Berdoa, Cara Muslim Menyikapi Konflik Palestina-Israel

Pada tanggal 7 oktober 2023 lalu, konflik antara Palestina dan Israel yang sudah terjadi selama beberapa dekade kembali pecah. Konflik ini tentu mengorbankan banyak nyawa yang tidak bersalah terutama dari kalangan perempuan dan anak-anak. Indonesia yang memiliki visi untuk menghapus segala bentuk penjajahan di dunia dan turut andil dalam perdamaian dunia sebagaimana yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 tetap setia berada di garda terdepan untuk membela Palestina.

Dalam hal ini, Indonesia merealisasikan kepeduliannya dengan mengirimkan bala tentara Indonesia untuk membantu Palestina, membangunkan sekolah dan rumah sakit untuk masyarakat Palestina khususnya di jalur Gaza. Selain itu banyak pula para relawan yang mengirimkan bantuan secara finansial untuk masyarakat Palestina meskipun jumlah bantuan yang dikirimkan tidak bisa mencukupi kebutuhan para korban.

Lantas bagaimana seharusnya sikap kita sebagai seorang muslim dalam menyikapi konflik Palestina-Israel?

Pada dasarnya berjihad atau berperang di jalan Allah adalah salah satu fardhu kifayah (kewajiban yang jika dikerjakan oleh sebagian orang maka kewajiban hal tersebut kepada yang lainnya akan gugur). Sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Fathu al-Mu’in bi Syarh Qurrah al-‘Ain bi Muhimmat al-Din halaman 593:

‌‌باب الجهاد وهو فرض كفاية كل عام كقيام بحجج دينية وعلوم شرعية

Artinya: “Bab tentang jihad. Jihad adalah fardhu kifayah pada setiap tahun seperti menegakkan hujjah-hujjah agama dan ilmu-ilmu syar’iyyah”

Namun, jihad langsung ke Palestina dengan konflik yang masih sangat panas bukanlah merupakan alternatif terbaik untuk kebanyakan orang, terlebih semua jalur menuju Palestina khususnya jalur Gaza dibuka terbatas bahkan sering kali ditutup. Kendati demikian, sebagai seorang manusia terlebih seorang muslim semestinya membantu semampunya.

Persaudaraan yang dijalin antara masyarakat Indonesia tidak sebatas bersaudara sebagai sesama manusia saja, akan tetapi juga bersaudara sebagai sesama muslim yang sudah seharusnya saling membantu dan menguatkan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut: 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ‌الْمُؤْمِنُ ‌لِلْمُؤْمِنِ ‌كَالْبُنْيَانِ يَقَوِّي بَعْضُهُ بَعْضًا

Artinya: Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang sebagiannya menguatkan kepada sebagian yang lain.” (H.R. Abu Dawud)

Secara umum, hadis ini memerintahkan kita untuk menguatkan saudara kita yang lain, termasuk saudara kita di Palestina. Saling menguatkan di sini tidak terbatas dengan berperang bersama di tanah air mereka. Islam memberikan opsi lain cara menolong penduduk Palestina dan mencegah kemungkaran yang berkecamuk semampu yang kita bisa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

مَنْ رَأَى مُنْكَرًا ‌فَلْيُغَيِّرْهُ ‌بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَان

Artinya: “Barang siapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka menggunakan lisannya, jika ia tidak mampu maka menggunakan hatinya. Dan yang demikian itu adalah paling rendahnya iman.”

Dengan demikian, ketika kita tidak memiliki kemampuan apapun untuk mencegah kemungkaran yang sedang diderita oleh saudara-saudara kita di Palestina, kita masih punya cara dengan mencegahnya melalui lisan kita. Salah satunya dengan mendoakan mereka agar segera dibebaskan dari penjajah Zionis yang semakin brutal menghabisi masyarakat Palestina. Untuk saat ini, berdoa adalah hal yang bisa dilakukan muslim dalam menyikapi konflik Palestina-Israel. 

Kita harus yakin bahwa Allah yang Maha Penguasa pasti akan mengabulkan doa-doa hambanya yang sudah lama terzalimi. Allah yang Maha Segala akan membantu orang-orang yang selalu mengabdikan diri kepada-Nya.

BINCANG MUSLIMAH

Jangan Gunakan Istilah Mabuk Agama

Pertanyaan:

Mohon pencerahannya ustadz. Saya mendapati ada sebagian ustadz yang menggunakan istilah “mabuk agama” terhadap orang-orang yang menurut beliau berlebihan dalam beragama. Apakah penggunaan istilah “mabuk agama” ini dibenarkan?

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Hendaknya menjauhi istilah “mabuk agama” atau “mabuk manhaj”, karena beberapa poin berikut:

Pertama, perkataan seperti ini tidak ada contohnya dari para ulama salaf maupun khalaf. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah sering menasehati murid-murid beliau:

إيَّاكَ أنْ تتكلمَ في مسألةٍ ليسَ لكَ فيها إمامٌ

“Jauhkan dirimu dari berkata-kata dalam suatu masalah, yang mana engkau tidak memiliki imam (pendahulu) dalam perkataan tersebut” (Siyar A’lamin Nubala, 11/296).

Bahkan istilah “mabuk agama” merupakan perkataan yang sering dilontarkan oleh orang liberal, atheis, dan para pembenci Islam. Istilah “mabuk manhaj” juga istilah yang sering dilontarkan oleh para pembenci dakwah sunnah. Yang sudah seharusnya kita tidak menyerupai mereka. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

تشبه بقوم فهو منهم

“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, dihasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, dishahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).

Syaikh Abdul Karim Al-Khudhair menjelaskan: 

ولا شك أن الموافقة بالظاهر قد يكون لها نصيب في الموافقة بالباطن، وقد تجر إليه، وقل مثل هذا في التشبه بالمبتدعة، سواء كانت البدع كبيرة أم مغلظة أم خفيفة، وقل مثل هذا في التشبه بالفساق وغيرهم، كل هذا له دلالته على شيء من الموافقة بالباطن والميل القلبي

“Tidak ragu lagi bahwa keserupaan secara lahiriah memiliki pengaruh dalam keserupaan dalam batin. Terkadang keserupaan secara lahiriah membawa kepada keserupaan dalam batin. Ini juga berlaku dalam perkara menyerupai ahlul bid’ah, baik bid’ah yang besar atau berat ataupun bid’ah yang ringan. Demikian juga ini berlaku dalam perkara menyerupai orang fasik. Semuanya akan membawa kepada keserupaan dalam batin dan kecondongan hati kepada mereka” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, halaqah ke-68, tanggal 11/2/1433).

Oleh karena ini hendaknya gunakan istilah-istilah yang syar’i atau yang digunakan oleh para ulama untuk menyatakan sikap berlebihan dalam beragama, seperti: ghuluw, tanatthu’, ifrath, takalluf, atau semisalnya.

Kedua, perkataan ini mengandung makna bahwa agama Islam bisa membuat orang mabuk dalam artian: sesat. Padahal agama Islam itu pasti benar dan lurus, yang membuat sesat adalah pemahaman orang yang menyimpang, bukan agama Islamnya.

Perkataan ini juga bisa bermakna bahwa orang semakin dalam belajar Islam akan semakin sesat dan ngawur seperti orang yang mabuk. Ini pernyataan yang batil. Justru semakin belajar Islam dan semakin rajin menuntut ilmu agama, akan bertambah ilmu dan iman. Sehingga menjadi sebab ia semakin shalih dan semakin baik. Buktinya Allah perintahkan kita untuk berdoa meminta tambahan ilmu. Allah ta’ala berfirman:

قُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu” (QS. Thaha: 114).

Dalam hadits disebutkan bahwa orang yang memiliki ilmu sama saja seperti mengambil warisan para Nabi. Semakin banyak ilmunya, semakin banyak warisan para Nabi yang ia dapatkan. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَن سلَك طريقًا يطلُبُ فيه عِلْمًا، سلَك اللهُ به طريقًا مِن طُرُقِ الجَنَّةِ، وإنَّ الملائكةَ لَتضَعُ أجنحتَها رِضًا لطالبِ العِلْمِ، وإنَّ العالِمَ ليستغفِرُ له مَن في السَّمواتِ ومَن في الأرضِ، والحِيتانُ في جَوْفِ الماءِ، وإنَّ فَضْلَ العالِمِ على العابدِ كفَضْلِ القمَرِ ليلةَ البَدْرِ على سائرِ الكواكبِ، وإنَّ العُلَماءَ ورَثةُ الأنبياءِ، وإنَّ الأنبياءَ لم يُورِّثوا دينارًا ولا درهًما، ورَّثوا العِلْمَ، فمَن أخَذه أخَذ بحظٍّ وافرٍ

“Barang siapa menempuh jalan menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya untuk menuju surga. Dan para Malaikat akan merendahkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu, karena ridha kepada mereka. Dan orang yang berilmu itu dimintakan ampunan oleh semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi, juga oleh ikan-ikan yang ada di kedalaman laut. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama dibandingkan seluruh bintang-bintang. Dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, Namun mereka mewariskan ilmu, barang siapa yang menuntut ilmu sungguh ia mengambil warisan para Nabi dengan jumlah yang besar (HR. At-Tirmidzi no. 2682, Abu Daud no. 3641, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Semakin banyak ilmu seseorang maka ia semakin terpuji, bahkan sampai dibolehkan iri kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا حسدَ إلا في اثنتين : رجلٌ آتاه اللهُ مالًا؛ فسلَّطَ على هَلَكَتِه في الحقِّ ، ورجلٌ آتاه اللهُ الحكمةَ؛ فهو يَقضي بها ويُعلمُها

“Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: seseorang yang diberikan harta oleh Allah, kemudian ia habiskan harta tersebut di jalan yang haq, dan seseorang yang diberikan oleh Allah ilmu dan ia memutuskan perkara dengan ilmu tersebut dan juga mengajarkannya” (HR. Al-Bukhari 73, Muslim 816).

