Usaid bin Hudhair, Lantunan Alqurannya Didengar Malaikat

Usaid bin Hudhair adalah putra dari tokoh dan pimpinan kabilah Aus. Ia termasuk orang Anshar pertama yang memeluk Islam. Setelah berislam, ia menghadiri Baiat Aqobah. Yang merupakan janji setia untuk melindungi Rasulullah di negeri yang baru, Kota Madinah. Ia juga seorang yang bacaan Alqurannya didengarkan oleh malaikat. Bagaimana kisah keislamannya? Dan bagaimana keistimewaan perjalanan hidupnya? Simak kisah berikut ini.

Latar Belakang

Namanya adalah Usaid bin Hudhair bin Abdul Asyhal al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Ia adalah ksatria kabilah Aus dan pemuka mereka. Ayahnya juga panglima perang kabilah besar itu dan salah seorang tokoh mulia dalam sejarah Arab masa jahiliyah. Sebagaimana kata pepatah, ‘Buah jatuh tak jauh dari pohonnya’. Demikian juga antara Usaid dan ayahnya Hudhair.

Usaid bin Hudhair adalah seorang yang terdidik. Ia mampu menulis, padahal bangsa Arab di masa itu adalah kaum yang ummi, buta huruf. Ia juga mampu berenang dan jago memanah. Orang-orang Arab klasik menyebut mereka yang memiliki kemampuan demikian dengan al-Kamil (orang yang sempurna). Di kalangan Anshar, Usaid termasuk orang yang pertama memeluk Islam. Bahkan sebelum Saad bin Muadz menerima Islam. Ia menerima dakwah Mush’ab bin Umair yang diutus Rasulullah untuk mendakwahi penduduk Yatsrib. Setelah itu, Usaid tergabung dalam orang-orang yang menawarkan Rasulullah negeri hijrah. Karena Mekah sudah sangat tak aman. Madinah pun mereka jamin siap menerima sang sayyidul anam. Serta para Muhajirin Mekah.

Memeluk Islam

Saat orang-orang Anshar pulang dari baiat pertama mereka kepada Rasulullah, beliau sertakan Mush’ab bin Umair bersama mereka. Seorang juru dakwah yang bertugas membacakan Alquran kepada penduduk Yatsrib. Mengajarkan mereka Islam. Dan memberi pemahaman tentang agama.

Di Madinah, Mush’ab disebut dengan muqri. Ia tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. Kemudian As’ad mengajaknya menuju kebun milik Bani Zhafar. Keduanya duduk di dalamnya bersama orang-orang yang telah memeluk Islam. Melihat gencarnya dakwah Mush’ab dan penerimaan penduduk Madinah, tokoh mereka, Saad bin Muadz, tidak tinggal diam. Ia mengutus Usaid bin Hudhair untuk menemui Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zurarah. “Pergilah! Temui dua orang itu. Keduanya datang untuk menipu orang-orang lemah di tengah kita. Cegahlah mereka! As’ad bin Zurarah itu anak dari bibiku, kalau bukan karena itu, aku sendiri yang akan mengurusnya.”, kata Saad kepada Usaid. Saad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair adalah dua pemuka kabilah Bani Asyhal. Keduanya memiliki kedekatan.

Usaid bin Hudhair segera mengambil tombaknya. Lalu berangkat menemui Mush’ab dan As’ad. Saat As’ad melihat kedatangan Usaid, ia berkata kepada Mush’ab, “Ini adalah pemuka kaumnya. Ia telah datang menemuimu. Ikhlaslah kepada Allah dalam menghadapinya.” As’ad berharap kalau pemuka bani Abdul Asyhal ini akan menerima dakwah Mush’ab. “Kalau dia mau duduk, aku akan bicara dengannya”, kata Mush’ab.

Usaid tiba di hadapan keduanya. Ia mulai mencaci maki mereka berdua. Lalu berkata, “Apa yang kalian berdua ajarkan! Kalian mau membodohi orang lemah di tengah kami?! Pergi! Tinggalkan kami kalau kalian masih mau hidup!

Mush’ab berkata kepada Usaid, “Bagaimana kalau engkau duduk dulu dan mau mendengarkan? Kalau yang kau dengar kau ridhai, terimalah. Tapi kalau yang kau dengar adalah sesuatu yang kau benci, aku tak akan melanjutkan apa yang tak kau sukai.”

Usaid pun menancapkan tombaknya dan duduk bersama keduanya. Mush’ab mulai berbicara padanya tentang Islam dan membacakannya Alquran. Setelah itu, Mush’ab dan As’ad berkata, “Demi Allah, sebelum berbicara dengannya (lebih jauh) kami tahu dari wajahnya yang berseri dan teduh kalau ia telah menerima Islam.” Usaid berkata, “Alangkah bagus dan indahnya ucapan itu (Alquran). Apa yang kalian lakukan kalau ingin memeluk agama ini?” Keduanya menjawab, “Mandi dan bersucilah. Bersihkan pakaianmu. Lalu bersyahadatlah dan kerjakan shalat.” Usaid pun berdiri. Ia mandi dan bersuci. Lalu membersihkan pakaiannya. Setelah itu ia bersyahadat dengan syahadat yang tulus. Lalu shalat dua rakaat.

Sejarawan berbeda pendapat apakah ia ikut serta dalam Perang Badar atau tidak. Yang pasti, ia turut serta dalam Perang Uhud. Setelah berislam, Rasulullah mempersaudarakannya dengan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu.

Bacaan Alquran Yang Indah

Dari Abu Said al-Khudri, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Usaid bin Hudhair, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَأْ يَا أُسَيْدُ فَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ

“Bacalah hai Usaid. Sungguh engkau dikaruniai (keindahan suara seperti) seruling dari seruling-serulingnya keluarga Daud ‘alaihissalam.” [al-Ahad wa al-Matsani li Ibnu Abi Ashim, No: 1707].

