Karakteristik Fundamental Al-Quran

Bagi orang yang beriman, Al-Qur’an merupakan sebuah pedoman fundamental yang menjadi rujukan dan landasan prinsip dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an merupakan kalamullah yang dengan keagungannya dikhususkan untuk disampaikan kepada umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang alam tidak sanggup memikulnya.

Allah Ta’ala berfirman,

لَوۡ أَنزَلۡنَا هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلࣲ لَّرَأَیۡتَهُۥ خَـٰشِعࣰا مُّتَصَدِّعࣰا مِّنۡ خَشۡیَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَـٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ یَتَفَكَّرُونَ

Sekiranya Kami turunkan Al-Qur`an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” (QS. Al-Hasyr: 21)

Namun, di antara jutaan umat manusia yang meyakini kemuliaan dan keutamaan kitab suci ini, tetap saja ada yang berperilaku menyimpang terhadapnya. Mulai dari bersikap enggan untuk membaca dan mentadaburinya, tidak beriman kepadanya, bahkan ada yang dengan sengaja mengubah isi dan maknanya, serta ada pula yang tega membakarnya. Wal’iyadzu billah.

Mungkin, saat ini, kita khususnya yang membaca artikel ini, tidak termasuk dalam golongan orang-orang menyimpang tersebut, insyaAllah. Akan tetapi, adakah yang menjamin bahwa orang-orang di sekitar kita khususnya mereka orang-orang yang kita sayangi (orang tua, keluarga, anak/keturunan, dan kerabat) terbebas dari perilaku menyimpang ini?

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk terlebih dahulu menanamkan keimanan dan pemahaman yang kokoh pada diri kita tentang Al-Qur’an. Mudah-mudahan, dengan keimanan dan pemahaman tersebut, dapat menjadikan kita mampu untuk memberikan kebenaran tentang Al-Qur’an kepada orang banyak khususnya orang-orang terdekat kita.

Saudaraku, banyak dalil yang menyebutkan keutamaan dan keagungan Al-Qur’an baik secara aqli maupun naqli. Namun, dalam kesempatan kali ini, kami ingin menguraikan satu dalil naqli tentang Al-Qur’an yang sangat fundamental untuk dapat diimani, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan kita.

Dalil yang sering kita lantunkan tatkala memulai membaca dan mentadaburi lembar demi lembar permulaan ayat Al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman,

الٓمٓ ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

Alif Lam Mim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 1 – 2)

Saudaraku, melalui ayat di atas, Allah Ta’ala menegaskan 2 karakteristik Al-Qur’an yang sangat penting untuk kita pahami, yaitu: tidak ada keraguan dan petunjuk bagi orang-orang bertakwa.

Tidak ada keraguan di dalamnya

Di antara tanda keimanan seseorang adalah ia meyakini adanya kitab kalamullah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul shalawatullah ‘alaihim. Dalam hal ini, Al-Qur’an sebagai kita suci umat Islam yang menjadi pelengkap kitab suci sebelumnya.

Iman terhadap Al-Qur’an merupakan perkara yang wajib bagi seorang muslim. Seseorang dikatakan beriman, hanya apabila ia meyakini 6 (enam) rukun iman yang menjadi syarat wajib dari amalan hati yang harus dipenuhi.

Sebuah potongan hadis Jibril yang merupakan lanjutan dari hadis Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab pertanyaan malaikat Jibril ‘alaihissalam tentang Iman.

قَالَ : صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ : فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيْمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Orang itu (Jibril) berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya. Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim, no. 8)

Tidak mengimani Al-Qur’an, artinya tidak percaya terhadap isi kandungannya. Padahal, Al-Qur’an dan semua kandungannya selalu berada dalam penjagaan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr :9)

Akhirnya, seseorang yang tidak mengimani isi kandungan Al-Qur’an akan dianggap sebagai orang yang tidak beriman karena telah gugur daripadanya salah satu rukun iman yang enam. Iman adalah kemantapan hati dalam meyakini sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh pancaindra. Meskipun telah banyak bukti nyata tentang kebenaran Al-Qur’an khususnya yang berkaitan dengan saintifik seperti ilmu tentang astronomi, biologi, fisika, dan berbagai disiplin ilmu.

