Doa yang DIbaca Rasulullah agar Selamat dari Bahaya Dajjal

Rasulullah SAW senantiasa berdoa saat tasyahud akhir agar selamat dari Dajjal.

Kemunculan Dajjal merupakan peristiwa yang menakutkan bagi seluruh manusia di muka bumi, dan peristiwa tersebut akan terjadi di akhir zaman. 

Dajjal akan merajalela di muka bumi dengan menyebarkan kerusakan dimana-mana, dan meneror orang-orang beriman serta mengalihkan mereka dari keimanan kepada kekufuran.

Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, tak akan ada huru-hara di muka bumi ini sejak masa Adam yang lebih besar dari pada huru-hara Dajjal. Sesungguhnya setiap Nabi yang dikirim Allah akan memperingatkan ummatnya tentang Dajjal. Aku adalah nabi terakhir dan kalian adalah ummat terakhir.” (HR Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik RA, Rasulullah bersabda, ”Tidak ada tempat yang tidak dimasuki Dajjal kecuali Makkah dan Madinah (Riwayat Muslim). 

Ibnu Umar RA meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, “Tak diragukan lagi, Nuh telah memperingatkan umatnya tentang Dajjal, tetapi aku akan menceritakan sesuatu tentang Dajjal yang tak diceritakan oleh para nabi sebelumku. Kalian harus tahu bahwa dia bermata satu dan Allah tidak bermata satu (HR al-Bukharī).

Imam Bukhari dan Muslim memperingatkan kita akan bahaya Dajjal. Dajjal, menurut Dr Yusuf Qordhowi dalam kitab Sunnah Rasul adalah sosok yang digunakan Allah SWT untuk menguji hamba-hamba-Nya pada masa-masa fitnah, untuk mengetahui siapa yang benar-benar mengikuti Rasul dan siapa yang kemudian berbalik dari mengikutinya.

Sebagaimana diceritakan sahabat Hudzaifah, di antara kemahiran tipu muslihat Dajjal adalah kemampuannya ”menyulap” kebenaran dengan kebatilan (dan sebaliknya). 

Hudzaifah mengisahkan, Dajjal keluar membawa air dan api. Yang dilihat manusia sebagai api, sebenarnya air. Sedangkan apa yang dilihat manusia sebagai air, sebenarnya adalah api. Rekayasa Dajjal semakin sempurna karena bersamanya ada dukungan materi yang melimpah. Sahabat Mughirah berkata, ”Bersamanya ada gunung roti dan sungai air.”

Melalui dua senjata utama itu (tipu muslihat dan iming-iming materi), Dajjal dikisahkan hadir di masa-masa fitnah. Sebuah masa yang tepat, sehingga Dajjal berhasil menyedot massa yang tidak sedikit, yang segera akan digiring ke dalam surganya (baca: neraka-Nya). 

Diceritakan, mayoritas pengikut Dajjal adalah mereka yang tidak memiliki furqon (kemampuan memilih antara hak dan batil). Oleh karenanya, Rasulullah SAW memberi teladan kepada kita dengan berdoa kepada Allah SWT dari fitnah Dajjal. 

Doa ini lebih sering diucapkan Rasulullah dalam tasyahud akhir menjelang salam. Yaitu sebagai berikut: 

 اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

 “Allahumma inni audzubika min ‘adzabi jahannama wa min adzabil qabri wa min fitnatil mahya wal mamati, wa min syarri fitnatil masihid dajjal. (Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, dari fitnah kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah al-masikh ad-Dajjal (HR Muslim dari Anas dan Abu Hurairah).  

Meski di antara kita tidak ada yang tahu kapan, di mana, dan dalam wujud apa Dajjal itu akan muncul, namun seyogianya kita tetap berhati-hati.

n Ratna Ajeng Tejomukti

KHAZANAH REPUBLIKA

Ini Doa yang Dibaca Ibn Abbas Setelah Bersin

Dalam Islam, ketika kita bersin, kita dianjurkan untuk membaca hamdalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Anjuran ini berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw bersabda;

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

Apabila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya dia mengucapkan; Alhamdulillah. Sementara saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan; Yarhamukallah. Jika saudaranya berkata; Yarhamukallah, maka hendaknya dia berkata; Yahdikumullah wa yushlihu baalakum.

Selain membaca hamdalah, ada riwayat doa yang dibaca Ibn Abbas setelah bersin, sebagaimana disebutkan oleh Habib Zain bin Sumaith dalam kitab Al-Nujum Al-Zahirah fi Al-Azkar berikut;

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ مَالاً يَكْفِيْنِيْ وَبَيْتًا يَأْوِيْنِيْ وَاحْفَظْ عَلَيَّ عَقْلِيْ وَدِيْنِيْ وَاكْفِنِيْ شَرَّ مَنْ يُؤْذِيْنِيْ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَهْلِ بَيْتِهِ

Allaohummarzuqnii maalan yakfiini wa baitan ya’wiinii wahfadz ‘alayya ‘aqlii wa diinii wakfinii syarro man yu’dziinii. Allohumma sholli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa ahli baitihii.

Ya Allah, berilah aku rezeki harta yang cukup untukku, rumah yang meneduhiku, periharalah akal dan agamaku, dan cukupkan aku dari keburukan orang yang menyakitiku. Ya Allah, berilah rahmat dan keselamatan atas junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya.

MOH JURIYANTO

Haruskah Muslim Takut Hadapi Datangnya Hari Kiamat

Hari Kiamat akan dilewati setiap orang tak terkecuali Muslim.

Kondisi ketakutan berlebih akan terjadinya bencana justru mengindikasikan bahwa orang itu mengalami gangguan pada kejiwaannya.

Lebih dari itu, juga menandakan lemahnya keimanan terhadap kekuasaan Allah SWT. Padahal setiap kejadian yang menimpa makhluk telah digariskan Allah. 

مَاأَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu,” (QS At-Taghabun ayat 11).  

Orang yang mengalami ketakutan berlebih akan terjadinya bencana bahkan dapat berperilaku abnormal dengan menyiapkan berbagai hal secara berlebihan agar selamat dari bencana.  

