Waktu-waktu yang Disunnahkan Berwudhu

Pertanyaan:

Kapan saja kita disunnahkan untuk berwudhu?

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Disunnahkan untuk berwudhu dalam kondisi-kondisi berikut ini:

1. Ketika hendak membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf

2. Ketika hendak berdzikir

Pada dua keadaan di atas, dianjurkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Berdasarkan hadits dari Muhajir bin Qunfudz radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إنِّي كَرِهتُ أنْ أذكُرَ اللهَ عزَّ وجلَّ إلَّا على طُهرٍ. أو قال: على طَهارةٍ

“Aku tidak suka untuk berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla kecuali dalam keadaan suci atau sudah bersuci” (HR. Abu Daud no.17, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dan membaca Al-Qur’an termasuk dzikir, bahkan ia adalah dzikir yang paling utama.

3. Setelah menguburkan mayit

Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,

مِنْ غَسْلِها الغُسلُ ومِنْ حمْلِها الوضوءُ

“Siapa yang memandikan mayit, maka hendaknya mandi. Siapa yang membawa mayit ke pemakaman, maka hendaknya berwudhu” (HR. Abu Daud no.3161, At-Tirmidzi no.993, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi).

4. Sebelum tidur

Berdasarkan hadits dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إذا أتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وضُوءَكَ لِلصَّلاةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ علَى شِقِّكَ الأيْمَنِ، وقُلْ: اللَّهُمَّ أسْلَمْتُ نَفْسِي إلَيْكَ، وفَوَّضْتُ أمْرِي إلَيْكَ، وأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إلَيْكَ، رَهْبَةً ورَغْبَةً إلَيْكَ، لا مَلْجَأَ ولا مَنْجا مِنْكَ إلَّا إلَيْكَ، آمَنْتُ بكِتابِكَ الذي أنْزَلْتَ، وبِنَبِيِّكَ الذي أرْسَلْتَ، فإنْ مُتَّ مُتَّ علَى الفِطْرَةِ فاجْعَلْهُنَّ آخِرَ ما تَقُولُ فَقُلتُ أسْتَذْكِرُهُنَّ: وبِرَسولِكَ الذي أرْسَلْتَ. قالَ: لا، وبِنَبِيِّكَ الذي أرْسَلْتَ

“Jika engkau hendak tidur, maka hendaknya engkau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat! Lalu berbaringlah ke sisi kananmu, dan ucapkanlah:

/Allohumma aslamtu wajhii ilaika wa fawwadhtu amrii ilaika wa alja’tu zhohrii ilaika roghbatan wa rohbatan ilaika laa malja’a wa laa manja’a illaa ilaika allohumma aamantu bikitaabikalladzii anzalta wannabiyyikalladzii arsalta/

(Ya Allah, aku serahkan wajahku kepada-Mu. Aku serahkan urusanku kepada-Mu. Aku sandarkan punggungku kepada-Mu. Dengan perasaan senang dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tempat untuk menyelamatkan diri dari siksa-Mu melainkan kepada-Mu. Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus).

“Andaikan kamu meninggal pada malam itu (setelah membaca doa ini), maka kamu mati di atas fitrah. Dan jadikanlah doa ini sebagai akhir kalimat yang kamu ucapkan”. Al-Barra’ bin ‘Azib lalu berkata, “Maka aku ulang-ulang doa tersebut di hadapan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam hingga sampai pada kalimat: Allahumma aamantu bikitaabikalladzii anzalta, aku ucapkan: wa rasuulika (dan rasul-Mu). Nabi bersabda: “Bukan begitu, tetapi yang benar wannabiyyikalladzii arsalta” (HR. Al-Bukhari no.6311, Muslim no.2710).

5. Memperbarui wudhu setiap waktu shalat

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ عِنْدَ كُلِّ صَلَاة فقيل له : كَيْفَ كُنْتُمْ تَصْنَعُونَ ؟ قَالَ : يُجْزِئُ أَحَدَنَا الْوُضُوءُ مَا لَمْ يُحْدِثْ

“Biasanya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berwudhu pada setiap kali waktu shalat”. Anas ditanya, “Lalu bagaimana kalian (para sahabat) semua melakukannya? Anas menjawab, ”Satu wudhu sudah mencukupi bagi kami, selama belum batal” (HR. Al-Bukhari no.214).

Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي ، لَأَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ بِوُضُوءٍ ، ومَعَ كُلِّ وُضُوءٍ بِسِوَاكٍ ، وَلَأَخَّرْتُ عِشَاءَ الْآخِرَةِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ

“Andaikan tidak khawatir akan memberatkan umatku, aku akan perintahkan mereka untuk berwudhu setiap kali datang waktu shalat. Dan bersiwak setiap kali wudhu. Dan aku akan akhirkan waktu shalat Isya akhir sampai sepertiga malam” (HR. Ahmad no.7513, An-Nasa’i no.3027 dalam Al-Kubra, dihasankan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no.5318)

Hadits-hadits ini menunjukkan dianjurkannya mengulang wudhu setiap kali datang waktu shalat.

Adapun perkataan Anas, ”Satu wudhu sudah mencukupi bagi kami, selama belum batal” maksudnya para sahabat biasa melaksanakan beberapa shalat dengan satu wudhu selama belum batal. An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Diperbolehkan melakukan beberapa shalat wajib dan sunnah dengan sekali wudhu selagi belum batal. Hal ini diperbolehkan berdasarkan ijma’ dari para ulama orang yang diakui pendapatnya” (Syarah Shahih Muslim, 3/514).

6. Ketika mengulang jimak atau tidur setelah jimak

Dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إذا أتَى أحَدُكُمْ أهْلَهُ، ثُمَّ أرادَ أنْ يَعُودَ، فَلْيَتَوَضَّأْ

“Jika kalian mendatangi istri kalian, kemudian kalian ingin mengulangnya kembali, maka berwudhulah” (HR. Muslim no.308).

Dalam hadits dari Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata:

كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّمَ إذا أرادَ أن ينامَ ، وَهوَ جنبٌ ، تَوضَّأَ . وإذا أرادَ أن يأْكلَ ، أو يشربَ . قالت : غسلَ يدَيهِ ، ثمَّ يأكلُ أو يشربُ

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam jika beliau ingin tidur dalam keadaan junub, beliau berwudhu dahulu. Dan ketika beliau ingin makan atau minum beliau mencuci kedua tangannya, baru setelah itu beliau makan atau minum” (HR. Abu Daud no.222, An-Nasa’i no.257, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih An-Nasa’i. Ashl hadits ini dalam Shahih Muslim no. 305).

7. Memperbarui wudhu setiap kali batal

Dari Tsauban radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

سدِّدوا وقارِبوا واعلَموا أنَّ خيرَ أعمالِكم الصَّلاةُ ولا يُحافِظُ على الوضوءِ إلَّا مؤمنٌ

“Berbuat luruslah, dan (jika tidak) maka mendekati lurus. Dan ketahuilah sebaik-baik amalan kalian adalah shalat. Dan tidaklah ada yang senantiasa menjaga wudhu, kecuali seorang mukmin” (HR. Ibnu Hibban no.1037, dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no.115).

