Ketika Berburuk Sangka Pada Orang Lain, Tebuslah dengan Amalan dan Doa Ini

Berburuk sangka pada orang lain dikenal dengan istilah su’uzhon. Su’uzhon adalah berburuk sangka pada orang lain tanpa ada dasar yang jelas.

Dalam Islam, berburuk sangka pada orang lain atau su’udzon ini merupakan sifat tidak terpuji yang harus dihindari sebisa mungkin. Bahkan ulama sepakat bahwa su’uzhon hukumnya haram dan pelakunya berdosa.

Oleh karena itu, jika kita terlanjur berburuk sangka kepada orang lain, maka kita harus segera membaca istighfar kepada Allah Swt. Selain itu, kita harus segera menebus dosa su’uzhon tersebut dengan membaca surah-surah Al-Qur’an dan doa berikut;

Pertama, membaca surah Al-Fatihah sekali.

Kedua, membaca surah Al-Ikhlas sekali.

Ketiga, membaca surah Al-Falaq sekali.

Keempat, membaca surah Al-Nas sekali.

Kemudian kita berdoa kepada Allah Swt. agar pahala bacaan surah-surah Al-Quran tersebut diberikan pada orang yang padanya kita telah berburuk sangka sebagai tebusan. Doanya adalah sebagai berikut;

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّكَ وَحَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَلِهِ وَأَثِبْنِيْ عَلَى مَا قَرَأْتُهُ وَاجْعَلْهُ فِيْ صَحِيْفَةِ عَبْدِكَ فُلاَنٍ….

Ya Allah, berilah rahmat dan keselamatan pada Nabi-Mu dan kekasih-Mu, junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya, dan berilah aku pahala atas apa yang telah aku baca dan tulislah pahala tersebut di buku catatan amal hamba-Mu..(sebut nama).

Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad Abdul Baqi Al-Ayyubi dalam kitab Al-Manahil Al-Salsalah fi Al-Ahadis Al-Musalsalah berikut;

ومن ادابه اذا وقعوا في سوء ظن بأحد او غيبة ولم يعلم بها صاحبه فليقرءوا ام القرأن وسورة الاخلاص والمعوذتين ويهدوا ذلك في صحيفة من اساءو الظن به او اغتابوه وكيفية الاهداء ان يقول: اللهم صل وسلم على نبيك وحبيبك سيدنا محمد واثبني على ما قرأته واجعله في صحيفة عبدك فلان. فان الشيخ ابو المواهب راى النبي صلى الله عليه وسلم في المنام وامره بذلك

Di antara ada orang yang melakukan buruk sangka pada orang lain, atau melakukan ghibah, maka hendaknya dia membaca surah Al-Fatihah, surah Al-Ikhlas, Al-Mu’awwidzitain, dan kemudian dihadiahkan untuk ditulis di buku catatan amal orang yang padanya dia telah berburuk sangka atau melakukan ghibah.

Cara menghadiahkannya adalah sebagai berikut; Ya Allah, berilah rahmat dan keselamatan pada Nabi-Mu dan kekasih-Mu, junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarganya, dan berilah aku pahala atas apa yang telah aku baca dan tulislah pahala tersebut di buku catatan amal hamba-Mu…(sebut nama).

Hal ini karena Syaikh Abu Al-Mawahib pernah bermimpi bertemu Nabi Saw, dan beliau menyuruh padanya untuk melakukan hal itu.

BINCANG SYARIAH

Inilah Perbedaan antara Ruqyah Sesuai Syariat dan yang Syirik

Dalam Islam, tidak semua ruqyah diperbolehkan. Hal ini dikarenakan, ada ruqyah yang dijalankan sesuai dengan tuntunan syariat; dan ada juga yang pada praktiknya justru merupakan bagian dari perbuatan syirik; padahal dalam ajaran Islam, syririk adalah dosa besar yang tak akan diampuni kecuali bertaubat nasuha (sungguh-sungguh). Oleh karena itu, agar tidak salah kaprah dalam membedakan mana ruqyah yang sesuai syariat (syar’i) dan mana yang syirik (syirki), maka pembahasan ini menjadi begitu penting.

Dalam buku “al-Ruqyah al-Syar’iyyah” (2006: 69), Syekh Muhammad Yusuf Al-Jaurani menyampaikan macam-macam ruqyah dalam Islam. Ruqyah itu, tulisnya, terbagi menjadi dua macam. Pertama, ruqyah syariyah. Yaitu ruqyah yang bersumber dari Al Quran, hadits nabi beserta doa-doa umum yang tak menyalahi doa yang terkandung dalam dua sumber inti itu. Selain itu, yang menjalankan ruqyah syar’i hanyalah orang yang saleh dan bertakwa. Tidak mungkin orang yang kepribadiannya buruk, akhlaknya tercela dan ibadahnya buruk bisa menjalankan ruqyah syar’i. Ruqyah yang semacam inilah sebenarnya yang dibolehkan Islam.

Sedangkan yang kedua, adalah ruqyah ‘syirky’ (yang mengandung unsur syirik di dalamnya). Ruqyah macam ini adalah setiap praktik ruqyah berupa kata-kata dan ujaran lisan yang tidak dimengerti maknanya (komat-kamit laksana dukun). Di samping itu, juga menggunakan lafal yang majhul (tak dipahami); susah diucapkan. Maka yang demikian ini merupakan jimat, tangkal, jampi-jampi atau mantra. Ruqyah demikian dilakukan melalui bantuan setan dan pengikutnya. Dalam paradigma syariat ini disebut syirik dan haram dikerjakan. Tidak boleh meruqyah orang dengan cara seperti ini.

