Dai Boleh Saja Berpolitik, Tapi Saat Berkampanye Wajib jaga Ukhuwah dan Tidak Memecah Belah

Dai atau penceramah boleh saja berpolitik. Tapi ada batasan-batasan dan norma harus dipahami bahwa tugas seorang dai adalah menjaga ukhuwah, kerukunan, dan persatuan.

“Sebagai manusia, menurut semua bebas berpolitik, termasuk dai. Namun  jangan sampai peran dai dalam berpolitik membuatnya lupa  tugasnya sebagai dai untuk menjaga persatuan dan persaudaraan umat,” kata Ketua MUI Bidang Dakwah KH Cholil Nafis.

Hal ini disampaikan Kiai Cholil dalam acara Silaturahim dan Halaqah Dakwah di Kantor Walikota Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2023) sore dengan tema “Urgensi Peran Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid dalam menjaga Ukhuwah di Tahun Politik”.

“Dai boleh saja berpolitik, boleh saja jadi jurkam, tapi ingat dalam berkampanye harus tetap jaga ukhuwah umat. Jangan sampai memecah belah umat dengan politik identitas,” ujar Kiai Cholil dikutip dari laman Republika.co.id, Kamis (24/8/2023).

Kiai Cholil berpesan kepada para dai agar tidak salah dalam memahami istilah politik identitas dan identitas politik.

“Politik identitas itu tidak boleh, karena politik identitas ini memecah belah unat dengan narasi politik kebencian baik dari segi suku, ras maupun agama. Adapun identitas politik itu adalah hak kita semua, kita boleh punya identitas kepartaian, identitas agama  atau lainnya,” ucap Kiai Cholil.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Muhammad Faiz Syukron Makmun yang menjadi pembicara kunci menyampaikan pentingnya para dai belajar pada masa lalu. Sehingga, menjelang Pemilu atau pada pelaksanaan Pemilu dan  pasca Pemilu 2024 nanti, tidak menyampaikan dakwah yang memecah belah umat.

Gus Faiz juga mengingatkan pentingnya para dai menjaga NKRI dari pihak-pihak yang menginginkan bentuk khilafah atau lainnya yang tidak sesuai dengan kesepakatan para pendiri bangsa.

”Adalah tugas para dai mendewasakan umat dalam berpolitik, sehingga perbedaan pilihan politik tidak menyebabkan perpecahan,” kata Gus Faiz, begitu akrab disapa.

Dia menjelaskan, adanya perbedaan pilihan politik ini karena pertimbangan kemaslahatannya berbeda. Sebagian meyakini kalau si A yang menjadi presiden akan maslahat. Sebagian lainnya juga meyakini kalau B yang menjadi  presiden maka akan membuat lebih maslahat.

“Jadi semua pihak harus memahami pilihan orang lain yang berbeda  jangan sampai mengkait-kaitkan prefensi politik dengan keimanan atau keislaman seseorang,” jelas Gus Faiz.

ISLAMKAFFAH

Rasulullah Keras terhadap Orang Kafir, Inilah Ayat yang Sering Disalahpahami Generasi Muslim Kini

Rasulullah mengajarkan umat Islam untuk berlemah lembut kepada sesama muslim dan keras kepada orang-orang kafir sebagaimana dalam Surat al-Fath [48] ayat 29 : Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” Demikian petikan pesan itu dibagikan untuk menegaskan sikap dan karakter umat Islam ketika berhadapan dengan orang kafir atau non muslim.

Dari pemahaman sepotong tersebut bahwa menjadi muslim yang sejati harus memiliki karakter yang keras terhadap orang kafir. Menunjukkan sikap yang tidak ramah dan selalu kaku. Kepada mereka tidak boleh lunak apalagi bekerjasama. Tidak ada ruang pertemanan dengan orang-orang kafir.

Petikan ayat 29 Al Fath: Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, seringkali meluncur di mimbar agama untuk memberikan semangat kepada jamaahnya agar tidak lunak dengan yang berbeda agama seperti orang kafir dan non muslim. Memang menggelegar, tetapi sesungguhnya miskin ilmu dan pemahaman terhadap al-Quran. Akibatnya, al-Quran menjadi tameng memupuk kebencian dan bersikap keras terhadap yang berbeda.

Pertanyaannya, bagaimana dengan ayat lain dalam al-Quran yang berbunyi : “Allah tidaklah melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS : Al Mumtahanah : 8). Apakah ayat umat Islam harus keras bertentangan dengan ayat umat Islam bisa berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang kafir dan non muslim?

Tentu mereka yang keukeuh dengan sikap keras akan menentangnya. Mereka akan bilang ayat Mumtahanah konteksnya berbeda, jangan disamakan dengan ayat al-Fath 29. Konteksnya berbeda. Inilah mestinya kata kuncinya.

Nah, jika konteksnya berbeda, maka memahami ayat harus sesuai dengan konteksnya dan diberlakukan dengan melihat konteks kekinian. Tidak boleh asal comot ayat kemudian disebarkan dan dipropagandakan membakar umat Islam untuk benci dan keras terhadap kafir dan non muslim di tempat dan waktu seperti saat ini.