Menjaga wudhu maksudnya berwudhu kembali ketika wudhu sudah batal, walaupun belum datang waktu shalat.

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/42441-waktu-waktu-yang-disunnahkan-berwudhu.html

Janganlah Putus Asa!

Pertanyaan:

Mohon pencerahan. Saya sedang menghadapi masalah besar dan saya merasa tidak ada solusi dan tidak punya harapan lagi. Saya merasa putus asa. Bagaimana nasehat ustadz?

Jawaban:

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in,

Seorang Mukmin tidak boleh berputus asa. Putus asa terhadap rahmat dan pertolongan Allah itu hukumnya haram, termasuk dosa besar dan kufur asghar. Allah ta’ala berfirman:

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ 

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS. Yusuf: 87).

Allah ta’ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah” (QS. Az-Zumar: 53).

Dalam hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu ia berkata:

أن رجلًا قال يا رسولَ اللهِ ما الكبائرُ قال الشركُ باللهِ واليأسُ من رَوحِ اللهِ والقنوطُ من رحمةِ اللهِ

“Ada seorang lelaki berkata: wahai Rasulullah apa saja dosa besar itu? Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menjawab: syirik, berputus asa dari pertolongan Allah dan putus asa dari rahmat Allah” (HR. Al-Bazzar [18] dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 2051).

Tidak ada masalah yang tidak ada solusinya. Karena Allah ta’ala tidak mungkin memberikan beban melebihi kemampuan manusia. Allah ta’ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya” (QS. Al-Baqarah: 286).

Kembalilah kepada Allah dan mintalah pertolongan kepada-Nya dengan sungguh-sungguh. Karena segala musibah dan cobaan itu dari Allah dan hanya Allah lah yang bisa menghilangkannya. Allah ta’ala berfirman:

وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّـهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ

“Jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al-An’am: 17).

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّـهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl: 53)

Mintalah pertolongan kepada Allah dengan tulus dan jujur, sebagaimana setiap hari kita membaca ayat:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami (ber-isti’anah) memohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah: 5)

Allah ta’ala akan menolong orang-orang yang meminta pertolongan kepada Allah dengan tulus dan jujur. Allah ta’ala berfirman:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلآئِكَةِ مُرْدِفِينَ

“(Ingatlah), ketika kamu beristightsah (memohon pertolongan) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al-Anfal: 9)

Bukti bahwa Anda meminta tolong kepada Allah dengan tulus dan jujur adalah Anda menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala bentuk maksiat. Jika itu dilakukan, Allah pasti akan berikan jalan keluar. Allah ta’ala berfirman:

ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar baginya. Dan akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia duga” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Ketika jalan keluar belum kunjung datang, itu bukti bahwa ketakwaan Anda masih ada yang kurang. Ibnu Abi Izz Al Hanafi rahimahullah:

 فقد ضمن الله للمتقين أن يجعل لهم مخرجا مما يضيق على الناس، وأن يرزقهم من حيث لا يحتسبون، فإذا لم يحصل ذلك دل على أن في التقوى خللا، فليستغفر الله وليتب إليه

“Allah ta’ala menjamin bagi orang-orang bertakwa bahwa Ia akan memberikan jalan keluar dari perkara yang menyulitkannya dalam hubungan terhadap manusia. Dan Allah menjamin bahwa Ia akan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka. 

Jika itu belum terjadi, maka ini menunjukkan bahwa dalam ketakwaannya masih ada cacat. Maka hendaknya ia meminta ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya” (Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dengan ta’liq Syaikh Yasin Abul Abbas Al-Adeni hal. 333-334).

Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah niscaya pertolongan akan datang!

Putus Asa yang Dibolehkan

Sebagaimana telah dijelaskan, putus asa terhadap rahmat dan pertolongan Allah itu tidak diperbolehkan. Namun ada putus asa yang dibolehkan bahkan dianjurkan, yaitu putus asa terhadap makhluk. Sebagaimana hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu’anhu, ia berkata:

أنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: عِظْنِي وَأَوْجِزْ، وفي رواية عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ، فَقَالَ ـ عليه الصَّلاة والسَّلام ـ: «إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ، وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا، وَأَجْمِعِ اليَأسَ مِمَّا فِي يَدَيِ النَّاسِ»

“Ada seorang lelaki yang datang kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam seraya berkata: Wahai Rasulullah beri aku nasehat yang singkat! Dalam riwayat lain: Wahai Rasulullah beri aku ilmu yang singkat! Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Jika engkau shalat maka shalatlah sebagaimana engkau akan berpisah (dengan dunia), jangan engkau berkata suatu perkataan yang membuat engkau harus minta udzur esok hari, dan berputus asalah terhadap apa yang ada di tangan orang lain” (HR. Ibnu Majah no.4171, Ahmad no.23498, dihasankan oleh Al-Bushiri dalam Ittihaful Khirah [7/398], didhaifkan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad).

Maksudnya, jangan terlalu berharap kepada makhluk dan jangan gantungkan hati kepada makhluk. Namun berharaplah dan gantungkanlah hati hanya kepada Allah semata.

Umar bin Khathab radhiyallahu’anhu mengatakan:

إنَّ الطمع فقر، وإن اليأْس غنى، وإن الإنسان إذا أيس من الشيء استغنى عنه

“Ketamakan adalah kefakiran. Putus asa terhadap apa yang ada di tangan orang lain adalah kekayaan. Karena ketika seseorang merasa terlalu berharap kepada sesuatu, Allah akan cukupi ia terhadap sesuatu tersebut” (Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd [1/223], Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqi [44/357]).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa sallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/42419-janganlah-putus-asa.html

Membaca Al Fatihah di Luar Shalat Bid’ah dan Hukumnya Haram, Benarkah?

Kedatangan Assim al Hakim ke Indonesia beberapa pekan yang lalu sempat menuai kontra versi. Bukan masalah kedatangannya. Tetapi fatwa yang disampaikan terkait beberapa hal  yang berseberangan dengan praktek dan pemahaman umat Islam. Salah satunya membaca surat al Fatihah di awal pengajian tersebut.

Menurutnya, membaca al Fatihah di selain shalat hukumnya haram karena termasuk perbuatan bid’ah. Dalam fatwanya ia menyampaikan:

Namun perkara ini bukanlah ajaran Islam. Al Fatihah itu dibaca saat shalat, surat paling agung, Al Fatihah juga dibaca dalam rukiah”

Dari fatwa tersebut, setidaknya ada dua kemungkinan yang menyebabkan surat al Fatihah haram di baca ketika memulai suatu perbuatan. Kemungkinan tersebut yaitu:

  1. Praktek membaca surat al Fatihah ketika memulai suatu perbuatan tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw atau disabdakannya.
  2. Surat al Fatihah hanya boleh dibaca di dalam shalat dan ruqyah. Untuk selain kedua tempat tersebut hukumnya tidak boleh.

