Doa Sebelum Tidur

Di antara nikmat yang Allah ‘Azza Wajalla turunkan untuk seorang hamba adalah tidur. Allah berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.” (QS. Ar-Rum: 23)

Dalam ayat yang lain, Allah ‘Azza Wajalla juga berfirman,

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِبَاسًا وَالنَّوْمَ سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُورًا

Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” (QS. Al-Furqan: 47)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullahu menjelaskan,

من رحمته بكم ولطفه أن جعل الليل لكم بمنزلة اللباس الذي يغشاكم، حتى تستقروا فيه وتهدؤوا بالنوم وتسبت حركاتكم

Di antara rahmat Allah adalah Dia menjadikan malam sebagaimana pakaian yang kalian kenakan yang bisa menutupi diri kalian. Sehingga kalian dengan hikmat bisa merehatkan diri dengan tidur.” (Tafsir As-Sa’diy 584)

Oleh karenanya, tidak selayaknya seorang muslim menjadikan tidur sebagai sekedar rutinitas belaka. Ia bisa mengisinya dengan banyak ketaatan sebelum tidur sebagai bukti bahwa seluruh lini hidupnya adalah menghamba kepada Allah ‘Azza Wajalla.

Bacaan-bacaan doa sebelum tidur

Di antara yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama ketika seorang muslim beranjak tidur adalah (kami sarikan dari tulisan di islamqa.info):

Membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas (Masing-masing 3 kali)

Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,

 أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ : جَمَعَ كَفَّيْهِ ، ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا ، فَقَرَأَ فِيهِمَا : قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ، وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ ، يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

Bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama ketika hendak tidur di malam hari, beliau menangkupkan kedua telapak tangannya dan meniupnya sembari membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Kemudian mengusapkan ke bagian tubuh yang dapat dijangkaunya mulai dari kepala, wajah, dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari 5017)

Membaca ayat Kursi (1 kali)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِي آتٍ ، فَجَعَلَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ : لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَذَكَرَ الْحَدِيثَ – فَقَالَ : إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ ، لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، ذَاكَ شَيْطَانٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama menugaskanku untuk menjaga zakat Ramadan. Kemudian ada seorang penyusup yang ingin mencuri makanan. Aku pun menangkapnya dan mengatakan, ‘Aku benar-benar akan menyerahkanmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama.’ (Kemudian perawi menceritakan hadis yang cukup panjang). Penyusup tadi mengatakan, ‘Jika engkau hendak berbaring, maka bacalah ayat Kursi, dengan demikian engkau akan senantiasa dijaga Allah dan tidak didekati setan hingga pagi hari.’ (Mendengar hal tersebut) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda, ‘Ia telah jujur kepadamu, meski sebenarnya ia adalah seorang pendusta, itu tadi setan.’” (HR. Bukhari 2311)

Membaca dua ayat terakhir surah Al-Baqarah (1 Kali)

Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menuturkan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

مَنْ قَرَأَ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ 

Barangsiapa yang membaca dua ayat terakhir surah Al-Baqarah di malam hari, maka hal tersebut mencukupinya.” (HR Bukhari 2311)

Yakni, Allah akan menjaga orang yang mengamalkannya di malam itu.

Membaca surah Al-Kafirun (1 kali)

Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menuturkan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

اقْرأ : ( قُلْ يا أيُّها الكافِرُونَ ) ثُمَّ نَمْ على خاتِمَتِها ، فإنَّها بَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ

Bacalah surah Al-Kafirun, kemudian tidurlah, maka hal tersebut akan menjadi sebab terjaga dari kesyirikan.” (HR. Abu Dawud 5055 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Nataaij Al-Afkaar 3/61)

Membaca Surah Al-Isra dan Az-Zumar (1 kali)

Aisyah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ لا يَنَامُ حَتَّى يَقرَأَ بَنِي إِسرَائِيلَ وَالزُّمَر

Bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama tidaklah beranjak tidur, kecuali setelah membaca Al-Isra dan Az-Zumar.” (HR. At-Tirnidzi 3402 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Nataaij Al-Afkaar 3/65)

Membaca doa (1 kali)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كانَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذَا أرَادَ أنْ يَنَامَ قالَ: باسْمِكَ اللَّهُمَّ أمُوتُ وأَحْيَا

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama ketika beranjak tidur beliau meletakkan tangannya di bawah pipinya kemudian membaca,

باسْمِكَ اللَّهُمَّ أمُوتُ وأَحْيَا

Bismikallahumma amuutu wa ahyaa

(Ya Allah, dengan nama-Mu aku mati dan hidup).” (HR Bukhari 6324)

Membaca doa (1 kali)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Bara bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

 إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الْأَيْمَنِ ، ثُمَّ قُلْ : اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ : وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ ، لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ ، اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ . فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ عَلَى الْفِطْرَةِ ، وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَتَكَلَّمُ بِه

Jika kalian hendak tidur, maka berwudulah sebagaimana wudu untuk salat. Kemudian berbaringlah ke arah kanan dan berdoa dengan,

اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ : وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ ، لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ ، اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ

Allahumma aslamtu wajhii ilaik. Wa fawwadhtu amrii ilaik. Wa alja’tu dzahrii ilaik. Raghbatan wa rahbatan ilaik. La malja’a walaa manjaa minka illa ilaik. Allahumma aamantu bi kitaabika alladzii anzalta, wa bi nabiyyika alladzii arsalta

(Ya Allah aku berserah diri kepadamu, kupasrahkan semua urusanku kepada-Mu, dan aku sandarkan diriku kepada-Mu, dengan harap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tempat menyelematkan diri dari siksa-Mu, melainkan dengan berjalan menuju-Mu. Ya Allah aku beriman dengan kitab yang Engkau turunkan dan kepada Nabi yang Engkau utus.)

Jika kalian meninggal di malam itu, maka sungguh kalian meninggal dalam keadaan lurus. Dan jadikanlah doa ini sebagai akhir ucapanmu di hari itu.” (HR Bukhari 6311 dan Muslim 2710)

Membaca doa (1 kali)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama juga mengajarkan sebuah doa yang hendaknya dibaca menjelang tidur,

بِاسْمِكَ رَبِّ وَضَعْتُ جَنْبِي ، وَبِكَ أَرْفَعُهُ ، إِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَارْحَمْهَا ، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ

Bismika Rabbi wadha’tu janbi. Wa bika arfa’uh. In amsakta nafsii farhamha wa in arsaltaha fahfadzha bimaa tahfadzu bihi ibaadakas shaalihin

“(Ya Allah, dengan nama-Mu aku meletakkan lambungku. Dan dengan nama-Mu aku bangun darinya. Jika Engkau menahan ruhku, berilah rahmat kepadanya. Dan jika Engkau melepasnya, maka peliharalah sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang saleh).” (HR. Bukhari 6320 dan Muslim 2714)

Membaca tasbih, tahmid, dan takbir (masing-masing 3 kali)

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, tatkala Fathimah radhiyallahu ‘anha datang kepada Nabi meminta seorang pelayan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama menjawab,

أَلَا أُخْبِرُكِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكِ مِنْهُ ، تُسَبِّحِينَ اللَّهَ عِنْدَ مَنَامِكِ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَتَحْمَدِينَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ ، وَتُكَبِّرِينَ اللَّهَ أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ

Maukah kuberitahukan hal yang lebih baik dari permintaanmu itu? Bacalah tasbih sebelum tidur sebanyak 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 33 kali.” (HR Bukhari 5362 dan Muslim 2727)

Membaca doa (1 kali)

Hafshah radhiyallahu ‘anha menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْقُدَ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى تَحْتَ خَدِّهِ ثُمَّ يَقُولُ : ( اللَّهُمَّ قِنِى عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ ) ثَلاَثَ مِرَارٍ

Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama ketika menjelang tidur beliau meletakkan tangan kanan di bawah wajah beliau sembari mengucapkan,

اللَّهُمَّ قِنِى عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ 

Allahumma qinii adzaabaka yauma tab’atsu ibaadak

(Ya Allah jagalah aku dari siksa-Mu di hari di mana kelak Engkau bangkitkan hamba-hamba-Mu.)” (HR Abu Dawud 5045 dan disahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Baari 11/119)

Membaca doa (1 kali)

Diceritakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama ketika hendak berbaring di tempat tidur beliau membaca,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا فَكَمْ مِمَّنْ لَا كَافِيَ لَهُ وَلَا مُؤْوِيَ

Alhamdulillahi alladzii athamana wa saqaana wa kafaanaa wa aawaanaa fakam mimman laa kaafiya lahu walaa mu’wiya

Segala pujian hanya untuk Allah, Zat yang memberikan makan dan minum, serta mencukupi kebutuhan dan perlindungan kepada kami, betapa banyak orang yang tidak memiliki kecukupan dan perlindungan.” (HR. Muslim 2715)

Membaca doa (1 kali)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya menyarankan kepada seorang laki-laki ketika hendak tidur agar membaca,

 اللَّهُمَّ خَلَقْتَ نَفْسِي وَأَنْتَ تَوَفَّاهَا ، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا ، إِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا ، وَإِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ

Allahumma khalaqta nafsii wa anta tawaffahaa, laka mamaatuha wa mahyaaha, in ahyaitaha fahfadhza wa in amattahaa faghfir lahaa, allahumma inni as’aluka al-aafiyah

(Ya Allah, Engkaulah Zat yang menciptakan diriku dan yang mematikannya. Matiku dan hidupku hanya untuk-Mu. Jika Engkau menghidupkan diriku, maka jagalah. Dan jika Engkau mematikannya, maka ampunilah. Ya Allah, aku memohon keselamatan kepada-Mu) (HR. Muslim 2712)

Membaca doa (1 kali)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama sebelum beranjak tidur juga kadangkala membaca doa,

اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ الْأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى ، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْفُرْقَانِ ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ ، اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ ، وَأَغْنِنَا مِنْ الْفَقْرِ

Allahumma rabbas samaawaati wa rabbal ardhi wa rabbal arsyil adziim. Rabbanaa wa rabba kulli syai’in. Faaliqal habbi wan nawaa. Wa munzilat taurati wal injiili wal furqaani. Audzu bika min syarri kulli syaiin anta aakhidun binaashiyatih. Allahumma antal awwalu falaisa qablaka syaiun. Wa antal aakhiru falaisa ba’daka syaiun. Wa antadz dzaahiru falaisa fauqaka syaiun. Wa antal baathinu falaisa duunaka syaiun. Iqdhi ‘annaddaina wa aghinaa minal faqr

(Ya Allah, Rabb langit yang tujuh dan Rabb ‘arsy yang agung. Rabb kami dan Rabbnya segala sesuatu. Yang membelah biji-bijian dan biji kurma. Yang menurunkan Taurat, Injil dan Al-Qur`an. Aku berlindung kepada-Mu dari semua kejahatan. Engkaulah Yang memegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkaulah Yang Awal maka tidak ada sesuatu pun yang sebelum-Mu. Dan Engkaulah Yang Akhir yang tidak ada sesuatu pun setelah-Mu. Dan Engkaulah Yang Zhahir (Maha Tinggi) maka tidak ada sesuatu pun yang ada di atas-Mu. Dan Engkaulah Yang Bathin (Maha Dekat) maka tidak ada sesuatu pun yang lebih dekat daripada-Mu. (Ya Tuhanku) lunasilah utang kami dan cukupilah kami dari kemiskinan.) (HR .Muslim 2713)

Membaca doa (1 kali)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengajarkan doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama ketika beranjak tidur,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِوَجْهِكَ الْكَرِيمِ وَكَلِمَاتِكَ التَّامَّةِ مِنْ شَرِّ مَا أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ ، اللَّهُمَّ أَنْتَ تَكْشِفُ الْمَغْرَمَ وَالْمَأْثَمَ ، اللَّهُمَّ لَا يُهْزَمُ جُنْدُكَ ، وَلَا يُخْلَفُ وَعْدُكَ ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ ، سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ

Allahumma inni audzu bi wajhikal kariimi wa kalimatika at taamati in syarri maa anta aakhidun binaashiyatih. Allahumma anta taksyifu al maghrama wal ma’tsama. Allahumma laa yuhzamu junduk. Walaa yukhlafu wa’duk. Walaa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu. Subhaanaka wabihamdik

(Ya Allah, aku berlindung dengan wajah-Mu yang mulia, dan kalimat-kalimat-Mu yang sempurna dari keburukan apa saja yang Engkau menguasai ubun-ubunnya, Ya Allah Engkaulah Yang Maha menyingkap utang dan dosa, Ya Allah yang tentara-Mu tidak terkalahkan, dan janji-Mu tidak diingkari, dan tidak bermanfaat disisi-Mu kekayaan karena kekayaan itu berasal dari-Mu. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu.)

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no. 5052 dan disahihkan oleh An-Nawawi dalam Al-Adzkar hlm. 111 dan Ibnu Hajar dalam Nataaij Al-Afkar 2/384.

Membaca doa (1 kali)

Doa lain yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama menjelang tidur adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Abul Azhar al Anmaary radhiyallahu ‘anhu,

بِسْمِ اللَّهِ وَضَعْتُ جَنْبِي ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي ، وَأَخْسِئْ شَيْطَانِي ، وَفُكَّ رِهَانِي ، وَاجْعَلْنِي فِي النَّدِيِّ الْأَعْلَى

Bismillahi wadha’tu janbii. Allahumma ighfir lii dzanbii. Wa akhsi’ syaithaani. Wa fukka rihaani. Waj’alnii fin nadiyy al a’laa

(Ya Allah, aku rebahkan diriku. Ampunilah semua dosaku, cacatkanlah setanku, lepaskanlah gadaiku, dan jadikanlah aku berada pada jajaran malaikat.)

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no. 5054 dan dihasankan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar hlm. 125 dan Ibnu Hajar dalam Nataaij Al-Afkaar 3/60.

Apakah harus semua dibaca?

Tidak harus. Akan tetapi, sesekali waktu kita beralih dari satu doa ke doa yang lain agar kita mengamalkan semua hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama. Syekh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullahu mengatakan,

أن العبادات إذا وردت على وجوه متنوعة فإنها تفعل على هذه الوجوه، على هذه مرة، وعلى هذه مرة

Ketika suatu ibadah disebutkan dengan beberapa versi, maka masing-masing dari semua versi di kerjakan secara bergantian.” (Shifatu Shalaatin Nabi hlm. 5)

Beliau rahimahullahu melanjutkan tentang faidah mengamalkan semua versi yang disebutkan adalah:

Pertama, mengamalkan semua sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama.

Kedua, menjaga sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama.

Ketiga, agar tidak menjadi sekedar rutinitas semata.

Wallahu a’lam

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80269-doa-sebelum-tidur.html

Dinasti Mamluk Jadi Tumpuan Dunia Islam Hadapi Mongol

Pada awal 1260 M itulah Mesir terancam oleh serangan Mongol yang dipimpin Timur Lenk yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam di dari Persia, Irak, sampai Suriah. Pasukan Dinasti Mamluk dan Mongol bertemu di Ayn Jalut, Palestina, pada 13 September 1260 M. Tentara Mamluk dipimpin Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol yang sedang tak di pimpin langsung oleh Timur Lenk.

Philip K Hitty dalam bukunya History of the Arabs menulis, kemenangan tentara Muslim Mesir atas tentara Muslim Mongol tersebut membuat Dinasti Mamluk menjadi tumpuan harapan umat Islam sekitarnya. Banyak dinasti-dinasti kecil yang akhirnya menyatakan kesetiaannya pada Mesir, salah satunya adalah Suriah.

Setelah Sultan Qutuz wafat, Baybars kemudian menggantikannya memimpin Dinasti Mamluk mulai 1260 M hingga 1277 M. Baybars adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara 47 sultan Dinasti Mamluk lainnya.

Pada masa pemerintahannya, Baybars berhasil mengorganisasi angkatan perang, membangun kembali angkatan laut, memperkuat benteng, menggali sejumlah kanal, memperbaiki pelabuh an, serta menghubungkan Kairo dan Damaskus dengan layanan burung pos yang hanya butuh waktu empat hari.

Sultan yang bernama lengkap al- Malik al-Zhahir Rukn al-Din Baybar al Bunduqdari ini pada awalnya adalah seorang budak dari Turki yang pada usia muda dijual ke Damaskus seharga 800 dirham. Ia kemudian dikembalikan lagi oleh pembelinya karena terdapat cacat di salah satu mata birunya.