Dan dalil-dalil yang lainnya yang menunjukkan bahwa semakin sering seseorang menuntut ilmu, semakin baik bukan semakin mabuk atau ngawur

Dan semua perkataan yang mengandung kemungkinan makna-makna yang batil, harus dihindari.

Ketiga, ini bentuk mencampur-adukkan antara haq dan batil. Agama itu haq, mabuk itu kebatilan. Padahal kita dilarang mencampur-adukkan antara haq dan batil. Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ 

“Dan janganlah kamu campur-adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya” (QS. Al-Baqarah: 42)

Jika istilah-istilah seperti ini dibiarkan, bukan tidak mungkin nantinya akan ada istilah “mabuk Al-Qur’an”, “mabuk hadits”, “mabuk iman”, “mabuk takwa”, “mabuk sedekah”, dll. Yang akan membawa kepada pelecehan terhadap syariat Islam. Allahul musta’an.

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

***

Perkara yang Bukan Termasuk Riya’

Riya’ (pamer) adalah perilaku atau perbuatan yang dilakukan seseorang yang bertujuan untuk menunjukkan kelebihan atau kebaikan dirinya di hadapan orang lain. Riya‘ sering terkait dengan upaya untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari orang lain.

Ada perkara-perkara tertentu yang sebagian kaum muslimin menyangkanya sebagai perbuatan riya’, padahal hal tersebut bukanlah bagian dari riya’.

Pertama, mendapatkan pujian setelah beramal kebaikan

Ketika seseorang beramal kebaikan dan setelahnya ada yang memuji amalan yang telah ia lakukan, maka hal ini bukan termasuk riyaselama ia ikhlas dalam beramal. Walaupun tidak termasuk riya’, hendaknya seseorang berhati-hati dengan pujian, dan berdoa agar dirinya lebih baik dari apa yang disangkakan orang lain.

Dalam suatu riwayat, ada orang yang sering dipuji oleh manusia. Sehingga terkesan bahwa orang tersebut riya‘, padahal bukan riya‘.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه قَالَ : قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنْ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ ؟ قَالَ : ( تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ )

Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah ditanya, ‘Bagaimana seseorang yang beribadah atau berbuat suatu kebaikan, lalu dipuji oleh manusia?’ Rasulullah menjawab, ‘Itu adalah kabar gembira bagi seorang mukmin yang dipercepat oleh Allah.’ (HR. Muslim)

Di antara bentuk kabar gembira kepada seorang mukmin, yaitu tatkala manusia memberikan pujian yang baik kepadanya. Karena pujian manusia kepadanya merupakan persaksian bahwa dirinya adalah golongan orang yang baik. (Lihat Fatawa Nur Ala Ad-Darb, hal. 111)

Tatkala dipuji, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berdoa,

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

“Allahumma anta alamu minni bi nafsiy, wa ana alamu bi nafsi minhum. Allahummaj alniy khairam mimma yazhunnun, waghfirliy ma la yalamun, wa la tu’akhidzniy bima yaqulun.”

“Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri. Dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan. Ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku. Dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228)

Kedua, bersemangat ketika berkumpul bersama ahli ibadah atau jamaah

Tatkala ia sendiri di rumah, terasa malas beribadah. Kemudian ia pergi bertemu sahabatnya yang saleh untuk mendapatkan motivasi dan ia pun bersemangat setelah itu. Hal demikian bukanlah riya’.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS. At-Taubah:119)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu mengikuti din (agama dan akhlak) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat.” (HR. Abu Dawud no. 4833. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 927)

Dalam kitab Al-Adzkar karya Al-Imam an-Nawawi rahimahullah juga disebutkan lima obat hati. Salah satunya adalah berkumpul (duduk) dengan orang-orang saleh untuk menambah semangat beramal dan beribadah,

دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ

“Penawar hati itu ada lima: 1) membaca Al-Quran dengan tadabbur (perenungan), 2) kosongnya perut (dengan puasa-pen), 3) qiyamul lail (salat malam), 4) berdoa di waktu sahur (waktu akhir malam sebelum Subuh), dan 5) duduk bersama orang-orang saleh.(Lihat Al-Adzkar An-Nawawi, hal. 107)

Terkadang seseorang bermalam bersama orang-orang yang saleh, dan mereka pun salat bersama semalam suntuk. Padahal biasanya ia hanya salat beberapa waktu saja, atau biasanya ia tidak salat. Akan tetapi, karena bersama mereka, ia pun ikut salat. Sehingga motivasi ibadahnya meningkat disebabkan dirinya bersama orang-orang yang saleh tadi. (Lihat Minhajul Qashidin, hal. 288)

Ketiga, memperbagus dan memperindah pakaian

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika ditanya tentang seseorang yang senang berpakaian dan memakai sandal yang bagus,

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.(HR. Muslim)

Terlebih lagi jika hendak menegakkan salat, maka ditekankan untuk memperindah pakaiannya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap kali (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS. Al-A’raf: 31)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa berdasarkan ayat ini dan juga dalil dari As-Sunnah, dianjurkan memperindah penampilan ketika salat, terlebih pada hari Jumat dan hari raya (hari ‘id). Dianjurkan pula memakai wangi-wangian, karena hal itu termasuk dalam perhiasan, dan bersiwak sebagai perkara yang menyempurnakannya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3: 402)

Keempat, menutupi aib dan dosa dirinya

Dosa yang dilakukan itu wajib ditutupi, sehingga tidak diperbolehkan seseorang itu menceritakan dan menampak-nampakkan maksiat yang pernah ia lakukan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An Nur: 19)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كلّ أمّتي معافى إلّا المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبح يكشف ستر اللّه عنه

“Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi hari dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut. Yang mana dia berkata, Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatannya itu. Akan tetapi, pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima, mendapatkan popularitas tanpa dicari dan diinginkan

Seseorang yang mendapatkan ketenaran tanpa ia mencarinya, maka hal ini bukan termasuk riya’. Hanya saja, jika ia mendapatkan popularitas sedangkan imannya lemah, maka dapat terjerumus ke dalam fitnah. Bahkan, karena popularitas yang dimilikinya, bisa menjadikan amal jariyah atau dosa jariyah karena ada yang mengidolakannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang melakukannya setelahnya tanpa berkurang sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)

Imam Ghazali rahimahullah mengatakan, “Yang tercela adalah apabila seseorang mencari ketenaran. Namun, jika ia tenar karena karunia Allah tanpa ia cari-cari, maka itu tidaklah tercela.” (Lihat Ihya Ulumuddin, 3: 278)

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88595-perkara-yang-bukan-termasuk-riya.html

Pintu Rezeki yang Paling Luas dan Mudah

Belumkah kita mendengar sabda Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam:

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, sungguh Allah akan Memberikan kalian rezeki sebagaimana Dia Memberi rezeki kepada burung; ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad)

Bagaimana menurut Anda jika ada salah seorang raja dunia ini, dia berkata, “Kemarilah…”sementara dia kaya dan perbendaharaan negara ada di tangannya.

Raja itu berkata kepada Anda, “Tenang saja, semua “rezeki”, kebutuhan, dan gaji yang Anda perlukan saya yang menanggungnya, tidak perlu khawatir.”

Demi Allah, bagaimana Anda akan melewati pagi dan sore hari Anda?

Tidakkah Anda tenang dan bahagia?

Bahkan jika ada sedikit keterlambatan dari “rezeki” yang akan diberikan kepada Anda ini—“rezeki” ini, tentu, “rezeki” di sini maksudnya pemberian (si raja tadi)—adapun rezeki itu (sebenarnya) dari Allah Subẖānahu wa Taʿālā, maka Anda akan merasa tenang, tenteram dan ayem, karena Anda mengetahui bahwa raja yang berjanji kepada Anda ini mampu.

Lantas bagaimana dengan Zat Yang Maha Memberi Rezeki dan Maha Agung, yaitu Allah, Yang Maha Dermawan, Yang Maha Luas, Maha Besar, dan Maha Mampu Subẖānahu wa Taʿālā, Menjanjikan kepada Anda bahwa Anda akan diberi dan mendapatkan karunia yang telah Dia Tuliskan bagi Anda, maka tenanglah dan perbaguslah usaha Anda dalam mencarinya.

Apakah perkataan ini maksudnya bahwa seseorang kemudian bermalas-malasan, berdiam diri, dan tidak mencari rezeki?

Jawabannya: tentu tidak sama sekali!

Pelajaran dari perkataan ini bukan demikian.

Tidakkah Anda mendengar sabda Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam yang tadi,

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, sungguh Allah akan Memberikan kalian rezeki sebagaimana Dia Memberi rezeki kepada burung…”

Apa yang burung itu lakukan?

Duduk dan tidur saja?

Ataukah disebutkan, “… ia pergi pada pagi hari…”?

Jadi, tetap harus ada usaha!

Maksud dari perkataan ini bahwa usaha haruslah dibarengi dengan tawakal, yakin, bergantung, dan menyerahkan segalanya kepada Allah Subẖānahu wa Taʿālā.

Demikianlah seseorang mengumpulkan dua kebaikan sekaligus; yakni mengupayakan sebab yang diperintahkan syariat, dan tawakal yang diperintahkan oleh Allah Subẖānahu wa Taʿālā.

