Mengenal Negara Makmur dalam QS. al-Balad

Miskin, sengsara, bukanlah merupakan takdir. Takdir lebih cocok diterapkan dalam lahirnya seseorang dari keluarga siapa dan apa. Miskin terjadi karena terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi. Tetapi lahir dari siapa merupakan sebuah ketetapan mutlak seorang anak dari kandungan orangtua. Karena terjadinya sebuah masa kelahiran inilah, bertambahnya jumlah penduduk dan kondisi masing-masing.

Setiap orang terlahir dari kandungan dan dalam keadaan yang berbeda-beda. Mereka yang terlahir dari golongan yang dapat mencukupi segalanya dapat dijadikan sebagai aset negara. Namun, yang jadi permasalahan dan akan menjadi beban negara adalah mereka yang terlahir dari keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Mereka inilah yang harus ditumpaskan.

Sebagai negara yang baik, penduduk merupakan sebuah asset negara untuk menjaga wilayahnya. Mereka adalah tangan kanan negara untuk merawat wilayah kekuasaanya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, wajib bagi negara tersebut untuk merawat aset tersebut. Jika mereka tidak mendapatkan fasilitas keperawatan, maka hilanglah aset tersebut, dengan makna keterpurukan mental dari segala sisi rakyat menjadi faktor runtuhnya negara.

Memaknai al-Balad sebagai pesan penting sebuah negara, Allah menjelaskan bahwa negara makmur adalah negara yang memiliki kriteria sebagaimana yang telah disampaikan didalamnya. Wabilkhusus pemaparan pada ayat 10 – 18.

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan. (Kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan utnuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih saying. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.”

Menciptakan negara makmur bukanlah visi mudah. Redaksi ayat yang disampaikan adalah jalan yang mendaki lagi sukar. Perlu modal yang tekad yang kuat untuk mencapainya. Pembebasan budak tak semudah menukarkan uang dengan nilai berapa banyak. Pada konteks saat ini, budak bukanlah hanya mereka yang menjadi barang mainan raja, tetapi budak juga dapat dimaknai dengan budak dari segala aspek. Seperti budak dalam bidang ekonomi, politik, social, budaya, dan lain-lain. Mereka tidak dapat mandiri secara intelektual dan finansial.

Orang miskin pula adalah beban negara. Mereka tidak mendapatkan jatah kehidupan yang layak adalah penghambat majunya negara. Dalam kajian keislaman, ada yang namanya zakat, sedekah. Inilah salah satu bentuk terbaik terjalinnya keselarasan antara pemilik kekayaan dan pembutuh kekayaan. Pada akhirnya mereka mendapatkan kehidupan yang seimbang, tidak ada yang merasa tinggi ataupun rendah.

Anak yatim dan orang miskin adlah tanggungjawab negara untuk memberikan kehidupan yang layak bagi mereka dengan jalan yang ditunjukkan dalam Islam. Disisi lain, timbulnya rasa kasih sayang antarsesama dan tumbuhnya kesabaran menjadi alat komunikasi setiap penduduk untuk menjalin kerjasama dalam kebaikan dengan kepentingan yang sama pula, yakni terciptanya negara yang makmur.

Beberapa yang disampaikan dalam QS. al-Balad tentang negara berkemakmuran. Kriteria tersebut menjadi prasyarat negara dikatakan negara yang makmur. Dikatakan sebagai negara makmur adalah negara yang harus mengentaskan permasalahan-permasalahan yang menjadikan beban pada negara itu sendiri.

Negara bertanggungjawab besar atas mereka yang belum mendapatkan kebutuhan dan fasilitas terbaik. Bukan hanya melakukan pembangunan saja akan tetapi lupa dengan masalah yang terjadi pada penduduknya.

Jika negara telah berhasil menurunkan nilai diagram kesengsaraan rakyat pertahun, maka hilal negara  makmur akan semakin Nampak dan terjadilah negara berkemajuan. Karena pola pikir dan finansialnya telah terbenetuk dengan baik atas kepeduliaan negara terhadap negara.

Wallahu a’lamu.

ISLAMKAFFAH

Para Ulama Sepakat Menolak Pemahaman Syiah Imamiyyah

Syiah Imamiyyah adalah Syiah 12 Imam, disebut juga Syiah Rofidhoh. Inilah paham syiah yang menjadi dasar Negara Iran sekarang ini. Dan paham tersebut merupakan paham syiah paling radikal dan ekstrim dibandingkan dengan paham syiah lainnya.

Sungguh di samping paham mereka berpengaruh buruk pada kerukunan umat Islam, dia juga mengancam kesatuan sebuah Negara, sebagaimana dibuktikan oleh sejarah kelam mereka, semoga Allah menjaga NKRI dari makar mereka, amin.

