Seri Dua Contoh Yang Berbeda dalam Al-Qur’an (Bag 3)

Allah Swt mengabadikan kisah dua putra Adam as dalam Surat Al-Ma’idah, yaitu mulai ayat 27 sampai ayat 32. Dan dikisahkan dalam riwayat bahwa nama keduanya adalah Qobil dan Habil. Qobil adalah seorang pembunuh dan Habil adalah yang dibunuh.

Pada awalnya, Qobil dan Habil diperintahkan untuk berkurban oleh Allah Swt. Singkatnya, kurban dari Habil diterima dan kurban dari Qobil di tolak oleh Allah Swt.

Rasa cemburu, iri dan dengki mulai merasuki jiwa Qobil. Terjadi dialog antar kakak beradik itu hingga muncul sebuah perkataan dari lisan Qobil seperti yang diceritakan dalam Firman-Nya :

قَالَ لَأَقۡتُلَنَّكَۖ

Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!”

Habil menjawab :

قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ

Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (QS.Al-Ma’idah:27)

إِنِّيٓ أَخَافُ ٱللَّهَ رَبَّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

“Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS.Al-Ma’idah:28)

إِنِّيٓ أُرِيدُ أَن تَبُوٓأَ بِإِثۡمِي وَإِثۡمِكَ فَتَكُونَ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلنَّارِۚ وَذَٰلِكَ جَزَٰٓؤُاْ ٱلظَّٰلِمِينَ

”Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan itulah balasan bagi orang yang zhalim.” (QS.Al-Ma’idah:29)

Itulah dialog singkat yang terjadi antara Qobil dan Habil. Dan dari sini kita bisa mengambil pelajaran dari dua perbedaan karater dan sifat yang dimiliki oleh dua putra Nabi Adam as ini.

1. Sifat Qobil :

Dia memilih membunuh saudaranya karena rasa iri yang menguasai dirinya disebabkan oleh kurbannya yang tidak diterima oleh Allah Swt. Padahal Habil tidak ada sangkut pautnya dengan diterima atau tidaknya kurban Qobil. Karena tolok ukur diterimanya kurban tersebut adalah ketakwaan kepada Allah Swt.

2. Qobil hendak membunuh jiwa yang tak bersalah dan ia ingin berbuat kerusakan di bumi ini. Dendam dalam hatinya telah membutakan mata dan hatinya. Dan ia tidak akan puas sebelum menuntaskan dendamnya kepada saudaranya sendiri.

3. Qobil tidak mau mendengar sedikit pun nasihat dari saudaranya yang mengingatkan agar jangan sampai ia melakukan hal-hal keji semacam ini. Dia telah bertekad untuk membunuh saudaranya, setan telah menguasai hatinya sehingga susah sekali ia untuk kembali.

فَطَوَّعَتۡ لَهُۥ نَفۡسُهُۥ قَتۡلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُۥ فَأَصۡبَحَ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

“Maka nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi.” (QS.Al-Ma’idah:30)

2. Sifat Habil

1. Sifat dari Habil tergambar jelas dalam keilmuan dan ketakwaannya.

Ketakwaan Habil tergambar dalam Firman-Nya :

قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ

Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (QS.Al-Ma’idah:27)

2. Dan keilmuan Habil tergambar dalam Firman-Nya :

إِنِّيٓ أَخَافُ ٱللَّهَ رَبَّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

“Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS.Al-Ma’idah:28)

Karena dalam ayat lain Allah berfirman :

إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْ

“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama (oramg berilmu).” (QS.Fathir:28)

2. Keburukan tidak dibalas oleh keburukan.
Habil tidak membalas ancaman dari saudaranya dengan ancaman serupa. Karena ia tidak akan membunuh saudaranya sendiri, seperti apa yang akan dilakukan Qobil terhadapnya. Apalagi hanya karena masalah sepele.
Habil adalah sosok yang sangat tenang dalam menghadapi masalah. Ia tidak mudah emosi dan tergesa-gesa dalam memutuskan sesuatu.
Dan semua keindahan sikap ini muncul karena didasari dengan keimanannya kepada Allah Swt. Dia selalu menginginkan kedamaian ditengah umat manusia.

Dan pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah dua putra Nabi Adam as adalah :

1. Jika Qobil adalah wujud nyata dari kejamnya kedengkian dan kekafiran, maka Habil adalah gambaran nyata dari indahnya toleransi dan perdamaian. Kisah ini menggambarkan dua perseteruan yang akan terus ada hingga Hari Kiamat.

2. Qobil berani membunuh nyawa saudaranya yang tak berdosa sementara Habil melihat perbuatan itu adalah kekejian yang dahsyat sehingga ia tidak akan pernah menyentuhnya.

3. Qobil tidak memiliki alasan yang diterima atas kekejamannya, padahal Habil sealu menasehatinya dan membimbingnya untuk keluar dari pengaruh setan yang menjerumuskan.

4. Karena Al-Qur’an telah memvonis Qobil sebagai orang yang rugi dan menyesal. Maka bisa kita pastikan bahwa Habil adalah termasuk dari mereka yang selamat, sukses dan beruntung. Walaupun ia harus dikorbankan di alam dunia ini. Karena itu cerita ini di akhiri dengan firman Allah Swt bahwa membunuh satu nyawa di bumi ini sama seperti membunuh seluruh manusia.

مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعٗا

“Barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia.” (QS.Al-Ma’idah:32)

Itulah pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Qobil dan Habil. Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Berhubungan Intim Saat Istri Sedang Haidh, Bolehkah?

1. Pengertian haidh

Secara bahasa haidh berarti mengalir. (lihat lisanul arab: 7/142).

Adapun secara istilah haidh berarti darah yang keluar dari Rahim wanita dalam kondisi sehat, bukan saat melahirkan maupun kodisi sakit. Sifat darah tersebut biasanya berwarna pekat, dan berbau. (fiqh islamy wa adillatuhu : 1/610).

2. Persamaan hukum antara haidh dan nifas.

Darah haidh merupakan darah yang keluar setelah melahirkan, adapun darah yang keluar bersamaan dengan anak ataupun sebelumnya tidak dinamakan darah nifas. (Fathul qarib mujib : 1/61).

Semua hal yang terlarang ketika haidh juga terlarang ketika nifas, karena hukum nifas sama seperti hukum haidh kecuali dalam beberapa permasalahan yang dibahas ulama dalam kitab-kitab fikih. (lihat : raudhatut thalibin : 1/136). Dan orang arab terkadang mengatakan haidh dengan lafazh nifas, sebagaimana sabda rasulullah ﷺ kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

ما لَكِ أنُفِسْتِ؟. قُلْتُ: نَعَمْ، قالَ: «إنَّ هَذا أمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلى بَناتِ آدَمَ، فاقْضِي ما يَقْضِي الحاجُّ، غَيْرَ أنْ لاَ تَطُوفِي بِالبَيْتِ

“Apakah engkau sedang haidh?” aku (Aisyah) pun berkata: iya. Lalu rasulullah ﷺ bersabda: “sesungguhnya hal tersebut merupakan ketetapan Allah untuk keturunan wanita Adam, lakukanlah semua yang dilakukan orang yang berhaji, tapi jangan berthawaf”
(HR. Bukhari : 294).

3. Hukum bersenggama dengan istri tatkala haidh.

Allah ﷻ melarang kaum muslimin untuk berhubungan biologis dengan istri-istri mereka di saat haidh atau nifas. Allah ﷻ berfirman:

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ ۝

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah sesuatu yang kotor”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
(QS. Albaqarah : 222).

Maksud dari tidak mendekati wanita saat haidh adalah tidak berhubungan biologis dengannya, dan hal ini merupakan kesepakatan ulama kaum muslimin dan merupakan dosa besar. Imam Nawawi berkata:

“Ketahuilah bahwa mendatangi istri saat haidh itu bermacam-macam, salah satunya adalah dengan berhubungan biologis, dan perbuatan ini haram berdasarkan kesepakatan kaum muslimin sesuai dengan nash quran dan hadits yang shahih.”

Kemudian beliau berkata:

“jika suaminya dengan sengaja bersenggama dengannya dan ia tahu istrinya sedang haidh begitu pula dengan keharaman perbuatan tersebut, tidak pula dalam keadaan terpaksa, maka dia sejatinya telah melakukan dosa besar, imam Syafii dengan jelas mengatakan perbuatan tersebut adalah dosa besar”.
(Syarah shohih Muslim : 3/204).

4. Solusi bagi suami jika istri sedang haidh.

Islam adalah agama yang datang dari Allah ﷻ Rabbul ‘alamin, sehingga syariat-syariat yang terkandung di dalamnya sesuai dengan fitrah manusia. Begitu pula dalam masalah ini, ketika seorang istri sedang haidh maka suami tidaklah secara muthlak harus meninggalkan istrinya, dia masih bisa melepaskan syahwat dengan istrinya, begitu pula istri bisa melepaskan syahwatnya dengan suaminya selama mereka berdua tidak melakukan hubungan biologis (jima’).

Sepasang suami istri tetap bisa bercumbu tatkala istri sedang haidh dengan cara menjauhi area antara pusar dan lutut istri, dan ini dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama.
(lihat Ahkamul haidh dan istihadhah hal. 20).

Adapun hukum bersenang-senang dengan istri pada area bawah pusar dan di atas lutut menjadi perbincangan dikalangan para ulama, mayoritas ulama membolehkannya walaupun tanpa penghalang kain dengan syarat selama tidak melakukan jima’ (senggama). Mereka berdalil dengan hadits:

اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إلّا النِّكاحَ

“Lakukanlah semuanya selain jima’ (senggama)”
(HR. Muslim no. 302).

Sedangkan mayoritas ulama membolehkan seorang suami melepaskan syahwat dengan istrinya pada area antara lutut dan pusar tersebut dengan syarat ditutupi dengan kain. Dan ini adalah pendapat yang lebih selamat, lebih terjaga dan sesuai dengan sunnah rasulullah ﷺ. Ibunda kaum mukimin ‘Aisyah berkata:

كانَ يَأْمُرُنِي، فَأتَّزِرُ، فَيُباشِرُنِي وأنا حائِضٌ

“Dahulu rasulullah ﷺ menyuruhku untuk memakai sarung, lalu beliaupun menggauliku sedangkan aku sedangkan haidh”
(HR. Bukhari no. 300).

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh :
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله
Senin, 01 Rabiul Akhir 1442 H / 16 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Dua Nabi Ini Penasaran Proses Kebangkitan Setelah Mati

Proses kebangkitan setelah kematian membuat penasaran dua Nabi.