Lalu, apa perbedaan antara keduanya secara spesifik? Soal ini dijawab dengan sangat baik oleh Imam Al-Khattabi Rahimahullah. Kata beliau, “Perbedaan antara ruqyah yang diperintah oleh nabi dengan ruqyah yang dibenci dan dilarang beliau adalah sebagai berikut: yaitu ruqyah yang terkandung di dalamnya ayat-ayat Al Quran terkait perlindungan seperti dzikir kepada Allah, ‘asmaul husna’ yang dibacakan oleh orang-orang baik dan pilihan yang berhati suci. Dengan izin Allah, ruqyah ini akan memberi kesembuhan bagi orang sakit. Ini semacam pengobatan ruhani.”

Beliau melanjutkan, “Ruqyah semacam itulah yang terjadi pada zaman dahulu di masa ketika orang-orang saleh dan pilihan masih banyak. Dan pada kenyataannya, banyak sekali yang sembuh atas izin Allah dan bisa terhindar dari berbagai macam bala. Nah, ketika orang seperti itu mulai langka (karena sudah tak seperti pendahulunya yang bisa memberi kesembuhan atas izin Allah dikarenakan bacaan-bacaan ruqyah yang dikumpulkan sudah kehilangan makna akibat kelangkaan orang saleh), maka orang-orang pada mencari alternatif pergi ke dokter jasmani.”

Dari penjelasan Al-Khattabi Rahimahullah, ada beberapa perbedaan mencolok antara ruqyah yang sesuai syariat dan yang syirik: Pertama, ruqyah syar’iyah dilakukan oleh orang yang saleh dan pilihan bukan sembarang orang. Sementara yang syirik dilakukan oleh orang yang tidak saleh dan bekerjasama dengan setan. Kedua, ruqyah syar’i bersumber dari Al Quran dan sunnah atau doa yang tak bertentangan dengan keduanya. Sedangkan yang syirik adalah berasal dari luar sumber tersebut yang menyalahi syariat Islam. Ketiga, konten atau bacaan ruqyah syar’i itu mudah dipahami dan dimengerti maknanya; adapun yang syirik sulit dimengerti dan sukar dipahami laksana mantra-mantra yang dibaca oleh mbah dukun.

Demikianlah perbedaan antara ruqyah syar’i dan yang syirki. Semoga pembaca yang budiman tidak salah dalam mempraktikkannya.

Kontributor: Mahmud Budi Setiawan
Editor: Oki Aryono

SUARA MUSLIM

Fenomena Pengobatan Lewat Ruqyah, Ini Bedanya dengan Praktik Perdukunan

Teriak-teriak, meronta dan merasakan kesakitan ketika ayat suci Al Qur’an dibacakan.

Kemudian pasien yang dianggap kerasukan jin tersebut akan nampak tenang, apabila sesosok makhluk halus di raganya telah keluar.

Ya itulah, terkadang anggapan sempit di benak sebagian orang bila mendengar istilah Ruqiyah. Padahal kenyataannya tidak.

Seorang praktisi ruqyah asal Banua, Ruhansyah,S.Th.I, S.Pd.I, M.Pd.I, menjelaskan ruqyah menurut bahasa adalah jampi.

Sedangkan menurut istilah yang paling tepat adalah meminta perlindungan kepada Allah terhadap orang yang sakit baik fisik, psikologis dan bahkan mistis sekalipun.

Cara yang dianjurkan pun tidak lain yakni menggunakan ayat-ayat Al Qur’an atau doa Nabi SAW.

Sehingga bila dikaitkan dengan dukun, ruqyah di sini sangat jelas memiliki perbedaan.

” Praktik ruqyah pada umumnya harus menggunakan ayat Al Qur’an atau doa dari nabi dengan tiga kaidah. Pertama harus berbahasa arab, kedua dapat di pahami dan terakhir hanya mengharapkan Allah yang kuasa memberikan kesembuhan,” jelasnya.

Sementara berbeda dengan dukun, dalam pengobatannya menggunakan mantra. Selain itu mereka berkeyakinan bahwa mantra tersebut bisa memberi kekuatan dan harus pada waktu yang tepat.

” Sehingga perbedaan dukun dengan ruqyah di sini sangat jelas. Bila Dukun menggunakkan tenaga khadam sedangkan ruqyah dengan kekuatan doa dan tawakkal baik peruqyah maupun pasien kepada Allah,” jelas Ustadz Ruhansyah.



TRIBUNNEWS

Alasan Mengapa Kita tak Boleh Percaya Dukun dan Peramal

Rasulullah SAW melarang umatnya percaya dukun dan peramal.

Manusia sama sekali tidak diwajibkan untuk mengetahui ketentuan yang telah Allah SWT gariskan. Manusia hanya diwajibkan berusaha optimal dan maksimal.

Hasilnya, Allah SWT yang Mahatahu. Dalam Alquran, Allah SWT menyebutkan beberapa hal yang hanya Dia yang Mahatahu. Firman-Nya, ”Sesungguhnya hanya Allah pemilik kunci-kunci alam gaib. Tak ada satu pun makhluk-Nya yang mengetahui.” (QS Al-An’am: 59).

Dalam ayat lain, secara tegas Allah SWT menyebutkan beberapa hal yang hanya Dia yang secara pasti mengetahui. Pertama, pengetahuan akan hari kiamat. Kedua, pengetahuan akan turunnya hujan. Ketiga, pengetahuan akan janin yang berada di dalam rahim. Keempat, pengetahuan akan perbuatan manusia di waktu mendatang. Kelima, pengetahuan akan matinya bumi. Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya, pengetahuan akan hari kiamat, turunnya hujan, pengetahuan janin yang ada dalam rahim, pengetahuan akan perbuatan manusia esok harinya, pengetahuan akan waktu berakhirnya bumi, semuanya, hakikatnya hanya Allah SWT yang tahu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Mahawaspada.” (QS Luqman: 24).