Terkait dengan kemungkinan yang pertama bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah membaca al Fatihah ketika sedang memulai suatu pekerjaan kemungkinan memang benar. Sepanjang penulis menelaah beberapa kitab hadits atau sejarah tidak ada keterangan Nabi Muhammad saw memulai suatu perbuatan di awali dengan membaca al Fatihah. Namun apakah karena ini membaca al Fatihah menjadi haram ?.

Di dalam ilmu Ushul Fiqh terdapat kaidah lafadz “am (umum). Para ulama’ Ushul Fiqh sepakat bahwa apabila di dalam al Qur’an terdapat lafadz “am maka makna yang terkandung di dalamnya harus di arahkan kepada keumumannya, selama tidak ada lafadz yang mentakhsisnya (mengkhususkan lafadz am tersebut). Syaikh Abdul Wahhab Khallaf berkata:

إِذَا وَرَدَ فِي النَّصِّ الشَّرْعِيِّ لَفْظٌ عَامٌّ وَلَمْ يَقُمْ دَلِيْلٌ عَلَى تَخْصِيْصِهِ وَجَبَ حَمْلُهُ عَلَى عُمُوْمِهِ وَإِثْبَاتُ الحُكْمِ لِجَمِيْعِ أَفْرَادِهِ قَطْعًا

Artinya: “Apabila di dalam nash syar’i terdapat lafadz am, dan tidak ada dalil yang mentakhsisnya, maka wajib membawa lafadz tersebut kepada keumumannya, serta menetapkan hukum kepada seluruh satuan-satuannya secara qat’i

Di dalam al Qur’an, Allah swt berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كِتٰبَ اللّٰهِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً يَّرْجُوْنَ تِجَارَةً لَّنْ تَبُوْرَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi” (QS. Al Fatir: 29)

Nabi Muhammad saw juga bersabda:

اقْرَؤُا القُرْآنَ فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ

Artinya: “Bacalah al Qur’an, karena kelak ia akan datang dengan memberikan syafa’at kepada pembacanya” (HR. Muslim)

Ulama’ sepakat tentang makna penting yang terkadung di dalam kedua nash syar’i di atas adalah keutamaan membaca al Qur’an. Kapan dan di mana ? Dalam hal ini Allah swt atau pun Rasul_Nya tidak membatasi waktu dan tempat untuk membacanya. Sehingga seandainya dibaca pada saat selesai shalat, ketika sedang bekerja, atau memulai suatu pekerjaan hukumnya tetap sunnah. Baik dibaca di masjid, mushalla, madrasah, di rumah atau di majlis-majlis ilmu tetap hukumnya sunnah. Sebab Allah swt dan Rasul_Nya tidak membatasi kapan dan di mana al Qur’an itu harus dibaca.

Begitu juga membaca surat al Fatihah. Sampai detik ini tidak ada seorang pun yang meyakini surat agung tersebut bukan bagian dari al Qur’an. Semua mengetahui bahwa surat al Fatihah bagian dari al Qur’an. Oleh karena itu, membaca al Fatihah boleh dilakukan kapan saja dan di mana saja, termasuk ketika hendak memulai suatu pekerjaan atau kegiatan. Mana kala Assim al Hakim mengharamkannya, itu berarti syariat dirinya sendiri yang jelas-jelas bertentangan dengan Allah swt dan Rasul_Nya.

Kemudian terkait al Qur’an hanya boleh dibaca pada saat shalat dan ruqyah ini pun bertentangan dengan nalar ulama’ Ushul Fiqh sebagaimana di atas. Di samping itu, ada hadits yang menyebutkan bahwa surat al Fatihah ketika dibaca sambil meletakkan lambungnya ke tempat tidur, maka akan diselamatkan dari kejahatan jin dan manusia. Dalam salah satu riwayat disebutkan;

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إِذَا وَضَعَ الْعَبْدُ جَنْبَهُ عَلَى فِرَاشِهِ فَقَالَ: بِسْمِ اللهِ وَقَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ أَمِنَ مِنْ شرِّ الجِنِّ وَالْإِنْسِ وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ

Artinya: “Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw: Bahwasanya ia bersabda: Apabila seorang hamba meletakkan perutnya ke tempat tidur, lalu membaca bismillah dan membaca Fatihatul Kitab, maka ia akan aman dari kejahatan jin, manusia dan lainnya” (HR. Ibn Rajab).

Tentu surat al Fatihah ini dibaca tidak dalam kondisi shalat atau sakit. Tetapi merupakan salah satu keutamaan dari al Fatihah dapat melindungi dari suatu kejahatan.

Para ulama’ dari berbagai bidang ilmu agama juga sepakat tentang kesunnahan mengucapkan amin ketika ada orang yang membaca surat al Fatihah, baik di waktu shalat atau di luar shalat. Salah satunya adalah ibn Hajar al Atsqalani dalam kitab Fathul Bari mengatakan:

وَيُؤْخَذ مِنْهُ مَشْرُوعِيَّة التَّأْمِين لكل من قَرَأَ الْفَاتِحَة سَوَاء كَانَ دَاخل الصَّلَاة أَو خَارِجهَا

Artinya: “Dapat diambil pemahaman dari hadits tersebut tentang disyariatkannya membaca amin bagi setiap orang yang membaca Fatihah, baik di waktu shalat atau di luar shalat

Pernyataan Ahlul Hadits al Hafidz Ibn Hajar al Atsqalani ini memberi kesan lain bahwa membaca al Fatihah juga sunnah dilakukan di luar shalat. Sehingga juga sunnah mengucapkan amin.

Dari uraian di atas, fatwa Assim al Karim tidak layak digolongkan kepada fatwa yang mu’tabarah yang dapat dijadikan pegangan hidup. Sebab terlalu jauh dari apa yang disampaikan oleh Allah swt, Nabi Muhammad saw dan para ulama’-ulama’ lainnya. Sepertinya apa yang difatwakan oleh Assim al Karim lebih condong kepada syariat baru yang dibuat-buat berdasarkan kemampuan yang sangat terbatas, bukan syariat Islam sebagaimana diketahui secara umum oleh umat Islam. Jadi jelaslah siapa sebenarnya yang ahlul bid’ah.

wallahu a’lam

ISLAMKAFFAH

Hukum Melepaskan Pakaian Jenazah ketika Dimandikan

Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

لَمَّا أَرَادُوا غَسْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: وَاللَّهِ مَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ثِيَابِهِ كَمَا نُجَرِّدُ مَوْتَانَا، أَمْ نَغْسِلُهُ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ؟ فَلَمَّا اخْتَلَفُوا أَلْقَى اللَّهُ عَلَيْهِمُ النَّوْمَ حَتَّى مَا مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلَّا وَذَقْنُهُ فِي صَدْرِهِ، ثُمَّ كَلَّمَهُمْ مُكَلِّمٌ مِنْ نَاحِيَةِ الْبَيْتِ لَا يَدْرُونَ مَنْ هُوَ: أَنْ اغْسِلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ، فَقَامُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَسَلُوهُ وَعَلَيْهِ قَمِيصُهُ، يَصُبُّونَ الْمَاءَ فَوْقَ الْقَمِيصِ وَيُدَلِّكُونَهُ بِالْقَمِيصِ دُونَ أَيْدِيهِمْ ، وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَقُولُ: لَوْ اسْتَقْبَلْتُ مِنْ أَمْرِي مَا اسْتَدْبَرْتُ، مَا غَسَلَهُ إِلَّا نِسَاؤُهُ

Ketika mereka (para sahabat) hendak memandikan (jenazah) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka mengatakan, ‘Demi Allah, kami tidak tahu apakah kita akan menanggalkan pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal di antara kita, atau kita memandikannya dalam keadaan beliau memakai pakaiannya?’