IHRAM

Pemerintah Diminta tak Tambah Beban Biaya Jamaah Haji

Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Nur Azizah Tamhid meminta kepada pemerintah agar tidak menambah beban biaya jamaah haji yang ditunda keberangkatannya.

Hal ini disampaikan dalam acara ‘Sapa Haji’ Angkatan ke-12 yang digelar di kawasan Jatisampurna, Kota Bekasi pada Sabtu, (12/11/2022). 

Menurut dia, Komisi VIII DPR RI terus berjuang agar jamaah yang mendaftar haji dan ditunda keberangkatannya selama dua tahun tidak lagi dibebankan tambahan biaya. 

“Komisi VIII DPR berjuang supaya yang mendaftar kemudian ditunda selama dua tahun tidak lagi terbebani dengan penambahan biaya. Padahal, biaya per orang kalau diuraikan Rp 98 juta,” ujar dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (13/11/2022). 

Jumlah tersebut melampaui ongkos yang dikeluarkan setiap jamaah untuk naik haji, yakni Rp 39 juta. Artinya, bantuan biaya yang diambil dari nilai manfaat dana haji lebih dari 50 persen. Dengan tingginya selisih tersebut, menurut dia, kemungkinan akan ada kenaikan biaya haji.  

“Ke depan mungkin lebih mahal sedikit karena kalau bantuan dari BPKH dari nilai manfaat itu lebih dari 50 persen nanti bisa tekor, uang BPKH bisa habis,” ucap anggota dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. 

Dia juga berharap, kuota haji pada 2023 bertambah supaya antrian tidak terlalu panjang. Karena, antrean kuota haji di Bekasi saja saat ini sudah sampai 24 tahun. Sedangkan di luar Jawa seperti di Makassar antreannya hingga 41 tahun. 

“Oleh karenanya Komisi VIII terus melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan ibadah haji 2022, termasuk soal anggaran. Harapannya pada 2023 kuotanya bertambah dan pelayanannya meningkat serta lebih disempurnakan,” kata Nur Azizah. 

Selain itu, Komisi VIII DPR RI juga menganjurkan kepada Kementerian Agama agar Indonesia sebagai penyumbang jamaah haji terbesar di dunia, memimpin negara-negara Islam untuk bermusyawarah dengan pemerintah Arab Saudi. Dengan demikian, diharapkan kedepannya ada perbaikan pelayanan terhadap jamaah haji. 

Sebagai informasi, peserta kegiatan ‘Sapa Haji’ ini juga dihadiri oleh ulama, tokoh masyarakat, jamaah haji, kelompk bimbingan ibadah haji (KBIH), penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK), serta instansi terkait dan stakeholder.  

Sedangkan narasumber dalam kegiatan ini antara lain, Direktur Bina Umroh dan Haji Khusus Nur Arifin, Kankemenag Kota Bekasi Sobirin, Kasi PHU Kota Bekasi H Hasbiallah, serta Kabid Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Jabar, Boy Hari Novian. 

IHRAM

Memahami Ikhtilaf Menghindari Iftiraq

Tantangan dakwah begitu besar, cita-cita menegakkan Islam di muka bumi agar menjadi rahmatan lil ‘âlamîn masih harus diperjuangkan bersama-sama, jangan sampai ikhtilaf (perbedaan pendapat) beralih menjadi iftiraq (perpecahan)

Oleh: Dr Tiar Anwar Bachtiar

Hidayatullah.com | REALITAS perbedaan pendapat (iktilâf) adalah realitas yang omnipresent (ada di mana-mana), tidak terkecuali dalam masalah-masalah fiqih. Karena fiqih sangat dekat dengan keyakinan seseorang, maka ikhtilaf pada bidang ini seringkali dapat dengan mudah diprovokasi  untuk menjadi biang konflik dan perpecahan di kalangan umat.

Salah satu yang kita saksikan beberapa edisi dalam majalah ini adalah perbedaan pandangan masalah fiqih antara penulis-penulis Persis dengan beberapa penulis lain yang sering disebut dalam media sebagai “salafi”. Yang diperdebatkankan pun benar-benar hanya beberpa masalah furû‘iyyah, yaitu masalah isbâl, jenggot, dan sejenisnya.

Fenomena seperti ini kemungkinan akan terus terjadi di masa-masa yang akan datang seperti telah terjadi juga di masa-masa yang lalu. Namun, persoalan seperti ini sifatnya ijtihâdî-furû‘î (masalah ijtihad dalam urusan cabang agama) yang sebenarnya tidak perlu menimbulkan pertengkaran, apalagi perseteruan sepanjang masa.

Kita memang mesti memilih mana yang paling benar dan paling dekat dengan sunnah, namun tidak perlu menganggap yang berbeda dengan pilihan kita telah keluar dari sunnah, berbuat bid‘ah yang tercela, dan kurang keimanannya pada Allah Swt. Sebab, mereka pun mengasaskan pendiriannya pada keterangan dalil Al-Quran dan Sunnah, betapapun menurut kita lemah. Alhasil selama masih memiliki sandaran dalil, berarti ini merupakan ijtihad yang dibolehkan oleh Rasulullah ﷺ.

Perkara-perkara yang ikhtilaf tentu tidak hanya ini. Banyak sekali ikhtilaf fiqih yang kita saksikan di sekitar kita, baik dalam ibadah mahdhah maupun ghair mahdhah.

Bagi sebagian orang agak membingungkan. Apalagi bagi yang baru mengenal Islam, seolah-olah ajaran Islam ini banyak dan di dalam Islam banyak sekte-sekte seperti pada agama-agama lain.

Sampai ada yang berkesimpulan bahwa Islam itu ada Islam-NU, Islam-Muhammadiyah, Islam-DDII, Islam-Persis, Islam-Liberal, Islam-Puritan, Islam-Fundamentalis, dan istilah-istilah lain yang sungguh sangat merugikan Islam dan umat Islam sendiri.

Ikhtilaf dan banyaknya organisasi-organisasi di dalam Islam bukanlah sekte seperti dalam agama lain. Misalnya dalam Kristen.

Di dalam sistem kepercayaan agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan, tidak dapat dibendung adanya sekte-sekte. Antara satu sekte dengan sekte yang lain hampir-hampir membentuk komunitas dan agama sendiri yang tidak mungkin lagi dipersatukan dalam sebuah payung “kekristenan”.

Bila satu sekte beribadah di satu gereja, maka dia selamanya hanya bisa dan boleh beribdah di gereja sektenya. Dia tidak bisa dan tidak boleh beribadah di gereja sekte lain. Kalau di suatu tempat tidak ada gereja yang berasal dari sektenya, dia akan memilih untuk tidak pergi ke gereja.

Perbedaan ini bahkan menjadi pemicu utama perpecahan di kalangan mereka. Jangan dikira mereka bersatu dalam satu payung dan saling mengasihi. Yang ada justru perpecahan terjadi begitu hebat. Oleh sebab itu, benarlah firman Allah Swt; “Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat.Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah.” (QS: Al-Hasyr [59]: 14)

Di dalam Islam hal seperti itu tidak terjadi. Sekalipun ada ikhtilaf fiqih, tidak akan sampai terjadi pelarangan ibadah di suatu masjid bagi yang mazhab fiqihnya berbeda atau organisasinya berbeda.

Siapapun boleh dan bebas untuk shalat di masjid manapun, tanpa khawatir diusir karena perbedaan mazhab. Realitas yang paling mudah dilihat adalah Masjdil-Haram di Makkah.

Semua umat Islam dari seluruh penjuru dunia yang tentu saja di antara mereka ada perbedaan-perbedaan pandangan mengenai masalah fiqih, bisa shalat bersama-sama di belakang Imam Masjidil Haram yang belum tentu sama secara mazhab fiqih dengan makmum.

Kalaulah ada satu gerakan atau satu mazhab di dalam Islam yang mengharamkan shalat di suatu masjid tertentu karena alasan perbedaan mazhab, para ulama di seluruh dunia akan menyepakati bahwa pandangan semacam itu sudah keluar dari koridor ajaran Islam alias bukan ajaran Islam. Sepanjang sejarah fatwa para mujtahid Islam sepanjang zaman, tidak pernah tercatat ada fatwa semacam itu. Jelas itu bukan bagian dari ajaran Islam.

Ada upaya sengaja dari kalangan orientalis dan ilmuwan Barat yang anti-Islam untuk mengkotak-kotakkan Islam agar sama seperti yang terjadi di Kristen. Oleh sebab itu, dengan sengaja para peneliti Barat mengakategorikan Islam menjadi berbagai jenis.