Oleh karenanya, para ulama Ahlussunnah 4 madzhab menolak keras paham ini, sebagaimana dijelaskan dalam nukilan-nukilan berikut ini:

Pendapat imam pertama, Abu Hanifah (wafat 150 H):

“Madzhab Imam Abu Hanifah: bahwa orang yang mengingkari kekhilafahan Abu Bakar Ash-Shiddiq –rodhiallohu anhu-; maka dia kafir. Begitu pula orang yang mengingkari kekhilafahan Umar bin Khottob –rodhiallohu anhu-…

Masalah ini telah disebutkan dalam kitab-kitabnya (madzhab hanafi), seperti dalam kitab Al-Ghoyah karya Assaruji, kitab Fatawa Zhohiriyyah dan Badi’iyyah, dan kitab Al-Ashl karya Muhammad bin Hasan.

Dan yangg jelas, mereka mengambil keterangan ini dari imam mereka Abu Hanifah –rodhiallohu anhu-, dan beliau adalah orang yang PALING TAHU tentang kelompok syiah, karena beliau adalah penduduk Kufah yang merupakan tempat munculnya paham Rofidhoh” (Oleh: Imam Taqiyyuddin Assubki, dalam kitabnya: Fatawa Subki, 2/587).

Pendapat imam kedua, Malik bin Anas (wafat 179 H):

Imam Malik –rohimahulloh– mengatakan: “Orang yang mencela para sahabat Nabi -shollallohu alaihi wasallam- tidak memiliki bagian dalam Islam” (Assunnah, karya Abu Bakar bin Khollal, 3/493).

Pendapat imam ketiga, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (wafat 204 H) :

Imam Asy Syafi’i –rohimahulloh– mengatakan: “Siapapun yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar bukan seorang imam (kholifah), maka dia adalah seorang yang berpaham Rofidhoh” (Siyaru A’lamin Nubala’, karya: Adz-Dzahabi, 10/31).

Beliau juga mengatakan: “Aku tidak melihat seorang pun dari pengikut paham sesat; lebih pendusta dalam pengakuannya dan lebih pembohong dalam persaksiannya, melebihi kelompok Rofidhoh” (Al Intiqo, karya Ibnu Abdil Bar, hal: 79).

Pendapat imam keempat, Ahmad bin Hambal (wafat 241 H):

Abdulloh putra Imam Ahmad mengatakan: aku pernah bertanya kepada ayahku, siapakah kelompok Rofidhoh itu?, beliau menjawab: “Orang yg mencela dan mengecam Abu Bakar dan Umar”. (Assunnah, karya: Abu Bakar bin Khollal, 3/492).

Abu Bakar al-Marrudzi mengatakan: Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad) tentang orang yang mencela Abu Bakar, Umar, dan Aisyah? Maka beliau menjawab: “Aku menganggapnya tidak berada di atas Islam”. (Assunnah, karya: Abu Bakar bin Khollal, 3/493).

Bahkan Imam As Sam’aani –rohimahulloh– (wafat: 562 H) mengatakan: “Umat Islam telah ber-ijma’ SEPAKAT tentang kafirnya Syiah Imamiyyah, karena mereka meyakini sesatnya para sahabat Nabi, mengingkari ijma’nya mereka, dan menyandarkan kepada mereka hal-hal yg tidak pantas bagi mereka” (Al-Ansab, karya: Assam’aani, 6/365).

Semoga bermanfaat, dan menjadi masukan bagi pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak lain, agar KESATUAN Indonesia tetap utuh, dan kaum muslimin terjaga akidahnya dengan baik.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/25405-para-ulama-sepakat-menolak-pemahaman-syiah-imamiyyah.html

Kisah Atlet Rugbi Australia Menemukan Hidayah

Blake Ferguson memeluk Islam sejak tahun 2013 lalu.

Perkenalan pemain liga rugbi asal Australia Blake Ferguson dengan Islam membuatnya menemukan kembali tujuan hidup. Setelah menjalani kehidupan yang penuh duri, kemunduran, dan kecemasan, atlet kelahiran 20 Maret 1990 ini merasakan kedamaian menjalani agama Allah SWT.

Ferguson ialah atlet rugbi yang bermain untuk Sydney Roosters, Cronulla-Sutherland Sharks, dan Canberra Raiders dari NRL–liga rugbi Australia. Kariernya cukup gemilang sejak 2009.

Bahkan, pada 2012 pria yang akrab disapa Fergo ini memiliki musim terbaiknya di lapangan. Ia mewakili Tim Liga Rugby New South Wales dan memperkuat skuat nasional Tim Liga Rugby Australia. Kesuksesan demi kesuksesan mewarnai kariernya hingga pensiun pada 2021 lalu.

Namun, puncak ketenaran pada masa-masa jayanya itu justru membuatnya terbuai popularitas. Bukannya mempertahankan prestasi, malahan ia melakukan beberapa pelanggaran yang memicu kemunduran kariernya.

Puncak ketenaran pada masa-masa jayanya itu justru membuatnya terbuai popularitas.