Bagi umat Islam, informasi tentang kejadian-kejadian maha dahsyat sudah diberitahukan baik dalam Alquran maupun hadits. Termasuk yakni peristiwa hancurnya alam semesta beserta isinya atau yang hari kiamat. Bahkan meyakini akan datangnya hari kiamat adalah wajib bagi seorang mukmin.  

Tetapi informasi tentang kiamat tidak lantas membuat seorang Muslim dihantui ketakutan menjalani hidup. Melainkan sebagai pengingat untuk senantiasa memeperbanyak amal saleh dan meningkatkan ketakwaan. 

Sebab sejatinya tak akan ada satu makhluk pun yang akan lolos dari kematian. Sedangkan hanya orang-orang yang beriman, bertakwa dan beramal saleh yang akan dapat selamat dari kehidupan yang kekal setelah kematian.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan,” (QS Al Ankabut: 57).  

Informasi tentang potensi gempa dan tsunami seperti yang diungkapkan dalam hasil riset baru-baru ini lebih baik disikapi dengan sudut pandang positif dan optimis, yakni menjadi pemantik untuk meningkatkan literasi tentang ilmu bumi serta meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam melakukan mitigasi bencana alam. 

Di samping itu pada sisi spiritual, menambah keimanan sehingga mendorong untuk terus melakukan amal saleh dan mencegah kemungkaran. Sebab bisa jadi datangnya sebuah bencana dikarenakan kezaliman yang terus berlangsung dan kelalaian akan perintah Allah SWTL   

“Sesungguhnya manusia apabila melihat kezaliman dan tidak berusaha mencegahnya maka akan dikhawatirkan Allah akan meratakan azabnya,” (HR. Abu Daud). Selain itu melakukan tobat dari segala dosa dengan senatiasa beristighfar. وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan, tidaklah pula akan menghukum mereka sedangkan mereka masih memohon ampunan,” (QS Al-Anfal; 33).

KHAZANAH REPUBLIKA

7 Keutamaan Membaca Alquran Menurut Dalil Terlengkap

Allah memuliakan ummat ini dengan islam, Allah menurunkan al-Quran al-karim kepada Nabi kita Muhammad sallallahu alaihi wa sallam, dan termasuk dari keistimewaan al-Quran adalah tidak ada kebatilan yang terdapat padanya, tidak dari depan maupun dari belakang, dia adalah tali Allah yang kokoh, cahaya yang terang menerangi kehidupan seorang muslim, jalan hidayah bagi manusia yang mengeluarkan mereka dari kegelapan syirik kepada cahaya tauhid.

Al-quran mengumpulkan kisah-kisah ummat terdahulu bersama nabi-nabi mereka, sebagaimana terkandung di dalamnya penjelasan hukum-hukum syariat, penjelasan tentang halal haram, aturan yang mengatur kehidupan manusia, maka al-Quran adalah sebuah pedoman hidup dan jalan yang lurus bagi manusia, al-Quran tidak menjadikan orang malas untuk mendengar dan membacanya, bahkan perasaan terasa indah dan manis ketika mendengar al-Quran, ini berlaku tidak hanya bagi manusia, bahkan golongan jin pun menikmati bacaan al-Quran, sampai-sampai kemudian mereka mengimaninya dan pulang ke tempat asal mereka dengan memberi peringatan, Allah berfirman:

قُلْ أُوحِىَ إِلَىَّ أَنَّهُ ٱسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ ٱلْجِنِّ فَقَالُوٓا۟ إِنَّا سَمِعْنَا قُرْءَانًا عَجَبًا *يَهْدِىٓ إِلَى ٱلرُّشْدِ فَـَٔامَنَّا بِهِۦ ۖ وَلَن نُّشْرِكَ بِرَبِّنَآ أَحَدًا

“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan kami”.
(QS Al-jin :1-2)

Juga dalam firman yang lain:

وَإِذْ صَرَفْنَآ إِلَيْكَ نَفَرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقُرْءَانَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوٓا۟ أَنصِتُوا۟ ۖ فَلَمَّا قُضِىَ وَلَّوْا۟ إِلَىٰ قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan”.
(QS Al-Ahqaf: 29)

Termasuk hal penting yang perlu kita tahu, bahwa Allah ta’ala telah berjanji untuk menjaga al-Quran dari hilang dan penyimpangan, sesuai dengan firman-Nya subhanahu wa ta’ala:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
(QS Al-Hijr :9)

Dan Allah ta’ala telah menjadikan sebab-sebab terjaganya al-Quran, Allah turunkan al-Quran di tengah ummat yang kebiasaannya menghafal, mereka dimotivasi untuk menghafal dan membacanya, senantiasa mempelajari dan mengajarkannya, bahkan Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan betapa besar keutamaan al-Quran, dan tingginya kedudukan di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang mempelajarinya, selain itu al-Quran pun bisa menjadi sebab seseorang masuk surga Allah ta’ala.

Dari penjelasan global di atas, kita tahu betapa mulia dan agungnya al-Quran, dan untuk mengetahui sedikit lebih detail tentang fadhilah bagi para ahlul Quran dan pembacanya, berikut coba kami bawakan beberapa dalil yang berkaitan dengan keutamaan membaca al-Quran, semoga dengannya bisa lebih memotivasi kita untuk banyak membaca al-Quran:

1. Pahala yang berlipat ganda.

Telah valid dalam hadist bahwa Allah melipatgandakan pahala membaca al-Quran dari hadist Abdullah bin mas’ud rodiyallahu anhu bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.”
(HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469)

2. Pembaca al-Quran yang mahir akan bersama malaikat yang terhormat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أجْرَانِ

“Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, dia berada bersama para malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam membaca Al-Qur’an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala”.
(H.R Muslim no:798)

3. Mendapatkan syafaat di hari kiamat

Dalam hadist dijelaskan bahwa membaca al-Quran adalah salah satu sebab seseorang mendapatkan syafaat di hari kiamat, dari sahabat Abu Umamah al-Bahili rodiyallahu anhu dari Rasul sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

اقْرَؤُوا القُرْآنَ فإنَّه يَأْتي يَومَ القِيامَةِ شَفِيعًا لأَصْحابِهِ

“Bacalah oleh kalian al-Quran, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberikan syafaat bagi para pembacanya”.
(H.R Muslim no:804)

4. Allah mengangkat derajat para ahli al-Quran di dunia

Para pembaca al-Quran, ahli al-Quran akan diangkat derajatnya di dunia terlebih di akhirat, sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut, bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda :

إنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بهذا الكِتَابِ أَقْوَامًا، وَيَضَعُ به آخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah ta’ala akan mengangkat derajat sebagian kaum karena sebab al-Quran ini dan akan merendahkan dengannya sebagian kaum yang lain”.
(H.R Muslim no:817)

5. Mendapat derajat yang tinggi di surga

Surga mempunyai beberapa tingkatan derajat, dan para ahli al-Quran akan menempati derajat surga sesuai dengan ayat terakhir yang ia baca, ini sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Rasul sallallahu alaihi wa sallam:

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

“Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) al-Qur’an nanti, ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya! Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).”
(H.R Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzino. 2914)

6. Memiliki kedudukan khusus di sisi Allah ta’ala

Ini sebagaimana juga dijelaskan dalam hadist Nabi sallallahu alaihi wa sallam dari sahabat Anas bin malik rodiyallahu anhu:

إِنَّ للهِ أهلِينَ مِنَ الناسِ قالوا: من هُمْ يا رسولَ اللهِ؟ قال أهلُ القرآنِ هُمْ أهلُ اللهِ وخَاصَّتُهُ

“Sesungguhnya Allah memiliki orang khusus (Ahliyyin) dari kalangan manusia. Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah mereka?”
Beliau menjawab, “Mereka adalah Ahlu Al-Qur’an, Ahlullah dan orang khusus-Nya.”

(H.R Ibnu Majah, no 215 dan Ahmad, no. 11870)

7. Dijauhkan menjadi orang yang lalai mengingat Allah

Telah datang penjelasan dari Rasul sallallahu alaihi wa sallam bahwa pembacaan al-Quran bisa menjadikan seorang hamba senantiasa ingat dengan Allah ta’ala dan menghindarkannya dari sifat lalai, seperti dalam sabda Beliau:

مَن قَرَأَ عَشْرَ آيَاتٍ فِي لَيلَةٍ لَم يُكتَبْ مِنَ الغَافِلِينَ

“Barangsiapa membaca sepuluh ayat pada malam hari, maka dia tidak termasuk orang-orang yang lalai.”
(HR. Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, 1/742, dishahihkan oleh Al-Alabny dalam Shahih At-Targhib, 2/81)

Demikian sedikit kutipan hadist-hadist Nabi sallallahu alaihi wa sallam yang bisa kami bawakan, semoga semakin menambah motivasi dan semangat kita untuk meraih fadhilah dan keutamaan al-Quran, mengimaninya, menghafalnya dan mengamalkan isinya, sehingga bisa menjadi penerang kehidupan dunia kita, dan menuntun kita kepada kebahagiaan kehidupan akhirat.

Wallahu a’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Kandungan Ayat dan Huruf dalam Al-Quran

Ikhwatal Iman Ahabbakumullah, saudara saudariku sekalian yang mencintai Sunnah dan dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla..

Sudah menjadi hal yang lazim bagi seorang mukmin dalam membuktikan cintanya pada Allah, serta keyakinannya terhadap Hari Akhir dengan membaca Al-Quran. Sebab membaca Al-Quran berarti berinteraksi dengan KalamNya, yakni membaca kabar, perintah, dan juga laranganNya. Rosululloh sholAllahu ‘alaihi wasallam memberikan perumpamaan kepada kita tentang orang yang membaca dan yang tidak membaca Al-Quran seperti buah yang enak dan tidak enak, baik itu rasa ataupun aromanya. Beliau bersabda,

الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالأُتْرُجَّةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ ، وَالْمُؤْمِنُ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْرَةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ لَهَا ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالرَّيْحَانَةِ ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ ، طَعْمُهَا مُرٌّ أَوْ خَبِيثٌ وَرِيحُهَا مُرٌّ

“Permisalan orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah utrujah, rasa dan aromanya enak.
Orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma.
Orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah bagaikan roihaanah, aromanya enak namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan hanzholah, rasanya pahit dan aromanya tidak enak”
[HR Bukhori 5059]

Belum lagi kabar dari Beliau tentang syafa’at yang berbanding lurus dengan para pembaca Al-Quran kelak di akhirat,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang memberi syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti”
[HR Muslim 1337]

Sungguh, melimpahnya fadhilah membaca Al-Quran ini sejalan dengan apa yang Allah kabarkan sendiri dalam firmanNya, yakni perniagaan yang tiada pernah merugi

الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

“Sejatinya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat serta menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka secara diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
(QS Fathir 29)

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menjelaskan ayat diatas menukilkan perkataan Qotadah,

قال قتادة رحمه الله : كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء

‘Qatadah rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdulloh jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran”’
(Tafsir Al Quran Al Azhim VI/545)

Lalu muncul pertanyaan; orang-orang yang gemar membaca Al-Quran itu (termasuk kita Insya Allah) apakah tahu berapa banyak kandungan ayat dan huruf di dalam Al-Quran?
Hal ini sering ditanyakan karena terkait dengan Hadits Ibnu Mas’ud rodhiAllahu ‘anhu yang menjelaskan bahwa 1 ayat Alif Laam Mim tidak dihitung 1 huruf tapi 3 huruf,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Quran), maka baginya satu pahala kebaikan dan satu pahala kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali, aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf dan MIIM satu huruf”
[HR Tirmidzi 2835]

Jika 1 ayat pendek di awal surat Al-Baqoroh dihitung 3 huruf berarti ada 30 pahala yang didapatkan pembacanya, lalu bagaimana jika membaca semua huruf dalam Al-Quran alias mengkhatamkannya?