Syaikh Shalih Sindi hafizhahullah – Nasehat Ulama Yufid.TV

https://www.youtube.com/watch?v=8lewa8C3Vm4

Referensi: https://konsultasisyariah.com/43247-pintu-rezeki-yang-paling-luas-dan-mudah.html

Keutamaan Masjid al-Aqsa

فضائل المسجد الأقصى

Keutamaan Masjid al-Aqṣā

يزداد ألم المسلمين وأسفهم يوماً بعد يوم على الحال التي آل إليه المسجد الأقصى من تسلط اليهود المجرمين عليه وانتهاكهم لحرمته واعتدائهم على قدسيته ومكانته وارتكابهم فيه ومع أهله أنواعاً كثيرة من التعديات والإجرام

Derita umat Islam dan duka mereka semakin hari semakin bertambah melihat bagaimana Masjid al-Aqṣā yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi durjana. Mereka melanggar kesuciannya, mengotori kemuliaan dan kedudukannya, dan berbuat nista terhadapnya dan para penghuninya dengan berbagai macam pelanggaran dan kejahatan.

والمسجد الأقصى مسجد عظيم مبارك له مكانة عالية في نفوس المؤمنين ومنزلة رفيعة في قلوبهم ، فهو مسجد قد خص في الكتاب والسنة بميزات كثيرة وخصائص عديدة وفضائل جمة تدل على رفيع مكانته وعظيم قدره 

Masjid al-Aqṣā adalah masjid yang mulia dan diberkahi, yang memiliki status yang mulia dalam jiwa orang-orang beriman dan kedudukan yang tinggi di dalam hati mereka. Inilah masjid yang dalam Kitab dan sunah secara khusus disebutkan keunggulannya bermacam-macam, karakteristik yang banyak, dan keutamaannya melimpah yang menunjukkan statusnya yang tinggi dan kedudukannya yang agung.

فمن فضائل المسجد الأقصى أنه أحد المساجد الثلاثة المفضلة التي لا يجوز شد الرِّحال بنية التعبُّد إلا إليها ، فعن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ((لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ : الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى)) [1].

  • Salah satu keutamaan Masjid al-Aqṣā adalah statusnya yang merupakan salah satu dari tiga masjid utama yang mana ada larangan untuk bersafar ke suatu masjid dengan niat beribadah kecuali ke tiga masjid tersebut. Diriwayatkan dari Abu Hurairah —semoga Allah Meridainya— dari Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam yang bersabda, “Tidak boleh ‘mengikat pelana’ —maksudnya melakukan perjalanan— kecuali ke tiga masjid; Masjidil Haram, Masjid Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dan Masjidil Aqṣā.” [1]

ومن فضائله أنه ثاني مسجد وضع في الأرض ، فعن أبي ذر رضي الله عنه قال : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلَ ؟ قَالَ : (( الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ )) قَالَ قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : (( الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى )) ، قُلْتُ : كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا ؟ قَالَ : (( أَرْبَعُونَ سَنَةً ، ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهْ فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيهِ )) [2].

  • Di antara keutamaannya, bahwa Masjidil Aqṣā adalah masjid kedua yang diletakkan di muka bumi. Diriwayatkan dari Abu Dzar —Semoga Allah Meridainya—, dia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama kali diletakkan di muka bumi?’ Beliau bersabda, ‘Masjidil Haram.’” Abu Dzar mengisahkan, “Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau bersabda, ‘Kemudian Masjidil Aqṣā.’ Aku bertanya, ‘Berapa lama selisih waktu antara keduanya?’ Beliau menjawab, ‘Empat puluh tahun, kemudian di mana saja kamu mendapati (waktu) salat, maka salatlah karena di situlah keutamaannya.’” [2]

ومن فضائله أنه قبلة المسلمين الأولى قبل نسخ القبلة وتحويلها إلى الكعبة ، فعن البراء رضي الله عنه قال : ((صَلَّيْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ – أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ – شَهْرًا ثُمَّ صَرَفَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ )) [3].

  • Di antara keutamaannya, Masjidil Aqṣā adalah kiblat pertama umat Islam sebelum ada nasakh arah kiblat dan dipindahkan ke Ka’bah. Diriwayatkan dari al-Barāʾ —Semoga Allah Meridainya—, dia berkata, “Kami pernah salat bersama Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menghadap ke arah Baitul Maqdis selama enam belas bulan —atau tujuh belas bulan— lalu dipindahkan ke arah kiblat (Ka’bah). [3]

ومن فضائله أنه مسجد في أرض مباركة ، قال الله تعالى : {سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ } [الإسراء:1] . وقد قيل : لو لم تكن لهذا المسجد إلا هذه الفضيلة لكانت كافية .

  • Di antara keutamaannya, Masjidil Aqṣā adalah masjid yang terletak di tanah yang berkah. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman, “Mahasuci (Allah) Yang telah Memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqṣā yang telah Kami Berkahi sekelilingnya, …” (QS. Al-Isra’: 1). Oleh karena itu, ada sebuah pernyataan dilontarkan, “Andai masjid ini tidak memiliki keutamaan apapun kecuali keutamaan ini, maka ini sudah cukup.”

 وأرضه هي أرض المحشر والمنشر ، فعن ميمونة مولاة النبي صلى الله عليه وسلم قالت : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفْتِنَا فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ قَالَ (( أَرْضُ الْمَحْشَرِ وَالْمَنْشَرِ … )) [4].

  • Tanahnya adalah tanah al-Maẖsyar dan al-Mansyar. Diriwayatkan dari Maimunah —bekas budak Rasulullah—, dia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, berikan aku penjelasan tentang Baitul Maqdis.’ Beliau menjawab, ‘Ia adalah tempat al-Maẖsyar (berkumpulnya manusia untuk dihisab, pent.) dan al-Mansyar (dibangkitkannya manusia setelah kematian, pent.).’” [4]

 ومن فضائله أنه مسرى رسول الله صلى الله عليه وسلم ومنه عُرج به إلى السماء ، فعن أنس بن مالك رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ قَالَ فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَالَ ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَجَاءَنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَرْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ)) [5].

  • Di antara keutamaannya, bahwa Masjidil Aqṣā adalah tujuan isra Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dan permulaan mikraj beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ke langit. Diriwayatkan dari Anas bin Malik —Semoga Allah Meridainya— bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Didatangkan Burāq kepadaku, yaitu binatang tunggangan yang berwarna putih, lebih besar daripada keledai tetapi lebih kecil dari bagal. Ia meletakkan tubuhnya hingga perutnya menyentuh pangkal tubuhnya.” Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengisahkan, “Lantas aku menungganginya sehingga aku tiba di Baitul Maqdis.” Beliau bersabda, “Kemudian aku mengikatnya pada tiang masjid yang biasanya juga para Nabi mengikat di situ.” Beliau melanjutnya, “Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan melakukan salat dua rakaat, kemudian aku keluar dan didatangi oleh Jibril ʿAlaihis Salām yang datang dengan membawa satu bejana berisi arak dan satu bejana berisi susu, maka aku memilih susu. Jibril ʿAlaihis Salām lantas berkata, ‘Engkau telah memilih (yang sesuai) fitrah,’ lalu ia membawaku naik menuju langit.” [5]

ومن فضائله أن الصلاة فيه تضاعف ، فعن أبي ذر رضي الله عنه قال : تَذَاكَرْنَا وَنَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهُمَا أَفْضَلُ: مَسْجِدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَوْ مَسْجِدُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (( صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيهِ ، وَلَنِعْمَ الْمُصَلَّى ، وَلَيُوشِكَنَّ أَنْ لَا يَكُونَ لِلرَّجُلِ مِثْلُ شَطَنِ فَرَسِهِ مِنَ الْأَرْضِ حَيْثُ يَرَى مِنْهُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا جَمِيعًا – أَوْ قَالَ: خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا – )) [6]

  • Di antara keutamaannya, bahwa salat di dalamnya akan dilipatgandakan pahalanya. Diriwayatkan Abu Dzar —Semoga Allah Meridainya—dia berkata, “Kami saling bertukar pendapat di sisi Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tentang mana yang lebih utama, masjid Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam atau Baitul Maqdis. Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Satu salat di masjidku ini lebih utama daripada empat salat di sana, sungguh itulah sebaik-baik tempat salat. Sesungguhnya, hampir-hampir tiba masanya di mana seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya yang dari tempat itu dia bisa melihat Baitul Maqdis tapi itu lebih baik baginya dari dunia seluruhnya — atau, lebih baik dari dunia dan segala isinya.” [6]

وهذا علم من أعلام نبوته صلى الله عليه وسلم ، حيث بيَّن ما سيؤول إليه المسجد الأقصى مع تعلُّق قلوب المسلمين به وأن مؤامرات الأعداء على المسجد الأقصى ستزداد ، حتى إن المؤمن ليتمنى أن يكون له موضع صغير يطلُّ منه على المسجد الأقصى ويكون ذلك أحبَّ إليه من الدنيا وما فيها 

Ini adalah salah satu tanda dari tanda-tanda kenabian beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, di mana beliau menjelaskan apa yang akan terjadi pada Masjidil Aqṣā serta keterikatan hati umat Islam dengannya dan bahwa konsipirasi musuh-musuh Islam terhadap Masjidil Aqṣā yang semakin menguat akan membuat orang beriman berangan-angan ingin memiliki secuil tempat yang dekat dari Masjidil Aqṣā yang mana hal itu akan lebih dicintainya daripada dunia dan seisinya.

 ومن فضائله ما ورد في حديث عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((لَمَّا فَرَغَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ مِنْ بِنَاءِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ ثَلَاثًا : حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ ، وَمُلْكًا لَا يَنْبَغِي لَأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ ، وَأَلَّا يَأْتِيَ هَذَا الْمَسْجِدَ أَحَدٌ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ فِيهِ إِلَّا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ )) فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا ، وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ)) [7].

