Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 2): Keutamaan dan Rukun Hikmah

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Keutamaan hikmah

Hikmah memiliki keutamaan yang banyak, di antaranya:

Hikmah termasuk sebab dan sarana terpenting dalam berdakwah ilallah

Oleh karena itu, Allah perintahkan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersikap hikmah dalam berdakwah mengajak manusia kepada-Nya. Allah berfirman,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ

“Dakwahilah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik.” (QS. An-Nahl: 125)

Bersikap hikmah berarti mengikuti sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

Sehingga didapatkan keberkahan, keselamatan dari kesalahan, dan lebih mudah diterima oleh objek dakwah. Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari Akhir dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Barangsiapa yang diberi hikmah, berarti ia mendapatkan kebaikan yang banyak

Allah Ta’ala berfirman,

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah: 269)

Hikmah adalah isi doa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu

Dengan sebab doa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menjadi salah satu ulama tafsir di kalangan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk Ibnu Abbas,

اللَّهُمْ عَلَّمْهُ الْحِكْمَةَ

“Ya Allah, ajarkanlah hikmah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)

Hikmah adalah salah satu perkara yang seseorang terpuji jika hasad terhadapnya

Dalam Shahihain, Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya telah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا حَسَدَ إِلا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak ada hasad (yang terpuji), kecuali pada dua perkara: 1) seseorang yang Allah beri harta, lalu ia infakkan semua di jalan Allah dan 2) seseorang yang Allah beri hikmah, lalu ia memutuskan perkara dengannya dan mengajarkannya (kepada manusia).’

Rukun hikmah

Hikmah memiliki tiga rukun. Ketiga rukun ini adalah pilar-pilar penegak sikap hikmah dalam berdakwah.

Rukun pertama: Ilmu syar’i

Rukun pertama adalah ilmu syar’i, yaitu Al-Qur’an dan hadis dengan pemahaman dan pengamalan salaf saleh.

Ilmu syar’i adalah rukun hikmah yang terbesar di antara tiga rukun hikmah. Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berilmu syar’i sebelum berucap dan beramal saleh. Allah Ta’ala berfirman,

فَأَعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Maka, ilmuilah (ketahuilah), bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin pria dan wanita.” (QS. Muhammad: 19)

Dalam ayat ini,

فَأَعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Maka, ilmuilah bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah.”

Allah perintahkan untuk berilmu syar’i, sebelum beramal saleh.

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin pria dan wanita.”

Hal ini menunjukkan bahwa berilmu syar’i lebih didahulukan daripada beramal saleh. Karena ilmu syar’i itu syarat kesahan amal saleh baik berupa ucapan dan perbuatan termasuk amal saleh berupa bersikap hikmah dalam berdakwah ilallah, semua itu tidaklah mungkin terwujud kecuali dengan berilmu syar’i terlebih dahulu.

Orang yang hikmah/bijak dalam berdakwah itu mempertimbangkan sesuatu dari segala sisi dengan matang, menilai serta mendasari segala sesuatu dengan ilmu syar’i (Al-Qur’an dan as-sunah). Dia melandaskan sikap-sikapnya di atas dalil-dalil dari Kitab dan sunah serta pemahaman salaf saleh. Inilah orang yang bijak dan hikmah yang sesungguhnya.

Mustahil bijak apabila seseorang menyelisihi Al-Qur’an dan as-sunah dengan manhaj salaf saleh, sebagaimana mustahil disebut bijaksana jika tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan as-sunah dengan manhaj salaf saleh.

Orang yang ingin bijak dalam dalam berdakwah, haruslah berilmu syar’i, harus belajar Al-Qur’an dan as-sunah dengan manhaj salaf saleh, dan harus mengamalkannya. Sehingga benar ucapan dan perbuatannya, tepat materinya, caranya, sasarannya, kondisinya, waktunya, tempatnya, haknya, urutannya, serta tepat dalam segala halnya.

Dari sinilah terlihat jelas kekeliruan sebagian da’i yang tidak belajar ilmu tauhid atau tidak mengajarkannya kepada masyarakatnya. Padahal, ilmu Tauhid adalah ilmu syar’i yang teragung dan perintah Allah yang paling penting .

Bagaimana seorang da’i bisa disebut bersikap hikmah dalam dakwahnya, jika ia tidak mempelajari dan mengajarkan tauhid dan tidak mengajak masyarakat untuk bertauhid, justru ikut larut ke dalam adat istiadat masyarakat yang berbau kesyirikan dengan dalih bersikap hikmah dalam berdakwah! Jelas ini salah, bahkan menyelisihi rukun bijaksana/hikmah terpenting, yaitu menyelisihi ilmu syar’i teragung, yaitu ilmu tauhid!

Rukun kedua: Al-hilmu (tenang)

Hilm itu tenang, karena pandai menahan dan mengendalikan diri, tidak mudah terpancing emosi saat menghadapi hal-hal yang tidak disukai.

Hilm itu sikap moderat/tengah-tengah antara cepat emosi dan cuek masa bodoh, gak peduli.

Hilm itu sikap yang dibutuhkan seorang da’i saat terpancing emosinya atau saat menghadapi perkara yang tidak disukainya.

Rukun ketiga: Al-anah (berhati-hati dengan pertimbangan matang)

Al-anah itu sikap moderat/tengah-tengah antara terburu-buru sebelum waktunya dan berlambat-lambat padahal sudah datang waktunya. Seorang da’i yang memiliki sifat anah itu suka berhati-hati mempertimbangkan akibat suatu perkara yang dihadapinya dengan matang, tidak grusa-grusu, konfirmasi, dan tabayyun dulu, dicek dulu kebenaran sebuah berita dan dipertimbangkan dulu akibatnya jika ingin melangkah, sehingga bersikap dengan pertimbangan matang. Barangsiapa yang suka terburu-buru dalam berdakwah ingin segera memetik buahnya sebelum waktunya, justru biasanya malah gagal mendapatkannya, bahkan mendapatkan kebalikan yang diharapkan, merusaknya lebih besar daripada membangunnya.