Tentang jumlah ayat dan huruf dalam Al-Quran Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya menyebutkan beberapa pendapat, dan beliau menegaskan bahwa jumlah ayat Al-Quran tidak kurang dari 6000 ayat. Adapun angka selebihnya adalah perkara yang diperselisihkan. Beliau mengatakan,

فأما عدد آيات القرآن فستة آلاف آية، ثم اختلف فيما زاد على ذلك على أقوال، فمنهم من لم يزد على ذلك، ومنهم من قال: ومائتا آية وأربع آيات، وقيل: وأربع عشرة آية، وقيل: ومائتان وتسع عشرة، وقيل: ومائتان وخمس وعشرون آية، وست وعشرون آية، وقيل: ومائتا آية، وست وثلاثون آية. حكى ذلك أبو عمرو الداني في كتاب البيان

“Berkenaan jumlah ayat dalam Al-Quran, ada 6000 ayat. Lalu ada silang pendapat dikalangan para ulama tentang kelebihan dari jumlah tersebut (6000). Diantara mereka ada yang berpendapat tidak lebih dari jumlah itu. Ada yang mengatakan 6204 ayat. Ada yang mengatakan 6014 ayat. Ada juga yang mengatakan 6219 ayat. Ada yang mengatakan 6225 atau 6226 ayat. Dan ada yang mengatakan 6236 ayat, pendapat ini disampaikan oleh Abu Amr Ad-Daani dalam Kitab Al-Bayan”
(Tafsir Ibn Katsir 1/98).

Tentu saja inilah yang harus kita yakini, bahwa jumlah ayat yang ada dalam Al-Quran sekitar 6000an ayat, atau jika dinisbatkan pada pendapat Abu Amr Ad-Daani maka jumlahnya 6236 ayat. Berbeda jauh dengan apa yang diyakini orang-orang Syi’ah bahwa Al-Quran sampai memiliki puluhan ribu ayat, sebagaimana disebutkan oleh Al-Kulainiy dalam kitabnya Al-Kaafi,

عن هشام بن سالم ، عن أبي عبد الله عليه السلام قال:
إن القرآن الذي جاء به جبرئيل عليه السلام إلى محمد صلى الله عليه وآله سبعة عشر ألف آية

Dari Hisyam bin Salim dari Abu Abdillah ‘alaihissalam ia berkata, “Sejatinya Al-Quran yang dibawa Jibril kepada Muhammad sholAllahu ‘alaihi wasallam terdiri dari 17.000 ayat”
(Al-Kaafi Lil-Kulainiy II/634)

Adapun jumlah huruf dan kata, Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan beberapa keterangan dari kalangan tabiin,

وأما كلماته، فقال الفضل بن شاذان، عن عطاءِ بن يسار: سبع وسبعون ألف كلمة وأربعمائة وتسع وثلاثون كلمة. وأما حروفُه، فقال عبد الله بن كثير، عن مجاهد: هذا ما أحصينا من القرآن وهو ثلاثُمائِة ألفِ حرف وواحدٌ وعشرون ألفَ حَرْفٍ ومائَةٌ وثمانونَ حرفًا.

‘Berkenaan jumlah kata dalam Al-Quran, Fadhl bin Syadan meriwayatkan dari Atha’ bin Yasar, beliau mengatakan: “77439 jumlah kata”. Sedangkan jumlah hurufnya, diriwayatkan oleh Abdullah bin Katsir dari Mujahid, beliau mengatakan, “Inilah yang kami hitung (jumlah huruf) dari Al-Quran, yakni 321.180 huruf”
(Tafsir Ibn Katsir, 1/98).

Jadi tinggal hitung saja berapa pahala yang didapat ketika membaca semua huruf dalam Al-Quran.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Dan semoga Allah mudahkan kita semua berserta anggota keluarga untuk menjadi Ahlul Quran.

Wallahu A’lam Bisshowab.

Ditulis oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Sabtu, 15 Shafar 1441 H/ 03 Oktober 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

5 Faktor Penghapus Pahala Ibadah yang Kita Lakukan

Terdapat lima faktor yang bisa menghapus pahala ibadah umat Islam.

Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW selalu menyerukan umat Muslim untuk berbuat baik dan menambah pahala. Namun selayaknya manusia, hilaf dan kesalahan merupakan hal yang tak bisa dihindarkan dari kehidupan.  

Dari semua tindakan atau kekhilafan yang dilakukan manusia, ada beberapa hal yang bila dilakukan dapat menghapus pahala atau amal-amal yang telah dikumpulkan. Setidaknya, ada lima perbuatan yang perlu diperhatikan dan menjadi kewaspadaan umat.

1. Syirik besar atau kafir 

Perbuatan pertama yang dapat menghapus pahala adalah syirik besar atau kafir. Syirik besar merupakan perbuatan yang mengambil tandingan selain Allah SWT dan menyamakannya dengan Sang Pencipta.

Beberapa contoh perbuatan syirik besar adalah bernadzar pada selain Allah SWT, thawaf keliling kubur dan berdoa meminta pada penghuni kubur. Selain itu, meminta perlindungan pada selain Allah, dan bertawakkal padanya merupakan contoh kafir.

Kesyirikan besar merupakan bentuk kezaliman besar dan penghinaan terhadap Allah SWT. Dengan melakukan hal tersebut, sama artinya menyamakan derajat Allah dan makhluk-Nya.

Balasan yang setimpal dengan perilaku ini adalah terhapusnya semua pahala amalan kebaikan. Selain itu, Allah SWT tidak akan memberikan ampun bila seorang manusia mati dalam keadaan berbuat syirik dan belum bertaubat darinya. Hal ini disampaikan dalam Alquran, QS Al-An’am ayat 88: :

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”

Penghapus pahala dosa berkaitan dengan persoalan hati dan lisan

2. Syirik kecil atau Riya

Perbuatan berikutnya yang dapat menghapus pahala adalah syirik kecil atau riya. Riya artinya memperlihatkan sekaligus memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan diperhatikan dan mendapat pujian dari orang lain. Perbuatan ini pasti menghapus amalan yang telah dilakukan karena tujuannya yang tidak tulus, ingin dipuji oleh orang yang melihat atau mendengarnya.  

Ustadz Abuya Masnur sebelumnya pernah menyebut, riya’ dalam Bahasa Arab adalah arriya, berasal dari kata kerja ‘raa’ yang bermakna memperlihatkan. Dengan memperlihatkan amalan kita pada orang lain, amal akan menjadi sia-sia.Allah SWT pernah berfirman dalam HR Muslim:

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

“Aku paling tidak butuh pada sekutu-sekutu, barangsiapa yang beramal sebuah amal kemudian dia menyekutukan-Ku di dalamnya maka Aku tinggalkan dia dan syiriknya.”

3. Ujub, membangga-banggakan amal

Perilaku bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan merupakan hal yang baik dan ciri Muslim yang bertakwa. Namun, batas antara bersyukur dan ujub atau membanggakan amal di luar batas sangat tipis.

