5 Rahasia Rasulullah Jarang Sakit yang Patut Dicoba agar Senantiasa Sehat

Rasulullah saw bukan hanya sebagai panutan dalam beribadah, bahkan kehidupannya pun patut untuk ditiru.

Dalam sebuah riwayat disebutkan jika kegiatan Rasulullah saw tidak jauh dari masjid, rumah, dan kegiatan sosial. Misalnya saja berdakwah, membantu pekerjaan istri, hingga memimpin peperangan.

Meski setiap hari senantiasa sibuk dengan berbagai macam aktivitas, namun Rasulullah saw sendiri diketahui jarang sakit.

Menurut beberapa sirah dikatakan jika sepanjang hidupnya Rasulullah saw pernah sakit hanya dua kali saja yakni saat menerima wahyu pertama kali dan menjelang akhir hayatnya.

Lantas mengapa Rasulullah saw jarang sakit? Setidaknya ada 5 rahasia mengapa Rasulullah saw jarang sakit sepanjang hidupnya.

  1. Bangun Malam Sebelum Subuh

Sebagaimana yang sudah diketahui, jika Rasulullah saw senantiasa bangun sebelum subuh. Shalat malam serta dzikir merupakan kegiatan yang biasa Rasulullah saw lakukan untuk menunggu waktu subuh.

Selain sunnah Rasul, ternyata bangun malam dalam Islam mempunyai keutamaan khusus. Bahkan dalam QS. Al-Muzammil ayat 6, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk bangun malam dan mengerjakan shalat.

“Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil ayat 6).

  1. Sering berjalan Kaki

Selain berolahraga, Rasulullah saw juga senantiasa sering berjalan kaki. Bahkan Nabi mengatakan jika jalan kaki merupakan salah satu aktivitas yang baik untuk mengobati diri.

Dalam riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik aktivitas untuk mengobati diri adalah mengobati diri melalui hidung, melalui mulut, bekam, dan Al-masy.”

Al-masy artinya berjalan kaki yang khasiatnya menurut medis dapat mengurangi berbagai macam penyakit diantaranya obesitas, melancarkan peredaran darah, dan beragam manfaat lainnya.

  1. Menjaga Asupan dan Pola Makanan

Rahasia mengapa Rasulullah saw jarang sakit selanjutnya adalah karena Nabi senantiasa menjaga asupan dan pola makan.

Selain senantiasa makan makanan dan minum minuman yang bergizi, Rasulullah saw juga selalu menerapkan adab saat makan dan minum.

Misalnya saja Nabi tidak pernah makan secara berlebihan dan juga tidak tergesa-gesa baik saat makan maupun minum.

“….Cukuplah bagi seorang anak Adam beberapa suap makanan yang dapat menegakkan punggungnya. Jika dia harus makan, hendaklah sepertiga (dari perutnya) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk udara.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim).

  1. Menjaga Pola Tidur

Rahasia Rasulullah saw jarang sakit yang keempat adalah Nabi Muhammad saw selalu menjaga pola tidur.

Sebagaimana yang sudah diketahui, Rasulullah hanya tidur kurang lebih 5 sampai 6 jam dalam sehari.

Selain tidur setelah Isya jika tidak ada kepentingan yang serius, Rasullah saw juga senantiasa tidur sebentar di waktu qailulah, yaitu pertengahan siang sebelum masuk waktu dzuhur.

Waktu qailullah pun tidak lama yakni hanya 15 sampai 20 menit saja dengan tujuan agar bisa kembali segar dan bisa menjalankan aktivitas selanjutnya.

5. Rajin Puasa Sunnah dan Bersedekah

Terakhir, mengapa Nabi Muhammad saw jarang sakit karena Rasul rajin puasa sunnah dan bersedekah.

Sebagaimana yang sudah diketahui, jika puasa banyak sekali manfaatnya diantaranya menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah.

Selain puasa 3 hari setiap bulan (Ayyamul Biidh), Rasulullah saw juga sering melakukan puasa sunnah pada hari Senin dan Kamis.

Sedangkan Yusuf Qaradhawi menyebutkan jika berpuasa dapat membersihkan hati dan berbagai penyakit.

Selain itu, sedekah juga bisa membuat seseorang terhindar bahkan bisa menyembuhkan dari penyakit.

Itulah 5 rahasia Rasulullah saw jarang sakit yang patut dicoba oleh umat Islam agar senantiasa sehat. Wallahu ‘alam bhissawab.

ISLAM KAFFAH

Bagaimana Orang Awam Menyikapi Perbedaan Pendapat Ulama?

Pertanyaan:

Bagaimana semestinya orang awam menyikapi perbedaan pendapat di antara ulama?

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Dalam menyikapi khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara para ulama, hendaknya kita berusaha menimbangnya dengan dalil. Allah ta’ala berfirman:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa: 59).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ

“Tentang sesuatu yang kalian perselisihkan maka kembalikan putusannya kepada Allah” (QS. Asy-Syura: 10).

Dari Al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Sesungguhnya sepeninggalku akan terjadi banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa ar rasyidin. Peganglah ia erat-erat, gigitlah dengan gigi geraham kalian” (HR. Abu Daud no.4607, Ibnu Majah no.42, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud).

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah mengatakan: “Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah itu menghilangkan permusuhan dan perselisihan. Karena tidak ada orang (Muslim) yang menolak Al-Qur’an. Maka jika Anda katakan kepada seseorang: Ambil saja pendapat imam Fulan atau ulama Fulan, ia tidak akan merasa tenang. Namun jika Anda katakan kepadanya: Kembalilah kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, jika ia memiliki iman, maka pasti ia akan merasa tenang dan akan rujuk” (Syarah Al-Ushul As-Sittah, hal. 21).

Beliau juga mengatakan: “Wajib bagi kita semua untuk bersatu di atas Al-Qur’an dan As-Sunnah. Perkara yang kita perselisihkan, kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, bukan malah kita saling bertoleransi dan membiarkan tetap pada perbedaan. Bahkan yang benar adalah kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Pendapat yang berkesesuaian dengan kebenaran, kita ambil, pendapat yang salah maka kita tinggalkan. Itulah yang wajib bagi kita, bukan membiarkan umat tetap pada perselisihan” (Syarah Al-Ushul As-Sittah, hal. 24).