Dialektika kebangkitan manusia dari alam kubur sudah ada sejak sebelum Islam datang. Bahkan nabi-nabi terdahulu juga memohon penjelasan pada Allah tentang proses bangkitnya manusia dari kematian. 

Seperti kisah seorang nabi ketika melewati negeri yang telah porak poranda. Ada riwayat yang menyebut nabi itu bernama Uzair atau Hizqial atau seorang nabi dari Bani Israil. Sementara ada riwayat yang menyebutkan wilayah yang porak poranda itu adalah Baitul Maqdis yang telah dihancurkan oleh Nebukadnezar (Bukhtunashshar al Babili). 

Dikisahkan ketika melewati negeri yang porak poranda itu, nabi itu bertanya tentang bagaimana Allah bisa membangkitkan kembali penduduk negeri yang telah mati itu. Setelah itu Allah pun mematikan nabi itu bersama keledainya. Selang seratus tahun kemudian, Allah membangkitkan nabi itu bersama keledainya. Maka menjadi jelaslah persoalan kebangkitan bagi nabi itu.  Kisah ini merupakan penjelasan dari surat Al Baqarah ayat 259.

أَوْ كَٱلَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْىِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِا۟ئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُۥ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍ فَٱنظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَٱنظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِّلنَّاسِ ۖ وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Al Baqarah ayat 259)

Begitu pun dengan pernyataan Nabi Ibrahim yang bertanya-tanya tentang cara Allah membangkitkan orang yang telah wafat. Meski yakin akan datangnya hari kebangkitan, tetapi nabi Ibrahim tetap ingin mengetahui secara lebih detail proses kebangkitan agar hatinya lebih tentram. 

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّ أَرِنِى كَيْفَ تُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِى ۖ قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ ٱلطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ ٱجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ٱدْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا ۚ وَٱعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al Baqarah ayat 260).

Dalam buku Kiamat dalam Perspektif Al-Quran dan Sains yang disusun Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI dengan LIPI dijelaskan dua kisah tersebut menggambarkan betapa persoalan kebangkitan manusia di hari akhir masih memunculkan pertanyaan, meski bagi seorang nabi sekalipun.

“Tentu bukan karena mereka tidak percaya, melainkan karena keingintahuan mereka mengenai detail prosesnya. Kedua nabi tersebut sudah percaya dalam tataran ‘ilmul yaqin, tapi belum pada tataran ‘ainul yaqin,” dijelaskan dalam buku tersebut.

Ini seperti dianalogikan dengan keyakinan akan eksistensi Ka’bah. Semua umat Islam pasti meyakini eksistensinya, meski belum tentu mereka pernah melihatnya. Keyakinan akan eksistensi Ka’bah tentu akan bertambah kadarnya bila dibarengi dengan melihat wujud aslinya dengan mata kepala sendiri. Begitupun dengan nabi Uzair dan nabi Ibrahim, keduanya bertanya untuk meneguhkan iman mereka. Dan sebagaimana dikatakan nabi Ibrahim yakni agar menenangkan hatinya.

“Jika kedua nabi saja masih penasaran maka wajarlah jika persoalan kebangkitan banyak dipertanyakan oleh orang kaum Quraisy. Untuk itu Al Quran menjelaskan bahwa keberadaan merupakan keniscayaan,” dijelaskan dalam buku itu.

Menjelaskan tentang kebangkitan manusia, Al Quran mengemukakan dua hal. Yakni pertama melalui analogi berpikir yang sehat. Kedua, melalui analogi fenomena yang ada di alam semesta. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Ketika Alami Musibah dan Kegundahan, Nabi Lakukan Ini…

MANUSIA tidak akan bisa lepas dari ujian maupun musibah. Namun patut kita renungkan bahwa selalu ada himah di balik setiap musibah. Bisa jadi musibah adalah suatu kesedihan, namun terkadang pula ia adalah ketenteraman. Barangsiapa mengimaninya maka ia akan bersabar di atasnya namun barangsiapa mencelanya maka ia akan menjadi malapetaka dalam kehidupan.

Dalam sebuah syair disebutkan, “Terkadang melalui cobaan, Allah memberikan kenikmatannya betapa pun besarnya cobaan tersebut. Namun terkadang melalui kenikmatan, Allah justru memberikan ujiannya terhadap kaum tertentu…”

Dalam Siyar a’lamin nubala’ (11/255) dikisahkan ketika cambukan keempat menghantam tubuh Imam Ahmad bin Hanbal, beliau ra mengucapkan:

Katakanlah, “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami..” (QS. At-Taubah: 51).