Syukur yang tak terukur, bisa berubah menjadi ujub yang merasuk ke dalam hati, dan puncaknya adalah takabbur. Perbuatan ini dapat mengundang benih-benih keburukan dalam hati seorang umat.

Ujub merupakan perilaku mengagumi diri sendiri dan senantiasa membanggakan diri karena merasa memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain. Perbuatan seperti ini jelas tidak baik dan dapat menghapus pahala seseorang.

Ibnul Mubarak pernah berkata, “Aku tidak mengetahui pada orang-orang yang sholat perkara yang lebih buruk daripada ujub.” Syekh Ibnu Al Utsaimin juga pernah mengungkapkan, ujub itu dapat membatalkan amal.

“Kelompok yang kedua, yaitu orang-orang yang tidak memiliki tahqiq (kesungguhan) dalam pokok iman kepada takdir. Mereka melakukan ibadah sekadar yang mereka lakukan. Namun mereka kita sungguh-sungguh dalam ber-isti’anah kepada Allah dan tidak bersabar dalam menjalankan hukum-hukum Allah yang kauwni maupun syar’i. Sehingga dalam beramal mereka pun malas dan lemah, yang terkadang membuat mereka terhalang dari beramal dan menghalangi kesempurnaan amal mereka. Dan membuat mereka ujub dan sombong setelah beramal yang terkadang bisa menjadi sebab amalan mereka hangus dan terhapus.” ujarnya dikutip di Majmu’ Fatawa war Rasail, 4/250.

Nabi Muhammad SAW pun pernah mengungkit perihal ujub ini. Dalam HR Thabrani dituliskan: 

ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“”Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri.” 

Allah SWT akan menghapus pahala ibadah dan menjadikannya sia-sia

4. Mengungkit amalan

Ketika seorang Muslim melakukan ibadah atau perbuatan baik dalam hidup, ikhlas merupakan pondasi yang harus terus dimiliki. Rasa ikhlas juga harus dijaga ketika sedang berinfak atau bersedekah. 

Dalam QS Al-Baqarah ayat 262, Allah SWT berfirman:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Robb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” 

Untuk menjaga rasa ikhlas itu, Allah SWT lantas melarang seseorang untuk mengungkit-ungkit amalan yang telah ia lakukan. Dalam QS Al-Baqarah ayat 264, Allah SWT mengingatkan agar seorang Muslim tidak mengumbar-umbar amalan baik yang dia lakukan atau pahala yang ia dapatkan sebelumnya akan hilang.

Di ayat tersebut dituliskan: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian”.

5. Menyakiti perasaan seseorang

Menyakiti perasaan seseorang bisa menjadi salah satu faktor hilangnya pahala seorang Muslim. Hal ini juga disampaikan Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 264 di atas.

Selain itu, dalam QS AL-Baqarah ayat 263 disebutkan tentang perbuatan yang lebih baik dari sedekah adalah perkataan yang baik atau memberi maaf. Lengkapnya surat tersebut berbunyi :

قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّن صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti.” 

Dalam HR Tirmidzi, Rasulullah SAW pernah bersabda: 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ:…  إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ.

“Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji. Tapi di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang (secara batil/zalim), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya. Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang menuntutnya maka dosa orang yang menuntutnya diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun dilemparkan ke dalam neraka”.


KHAZANAH REPUBLIKA

Mengapa Harus Hijrah? Ini Kisah Nabi Muhammad SAW

Ketika berbagai cobaan dan ujian silih berganti dialami umat Islam, Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk segera berhijrah ke Yatsrib. Perihal tempat untuk hijrah ini, Allah SWT telah memberitahukan Rasulullah.

Dalam buku berjudul Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Martin Lings mengungkapkan, Nabi SAW sudah mengetahui bahwa Yastrib adalah lahan subur di antara dua jalur batu-batu hitam yang beliau lihat dalam mimpinya. Beliau juga tahu bahwa tibalah waktunya untuk hijrah.

Sementara itu, Dr Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya mengenai Hijrah dalam Pandangan Al-Quran menuliskan, Imam Muslim mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Aku melihat dalam tidur bahwa aku berhijrah dari Makkah menuju suatu tempat yang banyak terdapat pohon kurma. Aku mencoba menebak apakah itu Yamamah atau Hajar? Namun, ternyata, itulah Kota Yatsrib.” (Shahih Muslim: 2272).

Rasul pun memerintahkan para sahabatnya untuk segera berhijrah, baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Adapun Rasul SAW, rencananya akan menyusul setelah semua umat Islam berhijrah ke Madinah. Sebab, Rasul mengetahui, yang dimusuhi oleh kaum kafir Quraisy adalah diri beliau, dan bukan kaum Muslimin.

Kaum Quraisy pun menyiapkan strategi untuk melakukan penangkapan terhadap Rasul SAW. Namun, rencana kaum Quraisy ini diketahui oleh Nabi SAW. Saat itu, Rasulullah sendiri memang masih tinggal di Makkah dan kaum Muslim sudah tidak ada lagi yang tinggal, kecuali sebagian kecil. Sambil menunggu perintah Allah SWT untuk berhijrah, Nabi SAW menemui Abu Bakar dan memberitahukannya untuk bersiap hijrah ke Madinah.

“Dan, katakanlah, Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”(Al-Isra [17]: 80).

Di sinilah, sebagaimana dipaparkan Muhammad Husain Haekal dalam bukunya Hayatu Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya demi kebenaran, keyakinan, dan keimanan.

Untuk mengelabui kaum Quraisy, Rasulullah memutuskan akan menempuh jalan lain (rute yang berbeda) dari jalur yang biasa digunakan penduduk Makkah untuk menuju Madinah. Rasulullah SAW memutuskan akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.

Padahal, Abu Bakar sudah menyiapkan dua ekor unta sebagai kendaraan yang akan dipergunakan Nabi SAW pada saat berhijrah. Hijrah ini dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan dakwah dan akidah Islam serta kaum Muslimin.

Rute yang ditempuh Rasul itu adalah setelah keluar dari rumah beliau, jalan yang ditempuh adalah Gua Tsur, berjarak sekitar 6-7 kilometer di selatan Makkah. Sedangkan Madinah berada di sebelah utara Makkah. Langkah ini diambil untuk mengelabui kafir Quraisy. Di Gua Tsur ini, Rasulullah dan Abu Bakar tinggal selama kurang lebih tiga hari.