Di suatu malam yang larut, Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya. Anaknya, Yahya, tidur di sampingnya. Kuda yang selalu siap sedia untuk berperang fi sabilillah, ditambat tidak jauh dari tempatnya duduk. Suasana malam tenang, lembut, dan hening. Permukaan langit jernih dan bersih. Bintang-bintang melayangkan pandangannya ke permukan bumi yang sedang tidur dengan perasaan kasihan dan penuh simpati. Terpengaruh oleh suasana malam hening dan kudus itu, hati Usaid tergerak hendak menyebarkan harum-haruman ke udara lembab dan bersih berupa harum-haruman Alquran yang suci. Dibacanyalah Alquran dengan suaranya yang empuk dan merdu: “Alif, Lam, Mim, Inilah kitab (Alquran) yang tidak ada keraguan padanya: menjadi petunjuk bagi orang-orang yang iman kepada yang ghaib, yang menegakkan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Alquran) yang diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum kamu, serta mereka yang yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Al-Baqarah: 1-4)

Mendengar bacaan tersebut, kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Ketika Usaid diam, kuda itu diam dan tenang pula. Usaid melanjutkan membaca: “Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang menang.” (Al Baqarah: 5).

Kudanya lari dan berputar-putar pula lebih hebat dari semula. Usaid diam, maka diam pula kuda tersebut. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang. Bila dia membaca, kudanya lari dan berontak. Bila dia diam, maka tenang pula kuda itu kembali.

Usaid khawatir anaknya akan terinjak oleh kuda, lalu dibangunkannya. Ketika dia melihat ke langit, terlihat olehnya awan seperti payung yang mengagumkan. Belum pernah terlihat olehnya sebelumnya. Payung itu sangat indah berkilat-kilat, tergantung seperti lampu-lampu memenuhi ufuk dengan sinarnya yang terang. Awan itu bergerak naik hingga hilang dari pemandangan. Setelah hari pagi, Usaid pergi menemui Rasulullah. Diceritakannya kepada beliau peristiwa yang dialami dan dilihatnya semalam.

Kata Rasulullah, “Itu malaikat yang ingin mendengarkan engkau membaca Alquran, hai Usaid. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, pastilah orang banyak akan melihatnya pula. Pemandangan itu tidak akan tertutup dari mereka.”

Bersama Rasulullah

Usaid bin Hudhair bukanlah ahlu badr. Ia tak turut serta dalam perang pertama umat Islam dengan orang-orang musyrikin Mekah itu. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memberimu kemenangan dan membuatmu bahagia. Demi Allah wahai Rasululah, aku tak turut serta di Badr karena aku tak menyangka Anda bertemu dengan musuh. Aku mengira Anda hanya mencegat kafilah Quraisy. Kalau aku tahu Anda akan berperang, pasti aku tak akan ketinggalan.” Rasulullah berkata, “Iya, engkau berkata jujur.”

Kita tahu, keberangkatan Rasulullah ke Badr bukanlah untuk berperang. Tapi mencegat kafilah dagang. Rasulullah juga tak mewajibkan semua sahabat ikut serta. Bahkan beliau hanya mengajak mereka yang benar-benar sudah siap. Tak butuh lagi persiapan lama. Karena mencegat kafilah harus segera dilakukan, tak perlu banyak orang, dan tak perlu persiapan lengkap.

Usaid bin Hudhair radhiallahu ‘anhu adalah salah seorang sahabat yang pernah mencandai Rasulullah dengan menuntut qishash pada beliau. Usaid bin Hudhair berkata, “Saat ia sedang bercanda dan membuat orang-orang tertawa, Rasulullah mencolok pinggangnya dengan kayu. Usaid berkata, ‘Aku meminta balas atas apa yang Anda lakukan’. Beliau berkata, ‘Balaslah’. Usaid berkata lagi, ‘Anda memakai baju, sedangkan aku tadi tidak’. Lalu Rasulullah melepas bajunya. Serta merta Usaid mendekap beliau dan menciumi tubuh beliau, antara pinggang dan rusuk. Yang kuinginkan itu hanya ini, wahai Rasulullah (bukan membalas).”

Bersama Para Sahabat

Dari Abdullah bin Hubairah, ia menceritakan bahwa Usaid bin Hudhair adalah imam di perkampungan Bani Abdul Asyhal. Suatu hari ia mengalami sakit. Saat baru sembuh dari sakitnya, ia berangkat ke masjid. Orang-orang berkata, “Majulah (menjadi imam).” Usaid mengatakan, “Tidak. Aku tidak mampu shalat (secara sempurna).” Kaumnya kembali berkata, “Tidak ada yang akan menjadi imam selama engkau ada di tengah kami.” Usaid berkata, “Duduklah.” Mereka pun shalat sambil duduk.

Inilah kedudukan Usaid di tengah kaumnya. Dan apabila imam duduk karena sakit, makmum pun duduk walaupun mereka mampu berdiri.

Bersama Abu Bakar

Dari Aisyah radhiallahu ‘anhuma, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Suatu hari kalungku terjatuh di daerah Baida. Saat itu kami hampir sampai di Madinah. Rasulullah memerintahkan untuk menderumkan hewan tunggangan dan bermalam di daerah tersebut. Saat Rasulullah tidur di pangkuanku, ayahku menusuk-nusuk pinggangku. Ia marah karena kecerobohanku dan merugikan waktu rombongan. Ia berkata, ‘Engkau ini membuat orang tertahan’. Lalu Rasulullah bangun dan waktu subuh pun tiba. Beliau mencari-cari air (untuk wudhu) namun tak mendapatkannya. Turunlah firman Allah,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” [Quran An-Nisa: 6]

Usaid bin Hudhair berkata, “Allah memberikan keberkahan kepada kalian untuk orang-orang, wahai keluarga Abu Bakar. Kalian ini adalah keberkahan.”

Bersama Umar bin al-Khattab

Usaid bin Hudhair berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

إنكم ستلقون بعدي أثرة

“Sungguh sepeninggalku nanti kalian akan melihat egoisme (mementingkan diri sendiri).”

Saat zaman pemerintahan Umar dibagi-bagikanlah pakaian. Aku termasuk orang yang mendapat bagian. Kulihat pakaian itu, lalu kuberikan pada anakku (karena kekecilan). Saat aku sedang shalat, ada orang yang melewatiku. Seorang pemuda Quraisy. Ia juga mengenakan pakaian yang dibagikan itu. Tapi pakaian miliknya menjulur panjang. Aku langsung teringat dengan sabda Nabi, “Sungguh sepeninggalku nanti kalian akan melihat egoisme (mementingkan diri sendiri).” Aku berkomentar, ‘Benar sekali apa yang beliau sabdakan’.