Abu Ja’far Muhammad bin Badina al-Maushili mengatakan:

أنشدني ابن أعين في أحمد بن حنبل: أضحى ابن حنبل محنة مأمونة

Ibnu A’yan bersenandung kepadaku tentang Ahmad bin Hanbal: “Ibnu Hanbal telah mengubah ujian menjadi ketenteraman…” (Tarikh Dimasyq, 5/323)

Sebuah musibah akan menjadi sahabat bagi orang beriman, namun bagi mereka yang lalai musibah akan menjadi malapetaka penghancur segala kelezatan dalam hidupnya, ia adalah sebuah peringatan agar kita selalu teringat untuk menengadah ke langit. Allah SWT berfirman:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit..” (QS. Al-Baqarah: 144)

Dari Ummu Salamah ra, beliau menceritakan:

ما خرج النبي صلى الله عليه وسلم من بيتي قط إلا رفع طرفه إلى السماء

“Setiap kali Rasulullah SAW keluar dari rumahku, beliau mengarahkan pandangannya ke langit..” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no. 5094)

Langit yang begitu cerah hari ini seakan berkata wahai hamba Allah yang shalih ucapkanlah rasa syukurmu di pagi hari ini, di bulan ini, di tahun ini. Ceraikanlah segala kegundahan dalam hidup mintalah permohonan nan tulus kepadaNya. Dari Abu Hurairah ra, beliau mengatakan:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أهمه الأمر، رفع رأسه إلى السماء فقال: سبحان اللّه العظيم. وإذا اجتهد في الدعاء، قال: يا حيُّ يا قيومُ

“Apabila Rasulullah SAW mengalami kegundahan karena suatu hal, beliau memandang ke arah langit sambil berkata, ‘Subhanallahil Azhim’. Namun apabila beliau bersungguh-sungguh sekali dalam doanya, beliau mengucapkan, ‘Ya Hayyu Ya Qayyum’.” (HR. At-Tirmidzi, Syaikh al-Albani mengatakan “Dha’if Jiddan” dalam adh-Dha’ifah no. 6345)

Ada beberapa cara guna mengobati penyakit musibah, salah satu resep paling mujarab adalah sebagaimana yg disampaikan oleh sang dokter hati Ibnu Qoyyim ra seraya berkata:

“Kiat untuk mengobati penyakit musibah adalah dengan menyadari bahwa kepahitan dunia itu sendiri adalah kemanisan untuk akhirat. Demikianlah Allah membolak-balikkan keduanya, kemanisan dunia justru akan menjadi kepahitan akhirat. Beralih dari kepahitan yang terbatas menuju kemanisan yang abadi itu lebih baik daripada kebalikannya…” (Zadul Ma’ad, 4/179]).

Dan surga adalah suatu kesudahan terindah bagi orang-orang beriman, dan seburuk-buruk kesudahan adalah jahannam. Betapa indah gambaran Rasulullah SAW mengenai sifat surga dan neraka seraya bersabda:

حفت الجنة بالمكاره وحفت النار بالشهوات

“Surga itu ditopang dengan hal-hal yang dibenci oleh nafsu, sementara Neraka itu ditopang dengan hal-hal yang disukai oleh syahwat..” (HR. Muslim)

Imam Ibnul Qayyim ra menjelaskan maksud hadits tersebut, beliau mengatakan:

وفي هذا المقام تفاوتت عقول الخلائق ، وظهرت حقائق الرجال فأكثرهم آثر الحلاوة المنقطعة على الحلاوة الدائمة التي لا تزول ، ولم يحتمل مرارة ساعة لحلاوة الأبد ، ولا ذل ساعة لعز الأبد ، ولا محنة ساعة لعافية الأبد ، فإن الحاضر عنده شهادة ، والمنتظر غيب ، والإيمان ضعيف ، وسلطان الشهوة حاكم ، فتولد من ذلك إيثار العاجلة ، ورفض الآخرة

“Untuk memahami konteks ini, akal manusia memang bertingkat-tingkat, dan demi memahaminya terkuaklah hakikat seorang manusia sejati. Kebanyakan orang lebih mendahulukan kenikmatan sementara daripada kebahagiaan abadi yang tak pernah terputus, sehingga mereka tidak mampu menahan kepahitan sejenak demi kenikmatan selamanya, menghinakan diri sebentar demi kemuliaan abadi, atau menahan cobaan sesaat demi keselamatan tak terbatas. Karena yang tampak oleh mata itulah yang ada menurut mereka, sementara yang akan datang hanyalah fatamorgana. Karena keimanan mereka sudah lemah dan syahwat sudah sedemikian menguasai diri mereka. Dari situlah lahir kecenderungan mendahulukan kehidupan dunia dan menolak kehidupan akhirat..” (Zadul Ma’ad, 4/179-180)

Apabila kita mendapati suatu takdir yang tidak kita sukai, maka pahamilah bahwa Allah telah menakdirkan hal tersebut sejak 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, dan tugas kita adalah beriman kepada takdir yang baik maupun takdir yang buruk, serta meyakini dengan sepenuhnya bahwa Allah azza wa jalla adalah Dzat yang Maha Adil dan tidak mungkin menzalimi hamba-hamba-Nya..

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas..” (QS. Az-Zumar: 10)

Kemenangan diraih dengan jerih payah, kalaulah tanpa adanya jerih payah maka tak akan ada prestasi yang diraih, maka hidup akan hampa ia bagaikan tetesan lilin terbakar meleleh menjadi kaku, atau ia laksana dupa terbakar menghasilkan debu tertiup angin tiada arti. Hidup akan indah saat tercium harum laksana wangi gaharu walau ia tak rupawan namun ia menyimpan aroma nan tersimpan dalam ketenangan. []

SUMBER: ALQURAN SUNNAH

ISLAMPOS

Seri Dua Contoh Yang Berbeda dalam Al-Qur’an (Bag 2)

2. Kisah putra Nabi Nuh as dan Nabi Ibrahim as.

Kisah putra Nabi Nuh as dan putra Nabi Ibrahim as di abadikan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an. Di satu sisi ada putra yang sangat berbakti dan di sisi lain ada putra yang sangat durhaka.