من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه

Barangsiapa yang terburu-buru sebelum waktunya, maka justru akan terhalangi dari mencapai keinginannya.

Sebaliknya, barangsiapa yang berlambat-lambat malas berdakwah, maka ia akan terluput dari hasil dakwah yang diridai Allah.

Maka, seorang da’i yang suka berhati-hati mempertimbangkan sesuatu dari segala sisi dengan matang, inilah da’i yang hikmah/bijak!

Ia akan bersegera bertindak jika memang berdasarkan pertimbangan yang matang, tuntutannya segera bertindak. Iaakan menunda bertindak jika memang berdasarkan pertimbangan matang, ia perlu menundanya.

Dalil sikap tenang (hilm) dan suka berhati-hati (anah)

Al-Asyaj radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat yang dipuji oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena dia berbeda dengan sikap teman-temannya saat sampai ke kota Madinah. Mereka langsung menemui beliau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tanpa mengganti pakaian safar mereka dan tanpa mempersiapkan diri sebagaimana mestinya, karena demikian inginnya segera melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Namun, tidaklah demikian dengan Al-Asyaj radhiyallahu ‘anhu. Dengan tenangnya, ia mengganti baju safarnya dengan baju yang indah, mempersiapkan diri dengan baik sebelum menemui beliau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Atas sikap tenangnya, tidak terburu-buru dan berhati-hatinya itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memujinya,

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ

“Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang Allah cintai: sikap tenang (hilm) dan suka berhati-hati (anah).” (HR. Muslim)

Kembali ke bagian 1: Definisi dan Keutamaan Dakwah Ilallah

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87798-keutamaan-dan-rukun-hikmah.html

Keutamaan Mendoakan dari Kejauhan

ADA keutamaan mendoakan dari kejauhan.

Islam sangat memperhatikan bagaimana seharusnya kita berhubungan dengan orang lain. Allah telah mengatur hubungan sosial dengan sangat baik. Dan bagi siapa saja yang mampu melaksanakan segala aturan Allah dengan baik, maka telah Allah siapkan pahala yang sangat besar.

Diantara sekian banyak aturan Allah mengenai bersosialisasi dengan orang lain, salah satunya adalah mendoakan saudara kita dari kejauhan. Alla SWT befirman, “Dan orang-orang yang datang setelah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:

“Ya Rabb kami, berikanlah ampunan kepada kami dan saudara kami yang telah beriman terlebih dahulu, dan janganlah engkau jadikan di dalam hati kami dengki terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr : 10)

Demikian juga dengan firman-Nya: “Dan mohonkanlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan peremuan.” (Muhammad : 19)

Selain itu, Allah juga berfirman, yang mengisahkan mengenai Nabi Ibrahim: “Ya Rabb kami, berikanlah ampunan kepadaku dan kedua ibu bapakku serta sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (Hari kiamat).” (Ibrahim : 41)

Keutamaan Mendoakan dari Kejauhan: Didoakan Malaikat

Dari Abu Darda bahwa dia pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang hamba muslim yang berdoa untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat itu berucap, dan bagimu seperti itu.” (HR. Muslim)

Masih dari Abu Darda, Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya doa seorang muslim bagi saudaranya di tempat yang berjauhan dikabulkan. Pada kepalanya terdapat malaikat yang diutus, setiap kali dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat berucap ‘Amin’, dan bagimu seperti itu.” (HR. Muslim)

Keutamaan Mendoakan dari Kejauhan: Akan Dapatkan Kebaikan

MasyaAllah… bagaimana Allah merangkai segala aktivitas manusia di muka bumi ini dengan begitu indah. Allah ajarkan kita untuk selalu mendoakan saudara kita agar kita mendapatkan kebaikan pula. Tak ada satu pun yang luput dari penglihatan Allah SWT. Allah mengetahui siapa saja yang mendoakan saudaranya yang lain. []

Sumber: Fiqih Wanita Edisi Lengkap/SYaikh Muhammad Uwaidah/Pustaka Al-Kuatsar

Keistimewaan Aisyah sebagai Istri Dunia dan Akhirat Rasulullah

Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Suatu hari Jibril memperlihatkan (kepada Rasulullah SAW) gambar Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau sembari mengatakan, “Ia adalah calon istrimu kelak, di dunia dan di akhirat.” (HR. At-Tirmidzi)

Bagi seorang muslim, nama Aisyah istri Rasulullah pastinya sudah tidak asing lagi. Sebelum menikahi Aisayah, Rasulullah telah mendapatkan kabar dari malaikat Jibril bahwa kelak Aisyah akan menjadi istri yang akan menemaninya di dunia maupun di akhirat kelak.

Aisyah merupakan putri dari sahabatnya Abu Bakar As-Siddiq, bahkan banyak kisahnya yang diabadikan dalam kitab suci al-Quran. Aisyah lahir pada 614 M oleh ibu bernama Ummu Ruman, istri kedua Abu Bakar As-Siddiq. Perempuan yang dijuluki humairah ini merupakan istri ketiga yang dinikahi Rasulullah setelah Khadijah dan Saudah binti Jam’ah.

Rasulullah menikahi Aisyah pada tahun kesepuluh kenabian di bulan Syawal. Saat itu usia Aisyah 6 tahun dan ada juga versi riwayat yang berbeda. Namun Rasulullah baru menggaulinya saat Aisyah berusia 9 tahun. Di antara istri-istri Rasulullah yang lain, hanya Aisyahlah yang dinikahi dalam keadaan masih gadis.

Adapun beberapa keistimewaan Aisyah sebagai istri Rasulullah. Pertama, Aisyah digandang-gandang menjadi perempuan yang paling dicintai oleh Rasulullah. Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah.” “Dari kalangan laki-laki?” tanya Amr. Beliau menjawab, “Bapaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, menjadi satu-satunya istri Rasulullah yang pernah berjumpa oleh malaikat Jibril.