Katakanlah sekarang kita kenal istilah “Islam Liberal” dan “Islam Fundamentalis”; ada juga “Islam Moderat” dan “Islam Ekstrimis”; dan lain-lain. Para peneliti itu dalam berbagai penelitiannya sengaja ingin membuat penegasan atas perbedaan-perbedaan di antara umat Islam.

Mereka ingin agar satu sama lain saling melihat perbedaannya, kemudian saling tidak mau bekerja sama, hingga akhirnya bermusuhan dan berpecah belah.  Bila sudah sampai bermusuhan dan berpecah belah, di sinilah kekuatan umat Islam akan menjadi lemah.

Oleh sebab itu, Allah dan Rasul-Nya sangat mewanti-wanti agar tidak sampai terjadi perpecahan dan permusuhan. Allah Swt. Berfirman:

وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS: Ali ‘Imran [3]:103);

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmt dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Anfâl [8]:46).

Perpecahan inilah yang diinginkan oleh musuh-musuh Islam. Bila telah saling bertengkar (tanâzu‘) dan berpecah-belah (tafarruq), tidak akan ada lagi kekuatan yang bisa membentengi umat Islam dari serangan mereka. Kekuatan umat Islam akan menjadi lemah.

Tidak ada upaya umat Islam yang berarti lagi bagi mereka. Oleh sebab itu, akan dengan mudah musuh-musuh Islam itu menghancurkan meluluh-lantakkan bangunan Islam, menindas umat Islam, dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan umat Islam.

Ikhtilaf generasi terbaik umat (Salaf)

Permusuhan, pertengakaran, sampai perpecahan tidak sam dengan banyaknya ikhtilaf fiqih dan beragamnya organisasi-organisasi Islam. Dalam hal perbedaan pendapat telah terjadi sejak awal mula masa Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah ﷺ.

Rasulullah sering berbeda pendapat dengan sahabat-sahabatnya tentang suatu hal. Umpamanya Beliau berbeda pendapat dengan Umar ibn Khaththab tentang tawanan perang Badar; berbeda pendapat dengan Abu Dzar Al-Ghifari tentang strategi Perang Ahzab atau Perang Khandaq.

Di antara para sahabat sendiri pernah terjadi perselisihan pendapat. Bahkan di masa sahabat terkenal dua mardasah (mazhab dan kecendurungan pemikiran), yaitu Madrasah Madinah dan Madrasah Kufah.

Madrasah Madinah dikenal sebagai Madrasah Ahlul-Hadis tempat berkumpulnya para sahabat yang banyak mngetahui informasi hadis langsung dari Rasulullah ﷺ. Sedangkan Madrasah Kufah dikenal sebagai Madrasah Ahlur-Ra’yi, tempat berkumpul para sahabat yang jauh dari Madinah sehingga sedikit saja mendapat informasi langsung dari Rasulullah ﷺ.

Sekalipun disebut Ahlur-Ra’yi (banyak menggunakan pikiran), bukan berarti mereka tidak bersandar pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Al-Quran dan As-Sunnah tetap menjadi pegangan mereka, namun karena informasi mengenai hadis relatif lebih sedikit dibandingkan dengan para sahabat yang tinggal di Madinah, mereka memilih ijtihad bila tidak menemukan jawaban mengenai masalah baru yang mereka hadapi langsung dari Al-Quran dan hadis yang mereka ketahui.

Setelah zaman sahabat pun, para imam mujtahid seperti Imam Al-Asyafi‘i, Imam Ahmad Ibn Hambal, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan para imam mujtahid lain terkadang dalam beberapa hal berbeda pendapat. Perbedaan-perbedaan itu telah sama-sama kita maklumi sekarang dan atasr-nya pun kita warisi sampai sekarang.

Ikhtilaf dalam beberapa pandangan agama itu tidak membuat mereka menjadi saling bermusuhan. Masing-masing tetap berpegang pada pandangan yang mereka anggap paling benar dan paling sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah, namun satu sama lain tetap saling menghormati.

Di samping itu, mereka juga tetap membuka pintu untuk berdialog dengan lapang dada sebagai pengakuan terhadap kemungkinan salah dalam pendapat yang mereka pegang. Perhatikan bagaimana perilaku para salafush-shalih terdahulu dalam menyikapi perbedaan pendapat di antara mereka.

Imam Abu Hanifah mengatakan, “Ini adalah pendapatku dan pendapat terbaik menurutku; maka siapa yang datang dengan pendapat lain yang lebih baik, kami akan menerimanya.”

Imam Malik berkata, “Aku hanyalah manusia biasa, bisa benar dan bisa salah; maka timbanglah pendapatku dengan Al-Quran dan Al-Sunnah.”

Sementara Imam Syafi‘i berkata, “Apabila ada hadis shahih yang menyalahi pendapatku, maka buanglah pendapatku ke WC”; “Pendapatku benar, namun mengandung kemungkinan salah; sementara pendapat orang lain salah, namun mengandung kemungkinan benar.”

Perbedaan-perbedaan di antara mereka yang tentu saja mereka asaskan pada Al-Quran dan Al-Sunnah, mereka anggap sebagai hal biasa. Kalaupun harus mengubah pendapat karena ada yang ternyata lebih argumentatif, lebih sahih, dan lebih sesuai dengan Al-Quran dan Al-Sunnah, bagi mereka bukan perkara yang sulit.

Imam Al-Syafi’i terkenal dengan Qaul Qadîm (pendapat lama) dan Qaul Jadîd (pendapat baru)-nya. Beliau tidak segan-segan meralat pendapat lamanya setelah diketahui ada pendapat baru yang lebih kuat dan lebih sahih.

Mereka mau terbuka, tidak ada sedikitpun rasa takabbur atas pikirannya sendiri sehingga merasa hanya pendapatnyalah yang paling benar dan tidak mau menerima pendapat orang lain. Sebagai ulama yang selalu haus akan ilmu, tidak ada satu pun pendapat orang lain yang tidak diperhatikan.

Bila memang ada di antara pendapat orang lain yang lebih kuat dan agumentatif, tidak segan-segan mereka mengikuti pendapat itu, tanpa ada ganjalan apapun. Sebab, itu merupakan tanggung jawab ilmiah seorang pencari ilmu. Tidak takut pula mereka ditinggalkan oleh para pengikutnya karena mengikuti pendapat imam yang lain yang ternyata lebih sahih.

Agar ikhtilâf tidak jadi iftirâq

Sikap para shalafush-shalih yang patut menjadi teladan kita itu memperlihatkan dua hal saat berbeda pndapat: ikhlas dan tidak ta‘ashshub (fanatik). Ikhlas menjadi pegangan pokok dalam segala pekerjaan mereka.

Keikhlasan ini membuat mereka tidak memiliki niat lain selain mengharap ridha Allah Swt. Perwujudannya dalam menuntut ilmu dan memegang satu pendapat adalah dengan benar-benar mengasaskan semua pendapatnya pada Al-Quran dan Al-Sunnah yang benar.

Kalaupun harus berijtihad, maka ijtihad itu dilakukan dengan benar-benar memohon pertolongan Allah agar tidak terjerumus pada pendapat yang salah, bukan didasarkan pada rasa tinggi hati atas kemampuan dan ilmu yang dimilikinya. Sebisa mungkin hawa nafsu ingin membantah orang lain atau hanya sekedar ingin beda dari yang lain dihidarkan. Di dalam hatinya tidak terbersit satupun motivasi selain ingin mencari kebenaran karena Allah Swt.

Menghindarkan diri dari ta‘ashshub (fanatik) atas mazhab atau pendapat sendiri adalah akhlak kedua yang dikedepankan oleh para salaful-ummah itu. Mereka memang beramal atas apa yang mereka pahami dan mereka anggap paling benar seperti kata Imam Abu Hanifah di atas.

Namun demikian, pendapat ini tidak lantas mereka bela mati-matian sampai mengabaikan hakikat dari apa yang sedang dibelanya, apalagi sampai mengorbankan ukhuwah, bertengkar, menimbulkan permusuhan, dan berseteru dengan orang-orang yang berbeda pendapat. Dia tetap memberikan kemungkinan untuk direvisinya pendapat yang dipegangnya itu, diganti dengan pendapat lain. Bila perlu, mereka akan mengikuti pendapat yang sebelumnya ditolak.