Maka dakwah yang mengajak untuk membiarkan umat taqlid pada pendapat madzhab masing-masing, ormas masing-masing, partai masing-masing mempersilakan memilih pendapat mana saja, ini adalah dakwah yang keliru. Syaikh Shalih Al-Fauzan melanjutkan: “Adapun yang mengatakan: ‘biarkan mereka mengikuti pendapat madzhab masing-masing, biarkan mereka mengikuti akidah mereka masing-masing, setiap orang bebas berpendapat dan menuntut kebebasan berkeyakinan dan berpendapat’, ini adalah kekeliruan. Yang Allah larang dalam firman-Nya (yang artinya): ‘berpegang-teguhlah pada tali Allah kalian semuanya, dan janganlah berpecah-belah‘ (QS. Al Imran: 103). Maka wajib bagi kita untuk bersatu di atas Kitabullah dalam menyelesaikan perselisihan di antara kita.” (Syarah Al-Ushul As-Sittah, hal. 18).

 Adapun orang awam yang tidak tahu dalil dan tidak bisa memahaminya, maka ia boleh taqlid kepada fatwa ulama atau kepada pendapat madzhab. Selama ia belum mengetahui ilmunya. Ia boleh taqlid pada pendapat ulama yang ia yakini ilmunya dan diyakini ulama tersebut istiqamah berpegang pada dalil yang shahih. Bukan sekedar mengikuti pendapat yang enak dan mudah. Allah ta’ala berfirman:

فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا

“Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu sehingga kalian akan menyimpang dari kebenaran” (QS. An-Nisa: 135).

Sulaiman At Taimi rahimahullah berkata,

لَوْ أَخَذْتَ بِرُخْصَةِ كُلِّ عَالِمٍ ، أَوْ زَلَّةِ كُلِّ عَالِمٍ ، اجْتَمَعَ فِيكَ الشَّرُّ كُلُّهُ

“Andai engkau mengambil pendapat yang mudah-mudah saja dari para ulama, atau mengambil setiap ketergelinciran dari pendapat para ulama, pasti akan terkumpul padamu seluruh keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya, 3172).

Adapun ketika ia memahami dalil dan ia sudah mengetahui ilmu, maka ia tidak boleh taqlid buta kepada pendapat ulama atau pendapat madzhab yang menyelisihi dalil. Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan:

“Ini tergantung kondisi masing-masing orang. Orang awam dan penuntut ilmu pemula mereka hanya bisa sebatas taqlid kepada ulama yang mereka percayai ilmunya dan ketaqwaannya. Maka boleh bagi dia untuk taqlid kepada salah satu madzhab yang merupakan madzhab Ahlussunnah.

Adapun muta’allim (orang yang serius belajar agama), yang ia memiliki kemampuan untuk menilai mana pendapat ulama yang kuat dan mana pendapat yang lemah, maka wajib baginya untuk memilih pendapat yang ditegakkan dengan dalil dari pendapat-pendapat para imam madzhab yang empat ataupun ulama yang lain. Orang yang demikian wajib mengamalkan dalil, karena ia memiliki kemampuan untuk itu.

Adapun manusia secara umum, mereka berbeda-beda keadaannya, tidak hanya berada pada satu tingkatan saja. Maka taqlid tidak diharamkan secara mutlak dan tidak diwajibkan secara mutlak. Namun yang tepat adalah sesuai dengan kondisi masing-masing orang. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Bertanyalah kepala ahludz dzikr (ahli ilmu) jika engkau tidak mengetahui” (QS. Al-Anbiya: 7).

Oleh karena itu, tidak boleh seseorang mengambil pendapat ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya atau sesuai dengan seleranya. Sehingga ia mencari-cari pendapat yang ringan dan mudah yang tidak ditegakkan dengan dalil. Karena mereka hanya ingin menuruti selera dan hawa nafsunya. Ini tidak diperbolehkan.

Yang semestinya dilakukan adalah memilih pendapat ulama yang ditegakkan dengan dalil jika ia memiliki kemampuan untuk menimbang kuat-lemahnya pendapat” (Majmu’ Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 2/704).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufiq.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/42910-bagaimana-orang-awam-menyikapi-perbedaan-pendapat-ulama.html

Air Tinggal Sedikit; Apakah Minum atau wudhu Dahulu? 

Jika air tinggal sedikit, apakah minum atau wudhu dahulu? Pasalnya, di era kemarau seperti saat ini, banyak sekali pertanyaan masyarakat terkait persoalan ini. 

Di antara keistimewaan syariatnya Nabi Muhammad Saw adalah menyediakan solusi atas apapun. Yakni dalam kasus bersuci ini misalnya, jika tidak ada air maka boleh menggunakan debu. 

Karena ketersediaan debu ini sudah bisa dipastikan, di mana-mana pasti ada debu. Sehingga debu menjadi pengganti posisi air dalam bersuci. (Ahkam Al-Tayammum, H. 47) 

Lain halnya dengan umat terdahulu, mereka tidak bisa demikian. Yakni ketika tidak menemui air untuk bersuci, maka mereka tidak bisa shalat. Dikatakan;

قَالَ بَعْضُ شُرَّاحِ الرِّسَالَةِ الْقَيْرَوَانِيَّةِ: كَانَ مَنْ مَضَى مِنْ الْأُمَمِ إنَّمَا يُصَلُّونَ بِالْوُضُوءِ فِي مَوَاضِعَ اتَّخَذُوهَا وَسَمَّوْهَا بِيَعًا وَكَنَائِسَ وَصَوَامِعَ فَمَنْ غَابَ مِنْهُمْ عَنْ مَوَاضِعِ صَلَاتِهِ لَمْ يَجُزْ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ فِي غَيْرِهِ مِنْ بِقَاعِ الْأَرْضِ حَتَّى يَعُودَ إلَيْهِ ثُمَّ يَقْضِيَ كُلَّ مَا فَاتَهُ، وَكَذَا إذَا عَدِمَ الْمَاءَ لَمْ يُصَلِّ حَتَّى يَجِدَهُ ثُمَّ يَقْضِيَ مَا فَاتَهُ وَخُصَّتْ الْيَهُودُ بِرَفْعِ الْمَاءِ الْجَارِي لِلْحَدَثِ دُونَ غَيْرِهِ نَقَلَهُ الزَّرْقَانِيُّ. 