عن مسروق قالت عائشة رضي الله عنها: قلت: يا رسول الله من هذا؟ قال: بمن شبهته؟ قلت: بدحية. قال: لقد رأيت جبريل

Artinya: “Dari Masyruq, Aisyah RA berkata: “Wahai Rasulullah SAW, siapa orang itu?” Rasulullah bertanya, “Dengan siapa kau serupakan dia?” Aisyah menjawab, “Dengan Dihyah.” Rasul berkata, “Engkau telah melihat Jibril.” (H.R al-Hakim)

Ketiga, merupakan istri yang cerdas dan berwawasan luas. Di usianya yang masih remaja, saudari dari Abdurrahman ini sudah mewarisi banyak ilmu dari Nabi. Aisyah juga banyak berkontribusi dalam keilmuan Islam dan menguasai berbagai ilmu, diantaranya ilmu Al-Qur’an, hadis, fiqih, bahasa arab dan syair.

Beliau menjadi satu-satunya sahabat perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadis. Ia menduduki posisi keempat setelah sahabat Abu Hurairah, Ibnu Umar dan Anas bin Malik.

Sebanyak 2210 butir hadist yang telah berhasil ia dapatkan baik dari Rasulullah secara langsung maupun dari sahabat lainnya. Kepiawaiannya dalam bidang hadis tidak dapat diragukan lagi. Bahkan ia tidak segan-segan mengoreksi hadis yang diriwayatkan oleh sahabat lainnya.

Abu Musa berkata “Apa-apa yang musykil bagi kami para sahabat Rasulullah Saw tentang hadis apa saja, kami tanyakan kepada Aisyah, maka kami peroleh ilmu daripadanya (HR.Tirmidzi)

Keempat, Aisyah juga mendapat keistimewaan dari Allah, dengan diturunkannya surat an-Nur ayat 11-26 yang secara khusus memngungkapkan untuk membebaskan Aisyah dari fitnah yang dikenal dengan hadisul ifki (berita bohong).

Ayat tersebut memberitahukan kepada Rasulullah bahwa Aisyah istrinya merupakan wanita suci yang tidak pernah terlibat perselingkuhan dengan Shafwan bin Muaththal sebagaimana yang dituduhkan okeh kaum munafik kepadanya.

Kelima, Wahyu Turun Saat Nabi Bersama Aisyah. Rasulullah pernah mendapatkan wahyu ketika Rasulullah sedang berselimut dengannya. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak pernah menurunkan wahyu ketika aku sedang berselimut dengan siapapun selain Aisyah” (HR: Bukhari).

Dalam setiap kemuliaan yang dimiliki Aisyah terlihat bahwa dalam sejarah keilmuan Islam menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi wanita untuk menuntut ilmu dan berkontribusi dalam memajukan agama Islam.

ISLAMKAFFAH

Tafsir Surat Al Isra Ayat 1 : Masjidil Aqsa Tanah dan Tanah yang Diberkahi

Masjid Al Aqsa terletak di Palestina.

Baitul Maqdis berarti tanah suci yang sangat diberkahi, bukan saja tanahnya yang subur dan menghasilkan buah-buahan, tetapi Baitul Maqdis juga menjadi saksi perjalanan Mi’raj Rasulullah saw menuju sidratul muntaha, yakni dari Masjidil Aqsa menuju langit ke tujuh. Masjidil Aqsa terletak di kota tua Yerusalem, Palestina dan termasuk situs suci ketiga bagi umat Islam.

Baitul Maqdis juga tanah kenabian dan sebagai tempat turunnya wahyu, serta menjadi kiblat pertama bagi orang Islam. Baitul maqdis juga merupakan tanah yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang taat. Keberkahan tanah Baitul Maqdis ini disebutkan Allah dalam surat Al-Isra ayat 1, yang berbunyi:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dalam Tafsir Kementerian Agama RI, Allah menyebutkan bahwa Masjidil Aqsa yang berada di Palestina, yang telah diberkahi sekelilingnya, dengan tanahnya yang subur yang menghasilkan aneka tanaman dan buah-buahan, sehingga menjadi daerah yang makmur. Di samping itu, masjid tersebut termasuk di antara masjid yang menjadi tempat peribadatan para nabi dan tempat tinggal mereka.

Sesudah itu, Allah menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad saw diperjalankan pada malam hari, yaitu untuk memperlihatkan kepada Nabi tanda-tanda kebesaran-Nya. Tanda-tanda itu disaksikan oleh Muhammad saw dalam perjalanannya dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga, ketabahan hati dalam menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa luasnya jagat raya serta alangkah Agungnya Allah Maha Pencipta. Pengalaman-pengalaman baru yang disaksikan Nabi Muhammad sangat berguna untuk memantapkan hati beliau menghadapi berbagai macam rintangan dari kaumnya, dan meyakini kebenaran wahyu Allah, baik yang telah diterima maupun yang akan diterimanya.

IHRAM

Jamaah Haji 2024 akan Jalani Pemeriksaan Fisik dan Psikologis

Tes psikologi akan diberlakukan untuk jamaah haji 2024.

Kementerian Agama (Kemenag) saat ini terus melakukan persiapan untuk operasional haji 1445H/2024M. Salah satunya dengan menggelar kegiatan Bahtsul Masail Perhajian Indonesia Tahun 2023.

Dari kegiatan tersebut, salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah memperketat syarat istitha’ah kesehatan jamaah haji. Kebijakan tersebut akan diterapkan sebelum calon jamaah (calhaj) melakukan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).

Terkait mekanisme pelaksanaan yang lebih rinci, Kemenag disebut akan berkoordinasi dan bekerjasama dengan pihak Kementerian/Lembaga (K/L) terkait lainnya, salah satunya dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kepala Bidang Layanan Jemaah Lansia dan Disabilitas PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) Arab Saudi Tahun 1444H/2023M, Slamet, mengatakan regulasi tentang istitha’ah kesehatan ini akan dilakukan secara komprehensif.