Lalu ada seseorang yang pergi menuju Umar mengabarkan hal tersebut. Umar datang menemuiku saat aku hendak shalat. Ia berkata, ‘Shalatlah, Usaid’. Setelah shalat, ia berkata, ‘Apa yang kau katakan’? Kusampaikanlah kepadanya. Ia berkata, ‘Itu adalah pakaian yang dikirimkan kepada si Fulan. Seorang yang turut dalam Perang Badar, Uhud, dan Baiat Aqabah. Lalu datang anak muda ini dan membelinya darinya. Ia pun memakainya. Aku tahu apa yang beliau sabdakan itu terjadi pada zamanku’. Aku berkata, ‘Demi Allah hai Amirul Mukminin, aku tak menyangkan hal itu terjadi di zamanmu’.”

Menjadi Jalan Kebaikan Untuk Orang Lain

Setelah memeluk Islam, Usaid berkata kepada Mush’ab, “Sesungguhnya di belakangku terdapat seseorang (yaitu Saad bin Muadz), kalau dia sampai mengikuti kalian berdua, pasti tak seorang pun dari kaumnya yang ketinggalan mengikutinya. Aku akan datangkan dia kepada kalian berdua sekarang.” Lalu ia meminta Saad bin Muadz menemui Mush’ab. Saad bin Muadz pun memeluk Islam. Kemudian diikuti oleh orang-orang Kabilah Aus lainnya.

Kedudukan Usaid bin Hudhair

Dalam Sunan at-Turmudzi terdapat riwayat dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَ الرجلُ أبو بكرٍ نعْمَ الرجلُ عمرُ نِعْم الرجلُ أبو عبيدةَ بنَ الجرَّاحِ نِعْمَ الرجلُ أُسَيدُ بنُ حُضَيرٍ نِعْمَ الرجلُ ثابتُ بنُ قيسِ بنُ شمَّاسٍ نِعْمَ الرجلُ معاذُ بنُ جبلٍ نعْمَ الرجلُ معاذُ بنُ عمرو بنُ الجَموحِ

“Sebaik-baik laki-laki adalah Abu Bakar. Sebaik-baik laki-laki adalah Umar. Sebaik-baik laki-laki adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Sebaik-baik laki-laki adalah Usaid bin Hudhair. Sebaik-baik laki-laki adalah Tsabit bin Qais bin Syammas. Sebaik-baik laki-laki adalah Muadz bin Jabal. Sebaik-baik laki-laki adalah Muadz bin Amr bin al-Jamuh.”

Di antara para sahabat yang meriwayatkan hadits Rasulullah dari Usaid bin Hudhair adalah Ummul Mukminin Aisyah, Anas bin Malik, Abdurrahman bin Abi Laila, Ikrimah bin Khalid bin al-Ash radhiallahu ‘anhu jami’an.

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Ada tiga orang dari Anshar yang keutamaannya tidak tertandingi oleh orang-orang Anshar lainnya. Mereka semua dari Bani Abdul Asyhal: Saad bin Muadz, Usaid bin Hudhair, Ibbad bin Bisyr.”

Wafatnya

Usaid bin Hudhair wafat pada tahun 20 H. Ia dimakamkan di Baqi’. Saat wafat ia meninggalakan hutang sebanyak 4000 Dirham. Lalu dijuallah tanahnya. Umar berkata, “Aku tak akan meninggalkan anak-anak saudaraku dalam keadaan miskin. Tanahnya dikembalikan dan dari invesati tanah tersebut dibayarkan utangnya tersebut. Setiap tahun dibayar 1000 Dirham.

Diterjemahkan secara bebas dari https://islamstory.com/ar/artical/34004/أسيد_بن_حضير

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

2 Miliarder Muslim Resmi Beli Supermarket Terbesar Inggris

2 miliarder Muslim Inggris membeli jaringan supermarket terbesar Asda.

Dua bersaudara pengusaha miliarder Muslim yaitu Zuber dan Mohsin Issa telah membeli jaringan supermarket di Inggris, Asda dari perusahaan Amerika Serikat (AS) Walmart. 

Pembelian itu tertuang dalam kesepakatan senilai 6,8 miliar poundsterling atau kurang lebih Rp 130 triliun. Konsorsium Issa bersaudara dan perusahaan ekuitas swasta TDR Capital akan mengambil saham mayoritas di Asda.  

Issa bersaudara memiliki EG Group memiliki lebih dari 5.200 pompa bensin di Inggris dan Eropa. Seorang juru bicara Issa bersaudara dan TDR Capital menolak berkomentar tentang bagaimana mereka mendanai kesepakatan itu.

Walmart yang mengumumkan kesepakatan itu mengatakan, Asda akan mempertahankan kantor pusatnya di Kota Leeds, Inggris, dan Kepala Eksekutifnya Roger Burnley akan tetap menjabat dan berada di tempatnya. Mohsin dan Zuber Issa mengaku, mereka ingin mendukung manajemen Asda untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang.

“Kami percaya bahwa pengalaman kami dengan EG group, termasuk keahlian kami terkait kemitraan merek dan jalinan kerja sama kami yang sukses dengan TDR Capital dapat membantu mempercepat dan melaksanakan strategi pertumbuhan itu,” kata mereka seperti dikutip dari laman 5pillarsuk, Sabtu (3/10).

Zuber (48) dan Mohsin (49) memulai bisnis mereka dengan satu pom bensin di Bury, Greater Manchester pada 2001 lalu. Sekarang bisnis mereka EG Group telah mrmiliki lebih dari 5.200 pompa bensin, terutama di Eropa dan Amerika Serikat (AS) dan mempekerjakan lebih dari 33 ribu orang. 

The Sunday Times menghargai kekayaan mereka sebesar 3,56 miliar poundsterling. Dua orang bersaudara ini memiliki 50 persen perusahaan mereka diantara mereka, kemudian dibagi rata dengan separuh lainnya yang dimiliki TDR Capital, yang merupakan perusahaan investasi senilai 7,3 miliar poundsterling yang memiliki gym David Lloyd. 