“Sebagian komentator kitab Risalah Al-Qairawaniyyah menyatakan bahwa umat terdahulu hanya bisa shalat di tempat ibadah, yakni Gereja dan Sinagog. Maka barang siapa yang tidak menemui tempat tersebut, ia tidak bisa sholat. Demikian pula ketika tiada air, mereka tidak bisa shalat. Sehingga ketika menemui air, mereka harus mengqadhanya. 

Selain itu, orang Yahudi diberi kekhususan lain. Yaitu mereka hanya bisa menghilangkan hadats hanya dengan air saja”. (Tuhfat Al-Habib Ala Syarh Al-Khatib, jilid 1, halaman 273) 

Lalu kenapa debu hanya dikhususkan pada umat ini? Dijelaskan;

وَقَالَ الْحَكِيمُ وَإِنَّمَا جُعِلَ تُرَابُ الْأَرْضِ طَهُورًا لِهَذِهِ الْأُمَّةِ؛ لِأَنَّ الْأَرْضَ لَمَّا أَحَسَّتْ بِمَوْلِدِ نَبِيِّنَا انْبَسَطَتْ وَتَمَدَّدَتْ وَازْدَهَتْ وَافْتَخَرَتْ عَلَى السَّمَاءِ وَسَائِرِ الْخَلْقِ بِأَنَّهُ مِنِّي خُلِقَ، وَعَلَى ظَهْرِي تَأْتِيه كَرَامَةُ اللَّهِ، وَعَلَى بِقَاعِي يَسْجُدُ بِجَبْهَتِهِ لِلَّهِ، وَفِي بَطْنِي مَدْفِنُهُ فَلَمَّا جَرَّتْ رِدَاءَ فَخْرِهَا بِذَلِكَ جُعِلَ تُرَابُهَا طَهُورًا لِأُمَّتِهِ، وَجُعِلَتْ تَحْتَ أَقْدَامِهِمْ مَسْجِدًا، فَالتَّيَمُّمُ هَدِيَّةٌ مِنْ اللَّهِ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ خَاصَّةً لِتَدُومَ لَهُمْ الطَّهَارَةُ فِي جَمِيعِ الْأَحْوَالِ وَالْأَزْمَانِ. 

“Al-Hakim membeberkan alasan mengapa debu menjadi suci bagi umat ini adalah karena saat debu merasa lahirnya sang baginda Nabi besar Muhammad Saw, ia menjadi lapang, memanjang dan berbangga kepada langit dan makhluk lainnya. 

Bahwa Nabi Muhammad diciptakan darinya, dan di atas punggungnya lah Rasulullah saw memperlihatkan karamahnya, di hamparannya lah Rasulullah saw bersujud kepada Allah, dan di dalamnya lah Rasulullah saw dikebumikan. 

Sehingga ketika debu (tanah) membanggakan dirinya, niscaya Allah menjadikannya suci untuk umatnya Rasulullah saw dan setiap sisinya bisa dijadikan tempat sujud. Dengan demikian, tayammum adalah hadiah dari Allah swt yang dikhususkan pada umat ini. Agar mereka bisa melakukan bersuci dalam kondisi dan situasi apapun”. (Tuhfat Al-Habib Ala Syarh Al-Khatib, 1/273). 

Air Tinggal Sedikit; Apakah Minum atau wudhu Dahulu? 

Lalu bagaimana solusinya, ketika air tinggal sedikit. Apakah dibuat minum atau wudhu’? Menurut Syekh Nawawi Banten, ketika memang tidak lagi menemukan air, maka air tersebut dibuat minum. Dan dia bersuci dengan tayamum, dijelaskan;

و) السبب الثالث:  (الاحتياج إليه)  أي إلى الماء  (لعطش حيوان محترم)  وهو ما يحرم قتله قاله النووي في الإيضاح، ولو وجده وهو محتاج إليه لعطشه أو عطش رفيقه أو دابته أو حيوان محترم تيمم ولم يتوضأ سواء في ذلك العطش في يومه أو فيما بعده قبل وصوله إلى ماء آخر، قال أصحابنا: ويحرم عليه الوضوء في هذا الحال لأن حرمة النفس آكد ولا بدل للشرب وللوضوء بدل وهو التيمم والغسل عن الجنابة وعن الحيض وغيرهما كالوضوء فيما ذكرناه وسواء كان المحتاج للعطش رفيقه المخالط له أو واحداً من القافلة وهو المسافر. 

واعلم أنه مهما احتاج إليه لعطش نفسه حالاً أو مآلاً أو رقيقه أو حيوان محترم وإن لم يكن معه ولو في ثاني الحال قبل وصولهم إلى ماء آخر فله التيمم وجوباً ويصلي ولا يعيد لفقد الماء شرعاً ولو لم يجد الماء أو وجده يباع بثمن مثله وهو واجد الثمن فاضلاً، عما يحتاج إليه في سفره ذاهباً وراجعاً لزمه شراؤه، وإن كان يباع بأكثر من ثمن المثل لم يلزمه شراؤه لأن للماء بدلاً سواء قلت الزيادة أم كثرت، لكن يستحب شراؤه وثمن المثل هو قيمته في ذلك الموضع في تلك الحالة. انتهى قول النووي ملخصاً. ومثل احتياجه للماء احتياجه لثمنه في مؤنة ممونه من نفسه وعياله. 

“Sebab ketiga yang memperbolehkan tayamum adalah butuhnya hewan muhtaram pada air, maksudnya hewan muhtaram adalah hewan-hewan yang haram dibunuh (demikian penuturan Imam Al-Nawawi dalam kitabnya yang berjudul Al-Idah).