Kisah putra Nabi Ibrahim as yaitu Ismail terekam dalam Surat As-Shofat dari ayat 100-107.

Terdapat banyak perbedaan yang mencolok antara putra Nuh dengan
putra Ibrahim (Ismail), antara lain :

Ismail memiliki beberapa sifat, yaitu :

1. Sholeh.

Nabi Ibrahim as jauh sebelumnya telah memohon kepada Allah Swt agar di anugerahi keturunan yang Sholeh.

رَبِّ هَبۡ لِي مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih.” (QS.Ash-Shaffat:100)

2. Putra yang sangat penyabar.

Ismail adalah putra yang sangat penyabar. Karena kesabaran adalah gandengan dari keshalehan.

فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٖ

“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).” (QS.Ash-Shaffat:101)

3. Sangat patuh terhadap perintah Allah dan perintah ayahnya.

Ismail merespon perintah Allah yang bersumber dari mimpi ayahnya dengan sangat siap da lapang dada tanpa mempertanyakan atau menolak atau berdebat terlebih dahulu dengan ayahnya.

قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ

“(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”

4. Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya.

Spontan Ismail menjawab :

قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS.Ash-Shaffat:102)

Ismail dalam ayat ini masih menggunakan kata Insya Allah karena ia yakin bahwa kesabaran ini adalah pemberian Allah Swt yang luar biasa. Seorang takkan mungkin mampu bersabar tanpa bantuan dan pemberian Allah berupa ketenangan dalam hatinya.

5. Dia sangat beriman kepada Tuhannya dan sangat berbakti kepada ayahnya.

Dalam kisah ini kita tidak pernah mendengar ada keluh kesah dari sisi ayah ataupun anak. Semuanya hidup dalam penuh kesadaran dan kepasrahan kepada ketentuan Allah Swt.

Sementara Kan’an, putra Nabi Nuh as memiliki beberapa sifat berikut ini, seperti yang disebutkan dalam Surat Hud.

1. Panggilan Nabi Nuh as kepada putranya menunjukkan bahwa Kan’an tinggal di sebuah termpat yang jauh, tidak seperti pengikut Nuh yang selalu menyertai beliau.

وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبۡنَهُۥ وَكَانَ فِي مَعۡزِلٖ يَٰبُنَيَّ ٱرۡكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلۡكَٰفِرِينَ

Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” (QS.Hud:42)

2. Kan’an lebih memilih bergabung bersama orang-orang kafir dengan segala kesombonvan dan kecongkaannya saat menolak ajakan ayahnya.

يَٰبُنَيَّ ٱرۡكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلۡكَٰفِرِينَ

“Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” (QS.Hud:42)

Tapi Nabi Nuh terus berusaha menyadarkan putranya.

قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلۡيَوۡمَ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَۚ

(Nuh) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.” (QS.Hud:43)

Dan kedurhakaan inilah yang membuatnya tenggelam.

وَحَالَ بَيۡنَهُمَا ٱلۡمَوۡجُ فَكَانَ مِنَ ٱلۡمُغۡرَقِينَ

“Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.” (QS.Hud:43)

Dan pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah :

Perbuatan Kan’an tidaklah benar.Tentu ia tidak beriman bukan karena satu sebab saja. Walaupun ada hubungan yang sangat dekat dengan Nabi saw.

Mari kita bandingkan antara dua putra Nabi ini :

1. Ismail adalah contoh sempurna bagi seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Ia rela mengorbankan dirinya demi meraih kerelaan Allah Swt.

Sementara Kan’an, sama-sama hidup di lingkungan kenabian namun ia menolak mentah-mentah ajakan dari ayahnya. Padahal itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.

Ismail di ajak oleh ayahnya kepada kematian dan ia tidak menolak karena baktinya sementara Kan’an di ajak kepada kehidupan dan ia tetap menentang ayahnya. Itulah fenomena bakti dan durhaka yang di abadikan dalam Al-Qur’an.

2. Ismail adalah seorang yang meyakini yang Ghaib. Ia meyakini bahwa mimpi dari ayahnya adalah kebenaran dan perintah dari Allah Swt.

Sementara Kan’an menolak jalan keselamatan yang ada di depan matanya. Sungguh perbedaan yang sangat menyimpang. Karena ia tidak meyakini hari pembalasan.

3. Balasan bagi Ismail yang menjalankan perintah Allah adalah keselamatan dan digantikannya ia dengan kambing.

Sementara balasan bagi Kan’an adalah kesengsaraan hidup yang abadi. Karena ia telah menentang Sang Pencipta Alam ini.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Doakan Keburukan untuk Orang lain, Diijabah?

BAGAIMANA seharusnya kita bersikap ketika ada saudara kita mendoakan keburukan secara terang-terangan di hadapan kita? Bukankah doa itu akan tercatat? Lalu bagaimana dengan seseorang yang mendoakan keburukan untuk orang lain, apakah akan diijabah?

Pertama, tidak semua doa buruk yang diucapkan manusia, akan dikabulkan Allah.

Allah berfirman,

“Manusia berdoa untuk keburukan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa,” (QS. al-Isra: 11).