Inilah salah kaprah memahami ayat 29 Surat Al Fath. Seolah Islam itu harus melakukan konfrontasi terus dengan yang namanya kafir, non muslim atau yang berbeda agama. Pemahaman ini dipegang oleh sebagian kecil generasi muda saat ini yang terlihat seolah militan, tetapi miskin asupan ilmu pengetahuan.

Karena itulah, mari kita pahami secara utuh (kaffah) agar tidak mudah mencomot ayat untuk pembenaran sikap yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Seolah umat Islam harus bersikap sangar saat ini kepada temannya yang berbeda agama, kafir dan non muslim. Pokoknya, jadi umat Islam harus memasang tampang sangar, judes, dan tidak usah menyapa kepada non muslim.

Inilah salah kaprah memahami ayat 29 Surat Al Fath. Seolah Islam itu harus melakukan konfrontasi terus dengan yang namanya kafir, non muslim atau yang berbeda agama. Pemahaman ini dipegang oleh sebagian kecil generasi muda saat ini yang terlihat seolah militan, tetapi miskin asupan ilmu pengetahuan. Pokoknya asal comot ayat dan hadist, tetapi tidak memiliki dasar ilmu. Satu-satunya dasar ilmu bagi mereka adalah terjemahannya.

Meluruskan Pemahaman Ayat

Memahami al-Fath [48] ayat 29 sebagai salah satu karakter Nabi dan para sahabat yang keras terhadap semua kafir bukan hanya salah pemahaman, tetapi berpotensi merusak citra Islam itu sendiri. Dalam sejarah praktek pengalaman hidupnya, Rasulullah kerap sekali mengadakan dialog, kerjasama, transaksi dan perjanjian dengan orang kafir atau non muslim. Sangat fatal jika dipahami Nabi sangat keras terhadap orang kafir dalam kondisi apapun.

Ayat 29 di atas harus dipahami dengan ilmu bukan dengan terjemahan belaka. Ayat tersebut turun dalam suasana ketegangan dan konfrontasi, bukan suasana damai sebagaimana Nabi membangun perjanjian Madinah dengan orang Yahudi. Konteks ayat tersebut karena Nabi beserta romobongan dihalang-halangi untuk melaksanakan ibadah haji oleh kafir Quraisy.

Dari proses ketegangan itulah muncul ayat tersebut dan keluarlah apa yang disebut dengan perjanjian damai hudaibiyah (Sulh Hudaibiyyah). Jika dibaca dalam perspektif para sahabat ketika itu, perjanjian itu justru menunjukkan lunaknya Nabi dan banyak para sahabat yang bersikap keras dan keberatan dengan perjanjian yang dianggap merugikan tersebut.

Imam Ibn Abbas generasi awal para penafsir al-Quran mengatakan ayat 29 tersebut berlaku untuk para sahabat yang mengalami peristiwa Hudaibiyah. Sahabat yang menyertai Nabi dalam khitab ayat tersebut adalah Abu Bakar, yang keras terhadap orang kafir adalah Umar, yang berkasih sayang sesama mereka adalah Ustman, dan yang rukuk dan sujud adalah Ali bin Abi Thalib.

Sejatinya, konteks ayat tersebut Nabi sedang mengalami ketegangan dengan orang kafir yang ingin menghalangi Nabi untuk melaksanakan Haji. Apa yang dilakukan Nabi bukan justru bersifat keras dan melakukan konfrontasi, tetapi justru melakukan kontrak perdamaian dengan orang kafir yang dikenal perjanjian Hudaibiyah.

Jika memahami konteks tersebut, sesungguhnya adalah serampangan dan salah fatal jika memotong ayat 29 dijadikan dalil agar umat Islam bersikap keras dan kaku terhadap non muslim di segala kondisi apalagi kondisi damai. Bukti kongkret adalah setelag Nabi menaklukkan Makkah dalam kondisi damai apa yang dilakukan Nabi terhadap kafir Quraisy?

Apa yang dilakukan Nabi bukan justru bersifat keras dan melakukan konfrontasi, tetapi justru melakukan kontrak perdamaian dengan orang kafir yang dikenal perjanjian Hudaibiyah.

Apakah Nabi bersikap keras terhadap orang kafir Quraisy dan melakukan balas dendam? Apakah dengan dalil di atas Nabi selalu menampakkan muka permusuhan dan keras terhadap orang kafir Quraisy?

Inilah yang tidak dipahami atau ditutupi oleh mereka yang menganggap ayat 29 itu sebagai pembenaran berlaku keras terhadap orang kafir. Ketika Rasulullah menaklukkan Makkah dan mempunyai kesempatan untuk melakukan balas dendam atas kekejian yang diterima Nabi dan pengikutnya di Makkah dahulu, Nabi justru menampakkan akhlak mulia terhadap orang kafir Quraisy. Nabi tidak seperti dipahami sepenggal ayat 29 itu dengan mengatakan Nabi keras terhadap orang kafir. Nabi memaafkan dan memerdekakan dan menjamin keamanan masyarakat Quraisy yang pernah mengusirnya.

Jadi, pemahaman sepenggal ayat 29 Al fath yang dipelintir sikap Nabi keras terhadap orang kafir dan karenanya umat Islam harus keras terhadap non muslim saat ini sungguh pemahaman yang salah. Menjadikan ayat tersebut agar kita tidak bergaul dengan ramah dengan yang berbeda agama di lingkungan Pendidikan, di kantor, di lingkungan masyarakat adalah kesalahan penafsiran dan pemenggalan ayat Tuhan dari makna sebenarnya.