Kedua sikap di atas pada gilirannya membuka pintu dialog yang seluas-luasnya di antara mereka sehingga perbedaan yang terjadi tidak berlanjut pada pertengkaran, permusuhan, dan perpecahan yang sangat dibenci oleh Islam.

Sekalipun berbeda pendapat, namun mereka tetap berada dalam satu payung jamâ‘atul muslimin kriterianya berdasarkan hadis shahih adalah “orang yang mengikuti Rasulullah dan para shabatanya” atau “orang yang berpegang teguh pada warisan Rasulullah ﷺ Al-Quran dan Al-Sunnah.”

Selama sama-sama masih mengakui Allah dan Rasul-Nya dan selama Al-Quran dan Al-Sunnah dijadikan landasan dalam berpikir, berijtihad, dan mengemukakan pendapat, siapapun orangnya, dari mazhab manapun dia, dari organisasi dan kelompok manapun, akan tetap dihormati. Inilah landasan yang kokoh bagi persatuan seluruh komponen umat Islam.

Perpecahan terjadi bukan karena perbedaan pendapat fiqih dan perbedaan organisasi tempat berjuang. Pertengkaran dan perpecahan terjadi karena tiga hal: ke-tidakikhlas-an (memperturut hawa nafsu), ta‘ashshub (fanatik), dan kebodohan.

Pertama; ketidakikhlasan atau memperturutkan hawa nafsu (ittibâ‘ al-hawâ’) dalam berpendapat menjadi penyebab utama perbedaan pendapat berubah menjadi pertengkaran dan kemudian perpecahan. Sebagian orang atau kelompok ada yang mengeluarkan suatu pendapat bukan didasarkan benar-benar ingin mencari kebenaran dengan berpegang pada Al-Quran dan Al-Sunnah secara konsisten, melainkan hanya ingin asal berbeda dan dikenal.

Lebih buruk lagi ada yang mengeluarkan pendapat dengan mengikuti pemikiran-pemikiran musuh-musuh Allah, mengabaikan pendapat-pendapat para ulama salafush-shalih terdahulu, bahkan secara sengaja mengabaikan Al-Quran dan Al-Sunnah itu sendiri.

Kalau sudah muncul pendapat dengan landasan motivasi seperti ini akan sulit untuk dicarikan titik temu dengan pandangan-pandangan lain. Bila niat sudah bukan karena Allah Swt akan mudah setan menggelincirkannya pada pertengkaran dan permusuhan.

Kedua, sikap ta‘ashshub (fanatik) terhadap pendapat yang dipegang

Dalam kasus ini, bisa jadi pendapat yang dipegangnya dilandasi oleh niat mencari kebenaran, ikhlas karena Allah Swt. Namun, di tengah perjalanan pencariannya itu muncul bisikan-bisikan setan untuk memegang pendapat itu secara mutlak, seolah-olah pendapat itu sama dengan Al-Quran dan Al-Sunnah sendiri, padahal hanya ijtihad yang memiliki kemungkinan salah dan benar.

Akibatnya, ia memaksakan pendapat itu kepada orang lain. Semua orang harus sama dan sepandangan dengan dirinya. Kalau ada orang yang berbeda, dianggap bid‘ah dan telah keluar dari ajaran Islam.

Padahal, jelas orang lain pun memiliki sandaran dalil dari Al-Quran dan Al-Sunnah yang menunjukkan bahwa mereka pun berpegang pada Al-Quran dan Al-Sunnah yang berarti berpegang pada al-jama‘ah. Inilah yang disebut sebagai sikap ta‘ashshub madzhabi atau ta‘ashshub hizbi yang oleh Allah disinyalir dalam Al-Quran, Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (QS. Al-Mu’minûn [23]:53).

Ketiga, kebodohan

Kebodohan atau ketidaktahuan terhadap hakikat masalah yang diperselisihkan seringkali mendorong pada perpecahan. Di antara orang-orang yang berbeda pendapat itu tidak memahami bahwa sangat mungkin terjadi ikhtilâf dalam memahami syari‘at, sehingga kemudian bersikap seolah-olah hanya ada satu pemahaman yang benar, yaitu pemahaman yang dimilikinya.

Mereka tidak tahu bahwa Al-Quran sendiri sebagai pegangan tidak pernah berisi pertantangan antara satu ayat dengan ayat ang lain. Bila terjadi perbedaan pendapat, itu sama sekali bukan dari Allah, bukan Al-Quran itu sendiri.

Oleh sebab itu, orang yang mengerti akan menyadari bahwa perbedaan pendapat itu adalah murni datang dari pikiran manusia yang lemah dan nisbi. Kalau ini tidak disadari, maka perbedaan pendapat sangat mudah menjerumuskan para pemegangnya ke dalam pertengkaran dan perpecahan.

Allah Swt. berfirman mengenai Al-Quran yang isinya tidak mungkin bertentangan (ikhtilâf) sebagai berikut. “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. Al-Nisâ’ [4]:82).

Di antara hal tindakan-tindakan yang akan menggiring umat ke dalam suasana kebodohan yang bisa menimbulkan perpecahan di antaranya:

a). Umat dibatasi hanya boleh membaca buku-buku tertentu dari pengarang-pengarang tertentu dengan maksud agar tidak terpengaruhi pikiran lain. Pada gilirannya, cara ini akan membutakan mata umat bahwa di hadapannya banyak pemikiran dan perbedaan pendapat dalam memahami ajaran Islam.

Dengan begitu, umat akan dipaksa untuk meyakini bahwa pendapat yang benar hanya satu dan akan timbul sikap fanatik pada pendapat itu.

b). Pemimpin suatu organisasi atau garakan memaksakan akan pemikiran para pengikutnya sama dan seragam dalam memahami agama. Pada gilirannya tindakan seperti ini menggiring umat untuk bersikap taklid kepada para pemimpin.

Padahal, yang paling penting harus dijaga oleh pemimpin dalam satu organisasi atau gerakan adalah ketaatan organisasi kepada pimpinan untuk mencapai misi bersama tegaknya kalimat Allah di muka bumi, bukan memaksakan agar pikiran menjadi sama dan seragam. Penyeragaman cara berpikir umat akan membuat umat menjadi bodoh dan fanatik terhadap golongan dan organisasinya sehingga berpotensi besar menimbulkan perpecahan di tengah-tengah umat.

c). Tidak diketahuinya fiqh aulawiyyât (fikih tentang prioritas amal). Masing-masing gerakan dan organisasi, biasanya mendirikan organisasi mandiri karena ada pekerjaan khusus yang digarap.

Misalnya, ada organisasi atau gerakan yang hanya bergerak di bidang dakwah aqidah, dakwah ibdah mahdhah; ada juga yang khusus bergerak di bidang sosial, politik, dan sebagainya. Bila tidak dipahami mana yang mesti didahulukan saat ini dan mana yang nanti boleh diakhirkan, masing-masing kelompok merasa bahwa bidang garapannyalah yang paling penting.

Padahal, di tempat yang berbeda sangat mungkin ada prioritas yang berbeda yang harus dijalankan. Bila ini tidak diketahui dengan baik, perbedaan-perbedaan jenis gerakan akan mendorong pada perpecahan umat.

d). Kepentingan jangka pendek sesaat akan memaksa para pemimpin untuk “membodohi umat” agar mendukungnya. Misalnya demi kepentingan mengejar jabatan, seorang pemimpin rela membodohi umat dengan janji-jani kosong, ketaatan semu, dan sikap ‘ashabiyah.

Kepentingan jangka pendek yang mengorbankan umat seperti ini, saat ini, sangat berpotensi memecah belah umat. Sebab, kepentingan jangka pendek semacam ini mudah disusupi fitnah dan cacian pada kelompok lain yang berbeda kepentingan hanya sekedar untuk meraup suara.

Dalam jangka pendek, suara bisa saja diraih, namun umat tetap bodoh dan perpecahan di kalangan umat akan berbekas begitu lama dan hingga sulit disembuhkan.

***

Tantangan dakwah di hadapan kita begitu besar. Cita-cita untuk menegakkan Islam di muka bumi agar menjadi rahmatan lil ‘âlamîn masih harus diperjuangkan terus dengan sungguh-sungguh oleh seluruh komponen umat. Perjuangan itu tidak akan pernah tercapai, bila di antara umat, satu sama lain saling bertengkar dan berpecah belah yang akarnya adalah memperturutkan hawa nafsu, sikap fanatik, dan kebodohan.