Kini, setelah membeli Asda, dua kakak adik ini akan meluncurkan toko yang lebih kecil. Pemilik baru supermarket ini ingin mendorong pertumbuhan jaringan supermarket terbesar ketiga di Inggris dengan memperluas kehadirannya melalui toko-toko kecil di lingkungan sekitar untuk menambahkan format supermarket besarnya. Konsep ini bisa membuat Asda lebih sejalan dengan pesaingnya Tesco dan Sainsbury’s yang menawarkan keduanya. 

Dikutip dari laman Arab News, pemilik baru ini akan menginvestasikan lebih dari 1 miliar poundsterling dalam kurun waktu ke depan di Asda untuk melindungi rantai pasokannya.

Tak hanya rela menggelontorkan uang untuk bisnis, kedua saudara ini juga memiliki jiwa sosial.

Tercatat mereka menyumbangkan 2,5 persen dari kekayaan mereka setiap tahunnya yayasan amal mereka sendiri yang mendanai proyek-proyek di Inggris dan luar negeri. Kemudian di 2019 lalu, mereka menyumbangkan 20 juta poundsterling. 

Sementara itu, Menteri Keuangan Inggris Rishi Suna menyambut baik kesepakatan untuk Asda yang akan mempertahankan kantor pusatnya di Leeds. 

Sumber: https://5pillarsuk.com/2020/10/02/muslim-billionaire-brothers-buy-asda/ dan https://www.arabnews.com/node/1743216/business-economy 

KHAZANAH REPUBLIKA


Allah Memberi Rezeki Hamba-Nya Sesuai Keinginan-Nya

Allah Swt Berfirman :

ٱللَّهُ لَطِيفُۢ بِعِبَادِهِۦ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُۖ وَهُوَ ٱلۡقَوِيُّ ٱلۡعَزِيزُ

“Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Mahakuat, Mahaperkasa.” (QS.Asy-Syura:19)

Ayat ini ingin menjelaskan bahwa Allah Maha Lembut dan penuh belas kasih kepada hamba-Nya. Allah menentukan rezeki untuk hamba-Nya sesuai dengan Ilmu Allah tentang apa yang terbaik bagi mereka. Bukan hanya seperti apa yang diharapkan dan dimohonkan seorang hamba.

Karena terkadang manusia memohon sesuatu, tapi yang diminta itu tidak baik baginya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik baginya.

Allah adalah Sang Pemberi Rezeki yang menjamin semua rezeki hamba-Nya. Dia lah yang paling mengetahuiyang terbaik bagi hamba-Nya saat ini dan akan datang.

Allah Maha Bijaksana sehingga tidak memberi kecuali dengan kebijaksanaan dan tidak menolak kecuali dengan hikmah yang dimilikinya.

Allah memerintahkan kita untuk berusaha mencari rezeki dan Allah menyuruh kita untuk terus berdoa dan memohon kepada-Nya. Bahkan Allah menjanjikan untuk mengkabulkan semua permohonan kita.

Tapi dengan itu semua harus kita yakini bahwa Allah tidak akan pernah memberikan kecuali apa yang Dia inginkan bukan apa yang kita inginkan. Karena Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita.

Karenanya dalam ayat lain Allah mengumpulkan dua Nama-Nya dalam satu ayat yaitu العَليم (Maha Mengetahui) dan الحَكيم (Maha Bijaksana).

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٞ لِّمَا يَشَآءُۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ

“Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS.Yusuf:100)

Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk kita sehinga dengan Rahmat, Ilmu serta Hikmah-Nya Dia memberi apa yang Dia inginkan, bukan yang kita inginkan.

Karenanya bila sesuatu yang kita harapkan belum tercapai, sadarilah bahwa Allah Maha Tahu dengan itu semua. Jika hal itu baik bagimu maka akan segera terwujud dan bila itu kurang baik maka akan digantikan dengan yang lebih baik.

Semoga bermanfaat..

KHAZANAH ALQURAN

Zalim Kepada Allah, Tak Mudah Diingatkan

TATKALA kita menasehati seorang mukmin yang khilaf karena telah berbuat zalim kepada sesama manusia, seumpama berlaku curang, menyakiti perasaan orang lain, atau menyakiti fisik orang lain, maka tak terlalu sulit bagi kita untuk menyadarkannya.

Kita cukup mengingatkannya secara ma’ruf dengan petikan ayat-ayat al-Qur’an atau hadits Rasulullah ﷺ maka insya Allah dia akan segera tersadar dan berucap istighfar.  Barangkali, kekhilafan tersebut disebabkan karena kondisi yang memaksa ia berbuat demikian. Boleh jadi ia sedang sangat membutuhkan biaya, atau ia punya beban hidup yang menyebabkan ia tertekan.

Namun, ketika kita menasehati seorang yang berlaku zalim kepada Sang Pencipta, akan sangat sulit bagi kita untuk menasehatinya. Kalau bukan karena Allah Ta’ala memberikan hidayah kepadanya, rasanya tak akan mampu kita menyadarkan bahwa ia telah berlaku zalim kepada Sang Pencipta. Terlebih bila itu ia lakukan dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.

Misalnya, seseorang yang menyekutukan Allah Ta’ala dengan mahluk-Nya, atau menganggap bahwa ada Tuhan lain yang patut disembah selain Allah Ta’ala, atau menganggap bahwa Allah Ta’ala memiliki anak, maka orang seperti itu akan bersikukuh dengan pendapatnya jika disadarkan. Pendapat kita akan ditentangnya, bahkan boleh jadi ia akan meneror kita agar tak lagi mempengaruhinya.

Penentangan seperti itu telah dialami para Nabi dan Rasul pada zaman dahulu kala. Nabi Musa Alaihissalam (AS), misalnya. Ia pernah ditanya oleh Fir’aun sebagaimana diungkap dalam al-Qur’an surat Asy-Syu’ara [26] ayat 23 hingga 28.

Siapakah Tuhan seluruh alam itu?” tanya Fir’aun.

Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. (Itulah Tuhanmu), jika kamu memercayainya,” jawab Musa AS

Lantas Fir’aun berkata kepada orang-orang di sekelilingnya untuk memperolok-olok Musa AS. “Apakah kalian tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?