ISLAMKAFFAH

Lima Bacaan Doa yang Dipanjatkan untuk Meminta Hujan

Sholat istisqa dilakukan untuk meminta hujan.

Ketika musim kemarau, sebagian wilayah biasanya akan dilanda kekeringan. Warga pun berharap akan segera turun hujan.

Bagi umat Islam ketika meminta hujan disunnahkan dengan sholat istisqa dua rakaat, lalu memohon doa turun hujan. Berikut beberapa bacaan doa yang dapat dipanjatkan untuk memohon turun hujan

Pertama,

وعن أنبي رضي الله عنه ( أن رجلا داخل المسجد يوم الجمعة، والتي صلى الله عليه وسلم قائم الطب فقال يا رسول الله هلكت الأموال وانقطعت السبل فادع الله عز وجل يُعلنا فَرَفَعَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ أَغِتْنَا اللَّهُمَّ أَعْثَنَا ) فَذَكَرَ الحَدِيثَ، وَفِيهِ الدُّعَاءُ بِإِمْسَاكِهَا مُتَفَقُ عليم

Dari Anas bahwa ada seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari Jum’at di saat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berdiri memberikan khutbah, lalu orang itu berkata: Ya Rasulullah, harta benda telah binasa, jalan-jalan putus, maka berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan kita hujan. Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah turunkanlah hujan pada kami, ya Allah turunkanlah hujan kepada kami.” Lalu dia meneruskan hadits itu dan didalamnya ada doa agar Allah menahan awan itu. Muttafaq Alaihi.

Kedua

وعن أنبي: ( أن عمر رضي الله عنه كان إذا فجعلوا يستشفي بالعباس بن عبد المطلب وقال اللهم إنا كنا لمستشفى اليان سينا السفينا، ولا تتوسل البلد يعم نينا فَاسْقِنَه فَيُسْقَوْنَ ) رود

الْبُخَارِيُّ

Dari Anas bahwa Umar Radliyallaahu ‘anhu bila orang-orang ditimpa kemarau ia memohon hujan dengan tawasul (perantaraan Abbas Ibnu Abdul Mutholib, la berdoa: Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu memohon hujan kepada-Mu dengan perantaraan Nabi kami, lalu Engkau beri kami hujan, dan sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan. Lalu diturunkan hujan kepada mereka. Riwayat Bukhari.

Ketiga,

وغن انبر قال: ( أصابنا ولكن مع رسول الله – صلى الله عليه وسلم نظر قَالَ فَخَره توند على أصابه من النظر وقال إنه حبيل عَهم بربها ) زود مُسلِم

Dari dia Radliyallaahu ‘anhu bahwa dia berkata: Kami bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah kehujanan, lalu beliau membuka bajunya sehingga badan beliau terkena hujan. Beliau bersabda: “Sesungguhnya hujan ini baru datang dari Tuhannya.” Riwayat Muslim.

Ketiga,

وعن عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا رأى المعرقل ( اللهم

ما نافعا ) أخرجة

Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bila melihat hujan, beliau berdoa: “Ya Allah curahkanlah hujan yang bermanfaat.”

Keempat,

وَعَنْ سَعْدٍ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم دَعَا فِي الِاسْتِسْقَاءِ: (اللَّهُمَّ جَلَّلْنَا سَحَابًا كثيف، قصيقا، فالوقد ضحوة المجرْنَا مِنْهُ رَنا القطار سجلا يا ذا الجلال والاكرام ) رواه أبو

عَوَانَةَ فِي صَحِيحِه

Dari Sa’ad Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa sewaktu memohon hujan: “Ya Allah ratakanlah bagi kami awan yang tebal, berhalilintar, yang deras, berkilat, yang menghujani kami dengan rintik-rintik, butir-butir kecil yang banyak siramannya, wahai Dzat yang Maha Agung dan Mulia. Riwayat Abu Awanah dalam kitab shahihnya.

Kelima,

وَعَن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ( خرج سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السلام يستسقي قرأى نملة مستلقية على ظهرها رافعة قويتهَا إِلَى السَّمَاءِ تَقُولُ اللَّهُمَّ إِنَّا خَلَقَ من خلقان ليس بنا على عن سقبا، فقال الجعوا لقد سقِيتُمْ بِدَعْوَةِ غَيْرَكُمْ) رَوَاهُ أَحمد

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Nabi Sulaiman pernah keluar untuk memohon hujan, lalu beliau melihat seekor semut terlentang di atas punggungnya dengan kaki- kakinya terangkat ke langit seraya berkata: “Ya Allah kami adalah salah satu makhluk-Mu yang bukan tidak membutuhkan siraman airmu. Maka Nabi Sulaiman berkata: Pulanglah, kamu benar-benar akan diturunkan hujan karena doa makhluk selain kamu.”

IQRA

Majelis Ilmu, Taman Surga di Dunia

Sunnah bagi Muslim bergabung jika dalam perjalanan menemukan majelis ilmu.

Surga menjadi tempat hamba-hamba Allah ta’ala yang beriman dan taat kepadaNya. Di dalamnya para penghuni surga memperoleh berbagai kenikmatan yang belum pernah dirasakan di dunia.