Pengetahuan manusia akan hal-hal gaib, tidaklah lengkap. Bahkan, sangat minim. Oleh karena itu, dalam beberapa hadisnya, Rasulullah SAW melarang manusia untuk mempercayai para dukun peramal nasib. Karena, hakikatnya, mereka itu tidak mengetahui. Mereka hanya mengaku-ngaku tahu.

Lebih jauh, pengetahuan mereka diperoleh karena bisikan jin dan setan. Dalam hadis riwayat Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud dikatakan, ”Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang manusia untuk mengambil hasil jual beli anjing, mahar hasil zina, dan bualan manis para dukun peramal nasib.”Suatu ketika, Rasulullah SAW ditanya soal dukun peramal nasib. Kata beliau, ”Mereka tidak ada gunanya.””Ya Rasulullah, bukankah apa yang mereka katakan terkadang menjadi kenyataan?” tanya beberapa sahabat lebih lanjut.

Rasulullah SAW menjawab, ”Itu sebetulnya berasal dari kabar berita jin yang sudah bercampur dengan ratusan kebohongan. Setelah itu, ia membisiki para dukun peramal nasib.” (HR Bukhari dari Aisyah).

Para peramal nasib memiliki hubungan erat dengan jin. Mereka selalu berusaha memalingkan keyakinan dan akidah keimanan manusia kepada makhluk-makhluk gaib ciptaan Allah SWT. Mereka menghembuskan keragu-raguan terhadap diri manusia, yang pada gilirannya menggelincirkan umat manusia ke jalan kesesatan yang nyata.

Rasulullah SAW bersabda, ”Siapa yang mendatangi para dukun peramal nasib, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah kafir terhadap apa yang turun kepada Muhammad (Alquran).” (HR Ahmad dari Abu Hurairah).  

KHAZNAAH REPUBLIKA

Sihir dan Perdukunan Perusak Tauhid

Fenomena kesyirikan dan pelanggaran tauhid banyak terjadi di masyarakat kita, karena kurangnya pengetahuan mereka tentang masalah tauhid dan keimanan, serta hal-hal yang bisa mendangkalkan bahkan merusak akidah (keyakinan) seorang muslim.

Kenyataan ini diisyaratkan dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya dalam firman Allah Ta’ala,

{وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ}

Dan sebagian besar manusia tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya (dengan sembahan-sembahan lain)” (QS Yusuf:106).

Ibnu Abbas menjelaskan arti ayat ini, “Kalau ditanyakan kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit? Siapakah yang menciptakan bumi? Siapakah yang menciptakan gunung? Maka mereka akan menjawab: “Allah (yang menciptakan semua itu)”, (tapi bersamaan dengan itu) mereka mempersekutukan Allah (dengan beribadah dan menyembah kepada selain-Nya)[1].

Semakna dengan ayat di atas Allah Ta’ala juga berfirman,

{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ}

Dan sebagian besar manusia tidak beriman (dengan iman yang benar) walaupun kamu sangat menginginkannya” (QS Yusuf:103).

Artinya: Mayoritas manusia walaupun kamu sangat menginginkan dan bersungguh-sungguh untuk (menyampaikan) petunjuk (Allah), mereka tidak akan beriman kepada Allah (dengan iman yang benar), karena mereka memegang teguh (keyakinan) kafir (dan syirik) yang merupakan agama (warisan) nenek moyang mereka[2].

Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menegaskan hal ini dalam sabda beliau:

«لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الأَوْثَانَ»

Tidak akan terjadi hari kiamat sampai beberapa qabilah (suku/kelompok) dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sampai mereka menyembah berhala (segala sesuatu yang disembah selain Allah Ta’ala)[3].

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan syirik terus ada dan terjadi di umat Islam sampai datangnya hari kiamat[4].

Tukang sihir dan dukun adalah Thagut sekaligus syaitan dari kalangan manusia

Allah Ta’ala berfirman,

{هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنزلُ الشَّيَاطِينُ، تَنزلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ، يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ}

Apakah akan Aku beritakan kepada kalian, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk (para dukun dan tukang sihir). Syaitan-syaitan tersebut menyampaikan berita yang mereka dengar (dengan mencuri berita dari langit, kepada para dukun dan tukang sihir), dan kebanyakan mereka adalah para pendusta” (QS asy-Syu’araa’:221-223).

Imam Qatadah[5] menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “para pendusta lagi banyak berbuat jahat/buruk” adalah para dukun dan tukang sihir[6], mereka itulah teman-teman dekat para syaitan yang mendapat berita yang dicuri para syaitan tersebut dari langit[7].

Bahkan sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud ketika menafsirkan firman Allah,

{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا}

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112).

Baliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Para dukun (dan tukang sihir) adalah syaitan-syaitan (dari kalangan) manusia”[8].

Dalam atsar/riwayat yang lain sahabat yang mulia Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya tentang arti “Thagut”, beliau t berkata: “mereka adalah para dukun yang syaitan-syaitan turun kepada mereka”[9].

Thagut adalah segala sesuatu yang dijadikan sembahan selain Allah Ta’ala dan dijadikan sekutu bagi-Nya[10]. Allah Ta’ala telah mewajibkan kita untuk mengingkari dan menjauhi Thagut dalam segala bentuknya, bahkan tidak akan benar keimanan dan tauhid seorang hamba tanpa mengingkari dan menjauhinya. Allah Ta’ala berfirman,

{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu” (QS an-Nahl:36).