Namun Nabi Musa AS tetap melanjutkan dakwahnya, “(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.”

Fir’aun mulai murka dan berkata, “Sungguh, Rasul kalian yang diutus kepada kalian (ini) benar-benar orang gila.”

Nabi Musa AS tak peduli dengan caci maki Fir’aun. Ia tetap melanjutkan dakwahnya, “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu mengerti.”

Lagi-lagi Fir’aun tetap bersikukuh dengan pendapatnya meskipun telah berulang kali dijelaskan oleh Nabi Musa AS. Bahkan, Fir’aun tetap berlaku zalim kepada Sang Penciptaanya meskipun Nabi Musa AS telah memperlihatkan mukzizat atas izin Allah Ta’ala.

Demikian pula dengan Nabi Ibrahim AS. Beliau tak mampu mengingatkan ayahnya sendiri, Azhar, yang berlaku zalim kepada Sang Penciptanya. Padahal, Ibrahim AS telah berkata dengan lemah lembut kepada ayahnya, sebagaimana tertulis dalam al-Qur’an surat Maryam [19] ayat 42 sampai 45.

Wahai ayahku!” kata Ibrahim AS. “Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?

Wahai ayahku! Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu. Maka, ikutilah aku, niscata aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.”

Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.”

Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari TuhanYang Maha Pengasih, sehingga engkau akan menjadi teman bagi setan.”

Betapa santun nasehat Nabi Ibrahim AS ini. Namun Azhar, sang ayah, dengan congkak menolak ajakan anaknya. “Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam. Maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama,” kata Azhar sebagaimana tertulis dalam al-Qur’an surat Maryam [19] ayat 46.

Demikianlah kehendak Allah Ta’ala. Hanya Dia yang kuasa membolak-balikkan hati manusia. Meskipun perbuatan zalim kepada Allah Ta’ala sulit disadarkan, namun para penyeru kebenaran tetap harus mendakwahi mereka sebagaimana para Nabi dan Rasul dahulu. Apa pun hasilnya, serahkan pada Allah Ta’alaWallahu a’lam.* 

Mahladi Murni

HIDAYATULLAH



Kisah Kesabaran Istri Menanti Suaminya Memeluk Islam

Setelah bertahun-tahun berpisah dengan istri, sang suami menyatakan keislamannya.

Zainab al-Kubra adalah putri Nabi Muhammad dari istri pertamanya Siti Khadijah. Zainab lahir 10 tahun sebelum ayahnya menjadi nabi.

Sesuai dengan sifat-sifat yang melekat pada diri ibunya, Zainab tumbuh menjadi teladan yang utama dengan seluruh sifat-sifat yang terpuji. Hampir sempurnalah sifat kewanitaan Zainab, sehingga putra dari bibinya yang bernama Abu al-‘Ash bin Rabi yang terpandang di Makkah dalam hal pemilikan harta, berhasrat malamarnya.

Setelah akad dilakukan, masuklah Zainab ke dalam rumah tangga suaminya yakni Abu Al-Ash. Meski  usia Zainab masih muda, ia mampu mengatur rumah tangga, sehingga menemukan kebahagiaan dan ketentraman.

Dalam perkawinannya, mereka dikaruniai dua orang anak bernama Ali dan Umamah, semakin sempurnalah kebahagiaan rumah tangga itu dengan kehadiran buah hati dalam rumah yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan.

Pada suatu ketika Abu al-Ash berada dalam suatu perjalanan, kemudian terjadilah peristiwa besar dalam sejarah kehidupan manusia yaitu diangkatnya Muhammad sebagai nabi dengan membawa risalah. Zainab bersegera menyambut seruan dakwah yang dibawa oleh ayahnya.

Tatkala suaminya kembali dari bepergian, Zainab menceritakan perubahan yang terjadi pada kehidupan. Ia menerangkan bahwa bersamaan dengan kepergian suaminya, muncul lah Din (agama) yang baru dan lurus. Zainab menduga bahwa suaminya akan segera menyatakan keislamanny.

“Akan tetapi ia malah mendapat kan suaminya hanya diam dan tidak bereaksi,” tulis Teguh Pramono dalam bukunya “100 Muslim Terhebat Sepanjang Masa”.

Kemudian, Zainab mencoba dengan segala cara untuk meyakinkan suaminya. Namun, sang suami menjawab. “Demi Allah, bukannya saya tidak percaya dengan ayahmu. Hanya saja saya tidak ingin dikatakan bahwa telah menghina kaumku dan mengkafirkan agama nenek moyangku karena ingin mendapatkan keridhaan istriku,” katanya.

Pernyataan suami ini jelas merupakan pukulan telak bagi Zainab. Karena suaminya tidak mau masuk Islam, maka goncangan dan gelisah lah isi rumah tangga mereka. “Kegembiraan yang selama ini tercipta berubah menjadi kesengsaraan,” katanya.

Saat itu, Zainab tinggal di Makkah, di rumah suaminya. Tidak ada seorangpun di sekelilingnya yang dapat meringankan penderitaannya, karena jauhnya dirinya dengan kedua orang tua. Ayahnya telah berhijrah ke Madinah Al Munawaroh bersama sahabat-sahabatnya. Sedangkan ibunya telah menghadap ar Rafiqul A’la.

“Sementara saudara-saudaranya pun telah menyusul ayahnya di bumi hijrah,” katanya.

Tatkala pecah perang Badar kaum musyrikin mengajak Abu al Ash keluar bersama mereka untuk memerangi kaum muslimin. Namun, dalam sebuah peperangan Abu Al Ash menjadi tawanan kaum muslimin. Tatkala Abu Al Ash dihadapkan kepada Rasulullah, beliau berkata kepada para sahabat.

“Perlakukan tawanan ini dengan baik! “

Mendengar suaminya ditawan, Zainab sedih. Ia mengutus seseorang untuk menebus suaminya dengan kalung yang dihadiahkan sang ibunya Khadijah ketika membangun rumah tangganya dengan Abu al-Ash. Melihat kalung sebagai tebusan, Rasulullah tak henti-hentinya memandangi kalung tersebut, ia teringat istrinya yang setia, yang telah menghadiakan kalung tersebut kepada putrinya.