Demikian pula boleh tayamum ketika ia menemukan air, namun ia sendiri membutuhkannya, atau temannya, hewannya. Maka ia boleh tayammum, dan tidak perlu wudhu’. Baik di hari tersebut, atau hari setelahnya yang mana ia belum menemukan air lagi. 

Ashab kami berpendapat bahwa haram baginya wudhu, sebab keselamatan jiwanya lebih dipertimbangkan. Sehingga ia harus meminum air tersebut dan ia bersucinya dengan tayammum. Adapun ketika ada yang menjual air dengan harga di atas standar, ia tidak wajib untuk membelinya”. (Kasyifat Al-Saja, 1/87) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwa kita harus meminum air tersebut, ketika memang haus sekali dan airnya sedikit. Adapun bersucinya bisa dengan tayamum.

Demikian penjelasan terkait air tinggal sedikit apakah minum atau wudhu dahulu? Semoga ketarangan ini bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

BINCANG SYARIAH

Sebanyak 2.100 Orang Tewas Akibat Perang Hamas dan Israel

Perang antara Israel dan Hamas yang dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023 telah menyebabkan korban jiwa yang sangat besar, baik dari pihak Israel maupun Palestina. Dilansir dari CNN Indonesia, sebanyak 2.100 orang tewas akibat perang Hamas dan Israel

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Palestina, jumlah korban tewas di Palestina telah mencapai 900 orang, termasuk ratusan anak-anak. Di sisi lain, jumlah korban tewas di Israel telah mencapai 1.200 orang.

Menurut data Pasukan Pertahanan Israel (IDF), jumlah korban luka-luka terus bertambah, dan sebagian besar korban adalah warga sipil. IDF mengatakan bahwa serangan roket dan mortir dari Hamas telah menargetkan berbagai lokasi di Israel, termasuk kota-kota besar seperti Tel Aviv dan Jerusalem.

Serangan-serangan tersebut telah menyebabkan kerusakan pada properti dan infrastruktur, serta mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat Israel. Perang ini dipicu oleh serangan roket yang diluncurkan oleh Hamas ke wilayah Israel.

Serangan ini dibalas oleh Israel dengan serangan udara dan artileri ke Jalur Gaza. Serangan Israel telah menyebabkan kerusakan infrastruktur yang parah di Jalur Gaza, termasuk rumah-rumah, sekolah, dan rumah sakit.

Sementara itu, Presiden Republik Indonesia Jokowi mendesak perang Israel-Palestina segera dihentikan. Hal ini disampaikan Presiden Jokowi dalam pernyataan pers yang disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden pada Selasa, 10 Oktober 2023.

“Indonesia mendesak agar perang dan tindakan kekerasan segera dihentikan untuk menghindari semakin bertambahnya korban dan hancurnya harta benda. Karena eskalasi konflik akan menimbulkan dampak kemanusia yang begitu besar, “ kata Jokowi.

Dalam keterangan resminya, Jokowi juga menyampaikan keprihatinannya atas korban jiwa dan luka-luka yang terjadi dalam konflik tersebut. Ia juga berharap agar semua pihak dapat menahan diri dan mengutamakan dialog untuk menyelesaikan konflik.

“Akar konflik tersebut pendudukan wilayah Palestina oleh Israel harus segera diselesaikan sesuai parameter yang disepakati PBB,” tambahnya.

Perang ini telah menjadi tragedi kemanusiaan yang menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi kedua belah pihak. Korban jiwa yang sangat besar, termasuk ratusan anak-anak, merupakan bukti bahwa perang tidak pernah menjadi solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik.

Adalah penting untuk mencari solusi damai yang dapat mengakhiri konflik Israel-Palestina. Solusi ini harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, serta memenuhi hak-hak dasar rakyat Palestina.

BINCANG SYARIAH

Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 3): Tingkatan Hikmah dalam Berdakwah

Bismillah wal-hamdulillah wash -shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Tingkatan hikmah dalam berdakwah ilallah

Tingkatan hikmah dalam berdakwah itu ada empat. Tingkatan pertama sampai ketiga terdapat dalam surah An-Nahl ayat 125. Allah berfirman,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ

“Dakwahilah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, serta berdebatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik.”

Pertama: Tingkatan hikmah [1]

Mengenalkan kebenaran dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis dengan manhaj salaf saleh. Cara ini untuk jenis mad’u mustajibin (objek dakwah yang menerima dakwah). Yaitu, tipe objek dakwah yang suka menerima kebenaran, suka diberitahu, suka mendapatkan nasihat, suka ngaji. Intinya, orang yang jika diberitahu kebenaran, suka menerima dan mengamalkannya.

Kedua: Tingkatan mau’izhah hasanah (nasihat yang baik)

Nasihat yang berisi memerintahkan kebaikan diiringi targhib (kabar gembira, janji, dan pahala dari Allah) dan melarang keburukan diiringi tarhib (ancaman, siksa, dan peringatan). Cara ini untuk jenis mad’u ghafilin (objek dakwah yang lalai). Yaitu, tipe objek dakwah yang lalai. Tahu kebenaran, namun tidak mengamalkannya karena malas dan mengikuti hawa nafsu, sehingga perlu diiming-imingi dengan pahala (targhib) dan diperingatkan dengan siksa (tarhib).

Ketiga: Tingkatan mujadalah billati hiya ahsan (berdebat dengan cara terbaik)

Berdebat dengan ilmiah dan beradab Islami, dengan niat ikhlas menjelaskan kebenaran agar diikuti dan menjelaskan kebatilan agar dihindari, menghilangkan syubhat dan kesalahpahaman serta dengan cara menjelaskan yang paling mudah dan enak diterima di hati “lawan debatnya” selama tidak menyelisihi syariat. Yaitu, dengan kalimat halus dan sopan dan jauh dari kata-kata yang menyakitkan hati.

Debat dengan cara terbaik itu bukan tujuannya untuk menjatuhkan dan mempermalukan orang yang didebat, dan bukan pula tujuannya pamer ketinggian ilmu. Akan tetapi, murni karena ingin “lawan debatnya” kembali kepada kebenaran, masuk surga bersamanya dengan mencari rida Allah.