Dalam ayat lain Dia Ta’ala berfirman,

{فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}

Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah (semata-mata), maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat (dan) tidak akan putus (kalimat tauhid Laa ilaaha illallah). Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS al-Baqarah:256).

Demikianlah profil sangat buruk para dukun dan tukang sihir, tapi mengapa masih saja ada orang yang mau mempercayai mereka, bahkan menyandarkan nasib hidup mereka kepada teman-teman syaitan ini? Bukankah ini merupakan kebodohan yang nyata dan penentangan besar terhadap Allah Ta’ala dan agama-Nya?

Termasuk dalam kategori dukun dan tukang sihir adalah tukang santet, tukang tenung, ahli nujum, peramal, dan orang yang disebut sebagai “paranormal”[11] atau “orang pintar”.

Praktek kufur dan syirik yang biasa dilakukan oleh para dukun dan tukang sihir

Allah Ta’ala berfirman,

{وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS al-Baqarah:102).

Ayat ini dengan tegas menyatakan kafirnya para dukun dan tukang sihir[12], yang ini disebabkan perbuatan syirik dan kufur yang mereka lakukan, yaitu:

1- Mengaku-ngaku mengetahui hal-hal yang gaib, padahal ini merupakan kekhususan bagi Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:

{قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ}

Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan” (QS an-Naml:65).

Juga dalam firman-Nya,

{عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا}

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya” (QS al-Jin:26-27).

Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “(Para) ahli nujum dan orang-orang yang seperti mereka (para dukun dan tukang sihir) yang melakukan (praktek perdukunan) dengan memukul batu-batu kerikil, melihat buku-buku (perdukunan), atau mengusir burung (sebagai tanda kesialan atau keberuntungan), mereka itu bukanlah rasul yang diridhai-Nya untuk diperlihatkan-Nya kepada mereka perkara-perkara gaib yang mereka inginkan, bahkan mereka adalah orang yang kafir (kepada-Nya), berdusta (besar) atas (nama)-Nya dengan kebohongan, penipuan dan prasangka (dusta) yang mereka (lakukan)”[13].

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu syaikh ketika menjelaskan makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam[14].

Beliau berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan kafirnya dukun dan tukang sihir, karena mereka mengaku-ngaku mengetahui ilmu gaib, yang ini merupakan kekafiran”[15].

Adapun perkara-perkara gaib yang disampaikan oleh para dukun yang terkadang benar, maka itu adalah berita yang dicuri oleh para syaitan dari langit, lalu mereka sampaikan kepada teman-teman dekat mereka, yaitu para dukun dan tukang sihir, yang kemudian mencampuradukkan berita tersebut dengan seratus kedustaan sebelum disampaikan kepada orang lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits shahih[16].

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang al-kuhhaan (para dukun), beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak punya arti (orang-orang yang hina)”. Kemudian si penanya berkata, Sesungguhnya para dukun tersebut terkadang menyampaikan kepada kami suatu (berita) yang (kemudian ternyata) benar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalimat (berita) yang benar itu adalah yang dicuri (dari berita di langit) oleh jin (syaitan), lalu dimasukkannya ke telinga teman dekatnya (dukun dan tukang sihir), yang kemudian mereka mencampuradukkan berita tersebut dengan seratus kedustaan[17].

Peristiwa pencurian berita dari langit oleh para syaitan banyak terjadi di jaman Jahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun setelah diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka itu tidak banyak terjadi, karena Allah Ta’ala telah menjadikan bintang-bintang sebagai penjaga langit dan pembakar para syaitan yang mencuri berita dari langit[21]. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,

{ وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا. وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا}

(Para Jin itu berkata): “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu (sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang (setelah diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)” (QS al-Jin:8-9).

2- Bekerjasama dengan syaitan dan melakukan perbuatan kufur/syirik sebagai syarat agar syaitan mau membantu mereka dalam praktek sihir dan perdukunan.

Para dukun dan tukang sihir selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam menjalankan praktek perdukunan dan sihir mereka, bahkan para jin dan setan tersebut tidak mau membantu mereka dalam praktek tersebut sampai mereka melakukan perbuatan syirik dan kafir kepada Allah Ta’ala, misalnya mempersembahkan hewan qurban untuk para jin dan setan tersebut, menghinakan al-Qur’an dengan berbagai macam cara, atau perbuatan-perbuatan kafir lainnya[19]. Allah Ta’ala berfirman,

{وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا}

Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS al-Jin:6).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

{وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ، وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا، قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ}

Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia berfirman): “Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia”, lalu berkatalah teman-teman dekat mereka dari golongan manusia (para dukun dan tukang sihir): “Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami”. Allah berfirman: “Neraka itulah tempat tinggal kalian, sedang kalian kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)”. Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui” (QS al-An’aam:128).

Imam al-Qurthubi berkata: “Kesenangan/manfaat yang didapatkan jin dari manusia adalah dengan berita bohong menakutkan, perdukunan dan sihir yang diberikan jin kepada manusia (dukun dan tukang sihir)”[20].

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Jin (syaitan) mendapatkan kesenangan dengan manusia mentaatinya, menyembahnya, mengagungkannya dan berlindung kepadanya (berbuat syirik dan kufur kepada Allah Ta’ala). Sedangkan manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya keinginannya dengan sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka orang yang menghambakan diri pada jin (sebagai imbalannya) jin tersebut akan membantunya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya”[21].