Setelah beberapa saat Rasulullah terdiam, beliau kemudian berkata dengan lemah lembut, “Jika kalian melihatnya sebagai kebaikan, maka bebaskanlah tawanan tersebut dan kembalikanlah harta tebusannya, maka lakukanlah!”

Dan para sahabatpun, melepaskannya. “Baiklah ya Rasulullah,”

Rasulullah meminta Abu al-Ash  berjanji dan membiarkan Zainab untuk hijrah. Karena Islam telah memisahkan hubungan antara keduanya. Abu al-Ash menyanggupinya dan membiarkan Zainab pergi menyusun Rasulullah ke Madinah.

Namun orang-orang Quraisy menghalangi dan mengancam jika bersikeras keluar dari Makkah, akhirnya Zainab kembali pulang dalam keadaan hamil muda dan keguguran. Abu al-Ash merawat Zainab hingga pulih dan setelah itu ia membawa Zainab pergi menemui Rasulullah.

Enam tahun berlalu, setelah perpisahan, akhirnya Abu al-Ash mendatangi Zainab dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Saat itu Zainab tak percaya atas kedatangan suaminya, Zainab ingin memeluk, namun ia harus menahan diri karena ingin memastikan tentang aqidahnya.

Abu al-Ash berkata. “Kedatangan ku ke sini bukan untuk menyerah, tetapi aku keluar untuk berdagang membawa barang-barang orang-orang Quraisy. Namun tiba-tiba saya bertemu dengan pasukan ayahmu yang didalamnya ada Zaid bin Haritsah dan 170 tentara. Selanjutnya mereka mengambil barang-barang yang aku bawa dan akupun melarikan diri. Sekarang aku menemui mu dengan sembunyi-sembunyi untuk meminta perlindungan.”

Namun pada saat waktu sholat subuh, Zainab berteriak, bahwa dia telah melindungi orang kafir  Abu al-Ash. Seketika Rasulullah bersama para sahabat menuju pusat suara dan benar ada Abu al-Ash.  Ketika itu Zainab memohon kepada ayahnya agar mau mengembalikan harta dan barang-barang Abu al-Ash dan Rasulullah pun memberikannya setelah minta izin kepada para sahabat.

Setelah mendapatkan kembali hartanya Abu al Ash pergi meninggalkan Zainab, menuju Makkah dengan membawa sebuah tekad.  Kemudian Abu al Ash berdiri dan berseru. “Wahai orang-orang Quraisy masih adakah di antara kalian yang hartanya masih berada di tanganku dan belum diambil?”

Mereka menjawab. “Tidak semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Sungguh kami dapatkan bahwa anda adalah seorang yang setia dengan janji.”

Karena sudah tidak ada lagi harta orang-orang pada dirinya, Abu al-Ash berkata mendeklarasikan dirinya masuk Islam. Bersyahadatnya Abu al-Ash setelah ia mengembalikan barang-barang orang Quraisy, sehingga terlepasnya bebannya.

“Setelah aku mengembalikan barang-barang kalian dan sudah aku laksanakan tanggung jawabku, maka masuk Islam,” katanya.

Setelah menyatakan masuk Islam Abu al- Ash bertolak ke Madinah, ia kembali berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya. Namun tak lama dari perkumpulan itu Zainab wafat pada tahun ke-8 Hijriyah akibat sakit yang masih membekas karena keguguran saat hendak berhijrah.

Rasulullah meminta sahababiyah (sahabat dari kalangan wanita) untuk memandikannya. “Mandikanlah dengan bilangan yang ganjil, tiga atau lima, dengan kapur barus atau sejenisnya. Apabila kalian selesai memandikan, beritahukan kepadaku.”

Tatkala para wanita Islam itu telah selesai memandikannya, Rasulullah memberikan kain penutup dan bersabdam “Pakaikanlah ini kepadanya. Semoga Allah merahmati Zainab binti Rasulullah dan membalas seluruh amal baiknya dengan balasan yang baik.”

KHAZANAH REPUBLIKA

Khadijah binti Khuwailid, Istri Tercinta Nabi Muhammad (1)

Siti Khadijah berjuang bersama Rasulullah SAW syiarkan Islam

Khadijah dilahirkan pada tahun 68 sebelum Hijriyah, di sebuah keluarga yang mulia dan terhormat. Dia tumbuh dalam suasana yang dipenuhi dengan perilaku terpuji. Ulet, cerdas dan penyayang merupakan karakter khusus kepribadiannya. Sehingga masyarakat di zaman Jahiliyah menjulukinya sebagai At-Thahirah (seorang wanita yang suci).

Selain itu, Khadijah juga berprofesi sebagai pedagang yang mempunyai modal sehingga bisa mengupah orang untuk menjalankan usahanya. Kemudian Khadijah akan membagi keuntungan dari perolehan usaha tersebut. Rombongan dagang miliknya juga seperti umumnya rombongan dagang kaum Quraisy lainnya.

Lalu, suatu saat dia mendengar tentang Rasulullah SAW, sesuatu yang menarik perhatian Khadijah tentang kejujuran, amanah, dan kemuliaan akhlak beliau.

Kemudian Khadijah memberikan pekerjaan kepada Rasulullah agar menjalankan barang dagangannya ke negeri Syam dengan ditemani anak bernama Maisarah. Beliau diberi modal yang cukup besar dibandingkan lainnya. Rasulullah menerima pekerjaan tersebut dan disertai Maisarah menuju kota Syam.

Sesampainya di negeri tersebut beliau mulai menjual barang dagangannya, dan kemudian hasil dari penjualan tersebut beliau belikan barang lagi untuk dijual di Makkah. Setelah misi dagangnya selesai, beliau bergabung dengan kafilah kembali ke Makkah bersama Maisarah. Keuntungan yang didapatkan Rasulullah sungguh berlipat ganda, sehingga Khadijah menambahkan bonus untuk beliau dari hasil penjualan tersebut.

Sesampainya di Makkah, Maisarah menceritakan perilaku baik Rasulullah yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Khadijah merasa tertarik dengan cerita tersebut dan segera mengutus Maisarah untuk datang pada Rasulullah. Dan menyampaikan pesannya untuk beliau.