Cara ini tidaklah digunakan, kecuali jika cara pertama dan kedua tidak berhasil. Karena jika cara pertama dan kedua masih bisa digunakan, maka tidak perlu berdebat.

Cara ini untuk jenis mad’u mu’aaridhin mu’aanidin (objek dakwah yang menentang). Yaitu, tipe objek dakwah yang berpaling dan menentang, tidak mengenal kebenaran, atau mengetahui kebenaran, namun ada syubhat (pemahaman yang salah dikira benar) sehingga menentangnya.

Keempat: Tingkatan mujaladah (tegas dan keras pada tempatnya, serta menghukum orang yang layak mendapatkannya)

Dalilnya adalah Allah berfirman dalam surah Al-Ankabut ayat 46,

وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ

“Dan janganlah kalian berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka.”

Cara mujaladah (tegas dan keras) ini hanya dilakukan jika cara-cara sebelumnya tidak bermanfaat. Cara ini untuk jenis mad’u zhalimin.

Mujaladah adalah cara yang tegas dan keras pada tempatnya, dengan kalimat yang keras, serta menghukum orang yang layak mendapatkannya dengan hukuman had dan ta’zir. Yang melakukan cara ini hanyalah orang yang secara syar’i memiliki wewenang kekuasaan dan kekuatan dengan memperhatikan aturan-aturan syariat Islam dan sesuai kewenangannya, seperti polisi, tentara, dan jabatan semisalnya dengan sesuai kewenangannya masing-masing.

Apabila hukuman dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang, maka biasanya akan menimbulkan kemudaratan yang lebih besar daripada maslahat. Dan ulama telah menjelaskan bahwa mengingkari kemungkaran jika menimbulkan kemudaratan yang lebih besar, maka itu dilarang dan diharamkan.

Hukum asal cara berdakwah yang hikmah adalah dengan lembut [2]

Dalil-dalil lembut dalam berdakwah ilallah

Sesungguhnya Allah itu Mahalembut dan mencintai kelembutan. Sebagaimana terdapat dalam hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفقَ

“Sesungguhnya Allah itu Mahalembut, mencintai kelembutan.” (HR. Muslim)

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ

“Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan pada seluruh perkara.” (HR. Al-Bukhari)

Pada umumnya, kelembutan adalah kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه، ولا يُنزع من شيء إلا شانه

“Sesungguhnya kelembutan itu, tidaklah berada pada sesuatu, kecuali menghiasinya. Dan tidaklah dicabut dari sesuatu, kecuali menodainya.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, dengan rahmat Allah, dalam berdakwah ilallah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam benar-benar menerapkan kelembutan, sebagaimana Allah sebutkan hal itu dalam surah Ali ‘Imran ayat 159,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah semata. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”

Demikian pula, Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimas salam diperintahkan oleh Allah untuk berkata lembut kepada orang yang paling sombong, Fir’aun. Allah Ta’ala berfirman,

فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى

“Maka, berbicaralah kalian berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”

Lembut adalah hukum asal cara berdakwah

Perlu diketahui bahwa hukum asal cara berdakwah adalah dengan lembut, bukan dengan kekerasan. Maka jangan dibalik, dengan menjadikan hukum asal cara berdakwah adalah dengan kekerasan, lalu terkadang memakai cara lemah lembut! Jangan sampai umat menjauh dari dakwah ini, hanya gara-gara cara kita yang keras dalam berdakwah.

Oleh karena itu, jika seorang da’i dihadapkan dengan suatu kondisi di mana orang yang dihadapinya jika disikapi lembut atau disikapi keras, pengaruhnya seimbang, maka saat itu dia harus memilih sikap lembut. Karena dia diperintahkan untuk kembali ke hukum asal.

Syekh Al- ‘Allamah Muhammad Al-‘Utsaimîn rahimahullah mengisyaratkan tentang hukum asal cara berdakwah,

“Jika di dalam sikap kasar dan keras ada maslahatnya, maka gunakanlah sikap tersebut. Namun, jika kenyataannya adalah sebaliknya, maka gunakanlah sikap lembut dan halus. Adapun jika kondisinya sama antara pemakaian sikap kasar dan keras dengan pemakaian sikap lembut dan halus, maka saat itu gunakanlah sikap lembut dan halus, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ

Sesungguhnya Allah Mahalembut dan mencintai kelembutan dalam setiap perkara.‘ (HR. Bukhârî dan Muslim).”

Beberapa hal yang perlu diketahui terkait dengan hukum asal cara berdakwah

Salah satu syarat bolehnya beramar makruf dan nahi mungkar adalah lembut [3]

Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahulláh berpetuah, “Tidak boleh beramar makruf dan nahi mungkar, kecuali seseorang yang memiliki tiga sifat: 1) Lembut ketika menyuruh dan lemah lembut ketika melarang. 2) Adil ketika menyuruh dan adil ketika melarang. 3) Memiliki ilmu tentang apa yang ia suruh dan memiliki ilmu tentang apa yang ia larang.”

Empat syarat (diperbolehkannya) pemakaian kata-kata yang kasar [4]

Imam Ibnul Wazir rahimahullah berkata,

“Ketahuilah bahwa ada empat syarat (diperbolehkannya) pemakaian kata-kata yang kasar ketika memperingatkan seseorang.

Dua syarat untuk menjadikan sikap itu boleh, yaitu: 1) Orang yang diperingati benar-benar melakukan perbuatan atau perkataan yang salah. 2) Ungkapan orang yang memperingatkan harus sesuai dengan kondisi yang ada. Contohnya: Dia tidak boleh memanggil orang yang melakukan perbuatan yang hukumnya makruh dengan ungkapan, ‘Wahai orang yang berbuat maksiat!’ Atau memanggil orang yang melakukan suatu perbuatan dosa yang tidak dia ketahui besarnya, ‘Wahai fasik!” Juga dia tidak boleh berkata kepada orang fasik dari kalangan kaum muslimin, ‘Wahai kafir!’, atau yang semisal.