“Jadi tidak hanya cek kesehatan biasa, tetapi ada tambahan pemeriksaan yang meliputi kesehatan Jiwa, Kognitif dan Pengukuran ADL (Activity Daily Living) secara mandiri berdasarkan rekam medis. Ini berdasarkan Permenkes No. 15 Tahun 2016 tentang Istitha’ah Kesehatan Jemaah Haji,” kata Slamet dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Ahad (8/10/2023).

Kebijakan ini mendapat dukungan dari Wakil Sekretaris Lakpesdam NU DKI Jakarta, Muhammad Ghufron. Ia menyebut pemeriksaan kesehatan jiwa atau psikologis ini diharap dapat mengurangi beberapa kasus yang sering terjadi di Tanah Suci, khususnya pada lanjut usia (lansia), seperti demensia dan gangguan kecemasan.

Jamaah haji dengan usia lanjut, kata dia, memiliki kemungkinan mengalami isu kesehatan mental lebih dibanding kelompok umur lain.

“Para lansia mengalami penurunan kondisi fisik, kelemahan inderawi dan neurologis, perasaan kehilangan orang-orang yang dicintai, efek kumulatif dari pengalaman tidak menyenangkan dalam hidup, dan stres sosial,” ucap Ghufron.

Lebih lanjut, pria yang merupakan alumni Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan pengetatan syarat keberangkatan jamaah terutama lansia dengan potensi mengalami gangguan jiwa, adalah sebuah langkah preventif untuk menekan angka kematian.

Menurut dia, kebijakan tersebut dapat berbentuk tes psikologi yang ketat kepada calon jamaah haji sekaligus peningkatan kapasitas, kemampuan dan keterampilan //soft skill//. Hal ini terutama soal keterampilan pengasuhan dan konseling dasar bagi para petugas haji yang akan mendampingi dan mendampingi jamaah.

Hari terakhir penyelenggaraan Bahtsul Masail Perhajian Indonesia Tahun 2023 oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) mengangkat tema “Kebijakan Penyelenggaraan Haji Ramah Lansia”.

Forum kali ini mengundang para pakar dan ahli kesehatan dari Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, akademisi, serta perwakilan ormas Islam, yaitu PBNU dan Muhammadiyah.  

IHRAM

Arab Saudi Minta Masyarakat Waspada Badai Petir dan Hujan Es hingga Jumat

Hujan es diperkirakan akan turun di Arab Saudi.

Otoritas pertahanan sipil telah memperingatkan risiko badai petir yang sedang berlangsung di sebagian besar Arab Saudi. Kantor berita negara SPA menyebut kondisi tersebut akan berlangsung sepanjang minggu ini.

Direktorat Jenderal Pertahanan Sipil lantas menyerukan kehati-hatian. Mereka menyarankan masyarakat untuk tinggal di tempat yang aman, jauh dari daerah rawan banjir.

Dilansir di Arab News, Senin (9/10/2023), mereka juga menambahkan imbauan kepada masyarakat untuk tidak berenang di air banjir, untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi.

Pihak berwenang Saudi mengatakan beberapa wilayah Makkah, seperti Taif, Maysan, Adham, dan Al-Ardiyat, serta wilayah Asir, Jazan dan Al-Baha akan mengalami hujan sedang hingga lebat. Kondisi ini berpotensi menyebabkan hujan lebat, hujan es, hingga angin kencang dengan debu.

Badai debu ini juga mungkin diprediksikan terjadi di Al-Jamoum dan Al-Kamel. Tidak hanya itu, kondisi serupa juga diperkirakan terjadi di wilayah Madinah, Perbatasan Utara, Al-Jawf, Tabuk dan Hail.

Sebelumnya Direktorat Jenderal Pertahanan Sipil juga pernah mengeluarkan imbauan bagi masyarakat untuk berhati-hati di tengah cuaca buruk pada akhir September lalu. Badai petir diperkirakan terjadi di sebagian besar wilayah Arab Saudi waktu itu.

Otoritas mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati dan berada di tempat yang aman. Mereka juga diharap menjauhi beberapa titik, terutama lembah yang rawan banjir dan rawa air.

Seperti yang diketahui, cuaca buruk seperti angin kencang, badai, maupun petir merupakan kondisi yang tidak bisa dikontrol oleh manusia dan menjadi kuasa Allah SWT. Ketika menghadapi cuaca buruk, dianjurkan untuk membaca doa dan berlindung kepada Allah SWT.

Dalam buku karya Mahmud Asy-Syafrowi berjudul Sukses Dunia-Akhirat Dengan Doa-Doa Harian, Rasulullah SAW disebut mengajarkan untuk beberapa doa saat mengalami cuaca buruk. Doa yang dimaksud antara lain:

1. Doa saat terjadi hujan lebat

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

Bacaan Arab latin: Allahumma haawalaina wa laa ‘alaina. Allahumma ‘alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari.

Artinya: “Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turunkan lah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR Bukhari).

2. Doa ketika terjadi petir

اَلًلهُمَ لا تقتلنا بغضبك ولا تهلكنا بعذابك وعافنا قبل ذلك

Arab-latin: Allahumma la taqtulna bighadhabika wala tuhlikna bi’adzabika wa ‘afina qabla dzalika.

Artinya: Ya Allah, janganlah kau bunuh diriku dengan kemarahan-Mu, dan janganlah kau rusak diriku dengan siksa-Mu, dan maafkanlah aku sebelum semua itu.

3. Doa saat angin kencang

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلَتْ بِهِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا رَحْمَةً وَلَا تَجْعَلْهَا عَذَابًا، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا رِيَاحًا وَلَا تَجْعَلْهَا ضَرُوْرَةً.