Oleh karena itulah, syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz ketika menerangkan sebab kafirnya para dukun dan tukang sihir, beliau berkata, “…Karena dukun dan tukang sihir mengaku-ngaku (mengetahui) ilmu gaib, dan ini adalah kekafiran, juga karena mereka tidak akan (mungkin) mencapai tujuan mereka (melakukan sihir dan perdukunan) kecuali dengan melayani jin (syaitan) dan menjadikannya sembahan selain Allah, dan ini adalah perbuatan kufur kepada Allah dan syirik (menyekutukan Allah Ta’ala)”[22].

Hukum mendatangi dukun dan tukang sihir

Mendatangi dan bertanya kepada teman-teman dekat syaitan ini adalah perbuatan dosa yang sangat besar dan bahkan bisa jadi merupakan kekafiran kepada Allah Ta’ala[23], dengan perincian sebagai berikut:

– Mendatangi dan bertanya kepada mereka tentang sesuatu, tanpa membenarkannya (hanya sekedar bertanya), maka ini hukumnya dosa yang sangat besar dan tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari[24], berdasarkan sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal (orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, termasuk dukun dan tukang sihir[25]), kemudian bertanya tentang sesuatu hal kepadanya, maka tidak akan diterima shalat orang tersebut selama empat puluh malam (hari)[26].

– Mendatangi dan bertanya kepada mereka tentang sesuatu, kemudian membenarkan ucapan/berita yang mereka sampaikan, maka ini adalah kufur/kafir terhadap Allah Ta’ala[27], berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam[28].

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu syaikh berkata: “Orang yang membenarkan dukun dan tukang sihir, meyakini (benarnya ucapan mereka), dan meridhai hal tersebut, maka ini merupakan kekafiran (kepada Allah Ta’ala)”[29].

Bolehkah menghilangkan/mengobati sihir dengan bantuan dukun/tukang sihir?

Jawabnya: jelas tidak boleh, karena kalau mendatangi dan membenarkan tukang sihir/dukun adalah perbuatan kafir kepada Allah Ta’ala, maka terlebih lagi meminta bantuan kepada mereka untuk menghilangkan sihir![30].

Oleh karena itu, dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah r ditanya tentang an-Nusyrah (cara mengobati sihir) yang biasa dilakukan orang-orang di jaman Jahiliyah, yaitu dengan meminta tukang sihir/dukun atau memakai sihir untuk menghilangkan sihir tersebut[31], Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Itu termasuk perbuatan syaitan”[32].

Adapun mengobati sihir dengan ruqyah (pengobatan dengan membacakan ayat-ayat Al Qur-an dan zikir-zikir dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), ta’awwudzaat (zikir-zikir meminta perlindungan dari Allah yang bersumber dari Al Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang disyariatkan, dan pengobatan-pengobatan (lain) yang diperbolehkan (dalam agama), maka ini boleh dilakukan dan inilah pengobatan yang diridhai Allah Ta’ala, serta benar-benar bisa diharapkan kesembuhannya dengan izin-Nya[33].

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata,“an-Nusyrah adalah (cara) menghilangkan sihir dari orang yang terkena sihir, yang ini ada dua macam:

(pertama): menghilangkan sihir dengan sihir yang semisalnya (dengan bantuan dukun/tukang sihir). Inilah yang termasuk perbuatan syaitan (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas), karena sihir itu termasuk perbuatannya, maka (ini dilakukan dengan cara) yang melakukan pengobatan (dukun/tukang sihir) dan si pasien melakukan pendekatan diri kepada syaitan sesuai dengan yang diinginkan syaitan tersebut, (agar) kemudian syaitan tersebut menghilangkan sihir dari si pasien.

Yang kedua: menghilangkan sihir dengan ruqyah (pengobatan dengan membacakan ayat-ayat Al Qur-an dan zikir-zikir dari sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam), ta’awwudzaat (zikir-zikir meminta perlindungan dari Allah yang bersumber dari Al Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), do’a-do’a, dan pengobatan-pengobatan (lain) yang diperbolehkan (dalam agama), maka ini (hukumnya) boleh bahkan dianjurkan (dalam Islam)”[34].

Larangan penggunaan sihir ini juga berlaku dalam perkara-perkara lain, meskipun perkara itu dianggap baik oleh sebagian orang, misalnya mendekatkan/menguatkan hubungan cinta pasutri, mendamaikan dua orang yang sedang berselisih, dan lain sebagainya.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – ketika ditanya tentang hukum menjadikan harmonis hubungan suami-istri dengan sihir, beliau menjawab: “Ini (hukumnya) diharamkan (dalam Islam) dan tidak boleh (dilakukan), ini disebut al-Athfu (mendekatkan), sedangkan sihir yang digunakan untuk memisahkan (suami-istri) disebut ash-Sharfu (memalingkan), dan ini juga diharamkan (dalam Islam). Bahkan terkadang (perbuatan) ini bisa jadi (hukumnya sampai pada) kekafiran dan syirik (menyekutukan Allah). Allah Ta’ala berfirman,

{وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ}

…Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat”(QS al-Baqarah:102)”[35].

Penutup

Demikianlah penjelasan tentang sihir dan perdukunan, dan pengaruh buruknya dalam merusak tauhid dan keimanan seorang muslim. Oleh sebab itu, wajib bagi setiap muslim yang ingin menjaga keutuhan imannya kepada Allah Ta’ala untuk menjauhi bahkan memerangi semua bentuk praktek sihir dan perdukunan, serta melarang keras dan menasehati orang lain yang masih terpengaruh dengan para dukun dan tukang sihir untuk menjauhi mereka.