Ayat ini semisal dengan firman Allah di ayat lain,

“Kalau sekiranya Allah menyegerakan doa keburukan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka…” (QS. Yunus: 11).

Para ahli tafisr, diantaranya Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan yang lainnya mengatakan,

Bahwa ini doa buruk seseorang untuk dirinya, atau anaknya, ketika dia marah, yang sebenarnya dia sendiri tidak menyukai ketika doa itu dikabulkan. Andai Allah mengabulkan doa keburukan itu, akan banyak diantara mereka yang binasa. Namun dengan karunia-Nya, Allah tidak mengabulkan doa ini.

Kedua, ada doa buruk yang diperingatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita waspadai, yaitu doa buruk dari orang yang mendzalimi diri kita.

Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Takutlah kalian terhadap doa orang yang didzalimi, karena tidak ada hijab antara dia dengan Allah,” (HR. Bukhari 1496 & Muslim 130).

Orang yang didzalimi, diizinkan oleh syariat untuk mendoakan keburukan bagi orang yang mendzaliminya.

Allah befirman,

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. an-Nisa: 148).

Kata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, maksud dari ayat di atas adalah doa buruk dari orang yang didzalimi kepada orang yang mendzalimi. (Tafsir Ibn Katsir, 2/442)

Ketiga, mendoakan keburukan kepada orang lain, padahal orang yang didoakan tidak bersalah, termasuk tindakan kedzaliman. Karena hukum asal mendoakan keburukan kepada orang lain, mencela, menghina, adalah dilarang oleh Allah. Doa buruk dibolehkan ketika ada sebab, yaitu didzalimi orang lain.

Allah befirman,

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. an-Nisa: 148).

Oleh karena itu, jika Anda didoakan keburukan oleh orang lain, sementara kita tidak bersalah, Anda tidak mendzaliminya, gantungkan tawakkal kepada Allah. Selanjutnya lupakan, dan hiduplah dengan normal. Agar pikiran kita tidak terlalu terganggu dengan doa ini.

Anda juga bisa memohon kepada Allah kebalikannya. Misalnya, Anda didoakan semoga tidak bahagia, maka Anda segera berdoa, Ya Allah berikanlah aku kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga doa baik Anda lebih mustajab karena anda didzalimi. Allahu a’lam. []

Sumber: Konsultasi Syariah

ISLAMPOS






Keutamaan dan Keberkahan Waktu Pagi

Kebiasaan Salafus Shalih di Pagi Hari

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Waa’il radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Kami mendatangi ‘Abdullah bin Mas’ud di pagi hari setelah shalat subuh. Kami mengucapkan salam di depan pintu, kemudian kami diizinkan untuk masuk. Kami pun menunggu sejenak. Kemudian keluarlah seorang budak perempuan dan berkata, “Mengapa kalian tidak masuk ?“ Kemudian kami masuk ke dalam rumah sementara ‘Abdullah bin Mas’ud sedang duduk sambil berdzikir. Beliau berkata kepada kami, “Apa yang menghalangi kalian untuk segera masuk padahal sudah aku beri izin ?“ Kami menjawab, “Kami mengira sebagian anggota keluargamu sedang tidur.” Beliau berkata, “Apakah kalian mengira bahwa keluargaku adalah orang yang lalai?“

Kemudian beliau pun terus melanjutkan berdzikir hingga kira-kira matahari telah terbit. Beliau memerintahkan kepada budaknya, “Lihatlah apakah matahari sudah terbit?“ Budaknya pun melihat keluar. Apabila ternyata belum terbit, maka beliau melanjutkan berdzikir. Apabila beliau menyangka matahari telah terbit, beliau pun memerintahkan kembali kepada budaknya, “Lihatlah apakah matahari sudah terbit?” Budaknya pun kembali melihat keluar. Apabila matahari sudah terbit, maka beliau mengucapkan,

الحمد لله الذي أقالنا يومنا هذا، ولم يُهلكنا بذنوبنا

Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami pada pagi hari ini dan tidak membinasakan kami dengan dosa-dosa kami. ” (HR. Muslim no. 822)

Kisah di atas menjadi renungan tentang berharganya waktu -terutama waktu subuh- bagi para salafus shalih, khususnya para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Mereka pun bersemangat untuk mengisinya dengan kebaikan karena mengetahui tentang keutamaan yang ada di dalamnya.

Waktu kunjungan Abu Waail ke kediaman ‘Abdullah Ibnu Mas’ud adalah waktu yang berharga dan penuh berkah. Ini adalah waktu untuk berdzikir kepada Allah dan waktu untuk bersungguh-sungguh serta bersemangat berbuat kebaikan. Sayangnya, kebanyakan manusia mengabaikan dan meremehkannya dan tidak mengetahui keagungan yang ada di dalamnya sehingga akhirnya menyepelekannya, baik dengan tidur, bermalas-malasan, kegiatan sia-sia, atau kesibukan lain yang tidak penting.