Bacaan Arab latin: Allâhumma innî as’aluka khairahâ wa khairamâ fîhâ wa khairamâ ursilat bih, wa a’ûdzubika min syarrihâ wa syarrimâ fîhâ wa syarrimâ ursilat bih. Allâhummaj’alhâ rahmatan wa lâ taj’alhâ ‘adzâban. Allâhummaj’alhâ riyâhan wa lâ taj’alhâ dharûratan.

Artinya: “Wahai Tuhanku, aku minta kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang ada di dalamnya, dan kebaikan barang yang diutus melaluinya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan ini angin, kejahatan barang yang ada di dalamnya, dan kejahatan barang yang diutus melaluinya. Wahai Tuhanku, jadikan ini sebagai angin rahmat dan jangan jadikan ini sebagai angin siksa. Wahai Tuhanku, jadikan ini sebagai angin manfaat dan jangan jadikan ini sebagai angin bahaya.”  

Sumber:

https://www.arabnews.com/node/2387791/saudi-arabia

Inilah Sebab-Sebab Terjatuh ke Dalam Kesyirikan (Bag. 2)

Mengikuti hawa nafsu dan syahwat

Hawa nafsu dan syahwat merupakan salah satu faktor utama yang membuat seseorang menyimpang dari fitrahnya serta membawanya kepada kemusyrikan dan kesesatan. Siapapun yang mengikuti keinginan dan kemauan hatinya kemudian bersembunyi di balik syahwatnya, maka ia akan merasa sempit terhadap apa yang Allah Ta’ala turunkan dan perintahkan. Allah Ta’ala  berfirman,

فَخَلَفَ مِنۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلشَّهَوَٰتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَاِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ اَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ اَهْوَاۤءَهُمْۗ

“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), maka ketahuilah bahwa mereka hanyalah mengikuti keinginan (hawa nafsu) mereka.” (QS. Al-Qasas: 50)

Allah Ta’ala menyebutkan bahwa penghalang seseorang dari menjawab panggilan dan seruan dakwah Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah karena hawa nafsu yang telah menguasainya. Karena hawa nafsu inilah, hati ini berpaling dari terangnya hidayah menuju gelapnya kesesatan dan kemaksiatan.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan dengan jelas bahwa hawa nafsu merupakan salah satu sebab berpalingnya kaum musyrikin dari seruan para nabi-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

كُلَّمَا جَآءَهُمْ رَسُولٌۢ بِمَا لَا تَهْوَىٰٓ أَنفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا۟ وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ

“Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diinginkan oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” (QS. Al-Ma’idah: 70)

Lihatlah, bagaimana buruknya pengaruh hawa nafsu terhadap perilaku dan keputusan seseorang. Hanya karena Nabi tersebut membawa perintah yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, dengan serta merta mereka dustakan atau bahkan mereka bunuh.

Begitu pula dalam hal kesyirikan, seseorang yang terbiasa mengikuti hawa nafsunya, maka bisa saja ia sampai pada tahap “menuhankan” hawa nafsunya tersebut. Melakukan kemaksiatan, syirik kecil, bahkan syirik besar karena mengikuti kemauan hawa nafsunya. Allah Ta’ala berfirman,

أفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Maka, pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka, siapa yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat?) Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Al-Jasiyah: 23)

Rasa sombong

Kesombongan ini memiliki tingkatan. Diawali dengan penghinaan terhadap manusia dan merasa jumawa serta lebih tinggi kedudukannya dari mereka, dan berakhir dengan perasaan angkuh serta merasa tidak butuh untuk beribadah dan menyembah Allah Ta’ala. Kesemuanya ini merupakan perilaku tercela yang hanya muncul dari jiwa yang sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ ». قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ « إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ»

“Tidak akan masuk surga orang yang masih memiliki sikap sombong di dalam hatinya walau seberat biji sawi.” Maka, ada seorang sahabat yang bertanya kepada beliau, “Sesungguhnya orang menyukai kalau pakaiannya itu bagus dan sandalnya bagus.” Maka, Nabi menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Mahaindah yang mencintai keindahan. (Yang dinamakan) sombong ialah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim no. 91)

Al-Qur’an menjelaskan kepada kita bahwa kesombongan merupakan salah satu sebab kekufuran dan kesyirikan kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Raja Namrud,

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّي الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنْ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنْ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, ‘Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.’ Orang itu berkata, ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu, terdiamlah orang kafir itu dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 258)

Di dalam kisah Fir’aun, Allah Ta’ala juga mengisahkan,

وَنَادٰى فِرْعَوْنُ فِيْ قَوْمِهٖ قَالَ يٰقَوْمِ اَلَيْسَ لِيْ مُلْكُ مِصْرَ وَهٰذِهِ الْاَنْهٰرُ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِيْۚ اَفَلَا تُبْصِرُوْنَۗ * اَمْ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْ هٰذَا الَّذِيْ هُوَ مَهِيْنٌ ەۙ وَّلَا يَكَادُ يُبِيْنُ

Dan Fir‘aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, ‘Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku? Apakah kamu tidak melihat? Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?’ (QS. Az-Zukhruf: 52)

Pada kedua ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan bahwa pembangkangan dan ketidakpatuhan kedua raja tersebut terhadap seruan dakwah dan kesyirikan mereka kepada Allah Ta’ala, tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh kepongahan dan kesombongan yang ada di hati mereka. Dalam hal ini, Allah Ta’ala menyebutkan sebuah kaidah yang menyeluruh terkait penyakit kesombongan ini. Ia berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِيْٓ اٰيٰتِ اللّٰهِ بِغَيْرِ سُلْطٰنٍ اَتٰىهُمْ ۙاِنْ فِيْ صُدُوْرِهِمْ اِلَّا كِبْرٌ مَّا هُمْ بِبَالِغِيْهِۚ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (bukti) yang sampai kepada mereka, yang ada dalam dada mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang tidak akan mereka capai, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (QS. Ghafir: 56)

Saat seseorang telah dibutakan oleh kesombongan, maka yang ada di hati mereka hanyalah ambisi untuk menguasai dan menyombongkan diri di depan kebenaran. Tidak peduli siapa yang menyampaikannya, tidak peduli apapun kebenarannya, maka akan mereka tolak.