Sebagai penutup, renungkanlah nasehat berharga dari firman Allah Ta’ala berikut,

{إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا، إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ}

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh (yang nyata) bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanyalah (ingin) mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS Faathir:6).

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

Artikel www.muslim.or.id

Larangan Sangat Keras Pergi ke Dukun

Perdukunan menimbulkan berbagai kerusakan di tengah masyarakat kaum muslimin. Oleh karena itu Islam mengecam berbagai macam praktik perdukunan dan melarang keras untuk mendatangi dukun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari” (HR. Muslim).

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“ Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan ia membenarkan ucapannya, maka ia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad, hasan).

Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui perkara yang gaib. Termasuk kategori dukun adalah paranormal, tukang ramal, ahli nujum, dan yang semisal mereka. Siapa saja yang menceritakan tentang perkara di masa datang yang belum terjadi atau mengaku mengetahui perkara gaib maka statusnya adalah dukun.

Di antara faidah penting dari dua hadits di atas

Pertama. Menunjukkan batilnya praktik perdukunan dan siapa saja yang mengklaim mengetahui perkara gaib. Semua yang mengaku mengetahui perkara gaib maka merupakan kebatilan karena tidak ada yang mengetahui perkara gaib tersebut kecuali hanya Allah saja. Allah Ta’ala berfirman,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“ Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib kecuali hanya Allah.” (An-Naml : 65)

Allah juga berfirman tentang Nabi-Nya,

وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ

Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya.” (Al A’raf : 88)

Para rasul tidaklah mengetahui perkara gaib kecuali hanya sedikitr yang telah Allah ajarkan kepada mereka :

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداًلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً

“ (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.”  (Al Jin : 26-27)

Allah telah memberi sedikit ilmu tentang perkara gaib kepada para rasul-Nya sebagai hujjah dan sekaligus menunjukkan mukjizat yang ada pada diri mereka bagi para umatnya.

Kedua. Hadits di atas menunjukkan wajibnya mendustakan para dukun, tukang ramal, dan sejenisnya. Tidak boleh ada pada diri hamba sedikitpun keraguan untuk mendustakan ucapan mereka. Barangsiapa yang membenarkannya, atau ragu tentang kedustaannya, atau tidak membenarkan dan juga tidak mendustakan, maka dia telah kufur dengan apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Oleh karena itu wajib untuk meyakini dengan pasti tentang kedustaaan yang ada pada para dukun.

Ketiga. Hadits di atas menjelaskan haramnya mendatangi dukun meskipun tidak membenarkan ucapannya. Jika ada orang yang melakukannya maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari. Ini menunjukkan sangat kerasnya hukuman bagi orang yang mendatangi dukun. Shalat mereka tidak akan diterima di sisi Allah, maksudnya tidak akan mendapat pahala sama sekali.

Keempat. Jika membenarkan berita dari dukun maka hukumannya lebih keras lagi, yaitu dianggap kufur terhadap apa yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang dimaksud adalah kufur terhadap Al Qur’an dan al hadits. Hal ini karena tidak akan pernah bersatu pembenaran terhadap apa yang Allah turunkan kepada Muhammad dengan apa yang disampaikan oleh dukun yang merupakan perbuatan setan. Keduanya saling bertentangan dan tidak akan mungkin bersatu karena tidak akan mungkin membenarkan Al Quran dan sekaligus juga membenarkan perdukunan. Maka dhahirnya perbuatan membenarkan ucapan dukun akan menyebabkan pelakunya kufur akbar dan keluar dari Islam.

Kelima. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya memberi hukuman kepada para dukun dan orang yang mendatanginya oleh para penguasa. Hal ini penting untuk menjaga kaum muslimin dari kejelekan mereka dan menjaga masyarakat dari berbagai kerusakan yang ditimbulkannya. Kerusakan di masyarakat yang diakibatkan karena perdukunan sangat parah karena merusak akidah tauhid. Selain itu juga akan menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di tengah masyarakat, karena dukun akan memunculkan teror dengan berbagi berita dusta kepada masyarakat, sebagaimana firman Allah,

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً

“ Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka rasa ketakutan. “ (Al Jin : 6)

Mari bersama kita menjaga diri kita, keluarga kita, dan masyarakat kita dari bahaya perdukunan. Semoga bermanfaat.

Penulis : Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id

Referensi : I’aanatul Mustafiid bi Syarhi Kitaabi at Tauhiid karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan hafidzahullah

Dengarkan Panggilan Hatimu

Setiap manusia selama fitrahnya masih “sehat”, maka di dalam dirinya ada penegur dan pemberi nasehat yang selalu menegur dan mengingatkannya ketika melenceng dari jalan kebenaran.

Al-Qur’an menyebutnya “Nafsul Lawwamah”, Allah Swt berfirman :

وَلَآ أُقۡسِمُ بِٱلنَّفۡسِ ٱللَّوَّامَةِ

“Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).” (QS.Al-Qiyamah:2)

Penegur yang ada di hati seorang mukmin adalah jalan baginya untuk mengambil langkah kebaikan dan menjauhi semua bentuk keburukan dan kedzaliman.

Jiwa inilah yang membuatnya selalu merasa dibawah pengawasan dan perhatian Allah Swt dalam setiap kondisi.

إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا

“Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS.An-Nisa’:1)

وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Hadid:4)

Sebagaimana pula penegur yang ada di dalam hati seorang mukmin menguatkan keyakinan tentang Malaikat yang selalu mencatat setiap amal yang ia lakukan. Dan semua yang tercatat itu kelak akan disodorkan kepada pelaku masing-masing dan ia akan membacanya sendiri.

وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ – كِرَامٗا كَٰتِبِينَ – يَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ

“Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (amal perbuatanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Infithar:10-12)

وَكُلَّ إِنسَٰنٍ أَلۡزَمۡنَٰهُ طَٰٓئِرَهُۥ فِي عُنُقِهِۦۖ وَنُخۡرِجُ لَهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ كِتَٰبٗا يَلۡقَىٰهُ مَنشُورًا – ٱقۡرَأۡ كِتَٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبٗا

“Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya. Dan pada hari Kiamat Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS.Al-Isra’:13)

Penegur yang ada di hati seorang mukmin adalah yang membuatnya bahagia ketika berbuat baik dan gundah ketika berbuat keburukan. Rasulullah Saw pernah bersabda tentang hal ini :

“Jika keburukanmu membuatmu sedih dan kebaikanmu membuatmu bahagia maka engkau adalah seorang mukmin.”

Sayyidina Muhammad bin Ali Al-Jawad pernah berpesan :

“Seorang mukmin memerlukan tiga perangai : Taufiq dari Allah, penegur dari hatinya dan mau menerima nasehat orang yang menasehatinya.”

Semoga bermanfaat.

KHAZANAHALQURANcom

Doa Bagi Orang yang Insomnia Agar Bisa Tidur

Anda sulit tidur pada malam hari? Anda seorang yang insomnia? Pelbagai usaha telah Anda lakukan, mulai dari minum obat tidur, memutar musik rileksasi, hingga telah konsultasi ke dokter, semua sia-sia belaka. Nah, Anda bisa mencoba doa bagi orang insomnia agar bisa tidur. Doa ini berasal dari hadist Nabi. Semoga doa ini ampuh bagi Anda insomnia. Dan Anda bisa tidur.

Doa ini terdapat dalam kitab Ibnu Sunni dan juga dalam Kitab Adzkar An Nawawiyah karya abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Selain itu doa ini juga doa ini terdapat dalam hadis yang diriwayatkan Imam Thabrani yang bersumber dari Zaid bin Tsabit.

Berikut doa bagi orang yang Insomnia agar bisa tidur:

اللَّهُمَّ غارَتِ النُّجومُ، وهَدأَتِ العُيونُ، وأنت حَيٌّ قيُّومٌ لا تأْخُذُك سِنةٌ ولا نومٌ، يا حَيُّ يا قيُّومُ، أهْدِئْ لَيْلِي، وأنِمْ عَيني (×٣)

Bacaan latin; Allohumma gharotin nujum, wa hadaktil uyun, anta hayyun qoiyum, la tak huzka sinatun wa la naum, ya hayyun ya qoyyum. Ahdi laili, wa anim ainayya. 3X

Artinya: Allohuma Ya Allah, bintang-bintang sungguh telah redup, Dan mata manusia telah terpejam lelap,  ya Tuhan adalah engkau Maha Hidup, dan engkau juga Tuhan  Maha Perkasa. Engkau Maha suci dari rasa kantuk dan tidur. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Maha Perkasa, tenangkanlah malamku dan tidurkanlah kedua bola mataku.

Demikian doa bagi orang yang insomnia agar bisa tidur. Semoga malam ini, insomnia anda hilang dengan membaca doa ini. Jangan lupa sebelum Anda tidur, alangkah baiknya Anda terlebih dahulu bersuci. Agar tidur dalam keadaan suci.

BINCANG SYARIAH

Mengapa Nabi Muhammad dan Keluarganya Haram Terima Sedekah?

Nabi Muhammad SAW dan keluarganya tidak boleh menerima sedekah

Siapa pun yang bukan dari keluarga Nabi Muhammad SAW, diperbolehkan menerima sedekah. Adapun orang yang tidak beribadah dan tidak mempercayai Nabi, maka tidak diperkenankan baginya mengambil sedekah. Lantas, apakah Nabi sendiri menerima dan memakan sedekah?

Dilansir di Islamweb, Sabtu (20/2), Nabi bersabda: لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَىَّ ذِرَاعٌ أو كراع لَقَبِلْت

“Law du’itu ila dziraa’in, aw kuraa’in la-ajabtu walaw uhdiya ila dziraa’un aw kuraa’un laqabiltu.”. 

Yang artinya: “Jikalau aku diundang (makan) lengan kambing atau betisnya (kikil), sungguh aku akan menghadirinya. Dan jikalau aku diberi hadiah (kedua hal itu) pasti akan aku terima.” Sedangkan dalam hadits lain yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, dia berkata:  

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أُتِيَ بطعام سأل عنه: أهديّة أم صدقة؟ “Kaana Rasulullah SAW idza utiya bitha-amin sala anhu: ahadiyatun am shadaqatun?”. Yang artinya: “Rasulullah SAW ketika diberikan makanan akan selalu bertanya: apakah ini hadiah ataukah ini sedekah?”  

 فإن قيل: صدقة قال لأصحابه: كلوا ولم يأكل، وإن قيل: هديّة ضرب بيده صلى الله عليه وسلم فأكل معهم “Fa-in qila shadaqatun, qala li-ashabihi: kuluu wa lam ya’kul. Wa in qila hadiyyatun dharaba biyadihi SAW fa-akala ma’ahum.” 

Yang artinya: “Apabila makanan itu dikatakan sedekah, maka Nabi akan memerintahkan sahabatnya untuk memakan bagi yang belum makan, namun apabila makanan itu dijawab sebagai hadiah, maka Nabi menerimanya dan memakannya secara bersama-sama.” 