Namun, masih ada manusia yang masih mempertanyakan keautentikan Al-Qur’an. Mereka masih beralasan bahwa dalil-dalil naqli belum cukup untuk memantapkan hati mereka terhadap Al-Qur’an. Padahal, tidak sulit bagi Allah Ta’ala untuk membuktikan semuanya hingga mereka beriman. Sebagaimana permohonan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada Rabbnya,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي

Dan ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Rabbku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang mati.’ Allah berfirman, ‘Apakah kamu belum percaya?’ Ibrahim menjawab, ’Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah teguh hati saya.’ “ (QS. Al-Baqarah : 260)

Tetapi, kenapa mereka beranggapan bahwa mereka masih butuh bukti dari Allah agar memantapkan hati mereka? Saudaraku, inilah amalan hati yang dinamakan iman terhadap hal yang gaib. Mengimani sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh pancaindra bukan berarti hal yang diimani tersebut tidak ada. Tetapi justru karena keterbatasan yang ada pada fisik manusia untuk mencapai pembuktian tersebut secara materil.

Oleh karenanya, firman Allah Ta’ala (yang menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya) ini adalah perkara pokok yang wajib kita imani dengan cara melaksanakan seluruh perintah dan larangan Allah yang terkandung di dalamnya, serta mengambil ibrah dari setiap kisah yang tertera di dalamnya dengan haqqul yaqin.

Petunjuk bagi orang-orang bertakwa

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa di antara cara beriman terhadap Al-Qur’an adalah dengan cara melaksanakan seluruh perintah dan larangan Allah yang terkandung di dalamnya. Maka, orang yang benar-benar komitmen dengan keimanan terhadap Al-Qur’an inilah yang disebut sebagai orang-orang yang bertakwa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالقُرْاَنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

Al-Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” (HR. Muslim no. 223)

Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Syarh Arba’in An-Nawawiyyah berkata, ”Al-Qur’an itu bisa menjadi pembelamu, jika engkau melaksanakan nasihat terhadap Al-Qur’an.”

Saudaraku, sadarilah bahwa Al-Qur’an tidak hanya sekadar panduan, tetapi juga merupakan sumber petunjuk spiritual dan moral bagi individu yang memiliki takwa. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِینَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِیَتۡ عَلَیۡهِمۡ ءَایَـٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِیمَـٰنࣰا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ یَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetar hatinya. Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya. Dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal: 2)

Marilah kita renungkan sejenak. Pernahkah hati kita tergugah tatkala mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an karena memahami makna ayat yang sedang kita dengarkan? Atau lebih sederhana lagi, berapa kali dalam sehari kita mengkhususkan waktu untuk ber-taqarrub dengan Allah melalui Al-Qur’an (membaca dan mentadaburinya)?

Padahal, Al-Qur’an merupakan bagian dari sebab seseorang mendapatkan ketinggian derajat di surga, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُهَا

“Dikatakan kepada shahibul Qur’an (di akhirat), “Bacalah Al-Qur’an dan naiklah ke surga serta tartilkanlah (bacaanmu) sebagaimana engkau tartilkan sewaktu di dunia. Sesungguhnya kedudukan dan tempat tinggalmu (di surga) berdasarkan akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Imam Tirmidzi, Abu Dawud, dari Abdillah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma)

Menyadari betapa agungnya kitab suci Al-Qur’an ini, orang-orang yang memiliki ketakwaan pada dirinya pasti akan menjadikannya petunjuk untuk menggapai keridaan Allah Ta’ala berupa surga dan perjumpaan dengan-Nya. Karena, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’alapetunjuk bagi orang yang bertakwa.“, Al-Quran hanya akan menjadi wasilah bagi orang yang konsisten dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Semoga kita senantiasa mendapatkan karunia jalan keridaan Allah Ta’ala berupa keimanan dan ketakwaan sehingga memperoleh keistikamahan untuk selalu menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat. Allahumma amin.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89701-karakteristik-fundamental-al-quran.html

Zionis: Dari Bukit ke Gerakan Ekstrem

Shion atau Zion, adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem

KATA ini membuat darah mendidih, entah kenapa. Setiap mendengar Zionis, ada amarah yang memuncak.