Dan dua syarat agar sikap itu menjadi sunah hukumnya, yaitu: 1) Orang yang akan memperingatkan telah memprediksi bahwa sikap keras tersebut akan lebih bermanfaat bagi ‘lawan’-nya untuk kembali kepada Al-Haq atau untuk menerangkan dalil padanya. 2) Hendaknya orang yang mempergunakan sikap keras tersebut niatnya benar, dan bukan sekedar karena dorongan tabiatnya.”

Bolehkah anak berlaku kasar dalam dakwahnya kepada orang tua? [5]

Mayoritas ulama menegaskan bahwa seorang anak tidak boleh berdakwah kepada kedua orangtuanya dengan cara-cara kekerasan. Imam Al-Ghazali, misalnya, beliau berkata, “Seorang anak tidak berhak untuk mendakwahi bapaknya dengan menghina, mengancam, dan menakut-nakuti. Tidak pula dengan memukul.”

Abdul Aziz Ar-Rajihi berkomentar, “Anak tidak boleh menakut-nakuti, mengancam, menghina, memukul dan berkata kasar. Hal ini karena orang tua memiliki hak yang sangat besar terhadap anaknya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyandingkan hak-Nya dengan hak kedua orang tua. Sebagaimana tersebut dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik- baiknya.” (QS. Al-Isra’: 23)

Allah juga memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua walaupun keduanya kafir, sepanjang tidak sampai menaati keduanya dalam kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya! Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik! Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku!” (QS. Luqman: 15)

Tingkatan amar makruf nahi mungkar (hisbah)

Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Minhajul Qashidin menyampaikan bahwa tingkatan amar makruf nahi mungkar (hisbah) itu ada lima. Kami ringkas kelima tingkatan tersebut sebagai berikut:

Pertama: Mengenalkan perkara makruf ataupun mungkar.

Kedua: Nasihat dengan ucapan yang lembut.

Ketiga: Celaan dan ucapan kasar (yang tidak keji).

Keempat: Melarang/mencegah secara paksa.

Kelima: Menakuti-nakuti dan mengancam dengan pukulan, atau langsung memukul oleh pihak yang berwenang.

Adapun pengingkaran anak kepada orang tua, budak kepada tuannya, serta istri kepada suaminya, maka diiizinkan dengan tingkatan hisbah nomor 1,2, dan 4.

Sedangkan, pengingkaran rakyat kepada pemerintah, tidak diizinkan, kecuali tingkatan hisbah nomor 1 dan 2 agar tidak terjadi kemudaratan yang sama atau lebih besar.

Lanjut ke bagian 4: (Bersambung, insyaAllah)

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87800-tingkatan-hikmah-dalam-berdakwah.html

3 Manfaat Mengingat Kematian Menurut Yahya bin Muadz Ar-Razi

Berikut ini adalah penjelasan terkait manfaat mengingat kematian. Sejatinya, kematian adalah akhir dari perjalanan hidup manusia menuju kepada keabadian, yaitu, alam akhirat. Semua makhluk hidup yang ada di dunia ini, pasti akan mengalami kematian. Dan kematian itu, terkadang datangnya tiba-tiba, dan juga tidak memandang usia.

Oleh karena itu, kita harus memperbanyak mengingat kematian, supaya kita bisa mempersiapkan diri dengan memperbanyak amal kebaikan. Karena amal kebajikan nantinya akan menyelamatkan kita di saat menghadapi kematian.

Syekh Ibnu Khamis, dalam karyanya Manaqib Al-Abrar Wa Muhasini Al-Ahyar Fi Tabaqat As-Sufiyyah, Juz 1, halaman 276, mengutip pernyataan Syekh Yahya bin Mu’adz Ar-Razi tentang 3 manfaat mengingat kematian. Adapun kutipannya sebagai berikut: 

 مَنْ أكثر ذكر الموت لم يمت قبل أجلِهِ، ويدخل عليه ثلاث خصال من الخير، أوّلها: المبادرة إلى التّوبة، والثانية: القناعة برزق يسير، والثالثة: النَّشاط في العبادة

Artinya: “Barangsiapa yang banyak mengingat mati niscaya dia tetap tidak akan mati sebelum waktunya tiba, dan akan masuk kepada dirinya tiga macam kebaikan. Pertama, bersegera taubat. Kedua, qana’ah atau merasa cukup terhadap rezeki meskipun sedikit. Ketiga, semangat dalam beribadah”. 

Pernyataan Syekh Yahya bin Mu’adz Ar-Razi di atas, memberi peringatan kepada kita untuk selalu mengingat  kematian. Karena orang yang berangan-angan hidup panjang di dunia, terkadang ia melupakan kematian. Syekh Yahya bin Mu’adz Ar-Razi memberikan informasi terkait 3 manfaat mengingat kematian. Adapun rinciannya sebagai berikut:

Pertama, segera bertaubat. Orang yang mengingat kematian, ia segera bertaubat dari dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Berbeda dengan orang yang tidak mengingat kematian ia selalu menunda-nunda untuk bertaubat.

Oleh karena itu, kita diwajibkan untuk segera bertaubat sebelum kematian tiba. Karena kematian akan membuka kedok keburukan kita, dan pengadilan akhirat akan membeberkan dosa-dosa yang pernah kita lakukan.

Kedua, merasa cukup dengan rezeki yang sedikit. Orang yang selalu mengingat kematian tidak akan cinta terhadap kemewahan dunia. Karena ia lebih fokus kepada kehidupan yang abadi di akhirat. Sehingga ia merasa cukup atas nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya. Walaupun ia tidak memiliki harta, ia tetap bersyukur dan tetap konsisten dalam menjalankan ibadah.

Ketiga, bersemangat dalam beribadah. Orang yang mengingat kematian penuh semangat dalam menjalankan ibadah, karena ia selalu memikirkan balasan yang akan didapatkan kelak di akhirat atas perbuatan kebaikan dan keburukan. Oleh karena itu, ia mempersiapkan diri sebelum kematian tiba dengan memperbanyak amal kebajikan.

Demikian penjelasan terkait 3 manfaat mengingat kematian menurut Yahya bin Muadz Ar-Razi. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bissawab.