  • Di antara keutamaannya juga adalah apa yang disebutkan dalam hadis Abdullah bin Amr bin al-ʿĀṣ —Semoga Allah Meridainya— dari Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam yang bersabda, “Ketika Nabi Sulaiman bin Daud ʿAlaihimas Salām merampungkan pembangunan Baitul Maqdis, beliau ʿAlaihis Salām memohon kepada Allah tiga permintaan, (1) keputusan hukum yang sesuai dengan hukum-Nya, (2) kekuasaan yang tidak layak dimiliki oleh seorang pun setelahnya, (3) dan agar tak seorang pun yang datang ke Masjidil Aqṣā dengan niat semata-mata untuk salat di dalamnya kecuali dihapuskan segala kesalahannya sehingga dia menjadi seperti ketika hari ia dilahirkan oleh ibunya.” Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu bersabda, “Adapun permintaannya yang pertama dan kedua telah dikabulkan dan aku berharap semoga yang ketiga juga Allah Kabulkan.” [7]

إنه لا يخفى على أيِّ مسلم ما يعانيه المسلمون في فلسطين من آلام وقتل وتشريد بسبب توالي الاعتداء الغاشم عليهم من اليهود المعتدين الغاصبين ، ولا يخفى أيضاً حاجة المسلمين في فلسطين وضرورتهم إلى الكساء والطعام والدواء . ولذا فإنَّ من الواجب على المسلمين المسارعة إلى نجدتهم ومدِّ يد المساعدة لهم والوقوف معهم في محنتهم حتى يتمكنوا من مقاومة عدوهم الذي يملك العدة والعتاد 

Tidak samar bagi muslim manapun penderitaan yang dialami oleh kaum muslimin di Palestina, dari rasa sakit, pembunuhan, hingga pengusiran akibat serangan brutal yang bertubi-tubi oleh para penjajah lalim Yahudi. Tidak samar pula bagaimana kebutuhan dan hajat kaum muslimin di Palestina akan sandang, pangan, dan obat-obatan. Oleh karena itu, wajib bagi umat Islam untuk bersegera menyelamatkan mereka, mengulurkan tangan kepada mereka, dan berdiri bersama mereka dalam penderitaan mereka sehingga mereka dapat melawan musuh-musuh mereka yang memiliki persiapan dan peralatan lengkap.

والله جل وعلا يثيب المؤمن على ما يقدِّم لإخوانه ثواباً عاجلاً وثواباً أخروياً يجد جزاءه في يوم لا ينفع فيه مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم ، قال الله تعالى {وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا } [المزمل:20] ، وقال تعالى : {وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ } [سبأ:39] . وعن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ((مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ …)) [8]. وعن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : (( … وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ )) [9].

Allah Subẖānahu wa Taʿālā akan Memberi ganjaran kepada orang beriman atas apa yang dia berikan untuk saudara-saudaranya dengan balasan di dunia dan ganjaran di akhirat. Dia akan mendapatkan balasannya pada hari di mana harta dan anak tidak lagi berguna kecuali jika dia datang menemui Allah dengan hati selamat. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman, “Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS. Al-Muzzammil: 20). Dia Subẖānahu wa Taʿālā juga Berfirman, “… dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan Menggantinya, karena Dialah Sang Pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Saba’: 39). Diriwayatkan dari Abu Hurairah —Semoga Allah Meridainya— dari Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta.” [8] Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal —Semoga Allah Meridainya—, dia berkata bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Sedekah itu memadamkan (menghapus) kesalahan seperti air memadamkan api.” [9]

فجودوا عليهم أيها المسلمون بما أعطاكم الله ، واعطفوا عليهم يبارك لكم في مالكم ويخلف عليكم بخير ويضاعف لكم الأجر والثواب ، فعن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : (( …وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ)) [10] .

Oleh sebab itu, berdermalah untuk mereka, wahai kaum muslimin! Bersimpatilah kepada mereka, agar Allah Memberkahi harta kalian, Mengganti untuk kalian dengan kebaikan, dan Melipat gandakan ganjaran dan pahala kalian. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar —Semoga Allah Meridainya— bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, niscaya Allah akan Membantu kebutuhannya.” [10] 

وأن نكثر لهم من الدعاء بأن يجبر ضعفهم ويقوي شوكتهم ، وأن يرد كيد المعتدين في نحورهم ، وأن يكف بأس الذين كفروا والله أشد بأساً وأشد تنكيلا ، وأن يطهِّر المسجد الأقصى من أيدي الظلمة المعتدين والبغاة الغاصبين إنه سميع مجيب .

*********

________________

Hendaknya kita juga memperbanyak doa untuk mereka agar Allah Menutupi kelemahan mereka, Menguatkan kekuatan mereka, Mengembalikan makar orang-orang zalim ke leher-leher mereka sendiri, Menghentikan kekerasan dari orang-orang kafir, karena sesungguhnya Allah lebih dahsyat kekuatan-Nya dan lebih keras siksaan-Nya, dan Mensucikan Masjidil Aqṣā dari tangan-tangan orang zalim yang melampaui batas dan para penjajah yang membangkang, sesungguhnya Dia Subẖānahu wa Taʿālā Maha Mendengar dan Menjawab doa. 

*********

________________

[1] رواه البخاري (1189) ، ومسلم (1397) .

[2] رواه البخاري (3366) ، ومسلم (520) .

[3] رواه البخاري (4492) ، ومسلم (525) .

[4] رواه ابن ماجه (1407) ، وصحح الألباني رحمه الله هذا القسم في (تخريج أحاديث فضائل الشام) رقم (4) .

[5] رواه مسلم (162) .

[6] رواه الحاكم (4/509) وصححه ، ووافقه الذهبي .

[7] رواه النسائي (693) ، وابن ماجه (1408) وصححه الألباني رحمه الله في (صحيح الترغيب) (1178) .

[8] رواه مسلم (2588) .

[9] رواه الترمذي (2616) ، وصححه الألباني رحمه الله في (صحيح سنن الترمذي) (2110) .

[10] رواه البخاري (2442) ، ومسلم (2580) .

[1] Diriwayatkan oleh Bukhari (1189) dan Muslim (1397).

[2] Diriwayatkan oleh Bukhari (3366) dan Muslim (520).

[3] Diriwayatkan oleh Bukhari (4492) dan Muslim (525).

[4] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1407), dan bagian ini disahihkan oleh al-Albani —Semoga Allah Merahmatinya— dalam Takhrīj Aẖādīts Faḏāil asy-Syām No. (4).

[5] Diriwayatkan oleh Muslim (162).

[6] Diriwayatkan oleh al-Hakim (4/509) dan dia menyahihkannya serta disetujui oleh az-Zahabi.

[7] Diriwayatkan oleh an-Nasa’i (693) dan Ibnu Majah (1408), dan disahihkan oleh al-Albani —Semoga Allah Merahmatinya— dalam Ṣaẖīẖ at-Targhīb (1178).

[8] Diriwayatkan oleh Muslim (2588).

[9] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2616), dan disahihkan oleh al-Albani —Semoga Allah Merahmatinya— dalam Ṣaẖīẖ Sunan at-Tirmidzī (2110).

[10] Diriwayatkan oleh Bukhari (2442) dan Muslim (2580).

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin al-Abbad al-Badr

Sumber:

https://al-badr.net/muqolat/2563

PDF sumber artikel

Referensi: https://konsultasisyariah.com/42926-keutamaan-masjid-al-aqsa.html

Bahaya Bangsa Yahudi

خطر اليهود

Bahaya Bangsa Yahudi

إنّ من يتأمَّل التاريخ على طول مداه ويتأمل في أحوال الأمم وأخلاقها ومعاملاتها يجد أن أسوء الأمم خُلقا وأشرَّها معاملة أمّةُ اليهود تلك الأمة الغضبية الملعونة ؛ أمّة الكذب والطغيان والفسوق والعصيان والكفر والإلحاد ، أمّةٌ ممقوتة لدى الناس لفظاظة قلوبهم وشدّة حقدهم وحسدهم ولعِظم بغيهم وطغيانهم ، أهل طبيعة وحشية وهمجيّة لا يباريهم فيها أحد ، كلّما أحسوا بقوةٍ ونفوذٍ وتمكنٍ وقدرة هجموا على من يعادونه هجوم السبُع على فريسته ، لا يرقبون في أحد إلا ولا ذمة ، ولا يعرفون ميثاقاً ولا عهدا ، لا يُعرف في الأمم جميعها أمةٌ أقسى قلوبا ولا أغلظ أفئدة من هذه الأمة ، قد التصق بهم الإجرام والظلم والعدوان والجور والبهتان من قديم الزمان يقول الله تعالى: {فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً} ويقول الله تعالى: {ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً}.

Barang siapa yang mengerti perjalanan sejarah yang panjang dan merenungkan keadaan, akhlak, dan kehidupan sosial berbagai umat manusia, niscaya dia akan mendapati bahwa umat yang paling buruk dan yang paling jelek akhlak dan muamalahnya di antara mereka adalah bangsa Yahudi.

Merekalah umat yang dimurkai dan terkutuk. Bangsa pendusta, tirani, fasik, durhaka, dan kafir lagi ingkar. Bangsa yang dibenci oleh umat manusia karena hati mereka yang keras dan buruknya kebencian mereka serta hasad dalam diri mereka, di samping parahnya penindasan dan kezaliman yang mereka lakukan.