Saya coba mencari tahu dari berbagai mu’jam (kamus) berbahasa Arab, apa sih makna Zionis?

Dalam bahasa Arab, kata Zionis adalah shihyauniyah. Ia berasal dari kata “Shion”, yang  berasal dari bahasa Suryani ܨܶܗܝܽܘܢ صِهيَون sebuah nama yang merujuk pada suatu tempat di Yerusalem (Baitul Maqdis).

Ada juga yang menyebutkan dari bahasa Ibrani. Shion atau Zion, adalah nama bukit yang berada di Yerusalem.  Shion (Arab/Ibrani) atau Zion (Latin), adalah nama dari bukit, ada juga yang menyebutnya gunung yang berada di Yarusalem.

Mengapa nama bukit ini yang digunakan? Banyak sekali pendapat dalam hal ini, ada yang berpendapat karena zion (bukit) itu tempat suci.

Zionisme merupakan gerakan politik ekstrem yang bermaksud mendirikan negara Yahudi di Palestina, dan ini sudah terjadi. Dan Zionis ingin menguasai dunia secara keseluruhan.

Salah satu tujuan utama gerakan ini adalah membangun Bait Suci Salomo di Yerusalem untuk mendirikan kerajaan Yahudi di sana, serta mendorong imigrasi Yahudi ke Palestina dan pembelian tanah untuk mendirikan pemukiman-pemukiman Yahudi, ini sudah terjadi.

Bisa dilihat di peta, betapa gerakan esktrem ini terus menggerus Palestina. Apalagi hari ini, ada pembunuhan massal di Gaza.

Sejarah gagasan ini sangat kuno dan muncul terutama di Babel, di mana ia diwujudkan dalam janji tuhan yang mereka yakini, dan untuk mempertahankan identitas Yahudi sebagai etnis yang terpisah.

Gerakan ini diorganisir sebagai entitas semi-militer yang sulit diintegrasikan dengan budaya lain. Betapa, negara yang baru lahir sudah memiliki persenjataan lengkap, dan kemungkinan mereka juga mempunyai nuklir, tapi, masih malu-malu mengakui.

Dalam Al-Aukan, bahwa Alkitab dan Talmud adalah dua sumber utama yang membentuk gerakan ini sepanjang sejarah. Gerakan ini bergantung pada konsep-konsep agama dan ras yang tertutup serta berbagai periode sejarah untuk membentuk visinya.

Gerakan ini tidak pernah enggan untuk mengungkapkan kebenciannya dan konspirasinya terhadap umat manusia secara terang-terangan. Dari ini, kita dapat memahami bahwa Zionisme adalah gerakan dengan akar yang dalam dan pengaruh sejarah yang rumit, dengan dampak besar pada sejarah dan situasi di Timur-Tengah.

Istilah “Zionis” digunakan untuk merujuk kepada para pendukung gerakan ini, yang bertujuan untuk membangun dan mempertahankan negara Yahudi di tanah ‘‘Israel’’. Nama “Zionis” digunakan untuk menggambarkan keyakinan dan tujuan gerakan politik-kebangsaan ini, yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan dan pemulihan nasional Yahudi.

Sampai kapan gerakan ini selesai? Sampai tidak terbatas.

Dan sudah sangat jelas, bahwa mereka datang untuk sebuah penjajahan, membangun negara di atas tanah negara orang. Kalau membangun negara, pastilah mereka merebut sebuah negara yang pernah hadir di muka bumi, yaitu Palestina.

Jadi sebenarnya mereka merampas dan menjajah.*/ Dr Halimi Zuhdy

HIDAYATULLAH

4 Amalan Pelancar Rezeki, Nomor 2 Bisa Dilakukan Kapan Saja

Dalam Islam, rezeki merupakan sebuah kenikmatan, keberkahan, serta karunia yang diberikan Allah SWT pada semua makhluk-Nya.