Jangan sampai hal itu berlarut-larut, apalagi sengaja dipelihara. Bila itu terjadi, yang akan bersorak senang adalah musuh-musuh Islam karena kemenangan akan tetap mereka genggam. Niatkanlah dalam diri kita masing-masing untuk bersatu dengan komponen umat yang lain agar dakwah dan cita-cita tertinggi Islam dapat segara terwujud. Wallâhu A‘lamu bi Al-Shawwâb.*

Dosen Universitas Padjajaran Bandung, peneliti INSISTS

HIDAYATULLAH

Cara Cepat Melunasi Hutang Riba, Insya Allah Terbukti Berhasil

Membayar hutang adalah sebuah kewajiban yang wajib dilaksanakan sesegera mungkin, menunda pembayaran tentunya akan menambah kewajiban baru, apalagi jika anda mempunyai hutang riba dengan bunga yang bertambah setiap hari. Jelas di dalam surat al baqarah 275 “…dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

BMT UMY merupakan lembaga keuangan syariah akan membagikan cara cepat melunasi hutang riba, di dalam islam istilah hutang adalah perkara yang lumrah, hutang karena jual beli tentunya berbeda dengan hutang riba, kita harus bisa membedakan hal tersebut. hutang dengan cara jual beli inilah yang diperbolehkan dalam islam, jadi ada objek yang diperjual belikan. Misalnya, anda ingin membeli motor yamaha N-MAX jika membeli cash seharga 30juta tetapi jika anda membeli secara kredit dicicil selama 4 tahun seharga 35juta, nantinya yang diberikan kepada anda motor N-MAX bukan uang yaaa, inilah yang dinamakan transaksi jual beli, dan anda hanya tinggal membayar setiap bulannya selama 4 tahun sesuai harga yang telah disepakati. Transaksi inilah yang dilakukan BMT UMY

Berbeda dengan Riba, riba adalah tambahan yang diterima pemberi pinjaman sebagai imbalan dari peminjam utang. Contohnya, Si A berhutang kepada si B sejumlah 1juta, Si B memberikan utang kepada si A dengan syarat boleh dikembalikan 5 bulan lagi asalkan bertambah menjadi 1.5 juta, Hal seperti ini adalah riba.

Dikutip dari rumaysho.com, Inilah Cara Melunasi Hutang Riba. Semoga dengan postingan ini anda yang saat ini terjerumus dalam dosa riba bisa benar benar bertaubat dan segera meninggalkan riba.

  1. Taubat dari riba

Yang utama adalah bertaubat sungguh – sungguh, dan benar – benar meminta ampunan Allah dan bertekat tidak ingin meminjam uang lagi dengan cara riba, Allah memerintahkan untuk melakukan taubat yang tulus

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)

2. Jual aset tanah, rumah atau kendaraan

Hal yang perlu dilakukan untuk terbebas dari riba adalah dengan cara segera melunasi hutang riba, jika anda mempunyai aset tanah, rumah atau kendaraan, itu bisa digunakan untuk melunasi hutang riba.

Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kholil-ku (kekasihku) shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا

Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkannya untuk melunasi utang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no. 2399 dan An Nasai no. 4686. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih kecuali lafazh “fid dunya” -di dunia-)

Jadi, orang yang serius melunasi utangnya akan ditolong oleh Allah.

3. Perbanyak doa

Ada dua doa yang bisa membantu agar terlepas dari sulitnya utang.

a- Doa agar tidak terlilit utang

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

Allahumma inni a’udzu bika minal ma’tsami wal maghrom [Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan sulitnya utang] (HR. HR. Bukhari no. 2397 dan Muslim no. 589).

b- Doa agar lepas dari utang sepenuh gunung

Dari ‘Ali, ada seorang budak mukatab (yang berjanji pada tuannya ingin memerdekakan diri dengan dengan syarat melunasi pembayaran tertentu) yang mendatanginya, ia berkata, “Aku tidak mampu melunasi untuk memerdekakan diriku.” Ali pun berkata, “Maukah kuberitahukan padamu beberapa kalimat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya padaku yaitu seandainya engkau memiliki utang sepenuh gunung, maka Allah akan memudahkanmu untuk melunasinya. Ucapkanlah doa,

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Allahumak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa agh-niniy bi fadhlika ‘amman siwaak” [Artinya: Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu] (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh Al Albani)

4. Lebih giat bekerja

Bekerja dengan niat memperhatikan nafkah keluarga, maka Allah memberikan ganti dan memberikan jalan keluar

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada yang gemar berinfak (rajin memberi nafkah pada keluarga). Malaikat yang lain berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah (memberi nafkah).” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)

5. Bersikap sederhana

Bersikap hidup sederhana saat terlilit hutang, akan mengurangi pengeluaran dan akhirnya akan lebih memprioritaskan dalam membayar hutang riba.

dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ

Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

BMT UMY

5 Dosa yang Dilaknat Allah SWT

ADA dosa yang dilaknat Allah SWT karena termasuk kedalam kekafiran. Dan orang yang terkena laknat berarti jauh dari rahmat Allah. Begitupun orang yang melakukan dosa berhak mendapatkan azab Allah.

Tapi, pernahkah Anda mendengar dosa yang dilaknat?

Berikut adalah lima hadits tentang dosa yang dilaknat Allah.

Dosa yang Dilaknat Allah dalam Hadits pertama, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Allah melaknat siapa saja yang melakukan sembelihan (tumbal) pada selain Allah. Allah melaknat orang yang melindungi pelaku maksiat (dan bid’ah). Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya. Allah melaknat orang yang merubah batas tanah.” (HR. Muslim, no. 1978)

Dosa yang Dilaknat Allah dalam Hadits kedua, dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang menyetorkan riba, pencatat transaksi riba dan dua orang saksi dalam transaksi riba.” (HR. Muslim, no. 1598)

Dosa yang Dilaknat Allah dalam Hadits ketiga, dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313. Kata Syaikh Al-Albani hadits ini shahih).

BACA JUGA: 3 Dosa yang Akan Allah Balas Langsung di Dunia

Dosa yang Dilaknat Allah dalam Hadits keempat, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang bergaya seperti wanita dan wanita yang bergaya seperti pria.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.” Ibnu ‘Abbas katakan, “Nabi pernah mengeluarkan orang yang seperti itu. Demikian halnya dengan ‘Umar.” (HR. Bukhari, no. 5886)

Dosa yang Dilaknat Allah dalam Hadits kelima, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat tiga orang: (1) orang yang memimpin kaumnya lantas mereka tidak suka (lantaran penyimpangan agama, bukan masalah dunia). (2) istri yang di malam hari membuat suaminya membencinya (karena tidak mau taat pada suami). (3) ada orang yang mendengar ‘hayya ‘alal falaah’ (marilah meraih kebahagiaan) lantas ia tidak memenuhi panggilan berjamaah tersebut.” (HR. Tirmidzi, no. 358. Hadits ini sanadnya benar-benar lemah menurut Syaikh Al-Albani). Walau hadits ini dha’if, namun maknanya shahih. []

SUMBER: RUMAYSHO/ISLAMPOS

Angka Keramat

Segala sesuatu terjadi di alam semesta karena kehendak Allah ‘Azza Wajalla. Tidak ada satu pun yang dapat memberikan manfaat atau menimbulkan bahaya, kecuali karena Allah Ta’ala telah menghendakinya terjadi. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah: 102)

Ketika menjelaskan ayat di atas,

فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىٰ قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ

Maka, Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah.”

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan,

وفي هذه الآية وما أشبهها أن الأسباب مهما بلغت في قوة التأثير، فإنها تابعة للقضاء والقدر ليست مستقلة في التأثير

Di dalam ayat ini atau yang semisal dengannya menjelaskan bahwa sebab-sebab yang Allah tetapkan seberapa pun berpengaruh akan tetap mengikuti ketetapan Allah ‘Azza Wajalla dan tidak berdiri sendiri. ” (Tafsir As-Sa’di, hal. 61)

Allah ‘Azza Wajalla menciptakan beberapa jenis sebab,

Pertama, sebab kauniy, seperti makan sebagai sebab memperoleh rasa kenyang dan penghalau lapar, minum sebagai pelepas dahaga, dan lain-lain.

Kedua, sebab syar’iy, seperti maksiat menjadi sebab seorang celaka, ketaatan merupakan sebab seseorang mendapatkan kebaikan, dan lain-lain.