Keberkahan Waktu Pagi

Bagi orang yang menjaga dzikir di waktu pagi akan menjadikan dirinya memiliki kekuatan dalam sepanjang harinya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

خضرت شيخ الإسلام ابن تيميه مرةً صلى الفجر، ثم جلس يذكر الله تعالى إلى قريب من انتصاف النهار، ثم التفت إليّ وقال: هذه غدوتي ، ولو لَم أتغذَّ هذا الغِذاء سقطت قوتي، أو كلاماً قريباً من هذا

“Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah shalat subuh. Kemudian setelahnya beliau berdzikir kepada Allah hingga pertengahan siang. Kemudian beliau menoleh kepadaku dan berkata, “Ini adalah aktifitas sarapanku di pagi hari. Jika aku tidak sarapan dengan makanan ini (dzikir), maka kekuatanku akan hilang – atau ucapan yang semisal ini- ” (Al Waabilus Shayyib)

Dijelaskan dalam hadits bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berdoa kepada Alah agar memberi keberkahan di waktu pagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللهم بارك لأمتي في بكورها

Ya Allah, berilah keberkahan bagi umatku di pagi harinya.

Di antara kebiasan Nabi adalah ketika mengutus pasukan, maka beliau mengutusnya di pagi hari. Sahabat Shakr radhiyallahu ‘anhu adalah seorang pedagang. Beliau biasa mengirim dagangannya sejak pagi hari sehingga dia menjadi kaya dan banyak harta. (HR. Abu Daud)

Dibenci Tidur di Pagi Hari

Memperhatikan pentingnya waktu ini dan agungnya keberkahan di dalamnya serta banyaknya kebaikan yang ada, maka para salafus shalih terdahulu membenci tidur dan menyia-nyiakan waktu pagi dengan bermalas-malasan. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Termasuk perbuatan yang dibenci para salafus shalih adalah tidur antara subuh dan terbitnya matahari karena itu adalah waktu yang sangat berharga. Siapa yang melewati waktu tersebut akan mendapat keuntungan yang besar.  Sampai-sampai apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rezeki, waktunya pembagian, dan waktu datangnya keberkahan. Dari situlah bermulanya perjalanan hari dan semua hukum yang terjadi. Semestinya tidur di waktu itu akan menjadi tidur yang gelisah dan tidak nyenyak.”

Di antara atsar dari salaf mengenai pentingnya waktu pagi adalah yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika beliau melihat anaknya tidur di waktu pagi. Beliau menegur dengan mengucapkan :

قُم، أتنام في الساعة التي تقسَّم فيه الأرزاق

Bangun! Apakah Engkau tidur pada waktu di mana rezeki sedang dibagikan?

Demkianlah beberapa penjelasan mengenai keutamaan pagi hari setelah subuh dan keberkahannya serta semangat para salafus shalih untuk beramal di waktu tersebut. Semoga bermanfaat.

Penulis: Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id

Sumber bacaan  : https://www.al-badr.net/ebook/112

Hukum Menjual Jilbab Gaul dan Tidak Syar’i

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang hukum menjual jilbab gaul dan tidak syar’i.
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga ustadz selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ustadz, saat ini saya buka toko pakaian Syar’i di Mall di Jakarta Timur, Niat awal khusus jual pakaian Syar’i yang sesuai sunnah tapi melihat situasi sekarang ini yang laku pasmina dan jilbab segi 4 yang ukuran standart, akhirnya sekarang saya campur dengan yang tidak sunnah, bagaimanakah hukum jualan saya ini ustazd?
Jazakallahu khairan

(Disampaikan oleh Fulanah, Member grup WA BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Alhamdulillāh wa shalātu wa salāmu ‘alā rasūlillāh.

Yang dilihat dari pakaian syar’i seorang wanita adalah apakah menutup dan tidak menampakkan perhiasan yang dia kenakan ataupun lekuk tubuhnya.

Jika jilbab tersebut tidak memenuhi tugasnya sebagai jilbab yang menutup perhiasan, dada, dan lekuk tubuh seorang wanita, dan kemungkinan besar para wanita membelinya untuk pakaian keluar rumah. Maka jangan menjual barang tersebut, karena termasuk ke dalam tolong menolong dalam kemaksiatan. Allah berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ

“Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”
(QS. Al – Maidah: 2).BACA JUGA

Wallahu a’lam

BIMBINGAN ISLAM

Dapatkan produk-produk rumah tangga yang bisa Anda jual kembali sebagai Reseler, Kunjungi Toko Albani (Open Reseler)


Beli Barang Lelang dari Pegadaian, Apa Boleh?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang bolehkah membeli barang lelang dari pegadaian?
selamat membaca.


Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga ustadz selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Pertanyaan saya, bolehkah membeli barang dari lelang di pengadaian, seperti logam mulia, perhiasan dan barang elektronik?
Jazaakallahu khayran

(Disampaikan oleh Fulan, Member grup WA BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Alhamdulillāh wa shalātu wa salāmu ‘alā rasūlillāh.

Pada asalnya barang gadai diadakan sebagai jaminan, tatkala debitur (orang yang berhutang) tidak bisa membayar, maka barang tersebut dijual untuk menutupi hutangnya. Al-khatib Asy-syirbini berkata:

جَعْلُ عَيْنِ مالٍ وثِيقَةً بِدَيْنٍ يُسْتَوْفى مِنها عِنْدَ تَعَذُّرِ وفائِهِ

“Rahn (gadai) adalah menjadikan sebuah harta sebagai jaminan hutang, yang akan digunakan untuk menutup hutang tatkala hutang tersebut tidak bisa dilunasi”
(Mughnil muhtaj : 3/38).