Pelanggaran disiplin muncul pada akhir 2012. Ia dipecat dari posisi pemain bintang Canbera oleh Raiders kehidupannya di luar lapangan. Pada November 2012, Fergo digiring oleh staf keamanan VIP setelah adanya laporan bahwa ia meludahi penonton dalam acara festival musik. Raiders menolak berkomentar terkait insiden tersebut. Namun, mereka menyadari insiden itu bentuk pelanggaran disiplin internal.

Pelanggaran disiplin Fergo tak berhenti sampai di situ. Pada 17 Juni 2013 ia ditangkap dan didakwa polisi atas tindakan tidak senonoh terhadap seorang perempuan di Klub Malam Sutherland Shire. Kasus ini sempat menyeret Fergo ke pengadilan.

Namun, Fergo membantah tudingan tersebut. Ia mengatakan keliru menghampiri perempuan yang ingin ia temui. Akibat banyaknya pelanggaran disipilin internal ini, Fergo dipecat oleh Canberra Raiders pada 6 September 2013. Fergo juga terungkap memiliki ketergantungan dengan alkohol dan obat-obatan dan melakukan pelanggaran dalam mengemudi kendaraan.

Diselamatkan

Pelanggaran demi pelanggaran membuat kariernya sempat terpuruk. Ia dipecat oleh timnya. Pada saat yang sama, media semakin memperburuk citranya dengan mengatakan bahwa Fergo tidak pantas menggunakan jersey dan bermain untuk skuat New South Wales (NSW). Ia merasa kehidupannya hancur.

Begitu ia dijatuhkan dari skuat NSW, sepupu sekaligus sahabat Fergo, Anthony Mundine, yang merupakan juara petinju Australia tidak membuang waktu dan bergegas membantu Fergo. Mundine segera menemui Fergo dan berjanji untuk tinggal di sisinya sampai hal-hal menjadi lebih baik.

Mudine menolak tuduhan yang menyebutkan saudaranya tersebut sebagai seorang pecandu alkohol. Ia hanya mengatakan bahwa ia akan membantu Fergo melewati masa-masa sulit dalam hidupnya.

Melalui Mudine itulah, pria kelahiran Bankstown Australia ini mengenal Islam. Mudine membimbing Fergo dengan pola kesederhanaan, kebaikan, dan kasih sayang. Mudine adalah orang yang sangat religius dan sosok yang benar-benar peduli dengan cobaan hidup dan masa-masa sulit yang dihadapi Ferguson. Ia ingin membantu Ferguson menyadari potensi besar yang kian terkubur akibat deraan hidup yang menghampirinya.

“Ia hanya melihat ke depan untuk mengubah arah hidupnya. Saat ini, ia dalam keadaan yang baik, tidak minum, dan tidak ada obat,” ujar Mundine, seperti dilansir Islam for Christans.

Akhirnya, setelah melewati sekian proses, pria berusia 25 tahun itu memutuskan menjadi Muslim pada 8 November 2013. Ia bersyahadat di Masjid Zetland, Sydney.

photo

Menjadi lebih baik

Setelah memeluk Islam, Ferguson mengaku menjalani kehidupan dengan lebih baik. Ia menyadari kesalahan masa lalu dan berusaha memperbaikinya. Fergo memilih tidak banyak berkomentar terkait keputusannya menjadi mualaf. Baginya, masalah agama merupakan kehidupan pribadinya dan tidak untuk khalayak banyak.

Beberapa sahabat terdekat mendukung keputusan Fergo memeluk Islam. Mereka bahkan memberikan semangat agar Fergo dapat kembali mencapai puncak kariernya. Sahabat terdekatnya meyakini bahwa Ferguson akan menjadi atlet rugbi terbaik dengan keyakinan baru yang ia anut saat ini.

Pada Mei 2014 Ferguson menandatangani kontrak dengan Tim Sydney Roosters. Pada 2016, Fergo menjadi pemain bek di tim ini menggantikan Roger Tuivasa-Sheck.

Berkat jasanya, Tim Sydney Roosters berhasil mengalahkan South Sydney Rabbitohs. Kini, ia merupakan salah satu mantan bintang NRL atau liga rugbi Australia yang paling dikenang.

REPUBLIKA

Ayo Berwakaf di Pesantren Darus-Sunnah, Pesantren Hadis Pertama di Indonesia

Hari ini, jika kita berbicara mengenai hadis Nabi Saw., disadari atau tidak kesadaran masyarakat untuk berislam yang selalu memiliki sumber dari hadis – bersama dengan Al-Qur’an, sangat dan semakin tinggi. Dari pengalaman pribadi penulis sendiri selama menjadi redaksi di situs keislaman saja, pembaca mudah bertanya jika kita mengutip hadis, atau permasalahan yang memang ada perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama lalu mengutip hadis, akan bertanya “hadisnya mana?”; “shahih atau tidak hadisnya?”; “ada hadisnya tidak pendapatnya?”; dan sekian pertanyaan lainnya.