BINCANG SYARIAH

Hukum Air Bekas Wudhu untuk Menyiram Tanaman

Dalam kehidupan sehari-hari Air merupakan komponen penting yang selalu dibutuhkan oleh setiap orang. Bahkan, dalam rangka menghemat penggunaan air terkadang dijumpai dalam masyarakat beberapa rumah yang disediakan penampungan air bekas wudhu untuk digunakan kembali oleh seseorang untuk menyiram tanaman. Lantas, bagaimanakah hukum menampung air bekas wudhu untuk menyiram tanaman?

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan yang menjelaskan mengenai hukum menampung air bekas wudhu untuk menyiram tanaman. Hukum air bekas wudhu untuk menyiram tanaman adalah boleh. Hal ini karena air bekas wudhu masih termasuk air yang suci dan mensucikan. Air wudhu hanya menghilangkan hadas kecil, sedangkan air yang suci dan mensucikan dapat digunakan untuk menghilangkan hadas kecil maupun besar.

Sebagaimana dalam kitab Al-Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, juz 39, halaman 361 berikut;

وَلأِنَّ السَّلَفَ الصَّالِحَ – مَعَ قِلَّةِ مِيَاهِهِمْ – لَمْ يَجْمَعُوا الْمَاءَ الْمُسْتَعْمَل لِلاِسْتِعْمَال ثَانِيًا بَل انْتَقَلُوا إِلَى التَّيَمُّمِ ، كَمَا لَمْ يَجْمَعُوهُ لِلشُّرْبِ لأِنَّهُ مُسْتَقْذَرٌ 

Artinya: “Karena menurut keterangan ulama terdahulu yang shalih di tengah keterbatasan air tidak mengumpulkan air musta’mal untuk digunakan lagi. Akan tetapi, mereka berpaling menggunakan tayamum. Mereka juga tidak mengumpulkannya untuk diminum karena air musta’mal terbilang kotor.” 

Selain itu air yang telah digunakan untuk bersuci dapat digunakan kembali untuk bersuci apabila air tersebut memiliki kapasitas yang banyak yakni 2 qullah atau lebih. Mengenai ukuran dua kulah menurut Dr. KH. Afifuddin Muhajir adalah ukuran air yang setara dengan 270 liter.  Sebagaimana dalam keterangan Fathul Mujibil Qarib halaman 10 berikut,

وهي تساوي مائتين وسبعين (270) لترا وقدرهما بالمساحة في مكان مربع ذراع وربع (=8،91 سم) طولا وعرضا وعمقا بالذراع المتوسط 

Artinya, “Ukuran dua kulah memiliki volume setara dengan 270 liter. Ukuran keduanya (dua kulah) bila ditempatkan pada sebuah wadah persegi empat adalah wadah dengan panjang, lebar, dan kedalaman 1,25 hasta standar (atau setara dengan 91,8 cm).”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa air yang digunakan untuk berwudhu tidak diperbolehkan untuk bersuci karena termasuk air musta’mal, air bekas wudhu juga tidak diperbolehkan untuk diminum karena termasuk air yang kotor. Sedangkan apabila seseorang menggunakan air bekas wudhu untuk keperluan lainnya seperti untuk menyirami tanaman, maka diperbolehkan.

Demikian penjelasan mengenai hukum menampung air bekas wudhu untuk menyiram tanaman. Semoga bermanfaat. Dengan demikian, air bekas wudhu dapat dimanfaatkan untuk menyiram tanaman. Hal ini merupakan salah satu bentuk amalan yang mendatangkan pahala, sekaligus upaya untuk menghemat air.

BINCANG SYARIAH

Kasus Rebana di Masjid dan Mudahnya Klaim Sesat yang Berbeda

Pada tanggal 5 Oktober 2023, seorang pria marah-marah di Masjid Al Ikhlas Palm Spring Jambangan Surabaya yang menuduh sekelompok anak muda yang latihan rebana di dalam mungkar dan bid’ah. Bahkan, ia sampai mengucapkan kalimat perbuatan syiah. Baginya hukum hanya ada dua, sunnah dan wajib. Persoalan ini memang telah diselesaikan secara kekeluargaan.

Ada hal menarik yang menjangkiti umat saat ini. Gairah nahi mungkar yang tinggi kadang tidak diikuti dengan kemapanan ilmu yang matang dan tingkat metode dakwah yang bijak. Nabi berkali-kali mengedepankan perkataan lembut dan santun, tidak hanya kepada umat Islam bahkan ajakan terhadap non muslim.

Persoalan rebana di Masjid dengan kelompok remaja masjid yang sedang melakukan latihan sungguh aktifitas mulia. Anak-anak muda zaman sekarang masih meramaikan dan terlibat dalam aktifitas di masjid sudah poin berharga. Bukan hanya nongkrong di jalanan, main gadget, dan persoalan aktifitas muda lainnya yang dekat dengan maksiat dan kemungkaran.

Jika kembali pada rebana, tentu ada dalil dan khilafiyah tentang musik dalam Islam. Tapi, tidak dengan rebana. Dalam banyak hadist ditemukan beberapa kebolehan memainkan rebana. Nabi sendiri datang ke Madinah disambut dengan kegembiraan dengan syiir tolaal badru dengan iringan rebana. Begitu pula masih ada hadist yang lain.

Persoalan masjid dijadikan latihan anak-anak muda memainkan rebana tentu masalah biasa. Apalagi itu menjadi rutinitas mereka. Meramaikan masjid asal tidak menggangu aktifitas ibadah bukan persoalan. Nabi pernah bersabda : umumkanlah pernikahan, dan lakukanlah di masjid, serta ramaikan dengan memukul duf (rebana). Apalagi anak-anak mud aini hanya latihan dan tidak melakukan hal mungkar dan maksiat.

Kearifan dalam berdakwah dan menyampaikan nasehat sekali lagi diuji dengan egoisme diri yang selalu merasa benar dan menyatakan orang lain salah. Akhlak menjadi tantangan umat saat ini tidak hanya kepada non muslim, bahkan kepada sesama muslim menjadi penting. Tidak sedikit klaim sesat, bid’ah munkar apalagi yang dalam kasus di atas tuduhan sesat kerap mudah meluncur di mulut seorang hamba.