Bangsa ini tabiatnya keras dan serakah hingga tidak ada seorang pun yang lebih keras dan serakah daripada mereka. Setiap kali mereka mendapatkan kekuatan, pengaruh, kedudukan, dan kemampuan, mereka akan segera menyerang lawan mereka seperti binatang buas yang menyergap mangsanya. Tidaklah mereka menguasai seseorang melainkan dia kehilangan jaminan keselamatannya dan tidaklah mereka menyepakati perjanjian melainkan akan terjadi pengingkaran. Di tengah semua bangsa yang ada, tidak dikenal bangsa yang lebih keras dadanya dan lebih kasar hatinya melebihi bangsa ini. Kriminalitas, kezaliman, agresi, tirani, dan kedustaan telah melekat erat pada mereka sejak zaman dahulu. 

Allah Subẖānahu wa Ta’ālā Berfirman (yang artinya), “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS. Al-Maidah: 13). 

Allah Subẖānahu wa Ta’ālā juga Berfirman (yang artinya), “Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras, sehingga (hati kalian) seperti batu, bahkan lebih keras daripadanya.” (QS. Al-Baqarah: 74).

ومن قسوة قلوب هؤلاء أنهم قتلوا بعض أنبياء الله الذين جاءوا يحملون إليهم الهدى والصلاح والسعادة والفلاح ، قال الله تعالى : {لَقَدْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَأَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ رُسُلًا كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ} [المائدة:??] ، وقال تعالى : {فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ وَكُفْرِهِمْ بِآيَاتِ اللَّهِ وَقَتْلِهِمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَقَوْلِهِمْ قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًا} [النساء:???] ، وقال تعالى : {إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ} [آل عمران:??] ، وهذه القسوة التي وصمهم الله بها في القرآن ملازمةٌ لهم على مر العصور واختلاف الأزمان إلى زماننا هذا.

Di antara bentuk kerasnya hati mereka adalah bahwa mereka berani membunuh beberapa nabi Allah yang datang untuk mereka membawa petunjuk, kesalehan, kebahagiaan, dan kemenangan. 

Allah Subẖānahu wa Ta’ālā Berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah Mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami Mengutus kepada mereka rasul-rasul. Namun setiap rasul datang kepada mereka dengan membawa sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, (maka) sebagian (dari rasul itu) mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” (QS. Al-Maidah: 70). 

Allah Subẖānahu wa Ta’ālā juga Berfirman (yang artinya), “Maka (Kami Menghukum mereka), karena mereka melanggar perjanjian itu, karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah, dan karena mereka telah membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, serta karena mereka mengatakan, ‘Hati kami telah tertutup.’ Sebenarnya Allah telah Mengunci hati mereka karena kekafirannya, karena itu hanya sebagian kecil dari mereka yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 155). 

Dia Subẖānahu wa Ta’ālā juga Berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, sampaikanlah kepada mereka kabar gembira yaitu azab yang pedih.” (QS. Ali ‘Imran: 21). 

Inilah kekerasan hati yang digambarkan oleh Allah dalam al-Qur’an yang masih melekat pada diri mereka meskipun masa yang lama telah berlalu dan zaman telah berganti sampai di zaman kita ini.

ثم هم مع ذلك أهل مكرٍ وخديعة وخُبث وكيد ، وقد عانى المسلمون الأُوَل من صفة اليهود هذه الشيء الكثير ، ولا يزال المسلمون يعانون الويل من جرَّاء مكر اليهود وكيدهم والله يقول : {إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ}

Di samping itu, mereka adalah orang-orang yang penuh makar, tipu daya, culas, dan tipuan. Umat Islam di masa-masa awal telah menderita karena sering menjadi korban karakter Yahudi ini. Pun kaum Muslimin sekarang masih merasakan penderitaan akibat tipu daya Yahudi dan muslihat mereka. 

Allah Subẖānahu wa Ta’ālā Berfirman (yang artinya), “Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 120). 

وقد دأَب اليهود من قديم الزمان على الغدر والخيانة ونقض العهود والوعود ، قال تعالى : {إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (55) الَّذِينَ عَاهَدْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ يَنْقُضُونَ عَهْدَهُمْ فِي كُلِّ مَرَّةٍ وَهُمْ لَا يَتَّقُونَ}، لقد عاش اليهود طوال حياتهم بؤرة فساد في المجتمعات وأساس كل منكر وفحشاء ، ينشرون الرذيلة ويشيعون الفساد ، وقد كانوا عبر التاريخ مصدراً للمنكر والفحشاء ؛ فهم أصحاب بيوت الدعارة في العالم وناشرو الانحلال الجنسي في كل مكان ، يبتزُّون أموال الشعوب ثم يسخرونها في إشاعة الرذيلة بينهم ليحطِّموا بذلك قيمهم ويخلخلوا إيمانهم ويضعِفوا قوتهم وليكونوا بذلك فريسةً سهلة لهم ، فما أقبحه من مكر.

Sejak zaman dahulu, bangsa Yahudi sudah biasa memberontak, berkhianat, dan mengingkari janji dan kesepakatan. Allah Subẖānahu wa Ta’ālā Berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya makhluk yang berjalan yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka tidak beriman, (yaitu) orang-orang yang terikat perjanjian dengan kamu, kemudian setiap kali berjanji mereka mengkhianati janjinya, sedang mereka tidak takut (kepada Allah).” (QS. Al-Anfal: 55-56). 

Bangsa Yahudi sepanjang hidup mereka adalah kerusakan bagi masyarakat dan pangkal segala kemungkaran dan kekejian. Mereka menyebarkan amoralitas dan hidup dengan membawa kerusakan. Sepanjang sejarah mereka, mereka menjadi sumber kemungkaran dan tindakan amoral. Mereka adalah pemilik rumah-rumah pelacuran global dan penyebarkan paham pergaulan bebas di mana-mana. Mereka memeras uang orang-orang lalu menggunakannya untuk menyebarkan tindak amoral ke tengah mereka untuk menghancurkan norma-norma mereka, menggerogoti iman mereka, dan melemahkan kekuatan mereka, sehingga mereka menjadi mangsa empuk bagi mereka. Sungguh, betapa licik muslihat mereka.

إن عِداء اليهود للإسلام عداءٌ قديم منذ فجر الإسلام الأوّل، وعداءهم وحقدهم على أهله معروف لدى الخاص والعام في قديم الزمان وحديثه ، لأن الإسلام عرَّى حالهم وكشف أمرهم وفضح مخازيهم وأظهر قبائحهم وشنائعهم، فبات أمرهم معلناً بدل أن كان سراً ، وبادياً لكل أحد بعد أن كان خفيّا . وجاءت آيات القرآن الكريم آيةً تلوى الأخرى معرِّية أمر هؤلاء مجلِّية حقيقة أمرهم كاشفةً كل مكرهم وكيدهم وخداعهم ، وصدق الله إذ يقول : {وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ}

Permusuhan bangsa Yahudi terhadap umat Islam adalah permusuhan klasik sejak pertama kali munculnya fajar Islam. Permusuhan dan kebencian mereka terhadap orang-orang Islam sudah dikenal oleh para pakar dan orang-orang awam sejak zaman dahulu hingga sekarang. Sebabnya adalah karena Islam membeberkan hakikat mereka, menyingkap rahasia mereka, mengungkap aib-aib memalukan mereka, dan menampakkan keburukan dan kekejaman mereka, sehingga perkara agama mereka menjadi dikenal oleh publik dan tidak lagi tersembunyi serta menjadi jelas bagi semua orang setelah sebelumnya dirahasiakan. 

Ada banyak ayat-ayat dalam al-Quran yang Mulia yang diturunkan silih berganti, ayat demi ayat, yang menyingkap perkara mereka dan menjelaskan hakikat masalah mereka serta membeberkan semua rencana jahat, tipu daya, dan muslihat mereka. 

Sungguh, Maha Benar Allah Subẖānahu wa Ta’ālā ketika Berfirman (yang artinya), “Dan demikianlah Kami Terangkan ayat-ayat al-Quran, (agar terlihat jelas jalan orang-orang yang saleh) dan agar terlihat jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (QS. Al-An’am: 55).

لا غرابة أن كان عداء اليهود للإسلام شديداً ؛ فالإسلام جاء هادماً لكل ما لديهم من زيف وبهتان وباطل ، ومناقضا لكل ما عندهم من جنوح وانحراف وضلال. إنَّ الإسلام يدعو إلى الإيمان والتوحيد والإخلاص، واليهود يدعون إلى الكفر والإلحاد والتكذيب والإعراض. إنَّ الإسلام يدعو إلى مُثُلٍ عليا وقِيم رفيعة وإلى الرحمة والخير والإحسان، بينما اليهود يدعون إلى القسوة والإجرام والوحشية والعدوان والظلم والبهتان.

Tidak mengherankan jika permusuhan orang Yahudi terhadap Islam sangat keras, karena Islam datang untuk menghancurkan semua kepalsuan, fitnah, dan kebatilan mereka, serta menentang semua kekejaman, penyimpangan, dan kesesatan mereka. Islam menyerukan kepada keimanan, tauhid, dan keikhlasan, sedangkan orang-orang Yahudi mengajak untuk kafir, ingkar, mendustakan, dan berpaling dari agama. Islam juga menyeru kepada akhlak yang mulia dan nilai-nilai yang luhur, kasih sayang, dan kebaikan, sementara orang-orang Yahudi menyeru kepada kekerasan, kriminalitas, kebrutalan, permusuhan, kezaliman, dan muslihat.

الإسلام يدعو إلى الحياء والستر والحشمة والعفاف ، واليهود يدعون إلى الرذيلة والفساد والمكر والبغي . الإسلام يحفظ الحقوق ويحترم المواثيق ويحرِّم الظلم ، واليهود لا يعرفون حقّا ولا يحفظون عهداً ولا ميثاقاً ولا يتركون الظلم والعدوان . الإسلام يحرِّم قتل النفس بغير الحق ويحرِّم السرقة والزنا ، واليهود يستبيحون سفك دماء غير اليهود وسرقة أموالهم وانتهاك أعراضهم.

