qurban, ..apa hukumnya?…

Dari : Atiek Hartono.

Jawaban :

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.

Bismillah. Wassholatu was salam ‘ala Rasulillah wa ba’d.

Hukum berqurban adalah sunah muakkadah menurut pendapat yang kuat (rajih). Inilah pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama (jumhur). Sehingga orang yang meninggalkannya tidak berdosa. Hanya saja, para ulama mewanti-wanti kepada mereka yang mampu kemudian tidak berqurban, bahwa mereka telah melakukan perbuatan yang sangat makruh.

Sebagian ulama berpandangan wajib untuk yang berkemampuan. Mereka berdalil dengan hadis,

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi.

Namun pendapat kedua ini dipandang lemah karena :

[1] hadis di atas dinilai lemah (dha’if) oleh para ulama hadis. Karena diantara perawinya terdapat Abdullah bin ‘Ayyas, yang dinilai sebagai perawi yang lemah.

Sebagaimana keterangan dari Syaikh Syu’aib al Arnauth rahimahullah, “Sanad hadis ini lemah. Abdullah bin ‘Ayyas (salah seorang rawinya) dinilai lemah. Dia juga mengalami kekacauan dalam periwayatan hadis ini. Keterangan selanjutnya akan dipaparkan di pembahasan takhrij.” Kemudian beliau melanjutkan, “Syaikh Albani menilai hadis ini hasan dalam Takhrij Musykilah al Faqr. Namun beliau keliru dalam penilaian tersebut.”

(Ta’liq Musnad Imam Ahmad 2/321).

[2] terdapat riwayat shahih, bahwa Abu Bakr, Umar, Ibnu Abbas, dan beberapa sahabat lainnya tidak berqurban. Karena mereka khawatir kalau berqurban dianggap suatu yang wajib.

Imam Thahawi menyatakan,

وروى الشعبي عن أبي سريحة قال رأيت أبا بكر وعمر ـ رضي الله عنهما ـ وما يضحيان كراهة أن يقتدى بهما.

Asy-Sya’bi meriwayatkan dari Suraihah, beliau berkata, “Saya melihat Abu Bakr dan Umar -semoga Allah meridhoi keduanya- tidak berqurban. Karena tidak ingin orang mengikutinya (pent. menganggapnya wajib).” (Mukhtashor Ikhtilaf al-Ulama 3/221).

Abu Mas’ud al Anshori pernah mengatakan

إني لأدع الأضحى وأنا موسر مخافة أن يرى جيراني أنه حتم علي.

Sungguh saya pernah tidak berqurban padahal kondisi saya mampu. Karena saya khawatir tetanggaku akan berpandangan bahwa berqurban itu kewajiban. (Ahkam al Quran, al Jasshos, 5/85).

Ibnu Umar menegaskan,

ليست بحتم ـ ولكن سنة ومعروف

Berqurban bukan sebuah kewajiban. Namun hanya sunah yang ma’ruf.” (Ahkam al Quran, al Jasshos, 5/85).

Oleh karenanya yang lebih tepat, hukum berqurban adalah sunah mu-akkadah. Sementara makna sunah dari sudut pandang fikih adalah, perbuatan yang bila dikerjakan berpahala, bila ditinggalkan tidak berdosa. Sehingga meninggalkannya tidak berdosa meskipun kondisinya mampu. Hanya saja hukumnya sangat makruh.

Wallahua’lam bis showab.

Dijawab oleh ustadz Ahmad Anshori (Pengasuh PP. Hamalatul Quran, Mahasiswa Universitas Islam Madinah)

Read more https://konsultasisyariah.com/28263-mampu-qurban-tapi-tidak-berqurban-berdosa.html

Senam Ngapak, Cara Jemaah Haji Tetap Bugar di Tanah Suci

Makkah (Kemenag) — Waktu masih menunjukkan pukul 06.15 waktu Arab  Saudi, saat mobil yang membawa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin  keluar dari Kantor Urusan Haji Daerah Kerja menembus jalanan pagi kota Makkah yang mulai padat. Wajar, sebagian besar jemaah haji dari seluruh dunia sudah mulai berada di Kota  Kelahiran Nabi ini.

Zona Jarwal, Makkah menjadi tujuan Menag pagi ini. Di sana berlangsung Olahraga Senam Ngapak (OSN) yang diselenggarakan bagi jemaah haji Indonesia yang bermukim di Sektor 10, Makkah. “Dinamakan senam ngapak, karena kebetulan di Jarwal, khususnya di hotel Kiswah ini lebih banyak mereka yang berasal dari pesisir Jawa Tengah. Seperti dari Tegal, Brebes, Pekalongan, Purbalingga, Cilacap, dan sebagainya,” jelas Kepala Sektor 10 Makkah Nurul Badruttamam, Sabtu (03/08). 

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit, Menag tiba di lokasi yang berjarak sekitar empat kilo meter dari wisma KUH tempatnya menginap. Menag yang memang hobi berolahraga ini langsung menjadi pusat perhatian setibanya di lokasi.  Usai menyapa jemaah, Menag pun mengambil posisi persis di depan instrukstur senam. 

Ratusan jemaah haji yang sudah berbaris pun tampak bersemangat memulai senam yang dipandu jemaah haji asal Solo yang juga dosen olahraga dari UNS yakni DR Waluyo.  Meskipun judulnya senam ngapak, tapi lagu yang mengiringi senam tak semuanya merupakan lagu ngapak. 

Gerakan senam para jemaah makin bersemangat kala lagu Kun Anta yang dipopulerkan Humood Al khuder dipasang untuk mengiringi senam. Sekitar 30 menit melakukan gerakan senam yang penuh semangat namun ceria itu, Lukman dan jemaah tampak berkeringat.

“Lumayanan  kiyeh mbak.. wis gobyos,”ujar salah satu jemaah yang tak mau disebut namanya. 

Lain lagi dengan Hartanti dan  Rini, dua jemaah haji asal Solo Jawa Tengah yang juga mengikuti senam tersebut  meski di kesehariannya tidak berbahasa jawa ngapak.”Alhamdulillah  bisa mengikuti juga senamnya. Ya sudah familiar juga dengan bahasanya. Rasanya jadi lebih sehat, bugar,  lebih fresh,” ujar Hartanti. 

Sementara  kepada media,  Menag mengatakan kegiatan tersebut penting untuk menjaga kebugaran jasmani jemaah.

“Ya kita baru saja selesai senam pagi bersama seluruh jemaah haji yang tinggal di Hotel Kiswah di Jarwal ini adalah sebagian besar adalah jamaah-jamaah Embarkasi Solo dari Jawa Tengah. Dan ini adalah cara petugas haji kita di sektor 10 untuk bagaimana agar kesehatan jemaah senantiasa tetap terjaga dan terpelihara dengan baik,” ujarnya. 

Menag berharap, melalui senam bersama ini, merupakan selingan aktivitas yang harapannya membawa manfaat bagi jemaah maupun petugas. Ia sendiri setelah bersenam bersama mengaku merasa lebih segar dan bugar.

“Rasanya? Alhamdulillah kita jadi lebih segar keluar seluruh keringat ini untuk mengimbangi aktivitas kita selama kita berada di Tanah Suci sehingga ini tidak hanya merupakan selingan kegiatan tapi harapannya tentu membawa manfaat bagi kebugaran jasmani kita,” kata Lukman.

BERITA KEMENAG