Namun, sejatinya di dunia pun ada tempat-tempat yang disebut sebagai taman-taman surga. Tempat itu adalah majelis-majelis ilmu.

Oleh karena itu, sunnah bagi seorang Muslim ketika mendapati dalam perjalanan menemukan ada majelis-majelis ilmu untuk sejenak ikut bergabung.

Keterangan ini sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan Imam Thabrani:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذَامَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْاقَالُوْ ايَارَسُوْلَ اللَّهِ ,وَمَارِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ مَجَالِسُ الْعِلْمِ.

Artinya: Nabi Muhammad ﷺ bersabda: Ketika lewat kalian di taman-taman surga, maka singgahlah. Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apa taman-taman surga itu? Rasulullah menjawab: taman-taman surga itu adalah majelis-majelis ilmu.

Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa majelis-majelis ilmu itu adalah tempat yang sangat baik yang ada di muka bumi. Karena Rasulullah pun mengibaratkan sebagai taman surga.

Sebab memang majelis-majelis ilmu adalah tempat bagi orang-orang yang mau menempuh jalan yang di ridhoi Allah mencapai surga. Orang yang mau duduk di majelis ilmu dan mendengarkan dengan seksama para ulama yang mengajarkan ilmu, niscaya akan memperoleh kunci meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

IQRA

Pesan Habib Umar bin Hafidz Jangan Malu untuk Bertaubat Meski Sering Kali Maksiat!

Habib Umar bin Hafidz sebagai salah satu wali Allah asal Yaman yang sangatlah terkenal di berbagai kalangan umat muslim dunia. Beliau merupakan wali yang amat kharismatik. 

Tak sedikit umat Islam yang berbondong-bondong ingin berjumpa dengannya. Momentum safari dakwah Habib Umar selalu dimanfaatkan untuk mendapat berkah dari keturunan Rasulullah SAW ini. Tak terkecuali oleh Faank vokalis Band Wali. Bahkan dirinya pun menyempatkan diri untuk bertanya kepada Habib Umar.

Faank menanyakan terkait tata cara umat muslim untuk mengatur tingkat keimanan. “Kami bekerja di dunia entertainment yang sangat dekat dengan kemaksiatan. Kami diberikan kesempatan untuk umrah dan haji, satu minggu sepulang umrah iman kami masih kuat, namun setelah itu seperti hilang”, ungkap Faank kala itu.

Menjawab pertanyaan tersebut, Habib Umar bin Hafidz pun menekankan supaya umat Islam tidak membenarkan segala bentuk kemaksiatan, walaupun di sekitar kita banyak yang bermaksiat. Habib Umar juga menjelaskan bahwa Allah SWT menyukai orang-orang yang bertaubat dan kembali kepada Allah SWT.

Sebagaimana firman-Nya dalam QS. At-Tahrim ayat 8 sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ يَوْمَ لَا يُخْزِى ٱللَّهُ ٱلنَّبِىَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَٰنِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَٱغْفِرْ لَنَآ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; 

sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At-Tahrim: 8)

Selaras dengan isi kandungan ayat tersebut, Habib Umar pun juga berpesan “Jika melakukan maksiat maka segeralah bertaubat. Jika kembali kepada laku maksiat lagi, maka segera bertaubat lagi, begitu seterusnya,” jelasnya.

Jadi sebanyak apapun kemaksiatan yang dilakukan seseorang maka akan ada selalu pintu taubat yang Allah SWT sediakan. Setan dengan segala cara akan terus mengajak kemaksiatan, oleh karena itu segera bertaubat dan terus bertaubat. Karena kita ketahui pula bahwa setan adalah musuh Allah SWT. Setan ingin menghinakan kita dan berpaling dari Allah SWT, maka hinakan setan kembali dengan cara bertaubat.

Selain itu Habib Umar bin Hafidz juga bercerita bahwa ada seorang ‘alim yang pernah dihina oleh orang lain. Alih-alih membalas dengan hinaan, Sang ‘Alim tersebut justru berkata kepada seseorang yang menghinanya, begini: “saya akan membuat kesal setan yang sudah memprovokasimu untuk menghina saya dengan cara saya maafkan engkau.”

Tak cukup berpesan itu saja, Habib Umar bin Hafidz juga tidak lupa memberikan amalan yang dapat kita semua lakukan untuk istiqomah membersihkan hati dari segala sesuatu yang dapat menjauhkan kita dari Allah SWT. “Hendaknya kita mengucapkan dzikir Allah… Allah sebanyak 66x setiap hari, membaca surat Al-Nas 7x setiap pagi dan sore, kemudian membaca ayat kursi 1x setiap shalat wajib,”  terang Habib Umar.

Kemudian di akhir sesi pertanyaan, Habib Umar bin Hafidz juga menyempatkan memberi kabar bahagia kepada Faank bahwa anaknya diterima di Darul Mustafa setelah menyelesaikan studi di Darul Idrus. Habib Umar bin Hafidz bahkan mempersilahkan Faank Wali untuk berkunjung ke Darul Mustafa kapan pun dia mau, Masyaallah Tabarakallah!