Islam menyerukan kepada rasa malu, menutup aurat, kesopanan, dan kesucian diri, sementara orang-orang Yahudi menyerukan perbuatan-perbuatan amoral, kerusakan, tipu muslihat, dan melampaui batas. Islam juga menjaga hak-hak yang ada, menghormati perjanjian, dan melarang kezaliman, sementara orang-orang Yahudi tidak menggubris hak-hak yang ada, tidak menepati perjanjian dan kesepakatan, dan tidak meninggalkan perbuatan zalim dan permusuhan. 

Islam melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan dan melarang pencurian serta perzinahan. Adapun orang-orang Yahudi, mereka membolehkan menumpahkan darah orang-orang non-Yahudi, mencuri uang mereka, dan menodai kehormatan mereka.

ورغم كلِّ هذا الضلال الذي هم فيه فإنهم يعتقدون في أنفسهم أنهم شعب الله المختار وأنهم أبناء الله وأحباؤه وأن أرواحهم متميزة عن بقية أرواح البشر بأنها جزء من الله وأنه لو لم يُخلق اليهود لانعدمت البركة من الأرض ولما نزلت الأمطار ولا وجدت الخيرات ، ويعتقدون فيمن سواهم أنهم أشبه بالحمير وأن الله خلقهم على صورة الإنسان ليكونوا لائقين لخدمتهم ، ألا شاهت وجوه الأخسرين ولعنة الله على المجرمين.

Dengan semua kesesatan dalam diri mereka, mereka masih meyakini bahwa mereka adalah ‘bangsa Allah’ dan umat pilihan-Nya, bahwa mereka adalah ‘anak-anak-Nya’ dan makhluk yang dicintai-Nya, dan bahwa roh-roh mereka berbeda dengan roh manusia lainnya. Roh mereka adalah bagian dari Allah dan bahwa keberkahan akan diangkat dari bumi, hujan tidak akan turun, dan perbuatan baik tidak akan ada jika orang Yahudi tidak diciptakan. 

Mereka juga meyakini bahwa umat lain selain mereka tidak lebih seperti keledai dan bahwa Allah menciptakan mereka dalam rupa manusia agar layak untuk menjadi pelayan mereka!! 

Semoga Allah Memburukkan rupa orang-orang yang merugi tersebut dan Melaknat para durjana tersebut!

يجب أن ندرك جميعاً أنَّ عدوان اليهود على المسلمين في فلسطين ليس مجرد نزاعٍ على أرض ، وأن ندرك أن قضية فلسطين قضيةٌ إسلامية يجب أن يؤرِّق أمرها بال كل مسلم ، ففلسطين بلد الأنبياء وفيها ثالث المساجد الثلاثة المعظمة ، وهي مسرى رسول الله صلى الله عليه وسلم وقبلة المسلمين الأولى ، وليس لأحدٍ فيها حقّ إلا الإسلام وأهله ؛ والأرض لله يورثها من يشاء من عباده والعاقبة للمتقين.

Kita semua harus menyadari bahwa permusuhan bangsa Yahudi terhadap kaum muslimin di Palestina bukan hanya sekedar masalah sengketa tanah. Kita juga harus memahami bahwa masalah Palestina adalah masalah umat Islam yang harus menjadi perhatian setiap muslim. Palestina adalah negeri para nabi. Di sana ada masjid suci ketiga dari tiga masjid suci, di sanalah Rasulullah diperjalankan untuk Isra’, dan di sanalah kiblat pertama umat Islam. Tidak ada yang berhak memilikinya kecuali Islam dan umat Islam. 

Sesungguhnya bumi ini adalah milik Allah dan Dia akan Mewariskannya kepada siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. 

ويجب أن ندرك أنَّ تغلب هذه الشرذمة المرذولة والفئة المخذولة وتسلطهم على المسلمين إنما هو بسبب الذنوب والمعاصي وإعراض كثير من المسلمين عن دينهم الذي هو سبب عِزهم وفلاحهم ورفعتهم في الدنيا والآخرة ، قال تعالى : { وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ}، فلا بد من عودةٍ صادقة وأوبة حميدة إلى الله جلّ وعلا فيها تصحيحٌ للإيمان وصلةٌ بالرحمن وحفاظ على الطاعة والإحسان ، وبُعدٌ وحذرٌ من الفسوق والعصيان لينال المؤمنون العزّة والتمكين والنصر والتأييد.

Kita harus tahu bahwa dominasi umat hina ini dan bangsa yang tertipu ini serta kekuasaannya atas kaum muslimin tidak lain dan tidak bukan adalah karena dosa dan maksiat serta berpalingnya banyak kaum muslimin sendiri dari agama mereka, karena agama Islam adalah kunci kejayaan, keberhasilan, dan kedigdayaan mereka di dunia dan di akhirat. 

Allah Subẖānahu wa Ta’ālā Berfirman (yang artinya), “Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30). 

Oleh sebab itu, perlu untuk sejujur-jujurnya kembali dan sebaik-baiknya bertobat kepada Allah Jalla wa ʿAlā. Hal tersebut akan memperbaiki keimanan, memperbagus hubungan yang baik dengan ar-Rahman, dan menjaga amal ketaatan dan kebajikan, serta menjauhkan dan memunculkan mawas diri terhadap kefasikan dan kemaksiatan agar umat Islam kembali mendapatkan kejayaan dan kekuasaan mereka serta pertolongan dan dukungan dari Allah.

{وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (55) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ } 

“Allah telah Menjanjikan kepada orang-orang di antara kalian yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia, sungguh, akan Menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah Menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan Meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia Ridai, dan Dia benar-benar akan Mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) Menyembah-Ku tanpa mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Namun barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik, maka laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul (Muhammad), agar kalian mendapat rahmat.” (QS. An-Nur: 55-56).

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin al-Abbad al-Badr

Sumber:

https://al-badr.net/muqolat/2565

PDF sumber artikel

Referensi: https://konsultasisyariah.com/42939-bahaya-bangsa-yahudi.html

Dendam Tidak Menyelesaikan Masalah, Berani Memaafkan adalah Solusi Islami

Sebagai manusia biasa, kita seringkali merasa tersakiti dengan orang lain baik perbuatan dan perkataan. Pada saat itulah, kebencian dan rasa ingin membalas sakit hati tidak terelekkan. Jalan yang selalu kita pilih adalah balas dendam. Namun, apakah menyelesaikan masalah?

Balas dendam adalah reaksi alami terhadap perasaan ketidakadilan yang dirasakan seseorang. Namun, dalam pandangan Islam dan juga dari perspektif psikologis, balas dendam adalah perilaku berbahaya yang harus dihindari. Sebagai gantinya, Islam mengajarkan pentingnya perdamaian, pengampunan, dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Terlebih lagi, dampak psikologis balas dendam dapat sangat merusak dan memperdalam konflik.

Dalam perspektif psikologis, balas dendam dapat menciptakan lingkaran setan konflik. Ketika seseorang merasa bahwa dia telah dianiaya atau disakiti, perasaan marah dan dendam dapat mengonsumsi pikiran dan perasaannya. Ini dapat mengarah pada tindakan agresif yang tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Bahkan dalam jangka panjang, dendam dapat mengakibatkan stres yang kronis, depresi, dan bahkan masalah kesehatan fisik.

Dalam pandangan Islam, pengampunan adalah salah satu nilai mendasar. Allah dikenal sebagai Yang Maha Pengampun (Al-Ghaffar) dan umat-Nya dianjurkan untuk mengampuni sesama manusia. Ini bukan hanya untuk kebaikan orang lain, tetapi juga untuk kebaikan diri sendiri. Mengampuni adalah cara untuk mencari ketenangan dalam diri, menghilangkan perasaan dendam yang merusak, dan menjaga hubungan yang damai dengan sesama manusia.

Tentu saja, ini bukanlah tugas yang mudah, terutama ketika perasaan dendam mendalam. Dalam hal ini, doa adalah kunci. Berbicara dengan Allah dalam doa membuka pintu kebijaksanaan dan ketenangan. Allah mendengar doa-doa kita, dan dengan berdoa, kita meminta petunjuk dan kekuatan untuk melampaui perasaan dendam.

Komunikasi juga memiliki peran penting dalam mengatasi konflik. Terkadang, konflik muncul karena ketidakpahaman atau ketidaksepahaman. Berbicara dengan pihak yang bersangkutan secara terbuka dan jujur dapat membantu mencari solusi bersama dan meredakan ketegangan.

Namun, terkadang situasinya lebih baik dihindari. Ini bukan berarti memutuskan hubungan, tetapi menghindari konfrontasi yang tidak perlu. Islam mendorong untuk menjaga silaturahmi, namun jika pertemuan dengan pihak yang menyebabkan perasaan dendam dapat menciptakan konflik yang lebih besar, maka menjaga jarak sementara dapat menjadi pilihan yang bijak.

Bahkan dalam psikologi, menghindari balas dendam merupakan langkah yang bijak. Balas dendam seringkali tidak membawa solusi yang baik, dan bahkan dapat memperburuk situasi. Dengan menghindari balas dendam, seseorang bisa meredakan perasaan marah, memulihkan ketenangan, dan menjaga hubungan baik dengan orang lain.

Dalam situasi balas dendam, Rasulullah telah memberikan contoh bijak. Beliau mengajarkan umatnya untuk bersikap tenang dan bijaksana dalam menghadapi konflik. Kebijaksanaan dan ketenangan adalah kunci untuk meredakan ketegangan dan menciptakan lingkungan yang lebih damai.