Pertanyaan itu tidak keliru sebenarnya. Yang menjadi problem adalah ketika yang bertanya persoalan ini bukanlah orang yang belajar hadis secara tersusun, berurut, dengan guru dan sanad (jalur) keilmuan yang jelas, dan waktu yang lama. Orang yang bertanya ini kemudian hanya memahami bahwa yang benar hanya referensi hadis yang ia ketahui. Padahal khazanah hadis sebagai salah satu basis rujukan utama umat Islam setelah Al-Qur’an, adalah khazanah yang sangat luas sekali.

Disinilah diantara signifikansi kehadiran Pesantren Hadis Darus-Sunnah. Didirikan oleh mendiang Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub, mantan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta dan Guru Besar Ilmu Hadis IIQ Jakarta di tahun 1997, salah satu keprihatinan beliau adalah rendahnya kesadaran orang untuk mengetahui bahwa hadis itu ada yang shahih dan tidak shahih (lemah). Dan, status itu harus disebutkan dengan jujur karena jika tidak masyarakat menjadi tidak dididik untuk memahami bahwa yang kita amalkan ini memiliki rujukan yang otoritatif. Beliau bahkan mengistilahkan, “kebutuhan Al-Qur’an terhadap Hadis itu jauh lebih tinggi dibandingkan kebutuhan hadis terhadap Al-Qur’an” karena Hadis memainkan peran sangat penting untuk memahami Al-Qur’an dengan baik.

Berlokasi sekitar 300 m di sebelah selatan kompleks UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan pesantren dimulai awalnya dari pengajian tiga orang mahasiswa kepada beliau sejak tahun 1996. Semangat belajar yang tinggi, K.H. Ali Mustafa Yaqub terharu dan berinisiatif membangun pesantren secara bertahap. Saat selesai, dinamailah oleh mendiang K.H. Ali Mustafa Yaqub Pesantren itu dengan nama Darus-Sunnah.

Sampai hari ini, syarat masuk serta kegiatan pendidikan Pesantren tersebut bisa dikatakan ketat. Untuk tingkatan mahasiswa (namun tetap bisa sambil kuliah di kampus sekitar Darus-Sunnah seperti UIN, IIQ, dan PTIQ), diantara materi yang harus dikuasai dan diuji adalah bahasa Arab (lisan maupun tulisan seperti kaidah tata bahasa Arab adalah diantara syarat utama yang harus dipenuhi); Ilmu Hadis, sampai kemampuan memecahkan masalah Fikih. Bahasa Inggris juga diantara yang diujikan, meski di tes Lisan.

Pasca wafatnya K.H. Ali Mustafa Yaqub di tahun 2016, kini kepemimpinan Pesantren dinahkodai sang putra, K.H. Zia Ul Haramein, Lc., M.Si. dan Dewan Asatidz yang merupakan alumni-alumni pertama Pesantren Darus-Sunnah.

Lebih dari 20 tahun berlalu, kini pesantren Darus-Sunnah memiliki dua unit pendidikan, tingkat mahasantri (setingkat mahasiswa) dan MTs/MA sederajat. Total santri seluruhnya, putra dan putri sudah mencapai lebih dari 300 orang.

Saat ini Darus-Sunnah sedang membutuhkan kontribusi dari berbagai pihak untuk memperluas pesantrennya yang semakin tidak mencukupi jumlah santri. Secara finansial, Pesantren membutuhkan dana 2,5 Miliar untuk membeli tanah yang tersedia di samping kompleks Pesantren Darus-Sunnah. Untuk mewujudkan itu, Darus-Sunnah mengajak saudara-saudara sekalian untuk menginfakkan sebagian hartanya dalam bentuk program Wakaf.

Bagi pembaca sekalian yang tergugah untuk terlibat dalam program Wakaf ini, penyaluran wakaf bisa juga melalui NU Care.

Bisa juga, secara langsung transfer dana Wakaf-nya ke beberapa rekening di bawah ini,

  1. Bank Muamalat Indonesia

No. Rekening: 390.000.2461 a.n. YAYASAN WAKAF DARUS-SUNNAH

  1. Bank Central Asia

No. Rekening 676.041.6876 a.n. YAYASAN WAKAF DARUS-SUNNAH

  1. Bank Banten

No. Rekening 014.600.5772 a.n. PONDOK PESANTREN DARUS-SUNNAH

Setelah melakukan transfer, para muhsiniin dapat mengkonfirmasi wakafnya ke beberapa nomor berikut,

– 0856-4977-7597 (Ust. Hasan Shobary)

– 0838-7481-7473 (Ust. TB. Hasan Basri)

Bagi yang berminat untuk menyebarkan kampanye investasi akhirat ini, teman-teman dapat menyebarkan campaign ini di sosial media dengan menggunakan tagar #yukberwakafdiDarsun atau #WakafTanahDarsun. Semoga bermanfaat, dan menjadi ladang amal jariyah untuk kita semua, Amiin.

BINXANG SYARIAH

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 11: Larangan dan Bahaya Perbuatan Body Shaming

Dewasa ini fenomena body shaming cukup marak terjadi. Pelaku body shaming bisa saja berasal dari kalangan orang terdekat atau orang yang tidak dikenal sama sekali. Sering kali terdengar kalimat candaan yang mengarah ke body shaming. Tidak sedikit juga yang dengan sengaja melontarkan kalimat-kalimat ejekan kepada orang yang memiliki penampilan fisik, yang menurutnya belum termasuk standar kriteria.