BINCANG SYARIAH

Tiga Ragam Jihad Menurut Pemikiran Syekh Hatim Al-Asham

Dalam tulisan ini, kami akan membahas tentang variasi jihad menurut pandangan ulama sufi, yakni Syekh Hatim Al-Asham. Konsep jihad atau usaha dalam Islam tidak hanya terbatas pada pertempuran melawan non-muslim di medan perang, tetapi juga memiliki dimensi yang lebih luas.

Syekh Hatim Al-Asham menyatakan, jihad itu ada tiga macam. Pernyataan Syekh Hatim Al-Asham ini, dikutip oleh Syekh Fariduddin Attar dalam karyanya Tadzkiratul Auliya‘ Juz 1, halaman 324. Adapun kutipannya tertera sebagai berikut:

الجهاد ثلاثة: جهاد في السرّ مع الشيطان إلى أن ينهزم، وجهاد في العلانية مع الفرائض إلى أن يؤدّيها، وجهاد مع أعداء الله تعالى وأعداء الدين إلى أن يقتل أو يُقتل

Artinya: Jihad itu ada tiga macam, jihad secara sembunyi-sembunyi yaitu memerangi setan hingga setan tersebut lari menjauh. Jihad secara terang-terangan, yaitu, berusaha melaksanakan berbagai kewajiban hingga terselesaikan. Jihad melawan musuh Allah dan musuh agama hingga dia berhasil membunuh musuh atau dia yang terbunuh.

Pemikiran Syekh Hatim Al-Asham di atas memberi wawasan mengenai tiga aspek yang harus kita hadapi. Tiga aspek ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang samar dan yang nyata. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Pertama, jihad dalam rahasia atau sembunyi-sembunyi, yaitu berjuang melawan godaan setan hingga setan itu menjauh. Bentuk jihad ini sangat menantang, karena hadirnya setan dalam kehidupan kita bersifat samar dan tak terlihat secara jelas.

Setan senantiasa berupaya menyesatkan manusia ke jalan kesesatan. Kami harus berjuang melawan rayuan setan agar dapat menjalani hidup dengan takwa. Hanya mereka yang menjalani hidup dengan takwa yang dapat mengatasi tipu daya setan. Kami perlu berlindung pada Allah agar terhindar dari pengaruh buruk setan.

Kedua, jihad secara terang-terangan, yaitu melaksanakan kewajiban agama. Bentuk jihad ini lebih mudah diwujudkan bagi mereka yang sungguh-sungguh berusaha. Allah memberikan tanggung jawab kepada kita, seperti shalat, zakat, dan haji. Jika kita mengabaikan tanggung jawab ini, konsekuensinya akan kita hadapi di akhirat.

Ketiga, jihad melawan musuh Allah dan musuh agama, hingga mencapai kemenangan atau gugur sebagai syuhada. Bentuk jihad ini adalah usaha untuk mempertahankan agama Allah dengan melawan non-muslim atau musuh agama.

Jihad ini melibatkan risiko nyata, yaitu menghadapi musuh Allah, dan jika seseorang gugur dalam pertempuran ini, ia akan mendapatkan status syahid dengan pahala yang besar. Wallahu A’lam Bishawab.”

BINCANG SYARIAH

Doa Rasulullah Memohon Keberkahan Hari Jumat

Berikut ini adalah doa Rasulullah memohon keberkahan hari Jumat. Umat Islam mengenal hari Jumat sebagai hari yang istimewa. Dalam ajaran agama kita Jumat juga dikenal sebagai Sayyidul Ayyam atau rajanya hari.

Oleh karenanya Jumat merupakan hari yang penuh berkah bagi umat Islam. Maka dari itu di hari yang penuh berkah ini hendaknya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh umat muslim.

Bahkan sejak zaman dahulu Rasulullah SAW, telah mengajarkan umatnya untuk memperbanyak amalan hari Jumat agar mendapat berkah sekaligus pahala. Pada hari yang mulia tersebut, Allah SWT juga telah menjanjikan pahala yang berlipat ganda kepada setiap umat-Nya yang menjalankan perintah-Nya. 

Dalam riwayat, Nabi Muhammad selalu membaca doa khusus di hari yang mulia dan penuh keutamaan ini. Bahkan doa ini menjadi rutinitas yang selalu dibaca setiap pagi oleh Rasulullah. Selain itu, ada beberapa bacaan surat pendek menurut Imam Ghazali yang baik dibaca di hari Jumat. 

Meski sederhana, beberapa bacaan doa hari Jumat ini dapat memberikan manfaat kebaikan serta perlindungan bagi siapa saja yang mengamalkan. Berikut beberapa bacaan doa hari Jumat beserta artinya yang bisa diamalkan dari para ulama.

Doa Rasulullah Memohon Keberkahan di Hari Jumat

Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah saw. rutin membaca doa setiap pagi di hari Jumat. Doa singkat ini dibaca sebanyak tiga kali, sebagai amalan yang mudah dilakukan, tetapi memberikan manfaat dan keutamaan yang besar. Berikut bacaan doa hari Jumat anjuran Rasulullah, yang bisa dipraktikkan:

أسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذي لَا إِلهَ إِلاَّ هُوَ الحَيَّ القَيُّوْمَ وأَتُوْبُ إلَيْهِ

Artinya: “Aku memohon ampun kepada Allah, Zat yang tiada tuhan selain Dia yang maha hidup, lagi maha tegak. Aku bertobat kepada-Nya.”