Selain itu dalam Islam, rezeki terbagi menjadi dua yakni rezeki umum dan rezeki khusus. Rezeki umum berupa harta, kesehatan, kendaraan, dan lain sebagainya yang berbentuk benda.

Sedangkan rezeki khusus merupakan segala hal yang bermanfaat dalam menegakkan keimanan serta ketakwaan seseorang misalnya ilmu, amal shalih, atau rezeki yang halal dan penuh berkah yang membuat seseorang bisa lebih taat kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.

Berbicara mengenai rezeki, dalam Islam sendiri terdapat banyak amalan yang bisa melancarkan rezeki. Berikut ini 4 amalan pelancar rezeki yang wajib diketahui umat muslim.

  1. Qiyamul Lail atau Shalat Malam

Amalan pelancar rezeki yang pertama adalah qiyamul lain atau shalat malam. Shalat sunnah yang satu ini dipercaya mampu membuka pintu rezeki.

Selain itu, shalat malam juga merupakan salah satu ibadah yang paling disukai Allah SWT dan amalan yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw.

Maka tidak heran jika qiyamul lail menjadi salah satu media yang mustajab untuk menghantarkan doa-doa kita kepada Allah SWT, salah satunya adalah rezeki.

“Pada tiap malam Tuhan kami Tabaraka wa Ta’ala turun (ke langit dunia) ketika tinggal sepertiga malam yang akhir. Ia berfirman: ‘Barang siapa yang menyeru-Ku, akan aku perkenankan seruannya. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, aku perkenankan permintaannya. Dan barang siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, aku ampuni dia,” (HR Bukhari dan Muslim).

  1. Banyak Beristighfar

Amalan pelancar rezeki yang selanjutnya adalah banyak beristigfar. Kebanyakan umat muslim hanya mengetahui jika istighfar merupakan amalan penghapus dosa.

Namun siapa sangka, jika amalan yang bisa dibaca kapan saja dan di mana saja ini ternyata bisa membuka pintu rezeki. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam hadist berikut ini.

“Barangsiapa yang melazimkan (membiasakan) membaca istighfar, Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesusahan, dan solusi dari setiap kesempitan, dan memberikan kepadanya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka,” (HR Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, & Al-Hakim).

  1. Bersedekah

Selain kedua amalan di atas, bersedekah juga merupakan salah satu amalan pelancar rezeki. Bagi sebagian orang, mungkin merasa sayang untuk mengeluarkan atau membagikan sebagian rezekinya kepada yang membutuhkan.

Namun siapa sangka alih-alih membuat miskin, justru kegiatan tersebut bisa melancarkan rezeki kita. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al Hadid ayat 18.

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. Al Hadid: 18)

Selain itu, ada juga hadist mengenai keutamaan sedekah yang bisa melancarkan rezeki seseorang.

Seperti sabda Rasulullah: “Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah.” (HR. Al-Baihaqi).

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu juga mengatakan “Pancing rezekimu dengan sedekah.” Siapa yang banyak memberi maka ia juga akan banyak menerima.

  1. Berdzikir di Waktu Pagi dan Petang

Adapun amalan pelancar rezeki yang terakhir adalah berdzikir di waktu pagi dan petang. Disebutkan dalam Shahih Muslim, Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah pernah menghadiri suatu pertemuan dengan Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda,

“Tiada sekali-kali suatu kaum duduk-duduk untuk berzikir kepada Allah SWT melainkan para malaikat mengerumuni mereka, dan rahmat meliputi mereka serta ketenangan diturunkan kepada mereka, dan Allah SWT menyebut-nyebut mereka di kalangan para malaikat yang dekat di sisi-Nya.”

Selain itu, perintah berdzikir di waktu pagi dan petang juga dianjurkan oleh Allah SWT, sebagaimana QS. Al-Ahzab ayat 42 sampai 43 :

“Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab ayat 42 sampai 43).

Itulah 4 amalan pelancar rezeki yang wajib diketahui umat muslim, nomor 2 bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Wallahu a’lam bhissawab.