Misalnya, orang yang bertubuh gemuk dicerminkan dengan hewan yang berukuran besar, seperti sapi, kudanil, kingkong atau hewan besar lainnya. Tidak hanya orang bertubuh gemuk saja, orang yang bertubuh kurus, berkulit hitam, ataupun pendek, seringkali terdengar ejekan semacam itu tanpa memikirkan perasaannya. Dampak body shaming bagi korban antara lain, yaitu dapat menyebabkan gangguan makan, seperti bulimia nervosa, anorexia nervosa, dan binge.

Dalam sejarah umat Islam, body shaming pernah terjadi kepada istri Nabi Muhammad yaitu Ummu Salamah, yang diejek oleh istri-istri Nabi yang lain dengan mengatakan Ummu Salamah pendek. Al-Qur’an dan hadis dengan tegas telah menjelaskan beberapa kasus terebut walaupun tidak menyebutnya secara spesifik. Quraish Shihab dalam tafsirnya melarang tindakan body shaming baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, dan pelaku akan mendapat ganjaran berupa siksa dari Allah.

Dalam artikel ini penulis ingin memaparkan lebih jauh mengenai dampak, bahaya, dan larangan perbuatan body shaming ini, serta menjelaskan pandangan al-Qur’an mengenai body shaming.

Body Shaming Dalam Tinjauan Umum Dan Islam

Body shaming merupakan gabungan dari dua kata yaitu body (badan) dan shaming (mempermalukan). Body Shaming merupakan perilaku mengolok-olok fisik orang lain dengan mengomentari ukuran badan atau bentuk badan yang dianggap belum ideal.

Tindakan bullying terbagi menjadi dua yaitu bullying secara fisik dan bullying secara verbal. Bullying secara fisik meliputi mendesak, menampar, dan perbuatan yang menjurus kepada kekerasan fisik. Sedangkan body shaming termasuk ke dalam bullying bentuk verbal, yaitu dapat berbentuk mencela, mencaci, memaki, menertawakan, mengomentari, merendahkan, dan memanggil nama dengan sebutan yang buruk.

Jika dilihat dari sejarahnya, perilaku body shaming sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Nabi. Namun, beberapa pakar mengemukakan bahwa istilah body shaming muncul di Amerika Serikat pada tahun 1900-an. Saat itu, di Amerika Serikat banyak yang tertarik membeli kartu pos bergambar wanita dengan postur tubuh gemuk hanya untuk dijadikan sebagai bahan ejekan semata. Pada era 2000-an, istilah body shaming kembali ramai diperbincangkan, khususnya melalui media sosial. Tidak sedikit pengguna media sosial menjadi korban dari perilaku body shaming.

Jika dilihat dari perkembangannya, perempuan cenderung lebih beresiko menjadi korban body shaming dibandingkan laki-laki. Perilaku body shaming sulit untuk dihindari, hal tersebut disebabkan adanya konstruk pemikiran masyarakat yang memiliki standar kesempurnaan cukup tinggi. Devie Rahmawati, selaku pengamat sosial, mengemukakan bahwa perilaku body shaming disebabkan oleh hal-hal diantaranya, yaitu, pertama, budaya patron klien, yaitu budaya di mana orang yang mempunyai kekuasaan atau kekayaan berlebih, dan dikenal bisa melakukan apapun. Kedua, budaya patriarki, yaitu ketika perempuan dijadikan sebagai objek. Misalnya, perempuan cenderung menjadi bahan ejekan terkait tubuh. Dan ketiga, minimnya pengetahuan bahwa body shaming merupakan perilaku yang buruk.

Tafsir Q.S. al-Hujurat ayat 11 Mengenai Body Shaming

Adapun ayat utama yang menjadi objek body shaming adalah: Q.S. al-Hujurat [49]: 11

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa sahabat Ṣābit bin Qais yang selalu hadir pada majelis Rasulullah dan duduk di dekat Rasulullah agar mendengar kajian rasulullah dengan jelas. Hal tersebut dikarenakan pendengarannya terganggu. Suatu hari ia terlambat datang pada majelis tersebut dan ia berjalan dengan melangkahi punggung sahabat.

Wahidi dan dari Ibnu Abbas meriwayatkan tentang asbāb al-nuzūl ayat ini sesungguhnya ditetapkan pada Ṣābit bin Qais bin Samas, saat itu ia mendengarkan dan menghormati majelis Nabi Muhammad saw dan dalam majelis ini sahabat berkata: “Meluaslah pada majelis ini supaya beliau bisa duduk di dekat Nabi dan mendengarkan kajian pada mejelis ini.” Kemudian seorang laki-laki berkata: “Anda sudah membuatkerusuhan pada majelis ini, maka duduklah”. Kemudian Sabit berkata “siapa ini?”. Kemudian, laki-laki itu menjawab: “Saya Fulan”. Kemudian Sabit berkata: “anaknya Fulanah lalu disebutkanlah nama ibunya yang pada masa Jahiliyah menjadi bahan hinaan”. Kemudian seorang laki-laki itu merasa malu, sehingga dari kejadian itulah ayat tersebut turun.