Menjadikan angka sebagai patokan keberhasilan dan kesialan

Ketika seseorang menisbatkan sesuatu kepada hal yang dinilainya sebagai sebab, padahal tidak memiliki keterkaitan sebab-akibat, maka boleh jadi ia terjatuh ke dalam kesalahan. Seperti terlarangnya thiyarah dalam Islam, yaitu ketika seseorang mengaitkan sesuatu yang tidak berkaitan dengan keberhasilan dan kegagalan.

Termasuk ketika seseorang mengaitkan kesialan dengan sebagian angka. Dan sungguh disayangkan, inilah yang banyak kita saksikan di beberapa tempat. Lift yang meniadakan tombol 4, angka 13 yang dianggap lambang kesialan, dan yang semisal dengannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

لا عَدْوَى وَلا طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ

Tidak ada penyakit yang menular dengan sendirinya, tidak ada thiyarah. Dan yang membuatku kagum adalah al fa’lu.” (Rasulullah ditanya), apa itu al fa’lu? (Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab), yaitu kalimat-kalimat yang baik.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)

Dalam sabda yang lain, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menuturkan,

الطِيَرة شرك

Thiyarah termasuk di antara kesyirikan.” (HR. Ahmad no. 4194, Abu Dawud no. 3910, At Tirmidzi no. 1614, dan Ibnu Majah no. 3538)

Keyakinan dengan angka-angka semisal ini tidak akan berakibat baik bagi pelakunya. Bahkan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu menyebutkan dampak buruknya,

وإذا ألقى المسلم باله لهذه الأمور فلا يخلو من حالين : الأولى أن يستجيب لها فيقدم أو يحجم ، فيكون حينئذ قد علَّق أفعاله بما لا حقيقة له .

الثانية أن لا يستجيب ، بأن يقدم ولا يبالي لكن يبقى في نفسه شيء من الهم أو الغم وهذا وإن كان أهون من الأول إلا أنه يجب عليه ألا يستجيب لداعي هذه الأمور مطلقا وأن يكون معتمدا على الله عز وجل

Ketika pikiran seorang muslim merespon perkara yang seperti ini, maka tidak terlepas dari dua kondisi:

Pertama, ia membenarkan sehingga boleh jadi (dengan sebab itu) ia melakukan sesuatu atau mengurungkannya. Sungguh ia telah mengaitkan sesuatu dengan hal yang sebenarnya tidak ada.

Kedua, ia tidak membenarkan, akan tetapi masih tersisa kegundahan ketika mengerjakan yang sebaliknya. Sekalipun kondisi ini lebih ringan dibanding yang pertama, akan tetapi tetap wajib bagi seorang muslim menghindarinya dan pasrah hanya kepada Allah ‘Azza Wajalla semata.” (Majmu’ Al-Fataawa, 1: 113)

Dengan demikian, keyakinan bahwa angka keramat tertentu, baik yang diyakini memberi keberuntungan atau memberi kesialan bukanlah akidah Islam. Dan hendaknya seorang muslim berlindung kepada Allah dari lahirnya keyakinan seperti ini di dalam hatinya.

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80267-angka-keramat.html

Meraih Keutamaan Saf Pertama

Saudaraku, apakah yang menyebabkanmu lalai dari mendapatkan saf pertama dalam salat berjemaah?

Kita mungkin sudah mendengar banyak hal terkait dengan keutamaan salat berjemaah. Kita pun insya Allah terus berupaya untuk melaksanakan salat wajib kita secara berjemaah di masjid dengan semampu kita. Akan tetapi, apakah kita pernah mendengar betapa keutamaan saf pertama itu sangatlah besar?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَوْ يعْلمُ النَّاسُ مَا في النِّداءِ والصَّفِّ الأَولِ. ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يسْتَهِموا علَيهِ لاسْتهموا علَيْهِ، ولوْ يعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِير لاسْتبَقوا إَليْهِ، ولَوْ يعْلَمُون مَا فِي العَتَمَةِ والصُّبْحِ لأتوهمُا ولَوْ حبوًا متفقٌ عليه

“Jikalau manusia mengetahui apa yang ada di dalam azan dan saf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkan hal itu kecuali dengan berundi atasnya, maka niscaya mereka akan berundi. Jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam bersegera pergi ke masjid, maka niscaya mereka akan berlomba-lomba kepadanya. Jikalau mereka mengetahui apa yang ada di dalam salat Isya dan salat Subuh, maka niscaya mereka akan mendatangi keduanya walau dalam keadaan merangkak.” [1]

Syekh Abdurrahman bin Fahd Al-Wad’an Ad-Dusiriy menjelaskan 3 (tiga) faedah utama dari hadis ini, antara lain:

Pertama: Saf pertama adalah yang paling afdal

Dianjurkan bagi seorang muslim untuk berupaya agar senantiasa mendapatkan saf pertama di setiap salat berjemaah. Dan tidak dianjurkan bagi orang yang datang di awal waktu ke masjid, namun dengan sengaja terlambat untuk mengejar saf pertama kecuali dengan uzur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تقدموا فأتموا بي، وليأتم بكم من بعدكم، ولا يزال قومٌ يتأخرون حتى يؤخرهم الله

“Kalian majulah, dan berimamlah denganku, dan hendaklah orang sesudah kalian berimam kepada kalian. Jika suatu kaum membiasakan diri melambat-lambatkan salatnya, maka Allah juga melambatkan (dalam memasukkannya ke surga, atau melambatkan diri untuk mengentaskannya dari neraka).” (HR. Muslim) [2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

من جاء أول الناس وصف في غير الأول، فقد خالف الشريعة

“Barangsiapa yang lebih dahulu datang dari orang lain (dalam rangka salat berjemaah di masjid -pen.) kemudian berdiri bukan di saf pertama, maka ia telah menyelisihi syariat.” [3]

Orang yang meninggalkan saf pertama telah mengharamkan dirinya dari kebaikan yang melimpah.

Al-Mutanabbi berkata,

ولم أرَ في عيوبِ الناسِ شيئًا ♦♦♦ كنقص القادرين على التمامِ

“Aku tidak pernah melihat kekurangan atau aib pada manusia,  kecuali orang  yang mampu untuk berbuat lebih besar, namun dia tidak melakukannya dan menyerah pada keadaan.”[4]

Kedua: Menyegerakan diri menuju masjid

Maksud dari “التَّهْجِير”, yaitu menyegerakan diri untuk berangkat menuju masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kita untuk bersegera menuju masjid karena terdapat keutamaan agung yang terkandung di dalamnya, seperti: mendapatkan saf pertama, melaksanakan salat di awal waktu, mengerjakan salat-salat sunah, membaca Al-Qur’an, memperoleh istigfar malaikat, serta melaksanakan salat (sunah) sembari menunggu waktu salat (wajib), dan sebagainya.

Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

“Para malaikat yang memikul ‘Arsy dan di sekitarnya bertasbih memuji Tuhan mereka dan beriman kepadaNya, serta memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman seraya berkata, ‘Wahai Tuhan kami, rahmat dan ilmuMu meliputi segala sesuatu. Ampunilah orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu. Peliharalah mereka dari azab neraka”. (QS. Ghafir: 7)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ أحدَكم إذا دخلَ المسجدَ كانَ في صلاةٍ ما كانتِ الصَّلاةُ تحبِسُهُ والملائِكةُ يصلُّونَ على أحدِكُم ما دامَ في مجلسِهِ الَّذي صلَّى فيهِ يقولونَ اللَّهُمَّ اغفِر لَهُ اللَّهُمَّ ارحَمهُ اللَّهُمَّ تب عليهِ ما لم يُحدِثْ فيهِ ما لم يؤذِ فيهِ

“Sungguh, jika salah seorang dari kalian masuk masjid, ia akan tetap dalam hitungan salat selama salatlah yang menahannya. Dan para malaikat tetap mendoakan salah seorang di antara kalian selama ia berada di dalam majelisnya (tempat ia salat). Mereka berdoa, ‘Ya Allah ampunilah ia, ya Allah rahmatilah ia, ya Allah terimalah tobatnya.’ Hal ini akan tetap berlangsung selama ia belum berhadats dan tidak menyakiti.” [5]

Ketiga: Kewajiban untuk melaksanakan salat-salat (lima waktu) secara berjemaah, khususnya salat Isya dan Subuh

Perhatian terhadap dua waktu salat tersebut merupakan tanda keimanan yang hakiki dan terhindar dari sifat munafik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن أثقل صلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر، ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوًا

“Sesungguhnya salat yang paling berat bagi orang munafik adalah salat Isya dan salat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, pasti mereka akan mendatanginya meskipun dengan merangkak.” [6]

Allah Ta’ala telah menyiapkan bagi hamba-Nya yang menjaganya (keistiqomahan salat berjemaah Isya dan Subuh-pen.) keutamaan yang besar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kalimat “ولو يعلمون ما فيهما” (Andai mereka (umatku) mengetahui apa yang ada pada keduanya (salat Isya dan Subuh)), yaitu: pahala. Sedangkan kalimat لأتوهما ولو حبوًا (niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak) merupakan dalil atas keutamaan agung yang akan diberikan oleh Allah Ta’ala kepada mereka yang senantiasa menjaga dua waktu salat tersebut secara berjemaah.