Ketika kita berhadapan dengan perasaan dendam, penting untuk mengingat bahwa mengampuni bukan hanya untuk kebaikan orang lain, tetapi juga demi kebaikan diri kita sendiri. Menemukan ketenangan dalam pengampunan adalah langkah yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan membawa manfaat positif bagi kesejahteraan jiwa. Sebagai individu, kita juga dapat tumbuh lebih bijaksana dan sabar melalui pengalaman ini.

Jadi, mari bersama-sama mengejar ketenangan dalam pengampunan dan menjauhi bahaya balas dendam. Dalam Islam, jalan menuju perdamaian dan kesejahteraan jiwa dimulai dengan pengampunan.

ISLAMKAFFAH

Cara Mengobati Penyakit Ujub

Ujub adalah sifat yang mengagumi diri sendiri dan membanggakan diri sendiri atas kelebihan yang dimiliki. Sifat ini merupakan salah satu penyakit hati yang harus dihindari oleh setiap muslim. Ujub dapat menyebabkan seseorang menjadi sombong dan riya, yang dapat menghalangi seseorang untuk meraih ridha Allah SWT. Nah berikut cara mengobati penyakit ujub. 

Dalam hidup, manusia akan dihadapkan dengan cobaan-cobaan yang diberikan oleh Allah Swt. Cobaan tersebut dapat berupa suatu hal yang positif menurut manusia atau bahkan hal versi negatif seperti halnya musibah. Terkadang, sebagai manusia kita tidak menyadari bahwa kenikmatan yang diberikan oleh Allah adalah sebuah cobaan untuk diri kita sendiri.

Berawal dari cobaan tersebut dapat dilihat, apakah kita dapat mengakui bahwa segala kenikmatan berasal dari Allah atau mengingkarinya. Jika kita lupa bahwa kenikmatan tersebut berasal dari Allah, dan memilih untuk membanggakan diri, maka itulah yang disebut dengan ujub.

Kita tahu, bahwa ujub adalah sebuah penyakit yang ada didalam hati seseorang. Ujub disini ketika seseorang melihat dirinya sendiri luar biasa dan ia ingin dihormati oleh semua orang. Orang yang memiliki sifat ujub ini melihat hina orang lain padahal setiap manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan yang harusnya kita tidak melakukan ujub tersebut.

Orang yang memiliki sifat ujub jika ia diberikan nasehat, maka ia akan membangkang, keras kepala. Dan jika memberi nasehat, maka akan selalu bersikap kasar. Orang lain harus melihat lebih baik dari orang lain.

Menurut Al-Ghazali, berbangga diri atau ujub dapat menghambat datangnya pertolongan Allah, karena orang yang berbanga diri selalu merasa gelisah setiap saat. Berbangga diri atau ujub adalah penyakit dalam kehidupan manusia yang paling sering mendampingi manusia menjadi sombong dan takabur.

Dalam al-Qur’an Allah Swt. telah menyatakan bahwa kesombongan adalah kegagalan besar.

وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ ٱلْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ ٱلْجِبَالَ طُولً

Artinya: “Jangan sombong tentang Bumi. Anda pasti tidak akan pernah membelah bumi dan tidak akan pernah menyaingi ketinggian gunung.” (QS. Al-Isra’ [17]: 37).

Tak hanya itu, Al-Ghazali juga mengatakan bahwa ujub itu sangat membanggakan dirinya, kagum dan puas pada dirinya. Bahkan, saat mereka melakukan perbuatan yang tidak benar termasuk durhaka kepada Allah. Orang yang ujub akan mengira bahwa keberhasilan dan kesuksesannya disebabkan oleh usahanya, dan ia pun cenderung meninggalkan usaha kerasnya.

Orang yang mempunyai sifat ujub tertipu dengan dirinya sendiri dan pendapatnya sendiri. Ia akan merasa aman dari siksa Allah Swt. Bahkan, ia merasa mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan tidak akan mau mendengar nasihat dari orang lain.

Empat ciri-ciri penyakit ujub

Sekurang-kurangnya, ada empat ciri penyakit ujub. Pertama, berbangga diri (sombong). Orang yang memiliki sifat ujub adalah merasa puas dengan dirinya dan merasa paling sempurna, merasa tidak perlu bantuan orang lain, merasa mampu melakukan segala hal sendiri, dan juga mengagung-agungkan kelebihan yang dimilikinya untuk memamerkannya kepada orang lain agar dipuji orang lain.

Kedua, meremehkan dan menganggap kecil orang lain. Orang yang memiliki sifat ujub selalu menganggap remeh orang lain dan juga tidak peduli akan orang yang ada disekitarnya. Orang yang memiliki sifat ujub ini akan merasa angkuh ketika berjalan, dan berpenampilan seakan-akan orang lain lebih rendah dibandingkan dirinya. Jelasnya, tidak mempunyai tatakrama dan kasar ketika berbicara.

Ketiga, keras kepala. Orang yang memiliki sifat ujub mempunyai karakter yang keras dan cenderung akan lebih mendengarkan pendapatnya sendiri dan mengabaikan pendapat orang lain. Ia akan merasa dirinya paling benar. Dan, ketika diberi nasehat, maka akan membangkang dan kasar ketika memberi nasehat kepada orang lain.

Keempat, lemahnya iman kepada Allah Swt. Orang yang memiliki sifat ujub adalah orang yang lemah imannya kepada Allah karena ia merasa dirinya sempurna tanpa ketetapan dari Allah. Orang yang memiliki sifat ujub ketika beribadah demi mendapatkan pujian dan dilihat oleh orang lain, dan orang yang ujub adalah orang yang mengabaikan perintah Allah.

Penyebab ujub menurut Al-Ghazali 

Menurut Imam Al-Ghazali, ada delapan penyebab dari ujub. Pertama, ujub dikarenakan fisiknya. Contohnya seperti kecantikan, postur tubuh, kekuatan, keserasian bentuk, suara yang bagus, penampilan yang ganteng dan lainnya. Kedua, ujub dikarenakan kedigdayaan dan kekuatan. Ketiga, ujub dikarenakan intelektualitas, kecerdasan dan kecermatan dalam menganalisa berbagai problematika agama dan dunia.

Keempat, ujub dikarenakan nasab terhormat. Maka, sebagian mereka mengira akan selamat dengan kemuliaan nasab dan keturunannya serta keselamatan nenek moyangnya. Kelima, ujub dikarenakan nasab para penguasa yang dzalim dan para pendukung mereka, bukan nasab agama, dan ilmu ini merupakan puncak kebodohan.

Keenam, ujub dikarenakan banyaknya jumlah anak, keluarga, kerabat, pelayan, budak, pendukung dan pengikut. Ketujuh, ujub dikarenakan harta. Delapan, ujub dikarenakan pendapat yang salah.

Sementara itu, akibat dari sifat ujub adalah munculnya rasa sombong didiri, lupa akan dosa-dosa yang sudah diperbuat, ditolak amalnya, tertipu oleh amalannya sendiri, terus-menerus memuji-muji diri sendiri, selalu menganggap dirinya suci dan bebas dari segala kesalahan, pikirannya akan terkungkung, tidak suka mencari kemanfaatan ilmu, dan tidak suka mengajak musyawarah dan tidak suka bertanya pada siapa pun. Tentu saja, hal ini disebabkan karena ia merasa pintar dan malu dianggap bodoh oleh orang lain.

Lalu bagaimana cara mengobati ujub?

Syahdan, ujub, takabbur dan membanggaan diri merupakan penyakit yang tidak mudah disembuhkan. Penyakit tersebut dapat merusak dirinya dan manusia sekitarnya. Oleh karena itu, menurut Al-Ghazali, terdapat pelbagai cara mengobati penyakit ujub, takabur dan membanggakan diri.

فإن رأيت صغيرا قلت: هذا لم يعص الله وأنا عصيته، فلا شك أنه خير مني

Artinya: “Jika engkau melihat anak kecil,  katakan (dalam hatimu): Anak ini tidak bermaksiat pada Allah,  sementara Aku bermaksiat pada-Nya. Maka,  tak diragukan bahwa dia lebih baik dariku.”

وإن رأيت كبيرا قلت هذا قد عبد الله قبلى، فلا شك أنه خير مني

Artinya: “Jika engkau melihat orang tua,  katakan (dalam hatimu): orang tua ini telah beribadah kepada Allah sebelumku. Maka, tak diragukan bahwa dia lebih baik dariku.”

Imam An-Nawawi dalam kitab At-Tibyan fi Adab Hamalati al-Qur’an juga turut memberikan tips untuk memusnahkan penyakit ujub. Katanya:

وَطَرِيْقُهُ فِي نَفْيِ الْعُجْبِ: أَنْ يُذَكِّرَ نَفْسَهُ أَنَّهُ لَمْ يُحَصِّلْ مَا حَصَّلَ بِحَوْلِهِ وَقُوِّتِهِ وَإِنَّمَا هُوَ فَضْلٌ مِنَ اللهِ وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُعْجَبَ بِشَيْءٍ لَمْ يَخْتَرِعْهُ وَإِنَّمَا هُوَ فَضْلٌ مِنَ الله تَعَالَى

Artinya: “Cara menghilangkan kebanggaan ialah dengan mengingatkan dirinya bahwa dia tidak mencapai hal itu dengan daya dan kekuatannya. Namun itu merupakan anugerah dari Allah Swt., dan tidak patut baginya untuk berbangga karena sesuatu yang tidak diciptakannya, semata-mata itu merupakan anugerah dari Allah Swt.” (At-Tibyan fi Adab Hamalati al-Qur’an, Dar el-Minhaj, halaman 70).” 