Namun, persoalan yang ada di negeri kita adalah tatkala pegadaian menetapkan suku bunga untuk setiap pinjaman. Sehingga bisa jadi orang yang berhutang sebenarnya sudah melunasi pokok hutangnya jika bunga (riba) tidak ada, dan hutangnya dianggap tidak lunas oleh pegadaian, karena belum bisa menutupi pokok dan ribanya.BACA JUGA

Lalu, apakah halal barang yang dijual pegadaian untuk dibeli?

jika barang gadai tersebut memang dijual murni untuk menutupi pokok hutang, karena debitur tidak bisa membayar, maka halal untuk dibeli.
namun jika dijual untuk membayar riba pinjaman, maka tidak boleh dibeli, karena syariat mengharamkan adanya riba, dan tidak ada kewajiban debitur untuk membayarnya, yang hakikatnya pegadaian merampas harta tersebut, dan harta rampasan haram untuk dibeli.

Wallahu a’lam.

Dijawab oleh :
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله
Senin, 01 Rabiul Akhir 1442 H / 16 November 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Buku Karya Mualaf yang Membuat Zionis ‘Kebakaran Jenggot’

Mualaf Roger Garaudy menulis buku yang membuat zionis kebakaran jenggot

Roger Garaudy merupakan seorang pakar dari Prancis yang mendedikasikan hidupnya untuk Islam, setelah mengikrarkan syahadat pada 1982. 

Karya-karnya menginspirasi bahkan terdapat bukunya yang membuat Zionis berang Zionis, yaitu “The Founding Myths of Israel Policy” (edisi Inggris 1997) bahwa banyak wilayah-wilayah Israel yang steril dari bangsa Arab, yaitu wilayah seperti kota-kota Carmiel, Nazareth, Illith, Hatzor, Arad, Mitzpehn-Ramen dan lain-lainnya. 

Hal ini bukan karena bangsa Arab takut untuk berdomisili di sana, namun karena memang undang-undang tidak membolehkan mereka (hal.95). Dengan diskriminasi telanjang Israel seperti ini wajar bila Koran Davar (8/10/1991) mengatakan bahwa 46 persen keluarga Arab di Israel hidup di bawah garis kemiskinan dan dengan perbandingan hanya 8 persen keluarga Yahudi mengalami hal serupa.

Hal ini, menurut harian Yahudi itu, bukan terjadi secara alami, namun karena ulah politik dan kebijaksanaan Zionis dalam menghancurkan fondasi material dan ekonomi Arab di Palestina. Bahkan ini merupakan bagian dari upaya melenyapkan eksistensi mereka secara keseluruhan.

Dasar rasisme Zionis Mencermati fenomena rasisme di tubuh entitas Israel, tidaklah terlalu aneh, bila hal itu kita rujukan pada hal-hal yang mendasarinya. Apalagi negara ini memang berdiri di atas fondasi mitos “Suatu negeri tanah tanpa warga untuk warga tanpa negeri.”

Mitos ini tidak berada di dunia peripheral, namun itu berdasarkan pada postulasi yang ditulis di dalam kitab Genesis mereka (15:18-21) yang mengatakan “Tuhan telah bersekutu dengan Abraham dalam kalimatnya.

Hal ini teruntuk keturunanmu bahwa Aku berikan negeri ini, dari sungai Mesir (Nil) hingga ke sungai besar, sungai Eufrat.” (R Garaudy hal. 91) Hal ini berarti bahwa satu juta lebih bangsa Palestina, Kristen dan Yahudi yang sama-sama hidup bersama sebelum terjadi eksodus kaum Zionis ke bumi Palestina dianggap tidak ada.

Menurut hemat Omer bin Abdullah, ini berarti bahwa Zionis hanya mengakui bangsa Yahudi yang dikualifikasi sebagai human, sementara non-Yahudi tidak. Kalau tidak demikian mengapa Palestina disebut dengan “a land without people”? Hal ini dipertegas lagi oleh Perdana Menteri Zionis pertama Israel, Mrs Golda Meir, dalam statemennya di The Sunday Times (June 15, 1969) bawha “Tidak ada bangsa yang disebut warga Palestina… Ini bukan berarti kedatangan kami yang telah mengusir mereka. Tapi memang mereka tidak ada.”

(Roger Garaudy, p. 91) Pasal 4 b undang-undang dasar negara Israel mendefinisikan bahwa “Seseorang dianggap sebagai Yahudi bila ia lahir dari seorang ibu Yahudi, atau telah murtad.” Yang paling ditakuti dan dimusuhi oleh para pimpinan Zionis adalah asimilasi. (R Garaudy, hal 25 dan 36). Hal ini dianggap sebagai kesuksesan Theodore Herzl, sang god-father Zionis yang telah berhasil mengubah definisi Yahudi dari status agama menjadi suatu trademark ras unggulan.

Dengan demikian, kendati perjalanan PBB dan yang paling mutakhir dengan konferensinya di Durban gagal untuk mengutuk rasisme Israel, namun kita layak untuk bertanya, salahkah bila kita berkesimpulan bahwa Zionism is a form of racism and racial discrimination? Hanya Tuhan yang lebih tahu.

*Naskah bagian dari artikel opini Ahmad Dumyathi Bashori yang tayang di Harian Republika pada 2001  

KHAZANAH REPUBLIKA