Ikut-ikutan secara membabi buta dan menjunjung adat-istiadat yang tidak bersumber dari dalil

Perbuatan semacam inilah yang pada akhirnya menyebabkan tersebarnya fenomena-fenomena kesyirikan  di tengah kita serta membuat kesyirikan tersebut terus berlanjut melalui zaman yang panjang. Ikut-Ikutan secara membabi buta serta berlebih-lebihan di dalam mencintai adat istiadat yang berlaku akan membawa seseorang pada jurang kemusyrikan dan kesesatan.

Bersikukuh di dalam sebuah kesyirikan karena beralasan bahwa hal tersebut telah dilakukan sejak lama oleh nenek moyangnya terdahulu, lalu takut untuk meninggalkan kesyirikan tersebut karena menganggap bahwa hal itu merupakan bentuk pelecehan terhadap budaya leluhur yang telah mengakar kuat dalam kehidupan mereka adalah sebab susahnya hidayah masuk ke dalam diri seseorang. Allah Ta’ala berfirman,

وَكَذٰلِكَ مَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِيْ قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيْرٍۙ اِلَّا قَالَ مُتْرَفُوْهَآ ۙاِنَّا وَجَدْنَآ اٰبَاۤءَنَا عَلٰٓى اُمَّةٍ وَّاِنَّا عَلٰٓى اٰثٰرِهِمْ مُّقْتَدُوْنَ

Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekedar pengikut jejak-jejak mereka.’” (QS. Az-Zukhruf: 23)

Tidak hanya di zaman dahulu saja, di zaman sekarang sering kita jumpai orang musyrik tetap berada dalam kemusyrikannya dengan dalih ini. Meskipun telah sampai kepada mereka dalil- dalil dan bukti-bukti yang begitu banyak akan kesesatan yang mereka lakukan.

Setan dan tipu dayanya

Allah Ta’ala berfirman,

كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةً وَٰحِدَةً فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّۦنَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ ٱلنَّاسِ فِيمَا ٱخْتَلَفُوا۟ فِيهِ ۚ

“Dahulu manusia itu adalah umat yang satu. Maka, Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 213)

Dahulu kala, manusia dari zaman Nabi Adam sampai zaman Nabi Nuh ‘alaihimas salam beriman kepada Allah Ta’ala, kemudian setan menghasut dan menipu mereka hingga terjadilah perselisihan di antara mereka sendiri. Ketika itu, tipuan pertama setan kepada manusia adalah dengan memperdaya mereka untuk berdiam diri dan duduk-duduk di kuburan orang-orang saleh serta membuat lukisan dan patung mereka dengan dalih agar senantiasa mengingat-ingat kesalehan dan kebaikan orang-orang saleh tersebut. Hingga terjadilah kesyirikan pertama di bumi ini ketika setan sukses menipu kaum Nuh ‘alaihis salam untuk menyembah patung-patung dan lukisan-lukisan yang telah mereka buat tersebut.

Syekhul Islam dalam Majmu’ Fatawa-nya mengatakan,

“Seperti inilah  keadaan kebanyakan ahli bid’ah, sesat, dan kaum musyrik yang mengaku-ngaku menjadi bagian dari umat ini. Salah seorang dari mereka berdoa dan memohon pertolongan kepada gurunya dan syekhnya yang dia hormati sedangkan gurunya tersebut telah meninggal. Dia saksikan bahwa gurunya tersebut mendatanginya dengan terbang di udara, membantunya untuk menolak beberapa keburukan yang tidak disukainya, atau berdialog dengannya mengenai sebagian hal yang ia tanyakan kepadanya. Dia tidak mengetahui bahwa setan-setan itu berubah wujud menyerupai gurunya untuk menyesatkan mereka, sehingga nampak baik di mata mereka kesyirikan kepada Allah Ta’ala, berdoa kepada selain-Nya, dan meminta tolong kepada selain-Nya.” (Majmu’ Fatawa, 17: 456 secara ringkas)

Berpegang dengan riwayat-riwayat palsu dan mimpi-mimpi yang batil

Pemalsuan hadis dan kebohongan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah sesuatu yang spontan. Melainkan sebuah rencana yang sudah terorganisir yang diciptakan oleh para ahli bid’ah untuk melawan Islam sebagai bentuk pelampiasan akan kebencian mereka yang terpendam. Mereka berupaya untuk membuat hadis-hadis palsu dan menyebarkannya di tengah masyarakat, menciptakan hadis-hadis palsu yang bertentangan dengan konsep tauhid. Seperti hadis yang berbunyi,

إذا أعيتكم الأمورُ فعليكم بأهلِ القبورِ ، أو فاستعينوا بأهلِ القبورِ

Jika kalian sedang dirundung masalah, maka kembalilah kepada ahli kubur atau mintalah pertolongan kepada ahli kubur.

Hadis ini atau yang semisalnya, sengaja mereka buat untuk menghalalkan perkara-perkara yang telah dilarang Allah Ta’ala dan Nabi-Nya, baik itu membolehkan meminta tolong kepada ahli kubur yang telah meninggal dunia, atupun perbuatan kesyirikan dan kemaksiatan lainnya.

Begitu pula dengan mimpi-mimpi orang-orang yang dianggap sebagai wali. Mimpi-mimpi yang mendukung mereka untuk berbuat kesyirikan, berlebih-lebihan di dalam mengkultuskan seseorang ataupun mengagungkannya melewati batas yang diperbolehkan oleh syariat ini.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dan anak cucu kita dari terjatuh ke dalam perbuatan syirik, menjauhkan kita dari segala macam wasilah dan sebab yang akan mengantarkan kita ke dalam jurang kesyirikan dan kemaksiatan.