Demikian penjelasan terkait cara mengobati penyakit ujub. Dengan menerapkan cara-cara di atas, kita dapat mengobati penyakit ujub dan menjadi orang yang lebih rendah hati. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Makan dengan Bijak: Bahaya Terlalu Kenyang dalam Perspektif Islam

Agama Islam adalah agama yang komprehensif, mengatur setiap aspek kehidupan umatnya, termasuk tata cara makan. Islam mengajarkan prinsip keseimbangan, kesederhanaan, dan kesehatan dalam aspek ini. Salah satu ajaran penting dalam Islam adalah tentang pentingnya makan dengan bijak, yaitu berhenti makan sebelum merasa terlalu kenyang. Konsep ini memiliki dasar-dasar yang kuat dalam Islam, juga didukung oleh pandangan kesehatan modern.

Salah satu hadis yang menyiratkan pentingnya berhenti makan sebelum kenyang adalah, “Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.” Meskipun hadis ini dianggap dhaif atau lemah dalam beberapa pandangan, pesan yang terkandung di dalamnya tetap kuat dan berharga.

Imam Asy-Syafi’i, salah seorang ulama terkemuka dalam Islam, menjelaskan bahwa terlalu kenyang dapat berdampak negatif pada fisik dan mental. Kelebihan makan tidak hanya membuat tubuh menjadi berat tetapi juga mengakibatkan hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, dan membuat seseorang sering tidur dan malas untuk beribadah.

Secara medis, terlalu kenyang juga memiliki risiko kesehatan yang signifikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa overeating, atau makan dalam jumlah berlebihan, dapat menyebabkan obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan masalah kesehatan lainnya. Makan berlebihan mengganggu metabolisme tubuh, meningkatkan kadar gula darah, dan memberatkan organ pencernaan.

Solusi dalam Perspektif Islam

Islam mendorong umatnya untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan tubuh mereka. Oleh karena itu, berhenti makan sebelum terlalu kenyang adalah tindakan bijaksana yang mencerminkan nilai-nilai agama dan memelihara kesehatan.

  1. Sederhana tidak berlebihan: Makan dengan bijak adalah langkah penting untuk menjaga kesehatan tubuh. Menghindari terlalu kenyang membantu mencegah berbagai masalah kesehatan yang terkait dengan konsumsi makanan berlebihan, seperti obesitas dan diabetes.Dalam al-Quran diterangkan : Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Al-Qur’an, Al-A’raf :31)
  2. Mendukung Ibadah: Berhenti makan sebelum terlalu kenyang memungkinkan seseorang tetap aktif dan energik. Ini mendukung pelaksanaan ibadah dengan kualitas yang baik, menghindari rasa malas yang disebabkan oleh kekenyangan.
  3. Menghindari Pemborosan: Meninggalkan makanan berlebihan juga sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang menghindari pemborosan. Membuang makanan yang tidak dapat dikonsumsi adalah perbuatan yang tidak bijaksana dan tidak ramah lingkungan.Islam mengecam sifat yang boros dan menghambur-hamburkan makanan. Bahkan, perilaku boros itu dilekatkan sebagai perilaku setan. Dalam al-Quran dinyatakan: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-Qur’an, Al-Isra 27).
  4. Biasakan berbagai: Jika ada sisa makanan, lebih baik untuk menyimpannya atau memberikannya kepada orang yang membutuhkan. Berbagi makanan dengan mereka yang kurang beruntung adalah tindakan yang baik dan mencerminkan nilai-nilai kedermawanan dalam Islam.

Islam mengajarkan bahwa makan dengan bijak adalah tindakan yang bijak, memperhatikan nilai kesehatan dan spiritual. Makan dengan porsi yang wajar dan berhenti sebelum terlalu kenyang mendukung kesehatan tubuh dan kejernihan mental. Terlalu kenyang dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif pada tubuh dan kesehatan.

Oleh karena itu, penting untuk mengikuti ajaran agama ini dan berhenti makan ketika kita merasa cukup. Selain menghormati ajaran agama, ini juga membantu kita menjaga kesehatan tubuh, mencegah pemborosan makanan, dan mendukung ibadah yang lebih baik.

Dalam Islam, tindakan kecil seperti berhenti makan sebelum kenyang dapat menjadi bagian dari pengabdian yang lebih besar kepada Allah, yang mencakup menjaga diri dan kesehatan kita. Dengan demikian, makan dengan bijak adalah tindakan yang mendukung keseimbangan antara spiritualitas dan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.

ISLAMKAFFAH

Fitrah ‘Ubudiyah

Allah tidak menciptakan manusia begitu saja tanpa tujuan sebagaimana yang dianggap sebagian orang. Akan tetapi, seorang yang beriman mengetahui bahwa mereka diciptakan dengan tujuan yang mulia, yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Hal ini sebagaimana yang ditegaskan di dalam Al-Qur’an Al-Karim,

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

Ubudiyah atau beribadah kepada Allah merupakan tujuan yang paling utama bagi seorang hamba kepada-Nya dengan terus merendahkan dan menyandarkan diri  di hadapan Sang Rabb. Bahkan, penghambaan ini sudah Allah jadikan sebagai fitrah yang melekat di jiwa setiap insan. Kebutuhan ia kepada Sang Penciptanya tidak bisa dipisahkan dari sang hamba. Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala,

ۚفِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا

(Sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.” (QS  Ar- Rum: 30)

Di dalam Tafsir Ath-Thabari, seorang ulama bernama Ibnu Zaid menafsirkan bahwa maksud dari fitrah dalam ayat tersebut adalah Al-Islam. Maksudnya, sifat dasar manusia adalah senang, selalu merendah, dan berserah diri di hadapan Allah.

Sebagaimana juga yang disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya yang dibawakan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Para ulama menjelaskan yang dimaksud dengan “dilahirkan dalam fitrah” adalah keadaan asal saat manusia diciptakan. Yaitu, kebutuhan seorang hamba dalam ber-‘ubudiah kepada Allah, sekalipun hamba tersebut mudah berpaling, angkuh, dan menjauh dari Allah dengan ujian yang Ia berikan kepada hamba tersebut, seperti memiliki jabatan, kekuatan, keahlian, harta melimpah, kesehatan yang sempurna, dan yang lainnya. Pasti di suatu titik ketika ia menghadapi suatu masalah kesulitan dan kesempitan, ia akan kembali kepada Allah dengan ber-taqarrub, merendah di hadapan Sang Khaliq, bermunajat memohon keselamatan, dan penjagaan dari-Nya. Karena itulah fitrah yang telah Allah tanamkan pada hati setiap manusia. Sedangkan apa yang ia miliki tidak lagi ada manfaatnya dan ia pun akan merasa menjadi seorang hamba yang lemah.

Mari kita perhatikan firman Allah Ta’ala yang menjelaskan tentang keadaan manusia ketika mereka mendapatkan kesenangan dan ketika mendapatkan musibah. Firman Allah tersebut berbunyi,

هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا كُنتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِم بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ ۙ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هَٰذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ

Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik. Dan mereka bergembira karenanya. Datanglah angin badai. Dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.’” (QS. Yunus: 22)

Maka, tak heran para ulama mengatakan bahwa berbagai macam ujian dan permasalahan yang Allah berikan kepada seorang hamba, tidak lain dan tidak bukan merupakan bentuk kasih sayang Allah untuk hamba-Nya. Karena dengan itulah, hamba tersebut akan kembali dan menghambakan diri kepada-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ

Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Anam: 42)

Ujian adalah cara Allah untuk mengembalikan seorang hamba kepada fitrah yang telah Allah tanamkan dan mengembalikan hakikat diri mereka yang lemah, tidak memiliki daya maupun upaya tanpa pertolongan Allah. Dengan itu, ia akan kembali kepada kefitrahannya dengan selalu merasa butuh, bersandar kepada Rabb yang Mahakuasa atas segala sesuatu, Rabb yang Mahaagung, Rabb yang mampu menjauhkan dari berbagai macam mara bahaya. Dan menjadikan ia lebih yakin dengan firman Allah,

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ

Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 2)

Dan juga firman Allah,

لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid: 2)

Ketika keimanan menancap di dalam sanubari seorang muslim, maka ia akan selalu menyandarkan dirinya kepada Allah. Mari kita lihat bagaimana keimanan dan bersandarnya para hamba Allah kepada Rabb mereka.

وَاُفَوِّضُ اَمْرِيْٓ اِلَى اللّٰهِ

Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah.” (QS. Gafir: 44)

Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan seorang hamba, kecuali ketika hamba tersebut memahami atas hakikat dirinya dan keagungan Allah. Sehingga tidak ada rasa khawatir dan tidak ada rasa sedih di dalam menjalani kehidupan dunia.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,

أَلَآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَكَانُوا۟ يَتَّقُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Sebaliknya ketika hamba diuji oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kemewahan, kemudahan, kelapangan harta, jabatan, dan dunia, ternyata banyak di antara mereka yang menjadi hamba Allah yang sombong, angkuh, jumawa, tidak mengetahui hakikat dirinya dan hakikat ‘ubudiyah kepada Allah, sehingga mereka pun semakin jauh dari Allah.

Bahkan, tidak sedikit dari mereka akan senantiasa dihantui dengan rasa khawatir dengan masa depan. Hati mereka sering merasa sempit dan sulit untuk menerima kebaikan, walaupun harta mereka melimpah ruah sebanyak harta Karun. Karena sesungguhnya harta tidak akan membawakan dia kepada sebuah kebahagiaan yang hakiki. Wallahu ‘alam bish-shawab

***

Dirangkum dan disusun di Pesantren Gratis Klaten, 28 September 2023.

Penulis: Agung Argiyansyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88587-fitrah-ubudiyah.html