Selain bacaan doa hari Jumat anjuran Rasulullah, ada pula beberapa bacaan surat pendek menurut Imam Al Ghazali yang baik dibaca di hari Jumat. Menurut Imam Al Ghazali dalam Bidâyatul Hidâyah, selepas salat, sebelum mulutnya mengucapkan apa pun, Rasulullah menganjurkan umat muslim untuk mengamalkan bacaan-bacaan berikut:

Surah Al-Fatihah sebanyak tujuh kali

Surah Al-Ikhlas sebanyak tujuh kali

Surah Al-Falaq sebanyak tujuh kali

Surah An-Nas sebanyak sebanyak tujuh kali

Beberapa bacaan surat pendek tersebut dapat menjadi benteng yang memberikan perlindungan pada seseorang dari gangguan setan. Bahkan dikatakan, perlindungan ini berlaku dari hari Jumat hingga Jumat berikutnya. Selain empat surat pendek tersebut, ada bacaan doa hari Jumat lain yang baik diamalkan, yaitu sebagai berikut:

“Allâhumma yâ ghaniyyu yâ hamîd, yâ mubdi’u wa yu‘îd, yâ rahîmu yâ wadûd. Aghninî bi halâlika ‘an harâmik, wa thâ‘atika ‘an ma‘shiyatik, wa bi fadhlika ‘an man siwâka.”

Artinya: “Ya Allah, Yang Maha Kaya, Maha Terpuji, Maha Pencipta, Maha Kuasa Mengembalikan, Maha Penyayang, dan Maha Kasih. Cukupi aku dengan harta halal-Mu, bukan dengan yang haram. Isilah hari-hariku dengan taat kepada-Mu, bukan mendurhakai-Mu. Cukupi diriku dengan karunia-Mu, bukan selain-Mu.”

Seperti disebutkan di atas, hari Jumat adalah hari yang mulia sehingga dianjurkan bagi setiap umat muslim untuk memperbanyak amalan sunnah.

Dalam hal ini, Rasulullah saw. menganjurkan umat Islam untuk banyak membaca doa, melaksanakan shalat Jumat, membaca doa wirid, hingga bersedekah di hari Jumat. Meski berbagai amalan ini juga baik dilakukan di hari-hari lain, akan lebih baik dilakukan di hari yang tepat dan paling utama, yaitu hari Jumat.

Selain itu, Nabi Muhammad menganjurkan umat Islam untuk membiasakan diri membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas sebanyak tujuh kali selesai salat Jumat. Selanjutnya, bacaan selawat juga baik diamalkan selama hari Jumat untuk mengingat Allah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Terakhir, Nabi Muhammad. menganjurkan semua umat muslim untuk menjalin silaturahmi yang baik kepada sanak saudara, seperti mengunjungi saudara yang sedang sakit atau sedang ditimpa musibah, membantu proses penyelenggaraan jenazah, hingga menghadiri acara pernikahan sanak saudara, rekan maupun tetangga.

BINCANG SYARIAH

Amalan dari Habib Umar Agar Istiqamah dalam Keimanan

Berikut ini adalah amalan dari Habib Umar bin Hafidz agar istiqamah di dalam keimanan. Amalan ini agar seorang muslim taat dan senantiasa wafat dalam keimanan.  

Biografi Singkat Habib Umar bin Hafidz

Sayyidil Habib Umar bin Hafidz adalah ulama kharismatik asal Tarim Hadramaut Yaman. Beliau adalah mudir atau pimpinan Ma`had Darul Musthafa yang banyak melahirkan ulama besar bahkan di bumi Nusantara ini. 

Habib Umar memiliki hafalan seribu lebih hadist lengkap dengan sanad dan matannya. Maka tak pelak jika beliau mendapat gelar Al-hafidz yaitu penghafal ribuan hadist. Sebagai seorang Ulama yang pendakwah tentu beliau sering kali memberikan nasihat kepada umat untuk bisa menjadi pribadi yang benar-benar bertakwa. 

Tak hanya yang dewasa kaula muda pun beliau dekati dengan nasihat-nasihat yang menyejukkan. Berikut ini adalah amalan dari beliau yang diijazahkan oleh beliau saat mengisi salah satu rangkaian acara rihlah beliau bersama para influencer dan seniman di Indonesia.

Amalan dari Habib Umar Agar Istiqamah di Dalam Keimanan

Menurut Habib Umar, kita sebagai umat muslim sepatutnya senantiasa menjaga kuliatas keimanan kita. Oleh karenanya, telah menjadi keharusan untuk terus memperbaharui keimanan kita ketika mulai redup karena maksiat yang dilakukan. Sehingga kita bisa kembali istiqamah di jalan keimanan kepada Allah Swt.Berikut ini amalan yang di ijazahkan oleh Habib Umar agar tetap istiqamah di dalam keimanan.

Pertama, melanggengkan bacaan zikir dengan lafal lafdhul jalalah sebanyak 66x.

66x االله 

Kedua, istiqomah membaca Surat An-Nas sebanyak tujuh kali setiap pagi dan sore.

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ(1). مَلِكِ النَّاسِۙ(2). اِلٰهِ النَّاسِۙ(3). مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ(4). الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ(5).

Artinya; “Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia,(1). Raja manusia,(2). Tuhannya manusia (3). Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, (4). Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (5).