Ketika mereka berselisih (pendapat), Allah menidurkan mereka hingga tidak ada seorang pun melainkan dagunya menempel pada dadanya. Kemudian mereka diajak bicara seseorang yang berbicara dari sisi rumah, mereka tidak mengetahui siapakah dia. Orang tersebut berkata, ‘Mandikanlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan memakai pakaiannya.’ Kemudian mereka bangkit menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memandikan beliau dalam keadaan beliau memakai jubahnya. Mereka menuangkan air dari atas jubah dan memijat-mijatnya dengan jubah bukan dengan tangan mereka. Aisyah berkata, ‘Seandainya nampak bagiku dahulu seperti apa yang nampak sekarang ini, maka tidak ada yang memandikan beliau kecuali para istrinya.‘” (HR. Ahmad 43: 331 dan Abu Dawud no. 3141, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Para sahabat yang terlibat dalam memandikan jenazah Nabi shallahu ‘alaihi wasallam adalah ‘Ali bin Abi Thalib, paman beliau ‘Abbas, Al-Fadl bin Al-‘Abbas, Usamah bin Zaid, dan Qutsam bin ‘Abbas radhiyallahu Ta’ala ‘anhum. Yang memandikan langsung adalah ‘Ali bin Abi Thalib, sedangkan sahabat yang lain membantu beliau menuangkan air.

Terdapat beberapa faedah dari hadis di atas, di antaranya:

Faedah pertama

Hadis ini merupakan dalil bahwa memandikan jenazah itu merupakan suatu perkara yang telah dikenal luas (ma’ruf) di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan juga, pakaian jenazah itu ditanggalkan (dilepas) ketika dimandikan. Hal ini karena dengan dilepasnya pakaian tersebut, hal itu akan lebih memudahkan dalam memandikan dan juga lebih baik dalam membersihkan jasad jenazah. Adapun kemaluan si mayit, hendaknya ditutupi dengan kain.

Dalil dalam masalah ini adalah perkataan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Kami tidak tahu apakah kita akan menanggalkan pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana kita menelanjangi orang-orang yang meninggal di antara kita?”

Perkataan tersebut menunjukkan bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum dulu menanggalkan pakaian jenazah ketika memandikan jenazah.

Sedangkan menutup kemaluan jenazah, hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ

Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain.” (HR. Muslim no. 338)

Selain itu, ketika memandikan jenazah, hendaklah di ruangan tertutup, baik itu berupa tenda atau ruangan tertentu. Dan hanya dihadiri oleh orang-orang yang memang membantu secara langsung proses memandikan jenazah, bukan hanya sekedar melihat-lihat. Artinya, proses memandikan jenazah tersebut tidak dijadikan tontonan oleh masyarakat.

Faedah kedua

Sempat terjadi perbedaan pendapat di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam tata cara memandikan jenazah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah pakaian beliau ditanggalkan (sebagaimana jenazah para sahabat yang lainnya) ataukah tidak. Hal ini sebagai bentuk pemuliaan para sahabat terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah Ta’ala pun menidurkan mereka dan mereka mendengar ada seseorang yang berbicara untuk memandikan jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan tetap memakai pakaiannya. Para sahabat pun kemudian bersepakat bahwa jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimandikan dalam keadaan tetap memakai pakaiannya. Sehingga, para sahabat menuangkan air pada pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga menggosok badan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di balik pakaian beliau. Inilah petunjuk yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Hal ini menunjukkan bawa jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu berbeda dengan jenazah yang lain. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa pakaian beliau tidak ditanggalkan ketika jenazahnya dimandikan. Ini termasuk kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Tashilul Ilmam, 3: 25)

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 258-259) dan Tashilul Ilmam bi Fiqhi Al-Ahadits min Bulughil Maram (3: 24-25).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86594-hukum-melepaskan-pakaian-jenazah-ketika-dimandikan.html

Ya Allah, Kenapa Saya Dilahirkan di Indonesia?

Kenapa saya dilahirkan di Indonesia? Pada mulanya, saya pernah sangat berharap dilahirkan di zaman Rasulullah hidup. Zaman yang bisa bertemu dan  mendengar nasehat langsung dari baginda Rasulullah. Jika pun tidak sezaman Nabi, kenapa saya tidak dilahirkan di Makkah agar dekat dengan rumah suci Allah.

Namun, saya pun terpikir, apakah ketika saya hidup sezaman dengan Nabi saya seberuntung hari ini dapat mengimani Islam? Apakah saya juga seberuntung seperti saat ini  dilahirkan dalam keadaan normal dan dengan kasih orang tua yang memadai?

Jangan-jangan saya bukan termasuk golongan Abu Bakar yang mempercayai Islam pertama kali. Mungkin juga bukan termasuk golongan Ali bin Abi Thalib yang termasuk kelompok pemuda yang pertama mengimani Islam. Bagaimana jika saya justru masuk kelompok Abu Jahal yang justru menentang Islam saat itu.

Jika pun saya dilahirkan di Makkah yang dekat dengan rumah suci, akankah saya ditakdirkan menjadi orang shaleh dan senang bersungguh-sungguh seperti orang Indonesia saat ini yang bisa mengorbankan segalanya untuk pergi ke Makkah menunaikan Haji dan Umrah.

Saya pun mulai berpikir bahwa ada sesuatu yang di luar kendali kita. Lahir dengan jenis kelamin tertentu, di zaman tertentu, di tempat tertentu dan dengan keimanan tertentu. Semua adalah hak Tuhan yang teramat jauh dari kontrol dan kehendak kita. Bahkan persoalan keimanan adalah rahmat dan hidayah Allah semata.

Tuhan mempunyai kehendak terbaik atas keragaman. Tuhan menciptakan keragaman dari hal kecil hingga besar. Tidak ada yang sama di bumi ini meskipun bentuknya bisa jadi sama persis. Ada yang berbeda dalam setiap makhluk yang diciptakan.

Saya memahami, benar sekali! Perbedaan itulah yang membuktikan Kuasa Tuhan. Tuhan mencetak manusia dalam bentuk yang sama, tetapi masing-masing memiliki sesuatu yang unik yang antar satu manusia berbeda.

Kita tidak bisa memilih atau menolak dilahirkan dalam jenis kelamin, suku, etnis, bangsa dan keyakinan tertentu. Semua adalah skenario Tuhan melalui hukum alamNya. Tidak ada yang bisa menentang apalagi bersikap sok kuasa melawannya.