Hadits-hadits ini secara umum tidak ada perbedaan antara sedekah yang sifatnya fardhu dan umum. Dan dari beraneka ragam hal yang diharamkan Rasulullah SAW, sebagaimana yang dijelaskan Imam Ibnu Hajar bahwa kesepakatan tentang itu juga diungkapkan lebih dari satu ulama, termasuk Imam Al-Khattabi.

Dan disebutkan juga oleh sebagian ulama tentang hukum yang karenanya diharamkan sedekah atas Nabi dan keluarga beliau. Di antaranya yakni adanya kehormatan kenabian dan dan tinggi mulianya Nabi  dibandingkan makhluk Allah. 

Oleh karena itu Allah SWT melarang Nabi dan keluarganya dari sedekah umat. Hal ini ntuk menjaga posisi kemuliaan Nabi dari ketinggian seseorang di bawahnya dengan sedekah atau zakat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat As-Syura ayat 23, Allah berfirman: 

قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى “Qul laa as-alukum alaihi ajran illalmawaddata fil-qurba.” 

Yang artinya: “Katakanlah: aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” 

Dan menurut pendapat Imam Ibnu Hajar As-Syaukani, jikapun Allah menghalalkan bagi Nabi dan keluarganya sedekah bagi kaum musyrikin yang akan ditentang, maka Allah menutup pintu atas hal itu, Yakni melarang sedekah atas dirinya dan keluarganya.

Dijelaskan juga bahwa zakat dan sedekah berbeda dengan hadiah (pemberian). Sebab zakat dikeluarkan oleh umat Muslim sebagai maksud untuk mensucikan harta, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat At-Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها  “Khudz min amwaalihim shadaqatan tuthahiruhum wa tuzakkihim biha.” Yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” 

Sedangkan hadiah diberikan sebagai reward, penghargaan, atas bentuk kecintaan atau penghormatan seseorang. Sedangkan zakat dikeluarkan sebagai bagian dari kewajiban umat Muslim atas hartanya, dengan membayarkan untuk memenuhi kewajiban syariat. Adapun hadiah tidak diwajibkan bagi seorang Muslim, sebab sifatnya yang sukarela. 

Sumber: islamweb

KHAZANAH REPUBLIKA

Syarat Bolehnya Melakukan Perjalanan ke Negeri Kafir

Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus

Pertanyaan:

Apakah syarat melakukan perjalanan ke negeri kafir dalam rangka menuntut ilmu?

Jawaban:

Alhamdulillāh, segala puji bagi Rabb Semesta Alam. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas utusan Allah -Nabi Muhammad- (yang diutus sebagai) rahmat bagi semesta alam, juga atas para sahabat, dan keluarganya hingga hari akhir.

Diperbolehkan bagi kaum muslim untuk melakukan perjalanan ke negeri-negeri kafir dalam rangka tujuan dakwah atau keperluan duniawi lainnya dengan beberapa syarat :

  1. Hendaklah orang tersebut adalah orang yang paham ilmu agama;
  2. Ia merasa aman terhadap keimanan dan keislamannya;
  3. Ia mampu menunjukkan syiar keislamannya dan mampu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim dengan sempurna;
  4. Tidak gentar dalam menjalankan perintah agama baik dalam sikap, pakaian, maupun penampilan yang bertentangan dengan kebiasaan kaum musyrik.
  5. Mampu berpegang teguh pada akidah al-walā’ wa al-barā’ yang merupakan konsekuensi syahadat dan salah satu syarat syahadat.

Di antara bentuk al-barā’ adalah membenci kesyirikan dan kekafiran serta pelakunya, tidak melakukan tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka khususnya yang berkaitan dengan ciri khas agama dan duniawi mereka, tidak ikut serta merayakan kegembiraan di hari raya dan hari-hari besar mereka, dan tidak pula menjadikan mereka sebagai teman dekat. Allah taala berfirman  :

  يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا عَدُوِّيْ وَعَدُوَّكُمْ اَوْلِيَاۤءَ تُلْقُوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ  

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; …” (QS. Al-Mumtaḥanah: 1)

Di antara bentuk al barā’ juga adalah tidak melakukan mudāhanah (bersikap lunak terhadap mereka dengan mengorbankan perkara agamanya), tidak berhukum dengan hukum orang-orang kafir, dan tidak pula rida dengan hukum mereka, kemudian meninggalkan hukum dan ketentuan Allah, serta tidak mengucapkan salam kepada mereka, dan tidak mengangungkan mereka baik dengan perkataan maupun perbuatan.

Kesimpulan:

Intinya adalah tidak boleh bersikap walā’ (loyal) secara umum dengan mereka yang bermuara pada munculnya kecenderungan mengikuti mereka secara lahir dan batin. Jika orang yang bermaksud melakukan perjalanan ke negeri kafir tersebut tidak mampu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim secara sempurna maka perjalanan tersebut menjadi terlarang baginya, bahkan termasuk dalam dosa besar.

Sedangkan apabila ia menjadikan perjalanannya sebagai bentuk cinta dan loyal terhadap orang-orang kafir baik secara lahir maupun batin, maka orang tersebut dihukumi sebagai seorang kafir yang keluar dari agama Islam. Sebagaimana firman Allah taala:

وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ  

“ … Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka … ”

wa al-‘ilmu ‘inda al-lāh.

Akhīru al-kalām, wa al-ḥamdu li al-lāhi Rabbi al-‘ālamīna wa ṣallā al-lāhu ‘alā al-nabiyyi Muḥammadin wa ‘alā aṣhābihī wa ikhwānihī ilā yaumi al-dīn, wa sallama taslīman.

***

Referensi : http://ferkous.com/home/?q=fatwa-733

Penerjemah : Fauzan Hidayat, S.STP., MPA

Artikel: Muslim.or.id