Terdapat riwayat lain yang menyatakan bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan kecemburuan sebagian istri Nabi dengan Ummu Salamah. Kemudian, mereka menghina dengan mengatakan Ummu Salamah pendek, hal ini termasuk ejekan. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa istri Nabi, Aisyah pernah merasa cemburu dengan Shafiyah. Aisyah kemudian menghina Shafiyah karena memiliki tubuh yang pendek dengan isyarat.

Selain itu, Allah melarang perbuatan mencela orang lain, baik berupa al-Hamz (perbuatan) atau al-Lamz (ucapan). Selain itu ditegaskan bahwa larangan ini tidak hanya berlaku bagi laki-laki tetapi juga perempuan. Seorang wanita yang mencela wanita lain atau laki-laki yang mencela laki-laki lain sejatinya sedang merendahkan dirinya sendiri.

Dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 11 kata body shaming memang tidak disebutkan secara spesifik dalam ayat ini. Namun, jika dilihat dari konteks pemaknaan, menghina dan mengolok-olok termasuk ke dalam perilaku body shaming. Adapun tindakan body shaming sendiri tidak hanya berupa perkataan saja, tetapi menggunakan isyarat juga termasuk tindakan body shaming. Perilaku body shaming merupakan perilaku tercela meskipun dilakukan dengan niat main-main. Hal tersebut disebabkan dapat berpotensi melukai perasaan korban body shaming.

Penghinaan Terhadap Tuhan Dan Utusan-Nya

Penghinaan terhadap Tuhan dan utusan-Nya telah terjadi sejak nabi-nabi terdahulu. Penghinaan yang terdapat di sub kelompok ini memiliki ruang lingkup yang lebih luas, sebab penghinaannya meliputi terhadap entitas Tuhan, risalah Tuhan, dan utusan Tuhan. Ayat yang menjelaskan tentang penghinaan terhadap Tuhan dan utusanNya adalah Q.S. al-An’am: 10, Q.S. al-Anbiya’: 41, Q.S. as-Saffat: 12 & 14, Q.S. ar-Rum: 10, Q.S. Yasin: 30, dan Q.S. az-Zukhruf: 7. Ayat-ayat tersebut menjelaskan terkait pengolok-olokan Nabi terdahulu dan ancaman yang disampaikan oleh Allah berupa azab.

Q.S. al-An’am: 10 dan Q.S. al-Anbiya’: 41 turun ketika Allah swt menghibur hati Rasul-Nya yang tersakiti oleh gangguan yang dilakukan oleh kaum kafir. Dalamdiskursus ayat tersebut mengisahkan tentang penghinaan yang dilakukan oleh kaum kafir kepada Nabi sehingga hal tersebut menimbulkan sebuah intervensi dari Tuhan. Dengan demikian, hal ini dapat ditarik sebuah nilai insāniyyah, sosok Nabi sebagai manusia memiliki perasaan yang sama dengan manusia lain ketika dihina. Hal ini juga menjadi legitimasi bahwa penghinaan tidak hanya dapat menyakiti hati Rasul, namun juga dapat menyakiti hati manusia lainnya.

Secara tidak langsung, selain ayat tersebut menjelaskan terjadinya penghinaan pada masa lalu, namun ayat tersebut juga memiliki nilai keadilan. Sebab, orang yang menghina tentu akan mendapatkan balasan, baik itu di dunia atau di hari akhir. Adapun balasan bagi penghina di dunia saat ini adalah berupa pengucilan atau hukuman sosial.

Bentuk penghinaan lainnya juga disebutkan dalam Q.S. Hud: 38, ayat tersebut menjelaskan tentang Nabi Nuh yang dicemooh oleh kaumnya sebab intruksinya tentang akan datang banjir yang besar, ayat tersebut turun ketika kaum Nabi Nuh melewati dan melihat nabi Nuh sedang membuat kapal. Mereka melontarkan bermacam-macam pertanyaan dengan nada mengejek. Ejekan tersebut muncul karena mereka belum mengenal kapal dan bagaimana cara memakainya, termasuk Nabi Nuh. Dalam hal ini bentuk penghinaan difokuskan kepada dakwah yang disampaikan Nabi Nuh.

Dalam Q.S at-Taubah: 58 juga terdapat penghinaan, ayat ini turun saat Rasulullah saw membagikan sedekah, ayat tersebut menjelaskan tentang adanya celaan yang dilakukan orang munafik kepada Nabi Muhammad karena kebijaksanaan beliau membagikan zakat kepada orang yang kurang mampu. Mereka berusaha menghalangi perkembangan Islam dengan melontarkan tuduhan palsu terhadap Nabi Muhammad agar orang yang imannya masih lemah terpengaruh. Mereka menuduh Nabi Muhammad tidak bisa berlaku adil dalam pembagian zakat tersebut.