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ , وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan (syirik) yang menyekutukan-Mu, sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa-apa yang tidak aku ketahui.

Berdoalah sebagaimana doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah) sebagai negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.(QS. Ibrahim: 35)

Wallahu A’lam bisshawab.

[Selesai]

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88003-inilah-sebab-sebab-terjatuh-ke-dalam-kesyirikan-bag-2.html

Hamas: Kami Mengobarkan Perang untuk Membela Martabat Al-Aqsha

Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengatakan mengobarkan perang dengan Israel untuk membela martabat dan kehormatan Masjid Al-Aqsha. Pernyataan ini disampaikan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyah, menandai peluncuran Operasi “Taufan Al-Aqsha” ke wilayah Palestina yang dicaplok ‘Israel’.

“Musuh yang mengepung Gaza telah merencanakan untuk mengejutkan dan meningkatkan agresi terhadap rakyat kami di Jalur Gaza, di samping pemukiman dan agresi yang terus berlanjut setiap saat di Tepi Barat, yang berusaha mencabut rakyat kami dan mengusir mereka dari tanah mereka, dan kejahatan penjajah terhadap rakyat kami di tahun 1948-an, karena berdiri di belakang semua operasi pembunuhan dan pembunuhan di sana, dan kelanjutan penjajah dalam menahan tawanan kami selama beberapa dekade, dan mengingkari kesepakatan ketika ia menangkap kembali mereka yang dibebaskan dari kesepakatan pertukaran.”

“Untuk semua ini, kami melancarkan pertempuran kehormatan, perlawanan dan martabat untuk mempertahankan Al-Aqsha, di bawah judul yang diumumkan oleh Saudara Panglima Tertinggi Abu Khaled Al-Deif, “Banjir Al-Aqsha”. Banjir ini dimulai dari Gaza dan akan meluas ke Tepi Barat dan luar negeri, dan setiap tempat di mana rakyat dan bangsa kita berada.”

Sementara juru bicara Hamas, Khaled Qadomi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa operasi militer yang dilakukan oleh kelompok tersebut merupakan respon atas kekejaman yang dialami oleh rakyat Palestina selama beberapa dekade oleh Zionis.

“Kami ingin masyarakat internasional menghentikan kekejaman di Gaza, terhadap rakyat Palestina, situs-situs suci kami seperti Al-Aqsha. Semua hal tersebut adalah alasan di balik dimulainya pertempuran ini,” katanya.

Ketika ditanya apakah Hamas telah menyandera tentara dan warga sipil Israel, Qadomi menjawab: “Mereka bukan sandera. Mereka adalah tawanan perang.”

Ia menambahkan bahwa para pemukim Israel juga merupakan penjajah dan menurut hukum internasional, mereka adalah penjajah.

“Jadi situasi saat ini adalah perang melawan penjajah,” katanya.

Para pejuang Gaza masuk dan menguasai wilayah jajahan ‘Israel’ di sekitar Gaza. Selama ini para pejuang Gaza defensif, kali ini untuk pertama kali mereka ofensif dan ekspansi.

Hingga kini para pejuang Hamas masih bertempur dengan pasukan penjajah di tujuh lokasi di Israel selatan dekat perbatasan dengan Jalur Gaza, menurut Times of Israel.

Pertempuran senjata terjadi di dan sekitar kota Kfar Aza, Sderot, Sufa, Nahal Oz, Magen, Be’eri, dan pangkalan militer Re’im, lapor surat kabar itu.

Untuk pertama kalinya otoritas zionis mengumumkan status “perang” sejak 1973. Dalam serangan kali ini pejuang perlawanan Al-Qassam mendeklarasikan operasi yang disebut “Taufan Al-Aqsha” dengan serangan dari semua arah; darat, udara dan laut untuk menarget penjajah zionis.*

HIDAYATULLAH

Zaman yang Terus Melaju, Umat Islam yang Terpaku Masa Lalu

Zaman telah berubah secara drastis. Zaman keemasan Islam silam adalah semangat, tetapi bukan tujuan untuk kembali ke masa lalu. Akan banyak ketidakcocokan dan keterkejutan sosial dan budaya yang harus dihadapi umat Islam ketika membangkitkan sistem lama yang telah terkubur dalam sejarah.

Fakta-fakta keemasan masa lalu adalah pembelajaran terbaik untuk masa kini. Tetapi, tentu, bukan dihidupkan ke masa kini dengan format lama yang telah usang. Zaman terus melaju, tetapi kenapa umat Islam masih terpaku masa lalu. Keemasan masa lalu telah berakhir menjadi bagian sejarah. Kenapa harus memulainya dari titik nol kembali. Sejarah itu adalah pembelajaran untuk terus menatap ke depan.

Setiap sejarah yang dilalui umat Islam bukan produk hukum yang harus dirujuk, tetapi pelajaran yang harus diambil hikmahnya. Lihatlah bagaimana al-Quran memberikan pelajaran sejarah-sejarah masa lalu bukan sebagai produk yang harus ditiru, tetapi pembelajaran untuk masa kini. Perjalanan sejarah tetaplah hanya bagian dari babakan sejarah.

Sistem khilafah adalah bagian penting dalam sejarah Islam yang tidak baku dalam perjalanannya. Ia mengalami pasang surut, baik kemegahan dan kegelapan, keemasan dan kehancuran, perdamaian dan konflik saudara. Semuanya adalah bagian dari produk sejarah, bukan produk hukum yang harus dirujuk.

Sebenarnya umat Islam mempunyai dua sandaran penting Al-Quran dan Sunnah. Keduanya adalah pedoman, sandaran dan rujukan yang akan sesuai dengan tempat dan zaman. Kembali kepada al-Quran dan Sunnah bukan pula menghidupkan sejarah masa lalu dihadirkan ke masa kini. Tetapi menghadirkan keduanya sebagai petunjuk dan semangat di masa kini.