Bukan perintah Tuhan agar kita saling memaksa harus sama, tetapi Tuhan menghendaki kalian harus saling mengenal dan memahami. Ya, saya lupa Tuhan telah memperingatkan hal itu melalui firmanNya :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS : Al-Hujurat, 13).

Ternyata, tidak ada yang perlu disesali atas kehendak Tuhan. Hal di luar kendali kita tidak mungkin kita lawan. Jangankan keimanan orang lain yang di luar kehendak kita, bahkan keimanan kita setiap detik, jam, dan hari selalu berubah-rubah.

Mentalitas yang menyesali dan melawan kehendakNya hanya melahirkan pribadi yang arogan, merasa paling benar dan mungkin paling dekat dengan Tuhan. Pribadi yang obsesif yang hendak menjadikan semua di luar dirinya harus sama dengan dirinya.

Lalu, Saya kembali seolah diingatkan Tuhan setelah membaca firmanNya : Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS : Al-Maidah 48).

Ya, benar sekali! Akhirnya saya menemukan jawaban tegas dari Tuhan. Tuhan memang tidak hendak menjadikan kita satu umat. Setiap umat ada pedoman, norma dan petunjuk masing-masing. Tugas kita saling mengenal dan memahami, plus satu lagi saling berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan.

Menyesal dilahirkan di Indonesia? Tidak! Saya justru mensyukuri nikmat Tuhan. Indonesia sudah sesuai dengan firmanNya yang menciptakan keragaman dan perbedaan. Di tanah air ini justru saya melihat bukti nyata kehendak Tuhan yang menciptakan keragaman.

Bayangkan beribu-ribu pulau, suku, etnis dan Bahasa bertebaran di bumi nusantara ini. Orang Jawa bertemu dengan bugis, Minangkabau berbaur dengan Madura, orang Papua bernyanyi bersama dengan orang Sunda. Dan beragam lintas pergaulan yang sekali lagi atas perintah Tuhan saling memahami dan berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan.

Ya Allah, terima kasih telah melahirkan saya di bumi yang indah ini. Lahir di bagian bumi yang penuh warna keragaman. Tentunya, lahir dengan rahmat dan hidayahMu dalam keadaan Islam. Dan, saya selalu memohon untuk suatu saat mati dalam menggengam iman Islam.

ISLAMKAFFAH

(Video) Kurang Bersyukur, Warga Jepang Ini Habiskan Uang Ratusan Juta Ubah Penampilannya Jadi ‘Anjing’  

Seorang pria Jepang mengubah dirinya menjadi seekor anjing setelah membelanjakan lebih dari US$14.000 (Rp 200 juta) untuk pakaian yang dibuat secara khusus.

Pria itu menyebut dirinya Toco di saluran YouTube-nya, membagikan perjalanannya mewujudkan mimpinya menjadi ‘binatang’ dengan lebih dari 32.000 pelanggan saluran tersebut. Dia memamerkan dirinya yang baru dalam kostum binatang saat dia bermain di padang rumput dan berguling-guling di lantai tidak berubah seperti anjing.

Toco juga mengunggah video dirinya tampil dengan kostum anjing collie di depan umum untuk pertama kalinya.  Video tersebut mendapat banyak perhatian, mencapai lebih dari 1,7 juta penayangan.

Toco mengatakan dia melengkapi kostum itu dengan ikat pinggang khusus yang diikatkan di perutnya yang berbulu, tetapi mengaku gugup dan takut untuk tampil di depan umum.

“Apakah kamu ingat mimpimu sejak kecil? Kamu ingin menjadi pahlawan atau orang dengan kekuatan magis,” katanya melalui klip. “Saya ingat menulis di buku kelulusan sekolah dasar saya, saya ingin menjadi seekor anjing dan berjalan di luar,” katanya.

Toco juga menjawab beberapa pertanyaan dalam video yang diposting tahun lalu, mengakui bahwa dia selalu memiliki mimpi ‘kabur’ untuk menjadi binatang sejak dia masih kecil.

“Ketika saya memenuhi mimpi itu, akan seperti ini jadinya,” katanya.

Namun, kata pria itu, dia menyembunyikan minatnya dari sepengetahuan keluarga dan teman-temannya. “Saya jarang cerita ke orang terdekat karena saya takut mereka menganggap saya aneh.”

“Untuk alasan itu saya merasa nyaman untuk tidak menunjukkan diri saya yang sebenarnya di balik kostum ini,” katanya kepada portal Mirror.

Sementara itu, juru bicara perusahaan yang memproduksi kostum collie Toco, Zeppet, mengatakan butuh 40 hari untuk membuat kostum fesyen berbulu seharga US$14.161 (sekitar Rp 215 juta).

“Terinspirasi oleh anjing collie, kostum diproduksi seperti anjing sungguhan yang bisa berjalan dengan empat kaki,” katanya kepada news.com.au.

Unggahan aktivitas Toco rupanya menarik perhatian warganet. Banyak dari mereka berkomentar terhadapnya.

“Manusia ini makin  aneh, menantang kodrat sbg binatang. Manusia diciptakan Tuhan mahluk paling sempurna yg ini malah ingin jadi binatang,” ujar pemilik akun @D00lly di akun Tribun.

“Dikasih kesempurnaan malah kurang syukur,” ujar lainnya.

Bahkan ada yang menanggapi lebih sadir. “Perlu diperiksakan psikiater nih orang,” ujar pemilik akun @jefry47307.*

Tautan Video

HIDAYATULLAH

5 Tips Doa Mustajab dari Rasulullah 

Berikut ini adalah penjelasan mengenai tips doa mustajab dari Rasulullah Saw. Di dalam satu hadist Rasulullah Saw menjelaskan bahwa ada beberapa tips agar doa yang dipanjatkannya mudah dikabulkan oleh Allah Swt. hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah Ra;

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إلا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِن الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تعْمَلُونَ عَلِيمٌ}. وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}. ‌ثُمَّ ‌ذَكَرَ ‌الرَّجُل ‌يُطِيلُ ‌السَّفَرَ، أَشْعَثَ أغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ. يَارَبِّ، يَارَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَام، وَمَلْبَسُهُ حَرَام، وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ، فَأنى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ”.

Artinya; “Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Saw bersabda; “Wahai Manusia sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali kepada yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman dengan apa yang juga diperintahkan kepada para rasul-Nya. Lalu Allah berfirman; ‘Wahai para Rasul makanlah dari yang baik-baik dan beramal shalehlah, sesungguhnya Aku Mengetahui apa yang kalian lakukan. 

Dan Allah berfirman; ‘Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau Rasulullah menyebutkan ada seseorang melakukan perjalanan dalam keadaan kumal dan berdebu sembari mengangkat kedua tangannya ke atas langit, seraya berkata Tuhanku, Tuhanku, padahal makanannya haram, minuman haram, pakaiannya haram, dan kebutuhannya dipenuhi dengan yang haram. Lalu bagaimana doanya akan dikabulkan.” (HR. Imam Muslim).

Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah menyebutkan lima unsur yang memudahkan dikabulkannya doa. 