Ketiga, membaca ayat kursi setiap selesai shalat fardhu sebanyak satu kali (1x).

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ.

Artinya; “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. 

Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Demikian penjelasan mengenai amalan dari Habib Umar agar istiqamah di dalam keimanan. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Salatlah dengan Khusyuk dan Tumaninah, Jangan Mencuri Salat!

RASULULLAH Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Yang pertama-tama diangkat dari umat ini ialah khusyuk, sehingga tidak terlihat seorang pun yang khusyuk. (HR. Ahmad dan Thabrani). Juga dalam hadis yang lain disebutkan, “Salatlah sebagaimana engkau melihat aku salat.”

Tumaninah artinya diam atau tenang. Adapun tumaninah dalam salat adalah diam, tenang atau menghentikan seluruh gerakan tubuh yang lamanya minimal seukuran membaca subhanallah sebanyak satu kali. Oleh karena itu, jika ingin melamakan tumaninah, tergantung diri masing-masing.

Tumaninah ketika kita mengerjakan salat adalah bagian dari rukun salat. Tidak sah salat kalau tidak tumaninah.

Para ulama mengambil kesimpulan dari hadis ini bahwa orang yang rukuk dan sujud namun tulangnya belum lurus, maka salatnya tidak sah dan dia wajib mengulanginya, sebagaimana Nabi Saw. yang berkata kepada orang yang tata cara salatnya salah ini.

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, “Sesungguhnya seorang lelaki memasuki masjid, kemudian salat. Selanjutnya, ia menghadap dan memberi salam kepada Rasulullah Saw., dan Nabi pun membalas salamnya. (Lalu) Nabi bersabda, Kembalilah, dan kerjakan shalat, karena kamu belum mengerjakan shalat.”

Lelaki itu pun mengulangi salatnya kembali. Setelah selesai salatnya, ia kembali menghadap. Rasulullah pun lalu memerintahkannya untuk kembali berbuat seperti itu tiga kali. Selanjutnya, seorang lelaki tersebut mengatakan, “Demi Allah yang mengutusmu dengan seluruh kebenaran, bahwa aku tidak mampu lagi mengerjakan yang lain.

Jawab Rasul Saw, “Apabila kamu hendak menjalankan salat, maka sempurnakanlah wudu, lalu menghadap kiblat, lalu bacalah takbir (takbiratul-ihram), lalu bacalah ayat-ayat al-Qur’an yang gampang menurut kamu. Lalu rukuklah hingga tumaninah dalam rukuk, lalu bangkitlah kamu hingga lurus, lalu sujudlah kamu sampai duduk tenang. Lalu sujudlah sampai kamu sujud tenang, lalu bangunlah hingga bangkit tegak. Lalu, kerjakanlah shalat cara seperti itu pada semua salat-salatmu.”

Jika kita rukuk dan sujud, jangan sekali-kali kita melupakan tumaninah. Jangan hendaknya menjadikan salat kita seperti ayam mematuk padi. Salat seperti itu tidak sah, karena tidak ada tumaninah. Sedang tumaninah di dalam rukuk, Iktidal, kedua sujud, dan duduk di antara keduanya adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan di dalam salat. Baik shalat fardhu maupun sunnah.

Sholat tanpa tumaninah adalah batal. Orang yang tidak menyempurnakan rukuk, sujud dan khusyuk di dalam salatnya adalah orang yang mencuri shalat.

Dalam hal ini Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Salat itu laksana timbangan. Barang siapa yang memenuhinya, maka ia akan menerima pahala secara penuh. Sedangkan barang siapa yang meringankannya, maka ia telah mengetahui firman Allah Swt, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang curang.” (QS. Al-Muthaffifin, 83:1).

Sebab, bagi orang yang dalam salatnya tidak menyempurnakan rukuknya, sujudnya, dan kekhusyukannya, disebut sebagai pencuri yang paling buruk. Kita dianggap sebagai pencuri yang paling buruk karena kita mencuri di rumah Allah SWT. Padahal kita sedang berdiri di hadapan-Nya, tidak ada tirai manapun antara diri kita dan Rabbnya. Sebab tujuan salat adalah khusyuk dan hadirnya hati, sedang pahalanya tergantung kepada kedua hal tersebut.

Kita menjadi pencuri yang paling buruk karena pencuri harta dunia memanfaatkan dan bersenang-senang dengan harta yang dicurinya. Sedangkan kita mencuri pahala yang seharusnya menjadi milik kita sendiri dan menukarnya dengan hukuman di akhirat.

Rasulullah shallallahu Alaihi wasallam telah bersabda, “Apabila seseorang mengerjakan shalat dengan baik dan menyempurnakan rukuk serta sujudnya, niscaya salat berkata, “Semoga Allah memelihara dirimu seperti engkau memelihara diriku”, lalu salat itu dinaikkan (diterima). Dan apabila seseorang mengerjakan salat dengan buruk serta tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya, maka salat berkata, “Semoga Allah menyia-nyiakan dirimu sebagaimana engkau menyia-nyiakan diriku”, lalu salat itu digulung seperti pakaian yang lapuk digulung, kemudian salat itu dipukulkan ke muka pelakunya.” (HR. ath-Thayalisi melalui Ubadah ibnush Shamit r.a.).