Selanjutnya, beliau mengambil jalur ke arah barat menuju Hudaibiyah, arah sebelah timur desa Sarat. Kemudian, menuju arah Madinah dan berhenti di sebuah kawasan di al-Jumum dekat wilayah Usfan. Lalu, bergerak ke arah barat dan memutar ke perkampungan Ummul Ma’bad dan berhenti di wilayah Al-Juhfah.

Selanjutnya, beliau menuju Thanniyat al-Murrah, Mulijah Laqaf, Muwijaj Hujaj, Bath Dzi Katsir, hingga tiba di Dzu Salam. Di sini, beliau memutar ke arah barat sebelum meneruskan ke arah Madinah dan berhenti di daerah Quba. Di sinilah beliau mendirikan Masjid Quba, yaitu Masjid pertama yang didirikan Rasul SAW.

Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, beliau bersama umat Islam lainnya, melaksanakan shalat Jumat. Untuk memperingati peristiwa itu, dibangunlah masjid di lokasi ini dengan nama Masjid Jumat. Setelah itu, barulah Rasul SAW menuju Madinah.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kesyirikan Pertama di Muka Bumi

Kita telah mengetahui bahwa kesyirikan adalah dosa yang terbesar dan tidak akan diampuni oleh Allah. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An Nisa: 48).

Namun kapankah kesyirikan pertama kali terjadi?

Kesyirikan paling pertama

Ulama sepakat, bahwa kesyirikan dalam sejarah seluruh makhluk, pertama kali dilakukan oleh setan atau iblis. Allah ta’ala berfirman:

وَمَن يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِّن دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ

“Diantara mereka yang mengatakan bahwa dirinya adalah sesembahan selain Allah, Kami akan ganjar dengan neraka Jahannam” (QS. Al Anbiya’: 29).

Ulama sepakat ayat ini turun tentang iblis la’natullah ‘alaihi. Yang mengaku sebagai ilah, dan ini adalah kesyirikan pertama. Ibnu Juraij menjelaskan ayat di atas:

من يقل من الملائكة إني إله من دونه، فلم يقله إلا إبليس، دعا إلى عبادة نفسه، فنزلت هذه الآية في إبليس

“Tidak ada Malaikat yang mengatakan bahwa diri mereka adalah sesembahan selain Allah. Dan tidak ada pernah mengatakannya kecuali iblis. Ia menyeru untuk menyembah dirinya sendiri. Sehingga turunlah ayat ini” (Jami’ul Bayan, 17/9).

Qatadah juga mengatakan:

إنما كانت هذه الآية خاصة لعدو الله إبليس، لما قال ما قال لعنه الله، وجعله رجيما

“Ayat ini turun khusus untuk musuh Allah, yaitu iblis. Karena ia mengatakan suatu perkataan yang dilaknat Allah. Dan Allah jadikan ia makhluk yang terkutuk” (Jami’ul Bayan, 17/13).

Kesyirikan pertama dalam sejarah manusia

Sedangkan, kesyirikan pertama pada umat manusia, para ulama khilaf menjadi 4 pendapat:

Pendapat pertama: kesyirikan pertama dilakukan oleh Qabil, putra dari Nabi Adam ‘alaihissalam

Disebutkan oleh Ath Thabari rahimahullah

ذكر أن قابيل لما قتل هابيل، وهرب من أبيه آدم إلى اليمن، أتاه إبليس فقال له: إن هابيل إنما قبل قربانه وأكلته النار؛ لأنه كان يخدم النار ويعبدها، فانصب أنت أيضاً ناراً تكون لك ولعقبك، فبنى بيت نار، فهو أول من نصب النار وعبدها

“Disebutkan bahwa Qabil ketika membunuh Habil, kemudian ia lari dari Nabi Adam menuju ke Yaman. Qabil pun mendatangi iblis, lalu iblis berkata kepada Qabil: sebenarnya Habil diterima qurbannya serta qurban tersebut dimakan oleh api karena Habil adalah pengikut ruh api dan penyembah api. Wahai Qabil, maka hendaknya engkaupun melakukan demikian untukmu dan keturunanmu. Qabil pun menuruti perkataan iblis dan membangun kuil api. Itulah kuil pertama dan penyembahan api yang pertama” (Tarikh Al Umam wal Muluk, 1/165).

Namun Ath Thabari tidak menyebutkan sanad riwayat ini dan bahkan membawakannya dengan shighah tamridh yang mengindikasikan kelemahan.

Pendapat kedua: kesyirikan pertama terjadi di zaman Yarad bin Malail, ayah dari Nabi Idris ‘alaihissalam

Juga disebutkan oleh Ath Thabari :

عن ابن عباس قال: في زمان يرد عملت الأصنام، ورجع من رجع عن الإسلام

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: di zaman Yarad, dibuatlah berhala-berhala. Sehingga beberapa orang keluar dari Islam” (Tarikh Al Umam wal Muluk, 1/170).

Namun dalam sanad riwayat ini terdapat dua perawi yang lemah, bahkan muttaham bil kadzib. Sehingga riwayat ini sangat lemah. 

Pendapat ketiga: kesyirikan pertama terjadi pada keturunan Qabil bin Adam. 

Diriwayatkan oleh Ibnul Kalbi, dari ayahnya, ia berkata:

عن ابن عباس قال: وكان بنو شيث يأتون جسد آدم في المغارة فيعظمونه ويترحمون عليه، فقال رجل من بني قابيل بن آدم: يا بني قابيل! إن لبني شيث دواراً يدورون حوله ويعظمونه، وليس لكم شيء. فنحت لهم صنماً، فكان أول من عملها

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: (ketika Nabi Adam wafat) Bani Syits meletakan jasad Nabi Adam di goa. Lalu jasad tersebut mereka agungkan dan mereka hormati. Kemudian salah seorang lelaki dari dari Bani Qabil berkata: wahai Bani Qabil, sesungguhnya Bani Syits memiliki tempat yang mereka biasa mengelilinginya (untuk ibadah) dan mengagungkannya. Sedangkan kalian tidak punya. Maka ia pun memahat berhala untuk kaumnya. Itulah kesyirikan yang pertama” (Al Ashnam karya Ibnul Kalbi, 50-51).