Pertama, Kondisi safar atau bepergian, ada hadits dari Abu Hurairah Ra bahwa rasulullah saw pernah bersabda; ‘Ada tiga bentuk doa yang pasti dikabulkan oleh Allah. Doa orang yang terdzolimi, doa orang yang bepergian, dan doa orang tua kepada anaknya. (HR. Imam Turmudzi). Mengapa safar menjadi alasan dikabulkannya doa? Karena pada kondisi safar rasa pasrah dan tawakkal kepada Allah yang dirasakan musafir sangatlah besar.

Kedua, Menampakkan kerendahan diri di hadapan Allah, hal ini digambarkan oleh Rasulullah Saw dengan kondisi orang yang berpakaian lusuh dan rambutnya berdebu.

Ketiga, Menengadahkan tangan ke langit. Hal ini dikuatkan dengan hadist Rasulullah “Sesungguhnya Allah Pemalu Yang Mulia, Malu bila seseorang mengangkat kedua tangannya kepada-Nya dan kembali dengan sia-sia.” (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad).

Keempat, Meminta dengan sungguh-sungguh. Hal ini digambarkan oleh Rasulullah Saw pada hadist di atas dengan orang yang merintih mengatakan Ya Rab Ya Rab

Kelima, Mengkonsumsi sesuatu dari yang halal-halal. Karena ketika ada sesuatu yang haram pada diri kita itulah yang justru akan menjadi penghambat dari dikabulkannya doa. Sebagaimana seseorang yang dikisahkan dalam hadist di atas bahwa ia telah memohon dengan sungguh-sungguh tapi apa yang dikonsumsi dan dipakainya dari sesuatu yang haram. Dan poin yang kelima ini menjadi kunci utama dari dikabulkannya doa oleh Allah Swt.

Demikian penjelasan mengenai tips mustajab dari Rasulullah Saw. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Benarkah Ibu Hamil Tidak Boleh Umrah?

Benarkah ibu hamil tidak boleh umrah? Animo untuk melaksanakan umrah terbilang tinggi di masyarakat Indonesia. Umrah digemari segala macam orang, baik laki-laki, perempuan, tua, maupun anak-anak. Jadi pertanyaan adalah bagaimana hukum melaksanakan umrah bagi ibu hamil dalam Islam? Apakah ada pertimbangan khusus yang perlu diperhatikan?

Benarkah Ibu Hamil Tidak Boleh Umrah?

Dalam Islam, melaksanakan umrah hukumnya adalah sunnah. Ibadah ini dilakukan dengan mengunjungi Masjidil Haram di Mekah. Dalam pelaksanaan umrah,  melibatkan serangkaian ritual, termasuk thawaf (mengelilingi Ka’bah), sa’i (berlari-lari di antara bukit Shafa dan Marwah), serta tahallul (mencukur atau memotong rambut).

Terkait hukum umrah bagi wanita hamil, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan individu.

Prinsip dasar dalam Islam adalah menjaga kehidupan dan kesehatan diri sendiri serta orang lain. Oleh karena itu, jika melakukan ibadah berpotensi membahayakan kesehatan ibu hamil atau janin yang dikandungnya, Islam memberikan kelonggaran dan pertimbangan tertentu.

Dalam konteks umrah, mayoritas ulama sepakat bahwa ibu hamil diperbolehkan untuk menunda atau tidak melaksanakan umrah selama masa kehamilan jika ada potensi risiko terhadap kesehatan ibu atau janin. Meskipun umrah bukanlah kewajiban seperti haji, melainkan ibadah yang dianjurkan, tetapi kesehatan dan keselamatan ibu dan anak lebih diutamakan.

Seorang ibu hamil dapat memilih untuk menunda umrah sampai setelah melahirkan dan kondisinya memungkinkan untuk melakukan perjalanan. Dalam banyak kasus, kesehatan dan kondisi ibu hamil akan lebih baik jika tidak terlibat dalam aktivitas fisik yang melelahkan seperti berjalan jauh, berdiri lama, atau terkena panas yang berlebihan.

Syekh Syauqi Alam Ibrahim, dari Dar Ifta Mesir memberikan penjelasan secara panjang lebar. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya perempuan atau ibu hamil diperbolehkan syariat menjalani umrah, akan tetapi dengan catatan, bahwa itu tidak sampai mengakibatkan mudharat bagi kandungan dan bayinya.

أداء العمرة للمرأة الحامل متوقف على مدى قدرتها واستطاعتها في القيام بهذه الشعيرة، فإن علمتْ مِن نفسها أنها قادرة على القيام بها دون أن يلحقها ولا جنينها أي ضرر، كان لها ذلك، وإن علمتْ مِن نفسها احتمال تضررها أو جنينها بمشقة السفر والمناسك، كان الأولى في حقها عدم أداء العمرة حتى تضع حملها وتستعيد صحتها ويزول احتمال تضررها، ويؤيد كلُّ هذا رأي الطبيب المختص، لا سيما وأن الأمر هنا لا يتعلق بها وحدها، وإنما يتعلق أيضًا بالجنين الذي تحمله في بطنها.

Artinya; Ibu hamil dapat melakukan umrah bergantung pada kemampuan dan kesiapannya dalam menjalankan ibadah ini. Jika ia yakin mampu melakukannya tanpa membahayakan dirinya atau janinnya, maka boleh dilakukan.

Namun, jika ia merasa ada risiko bagi kesehatannya atau janinnya karena kesulitan dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah, sebaiknya ia tidak melaksanakan umrah sampai ia melahirkan, pulih kesehatannya, dan hilang risiko yang ada. Pendapat dokter yang ahli sangat mendukung hal ini, terutama karena ini tidak hanya berhubungan dengan ibu hamil, tetapi juga dengan janin yang ada dalam kandungannya.

Terakhir, bagi ibu hamil yang ingin melaksanakan seyogianya melakukan konsultasi medis sebelum memutuskan untuk melakukan umrah. Sebaiknya ia berkonsultasi dengan tenaga medis atau dokter kandungan. Dokter akan dapat memberikan penilaian medis terkait apakah perjalanan dan aktivitas umrah aman bagi kondisi kesehatan ibu dan janin.

Demikian penjelasannya, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARAIAH

Doa Saat Cuaca Panas

Berikut ini doa saat cuaca panas. Persoalan cuaca panas dan kekeringan adalah fenomena alam yang dapat memberikan dampak signifikan pada lingkungan dan kehidupan manusia. Saat suhu meningkat dan hujan jarang turun, banyak tantangan muncul, mulai dari kekeringan hingga risiko kebakaran hutan.