Larangan Body Shaming

Larangan mengenai perilaku body shaming secara tekstual dijelaskan dalam Q.S. al-Hujurat: 11. Dalam ayat tersebut Allah melarang kaum mukmin mengolok, mencela, dan memanggil dengan panggilan yang tidak baik terhadap kaum lain. Perilaku tersebut bertentangan dengan konsep fundamental Al-Qur’an yang menganjurkan untuk saling menjaga persatuan dengan cara menjaga perasaan orang lain. Selain itu, perbuatan body shaming juga dapat mengakibatkan renggangnya hubungan satu sama lain.

Kemudian, dalam Q.S. al-Hujurat: 12 dan Q.S al-Humazah: 1, menyebutkan larangan mengumpat, mencari kesalahan, dan menampakkan keburukan orang lain. Larangan tersebut selaras dengan perilaku body shaming yang tidak bisa dianggap remeh dampaknya, karena dapat mempengaruhi keadaan psikologis korban.

Ketiga ayat tersebut dengan keras melarang body shaming, meski tidak spesifik menyebutkan body shaming. Semakin jelas, dalam pelarangan ini menghadirkan haramnya perilaku body shaming. Dapat ditarik juga maksud dari pelarangan ini adalah agar manusia dihindarkan dari perilaku menghina, mencemooh, mengolok, dan mencela orang lain. Selain tidak membawa manfaat, perilaku body shaming dapat membuat keadaan masyarakat tidak kondusif. Suasana kondusifitas di masyarakat perlu untuk dikembangkan, sebab kondisi yang baik akan memberikan aura positif dalam perkembangan dan pertumbuhan masyarakat. Maka ayat di atas cukup menonjolkan dalam mengembangkan spirit nilai kemanusiaan.

ISLAMKAFFAH

Membedah Konsep Rezeki nan Indah

Melalui karyanya ini, Syekh Muhammad Mutawwalli Syarawi menjabarkan perihal hakikat rezeki

Sang pemegang kendali dan pembagi rezeki bagi umat manusia hanyalah Allah SWT. Sang Khalik telah menentukan rezeki setiap anak Adam yang hidup di muka bumi ini. Ada yang mendapat limpahan rezeki, tetapi banyak pula yang pundi-pundi rezekinya terbatas.

Kendati setiap orang selalu berharap dan berdoa agar senantiasa mendapat rezeki yang melimpah. Namun, tak ada yang bisa mengetahui kepastian mengenai rezeki. Soal kapan, di mana, dan jumlah rezeki yang akan diperoleh berada di luar batas kemampuan akal dan rasio manusia.

Upaya manusia untuk mengais rezeki pun sangat beragam. Ada orang yang bisa meraup jutaan atau bahkan miliaran rupiah dalam sekali tanda tangan.

Namun, banyak pula orang yang bekerja berat hanya mendapat belasan hingga puluhan ribu. Malah, tak sedikit orang yang pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.

Di balik setiap rahasia pasti terkandung hikmah. Syekh Muhammad Mutawwalli Sya’rawi, seorang tokoh yang piawai menafsirkan Alquran, dengan analisisnya yang tajam mencoba menuliskan hasil pemikiran dan renungannya terhadap satu dimensi utama manusia, yakni mencari rezeki.

Sang syekh menjabarkan hal ihwal rezeki yang kerap ditanyakan banyak pihak. Menteri Urusan Wakaf dan Al-Azhar Republik Arab Mesir periode 1976-1978 itu menulis kitab berjudul Tilka Hiya al-Arzaq. Sebuah risalah sederhana yang berusaha menguak hikmah di balik sejumlah fenomena menarik soal pencarian rezeki.

Tokoh kelahiran Daqadus, sebuah desa di Provinsi Daqahlia, Mesir, ini memulai kitabnya dengan deretan pertanyaan yang mungkin kerap dilontarkan tiap orang: mengapa manusia ditakdirkan memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda? Bukankah jika berkehendak, Allah pasti jadikan mereka dengan kapasitas dan kualitas diri yang sama?

Dengan adanya perbedaan, umat manusia bisa saling melengkapi satu sama lain.

Menurut Syekh Sya’rawi, di balik perbedaan tersebut ada manfaat dan hikmahnya. Allah SWT hendak menunjukkan dengan adanya perbedaan, umat manusia bisa saling melengkapi satu sama lain, sebagaimana malam yang membutuhkan siang, ujarnya.

Allah SWT berfirman dalam surah al-Lail (92) ayat 1-4: “Demi malam, apabila menutupi. Demi siang apabila terang-benderang. Demi penciptaan laki-laki dan perempuan. Sungguh usahamu memang beraneka macam.”

Menurut Syekh Sya’rawi, ayat itu menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan, lemah, dan kuat, mempunyai tugas dan peranan masing-masing. Adapun ayat keempat surah al-Lail, kata Syekh Sya’rawi, menunjukkan betapa usaha setiap manusia dalam menjemput rezeki amat beraneka ragam.

Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika kemampuan tersebut sama rata, tak akan ada lagi orang yang mau berprofesi sebagai pembantu, guru, tukang kebun, petani, ataupun nelayan. Syekh Sya’rawi menegaskan, dengan perbedaan itulah manusia saling melengkapi dan menguatkan.

Bersifat luas

Dalam perspektif Islam, menurut Syekh Sya’rawi, rezeki tak selalu identik dengan harta kekayaan. Rezeki Allah sangat luas. Prinsip ini kerap luput dari pemahaman umat. Mereka mengira Allah hanya memberi rezeki berupa uang, emas, perak, atau jenis kekayaan lainnya. Padahal, kata dia, hakikat rezeki itu amat luas.

Segala sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia dinamakan rezeki. Ilmu, akhlak, rupa yang cantik dan tampan, atau pangkat, semuanya itu dikategorikan sebagai rezeki yang diberikan oleh Allah, papar alumnus Universitas Al-Azhar itu.

Menurut dia, rezeki bisa dibagi ke dalam dua kutub besar: rezeki halal dan haram. Perbedaan antara keduanya sangat jelas. Rezeki haram manfaatnya tidak bertahan lama, akan habis dalam waktu sekejap. Sedangkan, rezeki yang halal, sekalipun manfaatnya sedikit di mata sebagian orang, tetapi sejatinya harta itu terus bertambah keberkahannya.

Syekh Sya’rawi mengajak umat Islam untuk merenungkan makna ayat ke-71 dari surah an-Nahl.

Syekh Sya’rawi mengajak umat Islam untuk merenungkan makna ayat ke-71 dari surah an-Nahl. Arti ayat itu: “Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki, sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?

Menurut figur yang pernah dinobatkan sebagai anggota komite tetap untuk konferensi keajaiban ilmu dalam Alquran dan Sunah Nabawi Organisasi Konferensi Islam itu, perbedaan tersebut dimaksudkan agar rezeki dapat mengalir ke individu dengan cara yang berbeda-beda.

Jika terjadi perbedaan rezeki, Allah akan memberikan haknya dalam bentuk yang lain. Hal ini karena, sekali lagi, rezeki bukan hanya uang semata, tetapi rezeki adalah segala sesuatu yang dirasakan manfaatnya oleh manusia.

Karena itu, bentuk rezeki yang diberikan Allah tidak terbatas. “Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS al-Baqarah [2]: 212).

Dalam ketentuan dan hitungan matematis, besaran output akan ditentukan oleh besaran input. Tetapi, itu tidak berlaku dalam konteks rezeki yang Allah berikan; Allah tidak memberikan batas. Bahkan, tak jarang Allah memberi rezeki di luar batas usaha yang telah ditempuh oleh seorang hamba—apa yang diperoleh bisa lebih banyak dari yang dikira dan telah diusahakan.

Sebagian Muslim lalu bersikap sinis dan terheran dengan rezeki lebih yang diterima oleh orang kafir. Tetapi, mengapa kaum Muslim itu tidak mencoba menghitung betapa besarnya nilai kebajikan yang Allah berikan kepada mereka?

Belum lagi rezeki berupa rasa nyaman yang dirasakan oleh hati. Terlebih jika mereka mengetahui bahwa hari pembalasan pasti akan tiba. Allah akan memberi balasan sesuai dengan keyakinan dan amal yang telah diperbuat selama di dunia (QS an-Nahl [16]: 96-97).

photo

Pentingnya qanaah

Menurut Syekh, di sinilah umat Islam perlu bersikap qanaah, menerima bagian yang telah diterima. Hidup akan tambah bermakna dengan sikap qanaah terhadap rezeki yang halal. Hendaknya menjaga etika jika melihat orang lain diberi rezeki lebih. Tidak ada yang tahu apa hikmah di balik pemberian yang berlimpah itu.

Tetapi, kata dia, perlu diperhatikan bahwa rezeki adalah ujian. Rezeki yang dianugerahkan tak boleh digunakan sebagai sarana untuk saling menyanjung atau menghina satu sama lain.

Kemuliaan bukan terdapat pada bertambahnya rezeki. Kemuliaan itu terletak pada sejauh mana ia mampu memanfaatkan sebaik-baiknya dalam pendayagunaan rezeki itu, ujar Syekh Sya’rawi. Minimnya rezeki yang diperoleh bukan berarti seseorang rendah dan hina.

Maka, tenanglah wahai mereka kaum miskin dhuafa. Allah tak akan menelantarkan hamba-Nya tanpa rezeki sedikit pun. Dan, bersikaplah hati-hati bagi mereka yang berkecukupan dan lebih rezekinya. Apa yang mereka peroleh adalah ajang ujian untuk mereka, tuturnya mengingatkan.

Simaklah surah al-Fajr (89): 14-15. “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Dia akan berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku’.”

REPUBLIKA