Sanad riwayat ini juga lemah dengan sisi kelemahan yang sama seperti pada poin yang kedua. Karena diriwayatkan dari jalan yang sama.

Keempat: kesyirikan pertama terjadi pada kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. 

Dalilnya firman Allah Ta’ala :

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr” (QS. Nuh: 23).

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menafsirkan ayat ini:

أسماء رجال صالحين من قوم نوح، فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون أنصاباً وسموها بأسمائهم ففعلوا، فلم تعبد، حتى إذا هلك أولئك وتنسخ العلم عبدت

“Ini adalah nama-nama orang shalih di zaman Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kaumnya untuk membangun tugu di tempat mereka biasa bermajelis, lalu diberi nama dengan nama-nama mereka. Dan itu dilakukan. Ketika itu tidak disembah. Namun ketika generasi tersebut wafat, lalu ilmu hilang, maka lalu disembah” (HR. Bukhari no. 4920).

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

كان بين نوحٍ وآدمَ عشرةُ قرونٍ كلُّهم على شريعةٍ من الحقِّ فاختلَفوا فبعث اللهُ النبيين مُبشِّرينَ ومُنذرِين

“Dahulu antara Nuh dan Adam terpaut 10 generasi. Mereka semua di atas syariat yang benar. Kemudian setelah itu mereka berpecah-belah sehingga Allah pun mengutus para Nabi untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan” (HR. At Thabari dalam Tafsir-nya [4048], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 3289).

Inilah pendapat yang rajih (kuat) berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan: “Rasul yang pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis shalatu was salam, dengan dalil firman Allah (yang artinya): “dan para Nabi setelahnya” (QS. An Nisa: 163). Allah mengutus Nuh pada kaumnya karena mereka ghuluw (berlebihan) dalam mengkultuskan orang shalih. Setelah sebelumnya manusia di atas tauhid seluruhnya sejak zaman Nabi Adam ‘alaihissalam sampai 10 generasi, semuanya di atas tauhid” (Syarah Tsalatsatil Ushul, 288).

Diantara faedah yang bisa kita ambil dari penjelasan ini adalah bahwa kesyirikan pertama terjadi karena pengkultusan terhadap orang shalih dan sikap ghuluw (berlebihan) kepada mereka. 

Maka hendaknya hati-hati, jauhi sikap ghuluw terhadap orang shalih dan mengkultuskan mereka. Karena akan membawa kepada kesyirikan. 

Semoga Allah memberi taufik.

***

Referensi: Mausu’ah ‘Aqadiyyah Durarus Saniyyah.

Penulis: Yulian Purnama

sunber: Muslim.or.id

Hukum Menyebarluaskan Hoax UU Omnibus Law

Senin, 5 Oktober 2020 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancang Undang-Undang (RUU) Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang penuh dengan kontroversi. Dengan pengesahan ini muncul demo dan protes besar-besaran dari seluruh buruh dan pekerja dari berbagai pelosok tanah air.

Tidak hanya para buruh dan pekerja saja, bahkan berbagai lapisan masyarakat seperti mahasiswa juga ikut turun kejalanan untuk memprotes pengesahan RUU ini. Dengan pengesahan tersebut, muncul berbagai macam pemberitaan mengenai RUU Ombibus Law ini. Yang mana pemberitaan itu tidak diketahui lagi mana berita yang benar dan mana berita yang bohong. Lantas bagaimanakah hukum menyebarluaskan hoax UU Omnibus Law ini…?

Sebagian besar masyarakat memang memprotes pengesahan RUU Omnibus Law ini. Hal ini dikarenakan RUU ini menguntungkan pengusaha saja dan banyak merugikan para buruh dan pekerja. Dan ini memang membuat keprihatian bagi seluruh rakyat Indonesia. Memperjuangkan kedaulatan dan keadilan memang harus terus dilakukan. Dan tentu dengan melalui banyak cara seperti Judicial Review maupun demontrasi. Namun demikian apapun tujuannya menyebarkan berita hoax tentang Omnibus Law tidaklah dibenarkan.

Larangan Menyebarkanluaskan Hoax RUU Omnibus Law

Islam jelas melarang pemeluknya untuk menyebarkan berita dusta atau hoax. Allah sendiri membeci orang yang menyebarkan hoax. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad disebutkan

إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ

Artinya: Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian: menyebarkan kabar burung (katanya-katanya), pemborosan harta, dan banyak bertanya. [HR Al-Bukhari Nomor 1477].

Balasan kelak di akhirat bagi orang yang suka menyebarkan hoax juga amat pedih. ada beberapa hadis Nabi menggambarkan tentang siksa untuk para penyebar hoax, diantara yaitu

رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخَذَا بِيَدِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ فَإِذَا رَجُلٌ جَالِسٌ وَرَجُلٌ قَائِمٌ بِيَدِهِ كَلُّوبٌ مِنْ حَدِيدٍ قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ مُوسَى إِنَّهُ يُدْخِلُ ذَلِكَ الْكَلُّوبَ فِي شِدْقِهِ حَتَّى يَبْلُغَ قَفَاهُ ثُمَّ يَفْعَلُ بِشِدْقِهِ الْآخَرِ مِثْلَ ذَلِكَ وَيَلْتَئِمُ شِدْقُهُ هَذَا فَيَعُودُ فَيَصْنَعُ مِثْلَهُ

Artinya: Beliau SAW berkata, “Aku tadi malam mimpi tentang dua orang laki-laki yang mendatangiku kemudian keduanya memegang tanganku lalu membawaku ke negeri yang disucikan (al-muqaddasah), di sana terdapat seorang laki laki yang sedang berdiri dan yang satunya lagi duduk yang di tangannya memegang sebatang besi gancu. Besi gancu tersebut dimasukkan ke dalam satu sisi mulutnya hingga menembus tengkuknya. Kemudian dilakukan hal yang sama pada sisi mulut yang satunya lagi. Lalu dilepas dari mulutnya dan dimasukkan kembali dan begitu seterusnya. [HR Al Bukhari, hadits nomor 1297]

Dari kedua hadis ini jelas bahwa menyebarkan berita hoax apapun itu termasuk tentang pengesahan RUU Omnibus Law ini adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh Islam.