Dalam keadaan cuaca panas, selain berlindung, sebagai umat muslim juga sebaiknya kita memanjatkan doa. Nah berikut ini ada doa saat cuaca panas yang bisa dibaca seorang muslim. Doa ini sebagaimana terdapat dalam Dar Ifta Mesir. Ini adalah doa saat cuaca panas;

اللهم أجرني من حَرِّ جهنم، أو اللَّهُمَّ أَجِرْهُ مِنَ النَّارِ، ومن عذاب النار، ومن كلِّ عملٍ يقربنا إلى النار، وأصلح لنا شأننا بفضلك وكرمك يا عزيز يا غفَّار”

Allahumma ajirni min harri jahannam, allahumma ajirhu minannari, wa min ‘azabin nari, wa min kulli ‘amalin yuqarribuna ila nari, wa aslih lana syaknana bi fadlika wa karamika ya aziz ya ghaffar

Artinya; Ya Allah, berilah kami pahala dari panasnya neraka”, atau “Ya Allah, berilah kami pahala dari api neraka, dari siksa neraka, dan dari setiap perbuatan yang mendekatkan kami kepada neraka. Perbaikilah keadaan kami dengan karunia dan kemurahan-Mu, wahai Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Selain itu, ada juga doa yang bisa dibaca saat cuaca panas. Doa ini bisa dibaca sebagai upaya meminta pertolongan pada Allah;

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذَا الْيَوْمِ، وَخَيْرِ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُوعِ وَالْعَطَشِ وَسُوءِ الْكِبَرِ، وَسُوءِ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Allahumma asaluka min khairi hadza al yaum, wa khaira ma ba’dahu, wa a’udzubika min syarri hadza al yaum wa syarri ma ba’dahu, allahumma inni a’udzubika minal ju’u, wa ‘athasy wa sui al kibari, wa sui fitnati al mahya wal mamat

Artinya: ”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu segala kebaikan pada hari ini dan segala kebaikan yang akan datang setelahnya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan pada hari ini dan segala keburukan yang akan datang setelahnya. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari rasa lapar, haus, buruknya usia tua, dan buruknya ujian kehidupan dan kematian.”

Doa ini mengandung permohonan kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan dan perlindungan dari segala keburukan yang mungkin datang, terutama dalam menghadapi cuaca panas dan kondisi yang sulit.

BINCANG SYARIAH

Self-Healing Nabi Yusuf Menghadapi Masalah dan Cobaan

Self-healing merupakan istilah psikologi yang saat ini ramai diperbincangkan di tengah masyarakat modern, baik di media sosial instagram, twitter, whatsapp, podcast, youtube, dan telah menjadi trend baru dalam istilah psikologi. Kehidupan manusia yang kerap dihadapkan dengan berbagai gesekan, konflik, atau pun permasalahan hidup yang terus-menerus, jika tidak direspon dengan baik, maka akan menyebabkan gangguan kesehatan mental.

Salah satu upaya untuk menyembuhkan gangguan kesehatan mental ialah dengan melakukan self-healing. Self-healing merupakan salah satu metode yang secara harfiah mengandung makna penyembuhan diri, dan proses penyembuhan atau pengobatan.

Dalam Islam bentuk kesedihan atau hal yang tidak menyenangkan termasuk ke dalam ujian yang akan dihadapi setiap manusia yang mengaku beriman kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam firman-Nya: Qs. al-„Ankabūt/ 29: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?”.

Kitab suci al-Qur’an menyampaikan pesan langit dengan berbagai macam bentuk. Salah satu di antara bentuk penyampaian petunjuk dalam bentuk kisah-kisah. Diantara berbagai kisah dalam al-Qur’an, ada satu kisah yang disampaikan secara lengkap dan terperinci dalam satu surah. Yakni surah Yusuf yang mengisahkan Nabi Yusuf as. dan keluarga. Kisah ini tergolong min anbâal-rusûl. Yakni kisah para rasul untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang beriman.

Kisah Nabi Yusuf as. telah direkam dalam al-Qur’an sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus oleh Allah Swt. Penelitian yang diteliti oleh Maimunah dengan judul “Konflik Psikologis Kisah Yusuf dalam Al-Qur’an menjadi landasan awal peneliti untuk mengembangkan dan menemukan solusi dari konflik dalam kisah tersebut.

Dalam kisah Nabi Yusuf as. terdapat gambaran penyakit mental. Maka diperlukan pendekatan secara kontekstual baik dari segi pengendalian diri atau penyembuhan diri (self-healing) yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as. dan para tokoh didalamnya.

Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk membahas konteks self-healing yang dilakukan oleh Nabi Yusuf as. Di dalam surah Yusuf, tentunya tidak semua ayat mengandung konsep self-healing, hanya memuat beberapa ayat yang menunjukkan sikap Nabi Yusuf as dalam menghadapi penderitaan.

Pengertian Self-Healing

Secara harfiah self-healing mengandung makna penyembuhan diri. Self-healing adalah sebuah tahap untuk melakukan proses pemulihan diri dari berbagai luka batin, seperti ketakutan, emosi yang tidak stabil, stress, depresi, kehilangan semangat hidup, kecenderungan berputus asa, dan berbagai gangguan psikologis lainnya. Proses self-healing ini melibatkan peran diri sendiri secara masif dalam menyembuhkan luka batin. Dengan dorongan insting dan kemauan diri sendiri. Bisa dikatakan bahwa metode self-healing ini merubah keadaan dari yang negatif menjadi positif.yang umumnya dialami oleh orang-orang secara psikologis.

Self-healing juga salah satu metode penyembuhan gangguan mental tanpa obat-obatan, namun penyembuhan ini melalui proses peleburan emosi dan perasaan individu yang selama ini telah terpendam di dalam tubuh, dan bisa muncul suatu waktu. Sehingga diperlukan adanya usaha individu untuk menghilangkan emosi yang dirasakan dalam diri ketika mengingat atau tersentuh dengan hal-hal yang menyakitkan batin.

Tujuan dan Manfaat Self-Healing

Self-healing sebagai bentuk usaha dalam pemulihan memiliki tujuan untuk menciptakan hidup yang lebih nyaman dengan diri sendiri dan menjadi diri sendiri dalam menghadapi berbagai konflik dan masalah di masa depan. Metode ini bertujuan untuk mengurangi rasa stress, takut, hingga depresi akibat gangguan mental salah satu tujuan paling penting dari self-healing. Tujuan lain dari self-healing adalah sebagai upaya untuk melatih diri dalam mengelolah emosi negatif yang bisa datang kapan saja tanpa diduga, untuk mereduksi stress yang dialami setiap individu, dan membantu individu untuk keluar dari belenggu tekanan, luka batin, yang belum dilepaskan dari dalam pikiran.

Manfaat Self-Healing Bagi individu yang mengalami berbagai gangguan mental, seperti stres, depresi, ketakutan, dan kecemasan akibat luka batin atau trauma masa lalu yang memenuhi ruang pikiran dan kesadaran diri, hingga mengakibatkan kelelahan yang berkepanjangan, maka cara terbaik untuk memulihkan diri adalah dengan self-healing. Metode self-healing salah satu solusi yang sangat bermanfaat untuk membantu individu menyelesaikan gangguan mental, serta keseimbangan diri menghadapi kondisi mental negatif. Proses self-healing bermanfaat dalam mempercepat pemulihan psikologis yang dialami individu dengan berbagai teknik dan tahapan-tahapan pemulihan.