Dengan kata lain, kalimat tersebut juga mengandung makna: Laksanakan dua salat ini secara berjemaah di masjid, meskipun dengan keadaan sakit lumpuh tidak dapat berjalan. Hal ini tidak lain adalah sebagai bentuk keagungan dan kemuliaan dua salat tersebut di hadapan Allah Ta’ala. Namun demikian, masih saja banyak manusia yang enggan melaksanakan salat Subuh secara berjemaah padahal keutamaannya sangat besar. Pastikan dirimu bukan bagian dari mereka.

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk senantiasa menjaga keistikamahan dalam memperoleh saf pertama dalam setiap salat berjemaah di masjid, serta memperoleh keutamaan dan keagungannya. Allahumma aamiin

Wallahu a’lam bishshawab

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80226-meraih-keutamaan-shaf-pertama.html

Qatar Terapkan 4 Syariat Islam di Piala Dunia 2022

BEBERAPA hari lagi Piala Dunia 2022 Qatar akan segera digelar. Turnamen sepakbola terbesar di dunia ini akan berlangsung pada bulan November dan Desember. Sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar memberlakukan beberapa peraturan yang ketat. Bahkan empat di antara aturan tersebut adalah syariat Islam.

Mungkin bagi pengunjung asal luar negeri, peraturan yang diterapkan Qatar akan membuat mereka culture shock. Ya, Piala Dunia 2022 Qatar diselenggarakan dengan peraturan berdasarkan syariat Islam yang ketat.

Selain itu, negara tuan rumah dilaporkan tidak menolerir tindakan yang melanggar adat ketimuran. Hotel-hotel di sana memberlakukan peraturan super ketat terkait hal-hal yang dilarang dilakukan sepanjang Piala Dunia.

“Seks adalah hal yang sangat terlarang, kecuali Anda datang sebagai suami dan istri. Hubungan cinta semalam akan benar-benar dilarang selama turnamen,” kata sumber di kepolisian setempat, seperti dikutip dari The Daily Star, Jumat (11/11/2022).

Saking ketatnya, jika ada berani yang melanggar peraturan yang telah dibuat, sanksi penjara minimal 7 tahun siap menanti. Berikut empat syariat Islam yang diterapkan di Qatar dalam Piala Dunia 2022.

1. Dilarang seks bebas

Peraturan pertama adalah seks bebas, jika dilanggar maka akan dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun. Sebuah laporan menyebutkan bahwa hanya pasangan suami istri sah saja yang boleh bermesraan, baik itu di hotel maupun di tempat publik.

“Seks boleh dalam aturan. Kecuali Anda berstatus pasangan suami istri,” isi laporan Daily Star, “Tidak boleh ada cinta satu malam selama Piala Dunia 2022.”

2. Tidak boleh pesta minuman keras

Bagi beberapa suporter, terutama dari Eropa, berkumpul di pub atau pusat kota sebelum pertandingan sembari meminum alkohol adalah hal biasa, bahkan mungkin suatu keharusan. Tapi di Qatar, mereka tidak boleh melakukannya.

BACA JUGA: Unik sekaligus Bersejarah, Ini 8 Stadion Piala Dunia Qatar 2022

“Tidak boleh ada pesta-pesta. Semua harus tunduk pada aturan, kecuali mau masuk penjara, ya silakan. Minum-minum khamr sangat dilarang.”

3. Larangan LGBT

Larangan yang ketiga adalah mempertontonkan atau mengibarkan bendera LGBT di depan umum. Bendera pelangi yang identik dengan komunitas LGBT dilarang dibawa selama berkunjung ke Qatar.

4. Tidak boleh bermesraan di tempat umum

Larangan terakhir ialah bermesraan di tempat umum, baik untuk pasangan yang sudah berstatus suami istri atau belum. Sebab, aktivitas tersebut tidak sesuai dengan norma dan nilai ajaran Islam yang dipercaya masyarakat Qatar. []

SUMBER: OKEZONE

5 Golongan yang Akan Dinaungi Allah di Hari Kiamat

GOLONGAN yang akan dinaungi Allah di hari kiamat, siapa saja?

Ada beberapa golongan  yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat. Yang dimaksudkan naungan di sini adalah naungan ‘Arsy Allah.

Lalu, siapa saja yang akan mendapatkan naungan Allah Subhanahu wa ta’ala?

Golongan yang Akan Dinaungi Allah di Hari Kiamat yang Pertama, pemimpin yang adil.

Pemimpin ini bersikap adil, dalam hal amanah dia benar-benar mengembannya dengan baik, tidak melampaui batas dan tidak meremehkan. Keadilannya tidak beralih pada harta dan tidak beralih pada kesenangan dunia. Itulah pemimpin yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat.

Golongan yang Akan Dinaungi Allah di Hari Kiamat yang Kedua, pemuda yang tumbuh dalam ketaatan pada Allah.

Pemuda yang mempunyai hawa nafsu begitu tinggi pada dunia, kebanyakan lalai dari akhirat. Kalau ada pemuda yang rajin berjamaah di masjid, rajin menghadiri shalat subuh, akhlaknya pun baik pada orangtua, dialah pemuda yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat.

Pemuda seperti itu sangat jarang kita temui saat ini karena kebanyakan pemuda itu lalai, di antara mereka lebih suka bersenang-senang dan berfoya-foya. Maka pantas saja, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan pemuda yang rajin ibadah dalam golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat.

Golongan yang Akan Dinaungi Allah di Hari Kiamat yang  Ketiga, orang yang hatinya selalu terkait dengan masjid.

Yang dimaksud di sini adalah laki-laki. Karena wanita lebih baik tempatnya di rumah. Begitu pun untuk shalat lima waktu, wanita lebih utama mengerjakannya di rumah dan pahalanya lebih besar. Sedangkan laki-laki, tempat shalatnya itu di masjid.

Laki-laki yang hatinya terkait dengan masjid adalah yang biasa menunggu shalat setelah shalat, misalnya ia menunggu waktu antara Maghrib dan Isya dengan berada dalam majelis ilmu dengan mendengar kajian Quran atau hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bisa juga, orang yang hatinya terkait dengan masjid adalah mereka yang selalu mengingat shalat berjamaah walau dalam keadaan super sibuk. Orang yang seperti inilah yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat.

Golongan yang Akan Dinaungi Allah di Hari Kiamat yang Keempat, dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya.

Yang dimaksud adalah mereka yang berteman karena Allah. Sehingga teman yang dipilih adalah karena tertarik pada keshalihan, bukan tertarik pada dunia dan harta. Pertemanan tersebut dibangun atas dasar iman sampai maut menjemput. Maka orang seperti ini akan Allah naungi pada hari kiamat.

Golongan yang Akan Dinaungi Allah di Hari Kiamat yang Kelima, laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allâh.’

Ada wanita yang kaya raya, terhormat dan begitu cantik. Ia menggoda dan mengajak laki-laki untuk berzina. Namun karena takut pada Allah, laki-laki tersebut tidak melakukannya.

Seperti kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam yang digoda oleh permaisuri Raja Mesir. Kalau tidak dengan pertolongan dan perlindungan Allah tentu Nabi Yusuf bisa saja terjerumus dalam zina.

Maka kita bisa selamat dari maksiat hanya dengan pertolongan Allah. Ingatlah kalimat “Laa hawla wa laa quwwata illa billah”. Apa maksud kalimat tersebut?

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindungan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.”

Itulah lima golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat. []

SUMBER: RUMAYSHO