“Wahai anak pamanku, aku senang kepadamu karena kekerabatan, kekuasaan terhadap kaummu, amanahmu, kepribadianmu yang baik, dan kejujuran perkataanmu.” Kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Rasulullah.

KHAZANAH REPUBLIKA

3 Keutamaan Amalan Sunnah yang Justru Sering Diabaikan

Amalan-amalan sunnah sering diabaikan padahal penuh keutamaan.

Banyak orang mengira, ibadah sunah hanya pelengkap amalan wajib yang sifatnya sukarela. Bila sempat, dikerjakan. Jika tidak, ditinggalkan begitu saja.

Amalan sunah sering ditinggalkan karena kurangnya pengetahuan akan keistimewaan ibadah ini. Padahal, meninggalkan ibadah sunah berarti kerugian baginya karena tidak memperoleh pahala saat ada kesempatan untuk meraihnya.

 حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ مُوسَى أَبُو صَالِحٍ ، حَدَّثَنَا هِقْلُ بْنُ زِيَادٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ الْأَوْزَاعِيَّ ، قَالَ : حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ ، حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ ، حَدَّثَنِي رَبِيعَةُ بْنُ كَعْبٍ الْأَسْلَمِيُّ ، قَالَ : كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي : سَلْ فَقُلْتُ : أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ . قَالَ : أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ : هُوَ ذَاكَ . قَالَ : فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

Suatu ketika, Rasulullah SAW menawarkan kepada Rabi’ah bin Malik Al-Aslami, ”Mohonlah sesuatu!” Rabi’ah menjawab, ”Aku memohon agar dekat Anda di surga.” Lalu, beliau bertanya, ”Adakah permohonan lainnya?” Rabi’ah menjawab, ”Itu saja.” Beliau bersabda, ”Bantulah dirimu dengan memperbanyak sujud.” (HR Muslim).

Rasulullah SAW bahkan memperingatkan mereka yang malas beribadah sunnah, ”Siapa membenci sunnahku, bukan golonganku.” (HR Muttafaq Alaih).

Selain itu, ibadah sunnah memiliki beberapa keistimewaan. Pertama, bisa dekat dengan Rasulullah SAW di surga. Dijelaskan hadits di atas, memperbanyak sujud adalah dengan banyak mengerjakan sholat sunnah. Amalan inilah yang akan mengantarkan pelakunya menyertai Rasulullah di surga.

Beliau bahkan mendapatkan penghargaan untuk menempati surga paling tinggi (maqaman mahmudan) berkat sholat sunah tahajud yang jarang beliau tinggalkan. وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS Al-Isra’ [17]: 79).

Kedua, menyempurnakan ibadah wajib. Rasulullah bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ : انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ 

”Amal yang pertama kali dihisab hari kiamat adalah sholat. Jika baik maka dia akan beruntung dan sukses, jika buruk maka dia menyesal dan rugi. Allah SWT berfirman kepada malaikat, ‘Periksalah sholat hamba-Ku, cukup atau kurang? Jika cukup, catat. Jika kurang, periksa lagi, apakah hamba-Ku punya amal sholat sunah? Jika punya, kekurangan sholat wajibnya ditambal sholat sunahnya.’ Baru setelah itu, amalnya dihisab.” (HR Abu Dawud).

Ketiga, menyucikan jiwa pelakunya. Rasul bersabda: 

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ، وَالاِسْتِحْدَادُ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الإِبِطِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ 

”Lima perkara termasuk fitrah: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR Bukhari).

Keempat, menjadi wali dan kekasih Allah SWT yang selalu dicintai-Nya.

Saat Allah mencintainya, Allah akan menyertai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan untuk memegang, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.

وَإِنْ سأَلنِي أَعْطيْتَه، ولَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيذَّنه

“Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku akan mengabulkan. Dan, jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan mengabulkan untuknya.” (HR Bukhari)  

KHAZANAH REPUBLIKA

Menuju Kemenangan dan Keberuntungan dengan Shalat

Shalat adalah tanda menuju kemenangan dan keberuntungan (al-falaah). Panggilan untuk shalat selalu diiringi dengan panggilan menuju kemenangan di setiap kali adzan dan iqamah dikumandangkan. Shalat adalah amal yang utama, sedangkan al-falah (kemenangan) adalah balasan (pahala) atas amal tersebut.

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

Al-falaah, tidak ada dalam bahasa Arab, suatu kata yang bermakna terkumpulnya kebaikan dunia dan akhirat, yang lebih baik, melebihi kata al-falaah tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 27)

Panggilan ini akan senantiasa berulang kali didengarkan oleh kaum muslimin,

حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ

“Hayya ‘alash shalaat, hayya ‘alal falaah (Marilah shalat, marilah menuju kemenangan)”

Kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa siapa saja yang tidak merespon panggilan adzan, maka dia tidak akan mendapatkan kemenangan (keberuntungan) dan bukan orang-orang yang menang (al-muflihiin).Karena shalat adalah sifat dan ciri yang paling menonjol dari orang-orang yang mendapatkan kemenangan dan keberuntungan.

Shalat, Salah Satu Ciri Orang-Orang yang Beruntung

Oleh karena itu, ketika Allah Ta’ala menyebutkan sifat orang-orang muflihiin di awal surat Al-Mu’minuun, Allah Ta’ala memulai dengan amalan shalat. Kemudian Allah Ta’ala menutup pula dengan amalan shalat yang didirikan dengan khusyu’ dan konsisten (senantiasa terjaga). Allah Ta’ala berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)

“Sesungguhnya beruntunglah (menanglah) orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Yaitu) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 1-11)

Demikian pula, ketika Allah Ta’ala di awal surat Al-Baqarah menyebutkan amal orang-orang muflihiin dan karakter mereka, Allah Ta’ala menyebutkan shalat di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

ذلِكَ الْكِتابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدىً لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْناهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah [2]: 2-5)

Dua Sifat atau Karakter Orang-Orang yang Beruntung

Rangkaian ayat ini menggambarkan bagaimanakah sifat atau karakter orang-orang yang beruntung. Yaitu, mereka yang mengumpulkan dua hal sekaligus:

Pertama, benarnya aqidah. Orang-orang muflihiin memiliki aqidah yang lurus, selamat dari berbagai aqidah yang menyimpang atau bahkan aqidah kekufuran. Mereka adalah “yang beriman kepada yang ghaib”. Yaitu, hal-hal ghaib yang dikabarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan terhadap pokok-pokok iman (ushuul imaan), yaitu iman kepada Allah, malaikat, para rasul, kitab-kitab, dan hari akhir.