Kisah Yusuf AS dan Self-Healing

Pertama, Self-Healing Nabi Yusuf As Terhadap Saudaranya

Penafsiran tentang pemaknaan konteks Self-healing yang dilakukan Nabi Yusuf As. ketika dijerumuskan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian Allah menurunkan firman-Nya dalam Qs. Yūsuf/ 12:15, “Maka, ketika mereka membawanya serta sepakat memasukkannya ke dasar sumur, (mereka pun melaksanakan kesepakatan itu). Kami mewahyukan kepadanya, “Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan mereka ini, sedang mereka tidak menyadarinya”

Pemaknaan secara kontekstual ditinjau dari psikologi mengenai konsep self-healing (penyembuhan diri) yang tercermin dari sikap Nabi Yusuf yaitu Penerimaan Diri (Self-Compassion). Self-compassion adalah kemampuan untuk memahami keadaan emosi dalam diri, respon emosi atas penderitaan yang dialami, dan disertai keinginan untuk menolong diri. Self-compassion merupakan bagian dari maca-macam self-healing dalam menyembuhkan luka penderitaan, ketidaknyamanan, peristiwa buruk, dan selalu berupaya membebaskan diri dari duka yang berlarut.

Sikap yang tercermin dari Nabi Yusuf terhadap saudara-saudaranya secara konteks menurut pengamatan peneliti adalah adanya upaya self-compassion atau dalam bahasa lainya ridha. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap Nabi Yusuf As. yang tidak mengeluh, menangis setelah ditinggal seorang diri di dasar sumur. Beliau tetap tenang menerima dan merangkul kesedihan atau kerapuhan itu sendiri. Kasih sayang Allah Swt. selalu dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Allah tidak akan meninggalkan orang yang berbuat baik.

Allah tidak meninggalkan orang yang terzalimi sehingga Dia akan menolongnya dan tidak pula orang yang tersakiti sehingga Dia akan menentramkan hatinya dan membuatnya menjadi tenang, Allah memberi kabar gembira kepada Nabi Yusuf As. dengan keselamatan dan mengilhamkan kepadanya bahwa ia akan tertolong dari segala kesulitan dan dari kejahatan saudara-saudaranya.

Bila dibayangkan posisi Nabi Yusuf As. ketika ia dijerumuskan ke dalam sumur dengan kasar dan penuh rasa benci, di tengah malam yang gelap, keadaan genting, dipenuhi ketakutan yang merasuki jiwa, tentu halini menimbulkan luka (kekecewaan, kesedihan) yang mendalam secara mental (sisi manusiawi). Peristiwa ini menggambarkan kondisi yang dialami Nabi Yusuf As. saat berada di titik lemah. Beliau melakukan selfcompassion dengan menerima perbuatan saudara-saudaranya tanpa melakukan perlawanan. Maka manfaat baik dari self-compassion adalah munculnya pola pikir kepedulian yang baik terhadap sesama, dengan suka rela membantu orang-orang di sekitarnya.

Setiap usaha yang dilakukan dalam membantu sesama, disadari atau tidak orang-orang yang melakukan self-compassion tersebut merasakan kebahagiaan yang tak terhingga dari dalam diri. Belajar berdamai dengan diri sendiri dalam keadaan apapun, sikap inilah yang tergambar dari Nabi Yusuf As. Ia sama sekali tidak membenci saudara-saudaranya yang telah berlaku kasar terhadapnya. Di tengah kesepian dan ketakutan yang dihadapinya di dasar sumur, ia menyadari seutuhnya bahwa ia tidak sendirian, ia bersama Allah Swt. yang senantiasa menemani dan memberi pertolongan kepadanya. Ia berhasil menyembuhkan lukanya sendiri dengan cara menerima dan berdamai dengan apa yang sedang terjadi (self-compassion).

Memang tidak mudah untuk menghalau rasa tidak suka terhadap seseorang. Kedengkian yang dilakukan saudara-saudara Nabi Yusuf as. menimbulkan kelelahan hati, pikiran, dan kebencian yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan sikap yang dilakukan Nabi Yusuf as. terhadap mereka. Berbagai penderitaan, penghinaan, kezaliman yang dialami Nabi Yusuf as., tidak mengurangi sedikit pun nilai kehormatan dalam dirinya. Dalam keadaan tak berdaya pun Nabi Yusuf tidak berontak dan berusaha menerima dengan lapang dada segala perlakuan buruk saudarasaudaranya.

Kedua, Self-Healing Nabi Yusuf As Menghadapi Fitnah Wanita

Analisis tentang sikap Nabi Yusuf As. menghadapi keadaan yang buruk ancaman penjara atau memenuhi ajakan istri al-„Aziz dan para wanita yang menaruh hati karena ketampanannya, akhirnya ia memilih di penjara dalam Qs. Yūsuf/ 12: 33: “(Yusuf) berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika Engkau tidak menghindarkan tipu daya mereka dariku, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang-orang yang bodoh.”

Pemaknaan secara kontekstual yang digambarkan al-Qur’an mengenai konsep self-healing (penyembuhan diri) yang tercermin dari sikap Nabi Yusuf as. Sikap yang diambil Nabi Yusuf as adalah Mindfulness, dengan dzikrullāh (Mengingat Allah.

Ditinjau dari analisis psikologi, keadaan buruk yang dialami Nabi Yusuf as. mengakibatkan emosi kesedihan. Setelah Nabi Yusuf as. terbukti tidak bersalah, kabar miring terhadap istri raja kian menggema. Hingga penentuan penjara dilakukan kepada Nabi Yusuf as, atas dasar keinginan orang-orang zalim yang berusaha menutupi kesalahan istri raja. Self-healing dari sikap Nabi Yusuf as. secara psikologi bila dimaknai secara kontekstual adalah melakukan mindfulness dengan zikir (Mengingat Allah).

Mindfulness adalah sebuah usaha kesadaran penuh, mengelola pikiran, perasaan, dan lingkungan untuk menghubungkan titik-titik yang ada dalam pikiran. Artinya segala fokus dan kesadaran kita melibatkan Allah dan memasrahkan segalanya kepada Allah. Bila sedang menghadapi pergulatan emosi, segera mengingat Allah Swt, dengan menyebut asma-Nya dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dalam Islam mindfulness adalah kesadaran untuk segera mengingat Allah dengan berdzikir atau berdoa kepadanya.

Sikap pasrah dan rela, dengan ketentuan Allah Swt. Dapat dibuktikan dari pemaknaan konteks Nabi Yusuf as. ketika memohon perlindungan kepada Allah Swt. dengan penuh kesadaran. Sehingga menghadirkan ketenangan dalam hatinya. Kemudian melanjutkan doanya bahwa Allah dan rasulnya lebih ia ia cintai dan mengharap ridha-Nya, daripada melakukan kedurhakaan kepada-Nya.

Nabi Yusuf As. memohon pertolongan kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari tipu daya dan perangkap mereka. Nabi Yusuf As. menyadari akan kelemahannya menghadapi menghadapi bujuk rayu yang terus menerus, yang dapat mengakibatkan ia terjerumus dalam kemaksiatan. Berdoa adalah cara yang dilakukan Nabi Yusuf as. sehingga ia berhasil diselamatkan dari ketidakberdayaan.

ISLAMKAFFAH