Umat sering dijangkiti merasa paling benar di tengah persoalan khilafiyah. Inilah yang membedakan dengan para ulama terdahulu yang selalu menghargai perbedaan. Klaim sesat apalagi kafir sangat dihindari karena bisa menjatuhkan diri pada kekafiran akibat tuduhan kita.

Poin utama adalah akhlak. Merasa tidak selalu benar dan mulia adalah paling utama. Ingat dosa besar Iblis yang merasa dirinya mulia. Ia tidak syirik kepada Tuhan. Tidak pula meniadakan eksistensi Tuhan. Ia hanya digerogoti sifat sombong yang merasa dirinya mulia daripada Adam.

Sungguh kita dihadapkan pada ujian penting bagaimana merawat ukhuwah Islamiyah sebelum jauh berbicara tentang ukhuwah wathoniyah (kebangsaan) dan basyariyah (kemanusiaan). Pada poin ukhuwah Islamiyah ini kita mudah diadu domba dan dipecah belah. Mari jaga hubungan sesama muslim dengan santun di tengah khilafiyah dan pendapat panutan banyak ulama.

ISLAMKAFFAH

Banyak Modus Umroh Bodong, OJK: Hati-Hati Kalau Ada yang Tawarkan “Jeng, Ini Murah Lho”

OJK ingatkan untuk cek legalitas dan harus logis.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat untuk dapat lebih waspada berkaitan dengan umrah bodong. Khsuusnya bagi para ibu yang seringkali mendapatkan penawaran melalui Whatsapp Group.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi bahkan menceritakan pengalamannya yang juga pernah mendapatkan tawaran umrah bodong.

“Saya juga ditawarin sering, saya juga punya temen yang grup-grup perempuan. Saya di WA grup ada yang menawarkan, jeng ini ada tawaran umrah ya. Murah banget berangkatnya tiga tahun lagi, nanti bayarnya full di depan,” kata Friderica dalam  Edukasi Komunitas Perempuan/Ibu SICANTIKS di Hotel Haris Vertu Jakarta, Selasa (10/10/2023).

Friderica menegaskan untuk menhindari umrah bodong, pertama dapat dilakukan dengan memastikan legalitas terdaftarnya. Begitu juga mengenai perizinanya agar tidak terjebak dalam umrah bodong. Dia menegaskan, langkah tersebut juga berlaku untuk menghindari investasi bodong.

“Jadi hati-hati banyak sekali tawaran-tawaran baik itu invetasi bodong. Bahkan di Aceh yang syarat dengan syariah itu banyak ada tawaran invetasi bodong,” ucap Friderica.

Friderica juga mengingatkan masyarakat jangan lupa kasus First Travel yang juga dapat sebagai pembelajaran. Dalam kasus tersebut banyak korban yang gagal berangkat haji atau umrah.

“Jadi yang perlu diingat, itu cek 2L. Untuk L yang pertama cek legalitasnya ke OJK bisa langsung telfon ke 157 untuk mengetahui ini terdaftar tidak. Selain itu juga harus bedakan misalnya ada perusahaan ada izin berdirinya dan izin untuk menyelenggaran kegiatan yang menghimpun dana, ini berbeda,” jelas Friderica.

Untuk izin menghimpun dana, Friderica menegaskan harus mendapatkan izin dari OJK. Lalu L yang kedua yaitu logis atau tidak dengan adanya tawaran tersebut.

“Misalnya ditawarin sebulan bisa dapat 10 persen atau 15 persen, harus hati-hati. Kalau benar setinggi itu dia tidak akan mengumpulan dana dari ibu-ibu,” tutur Friderica. 

IHRAM

1.000 Bangunan-Masjid Ternama di Gaza Luluh Lantak Rusak Berat Digempur Israel

Peperangan yang terjadi antara Pasukan Israel dengan militan Hamas menyebabkan terjadinya kehancuran hingga seribu gedung dan masjid bersejarah di wilayah Gaza Palestina. Masjid ternama di Kota Khan Younis di Jalur Gaza, Masjid Al Amin Muhammad, hancur lebur imbas serangan Israel.

Dilansir dari laman cnnindonesia.com pada Selasa (10/10/23). Sumber-sumber lokal mengonfirmasi bahwa pesawat tempur Israel menggempur rumah ibadah umat Islam tersebut, demikian dilaporkan Morocco World News.

Berdasarkan foto-foto yang beredar di media, orang-orang terlihat membereskan puing-puing masjid yang hancur.

Gambar lain juga menunjukkan rumah-rumah penduduk hancur akibat gempuran.

Berdasarkan laporan The New Arab, lebih dari 1.000 bangunan hancur total atau sebagian di Jalur Gaza. Sekitar 13 bangunan tempat tinggal berisi 159 unit rumah dilaporkan hancur sejak serangan pecah pada Sabtu (7/10).

Perang Israel vs Palestina: Hamas Buntut Penjajahan Zionis
Sekitar 1.210 unit rumah rusak sebagian, dengan 36 di antaranya menjadi tidak layak huni.

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), lebih dari 123 ribu warga Gaza pun telah mengungsi.

Jalur Gaza berkecamuk usai milisi Palestina, Hamas, menyerang pasukan Israel di kawasan tersebut akhir pekan lalu.

Hamas melancarkan serangan pada Sabtu dengan menyebutnya sebagai serangan guna mengakhiri pendudukan terakhir di bumi.

Pasukan Israel tak tinggal diam dan membalas serangan Hamas dengan melancarkan Operasi Pedang Besi. Operasi Israel ini menargetkan infrastruktur Hamas di Jalur Gaza.

Aksi saling serang ini terus berlanjut hingga kini. Ratusan jiwa pun tewas buntut serangan.

Menurut saluran TV Israel, setidaknya 900 orang warga Israel meninggal dunia, sementara 2.600 lainnya luka-luka.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 600 warga Palestina tewas dan 3.726 lainnya terluka.

ISLAMKAFFAH