Kedua, istiqamah (konsisten) dalam amal ibadah. “Yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” Dan amal ibadah mereka yang paling agung untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah mendirikan shalat wajib lima waktu di waktunya masing-masing.

Allah Ta’ala mengatakan,

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’ [4]: 103)

Semisal dengan awal surat Al-Baqarah tersebut adalah yang terdapat di awal surat Luqman, ketika Allah Ta’ala menyebutkan sifat orang-orang yang beruntung, yaitu memiliki aqidah yang benar (shahih) dan memiliki amal ibadah yang baik (shalih). Allah Ta’ala berfirman,

هُدًى وَرَحْمَةً لِلْمُحْسِنِينَ (3) الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5)

“Menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Luqman [31]: 3-5)

Di akhir surat Al-Hajj, ketika Allah Ta’ala menyebutkan sifat orang-orang yang beruntung, Allah Ta’ala menyebutkan ruku’, sujud, tunduk, dan merendahkan diri di hadapan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu, dan berbuat baiklah, supaya kamu mendapatkan kemenangan.” (QS. Al-Hajj [22]: 77)

Oleh karena itu, tidak ada kemenangan dan keberuntungan yang didapatkan tanpa shalat. Shalat adalah tanda keberuntungan, dan pintu masuk kebaikan dan pertolongan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)

Oleh karena itu, hendaknya seorang mukmin memuji Allah Ta’ala atas nikmat diberi pertolongan sehingga bisa mendirikan shalat. Dan juga untuk meminta di akhir shalat (sebelum salam), sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“ALLAAHUMMA A’INNII ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNI ‘IBAADATIK” (Ya Allah, bantulah aku untuk berzikir dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah kepada-Mu dengan baik.) (HR. Abu Dawud no. 1522, dinilai shahih oleh Al-Albani)

Tentu saja, shalat masuk dalam doa tersebut.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Jangan Biarkan Harimu Terlewat Tanpa Menyentuhnya!

Dalam Surat Al-Muzammil khususnya pada akhir ayatnya, ada sebuah penekanan yang sangat penting tentang membaca ayat-ayat dari Al-Qur’an.

فَٱقۡرَءُواْ مَا تَيَسَّرَ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِۚ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرۡضَىٰ وَءَاخَرُونَ يَضۡرِبُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ يَبۡتَغُونَ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَءَاخَرُونَ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ فَٱقۡرَءُواْ مَا تَيَسَّرَ مِنۡهُۚ

“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an; Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit, dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah; dan yang lain berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an.” (QS.Al-Muzzammil:20)

Walau engkau sakit, walau sedang dalam medan perang, walau sedang banting tulang mencari rezeki, walau sesibuk apapun dirimu, jangan pernah tinggalkan Al-Qur’an.

Jadikan Al-Qur’an ada dalam jadwal hidupmu setiap hari.

Katakan pada kesibukanmu, “Sebentar, aku akan membaca Al-Qur’an.”

Dan jangan katakan kepada Al-Qur’an, “Sebentar, aku sedang sibuk.”

Kenapa membaca Al-Qur’an sangat sangat ditekankan semacam ini?

Karena berkahnya hidupmu, tenangnya hatimu, cahaya dalam jiwamu dan kabar gembira bagi masa depanmu semua ada di dalam kitab suci ini.

Itu semua karena Allah sangat mencintaimu sehingga Allah tidak ingin engkau kehilangan karunia yang besar ini.

Sudahkah kita menyentuh Al-Qur’an hari ini?

KHAZANAH ALQURAN

Berbagai Masalah dalam Marketplace Saat Ini

Masalah-masalah ini yang sering kita temukan dalam bisnis marketplace saat ini.

Pertama: 

Jualan emas di marketplace, padahal jual beli emas disyaratkan yadan bi yadin, tunai dalam majelis akad.

Kedua:

Mengendapkan uang di rekening marketplace, lalu mendapatkan bonus atau bunga, ini juga termasuk riba.

Ketiga: 

Menabung/ top up dana untuk digunakan berbelanja, lalu mendapatkan fasilitas potongan harga atau bebas ongkir, di mana bonus ini tidak didapatkan oleh yang tidak top up. Ini juga termasuk riba karena setiap piutang di mana pihak kreditur mendapatkan manfaat/ keuntungan adalah riba.

Keempat: 

Ketika usaha UMKM di marketplace mulai besar, pihak marketplace akan membuat produk yang sama persis, lalu menetapkan harga lebih murah dan giat mempromokannya. Akhirnya, UMKM di marketplace kolaps.

Kelima:

Marketplace mulai membuka peminjaman modal pada UMKM. Mereka bekerjasama dengan fintech. Saat ini, konsumen diberikan pinjaman dengan minimal tertentu yang nanti bisa dilunasi dalam waktu sebulan. Jika telat pembayaran, terkena denda.

Silakan dipikirkan, ada ribanya ataukah tidak dalam pinjaman ini?

Keenam:

Dijual produk haram dan ilegal secara bebas. 

Ketujuh: 

Memajang gambar wanita yang buka aurat secara bebas. 

Kedelapan:

Yang dipikirkan dalam jual beli di marketplace hanyalah jualan, larisnya, dan untungnya. Kebanyakan pelaku bisnis di dalamnya tak paham halal dan haram. 

Muhammad bin Hasan menyarankan untuk mereka yang berdagang hendaklah memiliki ahli fikih muamalat sebagai tempat untuk bertanya. 

Bagaimana mau selamat dari yang haram kalau kita sendiri tidak belajar dan tidak mau bertanya pada ahli ilmu?

Catatan Muhammad Abduh Tuasikal 

Mengambil faedah dari postingan FB Ustadz Dr. Arifin Badri 

Artikel Rumaysho.Com

Lalu, mengapa kita tak membuat Toko Online sendiri? Silahkan buat Toko Online sendiri di Punya Toko Yuk, klik di sini!