Oleh karena Islam sangat menganjurkan bahkan mewajibkan pemeluknya untuk tabayaun atau klarifikasi terhadap berita yang didengar untuk menghindari menyebarkan berita hoax.

Dan dalam rangka menyikapi pengesahan RUU Omnibus Law ini umat Islam sebaiknya melakukan klarifikasi kepada pemerintah dan DPR. Setelah itu baru menentukan arah perjuangan selanjutnya. Baik itu melalui demonstrasi, Judicial Review atau perjuangan yang lainnya demi terwujudnya keadilan dan kedaulatan.

HARAKATUNAH

Demo Anarkis, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Senin, (5/10) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law. Karena banyak terjadi pembahasan yang kontroversi dalam beberapa pasalnya, akhirnya RUU ini ditolak oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan penolakan ini menimbulkan berbagai demo yang tak sedikit berujung pada demo anarkis.

Demo anarkis terjadi diberbagai wilayah Indonesia dalam menentang pengesahan RUU Omnibus Law. Demo Anarkis ini menyebabkan pembakaran dan pengrusakkan terhadap kantor-kantor kepolisian dan gedung-gedung pemerintah serta banyak fasilitas umum. Lantas bagaimana hukum melakukan demo anarkis dalam Islam..?

Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, demo adalah hal yang diperbolehkan oleh undang-undang. Demonstrasi menjadi sarana masyarakat menyampaikan aspirasinya dalam rangka mengontrol kekuasan. Memang ulama Islam kontenporer sendiri berbeda pandangan mengenai boleh tidaknya melakukan demontrasi.

Sebagian Ulama mengatakan boleh seperti Dr., Yusuf al-Qardhawi, Dr., Salman al-Audah, Dr, Mohammad shaleh al-Munjid, Dr., Anwar al-Dabbur, Dr., Anas Abu Atha’ dan beberapa lembaga fatwa ulama lainnya seperti di Mesir, di Irak dan negara lainnya. Di samping itu, ada yang tidak memperbolehkan seperti kelompok ulama yang mengatasnamakan kelompok ulama Salafi seperti Syekh Nasiruddin al-Albani, Syekh Muhammad bin Shaleh al-Ustsaimin, Syekh Adul Aziz bin Baz, Syekh Shaleh al-Fauzan dan lain sebagainya.

Pandangan Ulama Tentang Demo Anarkis

Hani bin Abdullah bin Jubair dalam bukunya “Hurriyatu Ar-Ra`yi Wa Ad-Dhawābith As-Syar`iyyah li at-Ta`bîri `anhu” mengatakan bahwa demonstrasi itu diperbolehkan sebagai wujud penyampaian aspirasi namun dengan tetap menjaga ketertiban masyarakat. Beliau menuliskan

تمتع الإنسان  بكامل حريته في الجهر بالحق، وإسداء النصيحة في كل أمور الدين والدنيا، فيما يحقق نفع المسلمين، ويصون مصالح كل من الفرد والمجتمع، ويحفظ النظام  العام، وذلك في إطار الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر

Artinya: “Manusia memiliki kebebasan untuk menyampaikan kebenaran secara tegas dan terbuka. Dan berhak menyampaikan nasehat, baik dalam persoalan agama dan keduniaan, dalam rangka mewujudkan kemanfaatan bagi kaum muslimin. Dengan tetap menjaga kemaslahatan individu dan masyarakat serta tata tertib umum. Hal itu dilakukan dalam rangka melakukan amar ma`ruf dan nahi munkar”.

Nabi Muhammad juga bersabda bahwa menasehati pemimpin itu bisa menghilangkan kedengkian dan kecurigaan masyarakat. Nabi mengatakan

ثَلاَثٌ لاَ يُغَلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومِ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ

Artinya: “Ada tiga hal yang hati seorang muslim tidak menjadi dengki karenanya. Ikhlas beramal hanya untuk Allah, memberi nasehat kepada para penguasa, dan tetap bersama jama’ah karena doa (mereka) meliputi dari belakang mereka”. [HR. Tirmidzi no. 2658]

Karena menasehati pemimpin bisa menjadikan masyarakat terbebas dari kedengkian. Maka demontrasi sebagai sarana menyampaikan aspirasi dan pendapat di muka publik dalam rangka menasehati pemimpin adalah hal yang legal dalam Islam. Tentunya demontrasi harus dilakukan dengan mematuhi regulasi yang berlaku, serta memperhatikan aspek kemaslahatan umum.

Islam Melarang Melakukan Demo Anarkis

Namun demikian apabila demonstrasi dilakukan secara anarkis dalam artian demonstrasi yang mengakibatkan terjadinya kekacauan, membahayakan keamanan publik serta menyebabkan kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain. Maka demo anarkis seperti ini dilarang dalam Islam. Hal ini dianggap sebagai perbuatan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan syari`at Islam.

Penegasan larangan demo anarkis juga disampaikan oleh Dr. Abdul Qadir `Audah. Dalam kitabnya yang berjudul At-tasyri` al-Jinā`I al-IslāmiyBeliau menyatakan:

أباحت الشريعة حرية القول وجعلتها حقّاً لكل إنسان  – إلى أن قال – فإن حرية القول ليست مطلقة، بل هي مقيدة بأن لا يكون ما يُكتب أو يقال خارجا عن حدود الأداب العامة والأخلاق الفاضلة أو مخالفا لنصوص الشريعة

Artinya: “Syari`at Islam melegalkan kebebasan berpendapat ataupun menyampaikan aspirasi dan bahkan memposisikannya sebagai hak bagi setiap manusia … kebebasan berpendapat ini tidaklah bersifat mutlak tak terbatas. Namun ia perlu dibatasi, yakni sekiranya apa yang ditulis dan diucapkan tidak keluar dari batasan-batasan norma secara umum dan nilai akhlak yang luhur serta tidak menyalahi ketentuan syari`at”.

Dengan demikian maka bisa disimpulkan bahwa melakukan demontrasi dalam rangka menyampaikan aspirasi adalah perbuatan legal dalam Islam. Namun demikian Islam secara jelas melarang bahkan mengharamkan umatnya untuk melakukan demo anarkis yang merusakan fasilitas umum dan menimbulkan kemudaratan.

HARAKATUNAH