Hadis ini menerangkan tentang keutamaan ibadah salat. Disebutkan bahwa salat yang dikerjakan dengan baik dan mendoakan pelakunya dengan doa yang baik pula, sedangkan salat yang dikerjakan dengan buruk, maka salat itu akan mengutuk pelakunya, yang digambarkan oleh hadis ini bahwa salatnya digulung seperti kain yang sudah lapuk, lalu dipukulkan kepada muka pelakunya. Atau dengan kata lain, salat tersebut kelak akan menimbulkan mudarat kepada pelakunya karena ia menyia-nyiakannya.

JABAREXPRESS

Perbedaan Fakir dan Miskin: Fatwa Ulama Menurut Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Fadhilatus syeikh, apa perbedaan miskin dan fakir? Apakah masing-masing mereka wajib zakat, maksud saya mereka berhak menerima zakat?

Jawaban:

Perbedaan fakir dan miskin adalah jika keduanya disebut bersamaan, maka fakir adalah kelompok yang lebih membutuhkan dibandingkan miskin. Oleh karena fakir dari diambil dari kata الفقر yang artinya kehampaan atau kekosongan. Contohnya adalah perkataan,

هذه أرض قفر أي ليس بها نبات

Hamparan bumi ini kosong. Maknanya adalah tidak ada tetumbuhan di sana.”

Fakir adalah orang yang tidak memiliki sedikit pun (harta, pent) atau jika memiliki, belum mencukupi setengah dari kebutuhannya. Bukan orang yang memiliki sesuatu yang belum sempurna atau lebih dari setengah dari kebutuhannya.

Adapun miskin diambil dari kata سكن يسكن (menempati), karena golongan miskin memiliki sifat yang rendah disebabkan kekurangan apa yang ada di tangannya.

Jika keduanya disebutkan bersamaan, maka inilah perbedaan makna keduanya.

Adapun jika disebutkan terpisah, maka maknanya satu. Contohnya kalimat “Bersedekah kepada para fakir” atau “Bersedekah kepada orang miskin”, maka makna keduanya sama. Fakir ditafsirkan di sini dengan kelompok yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan untuk keluarganya selama satu tahun penuh. Sedangkan miskin juga ditafsirkan dengan tafsiran yang sama.

Oleh karena itu, kita katakan bahwa keduanya (fakir dan miskin) itu adalah:

إنهما كلمتان إذا اجتمعتا تفرقتا، وإذا تفرقتا اجتمعتا

Keduanya adalah dua kata yang jika bertemu, mereka berpisah, sedangkan jika berpisah, maka mereka bersatu.

Semisal dengan Islam dan iman, yang jika disebutkan bersamaan, maka iman adalah apa yang ada di dalam hati, Islam adalah apa yang tampak (jawarih).

Dan jika dikatakan, “Islam bermakna umum.”, maka maknanya mencakup amal jawarih (anggota badan) dan amal hati. Begitu pula, jika dikatakan dia mukmin, seperti pada ayat تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ (memerdekakan budak mukmin), maka mukmin mengandung makna Islam dan iman.

Oleh karena itu, dalam bahasa Arab disebutkan,

إن الكلمتين تطلقان فيكون لهما معنى عند الانفراد ومعنى عند الاجتماع

Jika dua kata terpisah dilihat secara mutlak, maka (berlaku kaidah), ‘Ia memiliki makna (tersendiri) ketika (disebutkan) sendiri dan makna (tersendiri) ketika bergabung (disebutkan bersamaan).’”

Baca juga: Sayangilah Anak Yatim dan Orang Miskin!

Anda menanyakan, “Apakah sedekah dapat diberikan kepada orang miskin?” Tentu bisa, sedekah disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firmannya,

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Fakir dan miskin merupakan kelompok yang diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhannya. Dan amil adalah orang yang mengambil zakat karena adanya kepentingan kita kepada mereka (amil). Karena amil itu berkewajiban mengambil zakat dari masyarakat, lalu membagikannya kepada masyarakat.

Orang yang dilunakkan hatinya (mualaf) diberikan zakat untuk kebutuhannya atau kebutuhan kita kepada mereka. Jika yang dimaksud untuk menguatkan iman mereka, maka itu adalah kebutuhan mereka. Adapun agar terhindar dari kejahatan mereka, maka hal ini adalah kebutuhan kita atas mereka. Maksudnya adalah untuk menghalau keburukannya.

Memerdekakan hamba sahaya diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Gharim (orang berutang) diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhannya juga. Atau kebutuhan kita kepada mereka, seperti mereka dihukum denda untuk memperbaiki sesuatu.

Orang yang berjihad di jalan Allah diberikan zakat untuk kebutuhannya dan kebutuhan kita kepada mereka. Orang yang berperang diberikan zakat agar menguatkannya di saat perang. Karena dalam kondisi ini mereka sangat butuh harta, sedangkan manusia membutuhkannya untuk menjaga agama.

Orang yang dalam perjalanan (musafir) adalah mereka yang mendapat rintangan di perjalanannya, diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Itulah golongan yang dapat menerima zakat. Tidak boleh memberi zakat kepada golongan selain mereka sebagaimana yang Allah Ta’ala wajibkan,

فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“…sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA

Sumber:

Diterjemahkan dari https://binothaimeen.net/content/8859

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86948-perbedaan-fakir-dan-miskin.html