Al-Quran dan sunnah adalah sumber bukan produk jadi yang siap pakai. Dua pedoman itu rujukan dan pedoman yang harus digali untuk disesuaikan dengan masa kini. Ulama-ulama besar telah memberikan panduan bagaimana merujuk kedua sumber agar sesuai dengan tantangan zaman. Hadirnya metode dalam ijtihad hukum adalah cara bagaimana ulama masa lalu ingin menghadirkan Islam tetap menjadi rahmat di setiap zaman dan tempat.

Umat Islam terlalu terpaku masa lalu. Akhirnya, selalu memiliki mental yang hanya menjustifikasi sesuatu, tetapi bukan menemukan sesuatu. Setiap penemuan ilmiah, ia akan bangga bahwa ini sesuai dengan al-Quran. Inilah kehebatan al-Quran. Begitu petikan komentar umat Islam. Dalam proses itu, umat Islam tertinggal.

Dengan rujukan al-Quran, bukan umat Islam yang mencoba membuktikan secara ilmiah apa yang terkandung dalam al-Quran. Tetapi umat Islam hanya sibuk menyesuaikan penemuan ilmiah dengan al-Quran. Berbangga jika ditemukan kesesuaian al-Quran dengan penemuan baru, tetapi tidak mampu menemukan penemuan ilmiah baru.

Setiap ada kejadian semisal persoalan sosial, umat Islam hanya mampu berteriak Islam adalah solusi sebagaimana terjadi di era keemasan masa lalu. Umat Islam tidak bisa bertindak hanya mengandalkan keemasan masa lalu. Lihatlah semisal bagaimana Khalifah Umar mengatasi bencana, lihatlah bagaimana khalifah Harun Ar-rasyid berhasil mengatasi kekeringan dan krisis pangan. Rujukannya adalah sejarah masa lalu. Kebanggaan yang berlebihan tanpa harus melakukan solusi berdasarkan pengalaman kekinian.

Jika ditemukan teknologi canggih di masa kini, ulasan yang membanggakan muncul. Sesungguhnya penemu algortima media sosial saat ini adalah cendikiawan muslim. Apa kebanggaannya? Sementara umat Islam saat ini hanya sibuk seputar bid’ah dan sesat tanpa mempunyai energi ijtihad untuk menemukan penemuan baru bagi kemashlahatan manusia.

Anehnya di setiap penemuan baru umat Islam sibuk membid’ahkan, mengharamkan dan menghadang laju perubahan. Jika ditemukan kesesuaian, umat Islam akan mengatakan dengan bangga sesungguhnya penemu awalnya adalah muslim, sesungguhnya ini sesuai dengan dalil, sesungguhnya ini sudah lama dilakukan para khalifah masa lalu.

Umat Islam akhirnya sibuk dengan membicarakan sistem masa lalu yang hendak diterapkan masa kini. Sistem yang katanya bisa menjadi solusi peradaban karena di masa lalu pernah berjaya. Sambil meneriakkan keemasan masa lalu, tidak ada satupun sumbangsih gerakan ijtihad keilmuan yang dilakukan kecuali persoalan politik kekuasaan yang dibicarakan.

Sejatinya jika umat Islam hanya membanggakan masa lalu tanpa berbuat banyak untuk masa kini adalah cermin dari mental inferior yang berharap superioritas masa lalu. Umat Islam terkungkung dalam persoalan politik praktis kekuasaan yang dalam banyak hal menimbulkan perang saudara. Penegakan kekuasaan berdasarkan khilafah, misalnya, tiada henti diteriakkan tanpa semangat gairah keemasan, hanya bermimpi sistem lama itu tegak kembali.

Sungguh, umat Islam harus merubah mental dan cara pandang yang telah berubah. Jangan banyak mengutuk masa kini dengan dalil masa lalu. Buatlah perubahan dengan sumber pedoman masa lalu untuk perubahan kemashlahatan di masa kini. Bukan sekeder berbicara sistem lama yang diterapkan ke masa kini. Berijtihadlah untuk menciptakan sistem baru yang sesuai dengan sumber Islam dan semangat kekinian.

Umat Islam jangan terpaku masa lalu, sementara zaman terus berlalu. Kenapa proyek kebangkitan Islam gagal? Karena ia hanya bangkit saat ini dengan membawa sistem lama, bukan semangat yang lama dibarukan dengan kekinian. Kebangkitan Islam hanya jargon karena format yang diusungnya masih barang lama.

Jika umat Islam masih gamang dalam memperlakukan dan meletakkan sumber, sejarah, tradisi, dan produk hukum, selamanya umat Islam hanya menimbulkan keriuhan kecil dari perubahan besar zaman. Jika umat Islam ingin bangkit adalah dengan merujuk pada sumber dengan mengajaknya berdialog dengan zaman kekinian. Umat Islam tidak bisa kembali ke titik nol dengan sistem lama. Islam sebagai energi perubahan, bukan produk yang sudah membeku untuk dihadirkan kembali di masa kini. Islam harus didialogkan dengan zaman sehingga sebagai energi akan muncul rahmatnya di masa kini.

ISLAMKAFFAH

Sahkah Mandi Junub Tanpa Keramas?

Ketika kita membasuh rambut, kita umumnya menggunakan shampo. Begitu juga ketika kita mandi wajib, kita umumnya keramas dengan pakai shampo. Namun apakah keramas ketika mandi wajib ini harus menggunakan shampo? Sahkah mandi junub tanpa keramas?

Dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa rukun wajib mandi besar ada dua hal. Pertama, niat mandi wajib atau niat menghilangkan hadas besar. Kedua, membasahi seluruh badan dengan air, dari ujung rambut kepala sampai ujung kaki.

Jadi apakah mandi junub itu harus keramas? Simak penjelasan Ustadz Gaes!

BINCANG SYARIAH