ISLAMKAFFAH

Menag Usulkan Biaya Haji 2024 Rp 105 Juta Per Jamaah

Usulan biaya haji 2024 per jamaah Rp 105 juta.

Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan usulan rata-rata Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) per jamaah pada tahun depan sebesar Rp105.095.032,34. Anggaran tersebut nantinya akan dibagi dalam dua komponen, yaitu komponen yang dibebankan langsung kepada Jemaah Haji (Bipih/Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dan komponen yang dibebankan kepada dana nilai manfaat (optimalisasi).

“Untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jamaah Rp105.095.032,” ujar Yaqut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Senin (13/11/2023).

Angka usulan BPIH tersebut lebih besar dari penetapan tahun sebelumnya sebesar Rp 90.050.637,26 per jamaah haji. Namun untuk formulasi Bipih dan nilai manfaat untuk penyelenggaraan 1445H/2024M belum diputuskan.

Dalam menyusun usulan BPIH, kata Yaqut, pemerintah menggunakan asumsi nilai tukar kurs dollar terhadap rupiah sebesar Rp16 ribu. Sedangkan asumsi nilai tukar SAR terhadap rupiah sebesar Rp 4.266. 

“Pemerintah mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam menentukan komponen BPIH, sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat terlaksana dengan baik, dengan biaya yang wajar,” ucap dia.

Yaqut menuturkan, BPIH digunakan untuk membiayai beberapa komponen, di antaranya biaya penerbangan, akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan di embarkasi, debarkasi, imigrasi, layanan Armuzna (Arafah-Muzdalifah-Mina), premi asuransi, pelindungan, dokumen perjalanan, living cost, dan pembinaan jemaah haji. 

“Komponen biaya penerbangan haji disusun per embarkasi dengan memperhatikan jarak dari masing-masing embarkasi ke Arab Saudi,” kata Yaqut.

Dalam rapat kerja tersebut, Kemenag dan DPR juga sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) BPIH tahun 1445 H/2024 M. Kesepakatan ini menjadi keputusan Rapat Kerja yang dipimpin Ketua Komisi VIII Ashabul Kahfi tersebut. Panja BPIH 1445 H/2024 M nantinya akan diketuai Moekhlas Sidik.

“Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama bersepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) tentang BPIH tahun 1445 H/2024 M serta secepatnya dapat memulai pembahasan mengenai asumsi dasar dan komponen BPIH,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi, sebelum menutup rapat kerja.

IHRAM

Titik Temu Syura dengan Demokrasi

Berikut penjelasan terkait titik temu syura dengan demokrasi. Sudah lumrah, dalam konteks Islam, kita sering melihat dan menyandingkan syura dengan demokrasi. Konsep syura adalah perintah Tuhan yang langsung diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan untuk umat. Syura adalah suatu proses pengambilan keputusan dalam masyarakat yang menyangkut kepentingan bersama.

Bahkan, syura juga gambaran tentang cara kaum beriman menyelesaikan persoalan dan urusan sosial mereka. Syura dalam al-Qur’an dijelaskan dalam dua surat, yakni dalam surat Asy-Syura ayat 38, dan surat Ali Imran ayat 159. Allah Swt. berfirman:

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوْا الصَّلٰوةَ ۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْ ۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura [42]: 38).

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِ ۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran [3]: 159).

Salah seorang tokoh dan filsuf bernama Al-Farabi mensyaratkan adanya pemimpin yang tidak otoriter dan bisa membimbing masyarakat dengan cara menyelesaikan masalah secara bersama-sama.

Demikian juga shura menurut Muhammad Syahrur yang mengandung dua pengertian. Pertama, syura sebagai prinsip mutlak sebagaimana iman kepada Allah, shalat, dan zakat. Kedua, syura sebagai praktik sehari-hari yang mengikuti laju sejarah yang dihuni oleh masyarakat apa pun, atau dengan kata lain, shura yang terstruktur secara historis.

Makna syura

Tentu saja, pada pengertian pertama, syura merupakan bagian fundamental iman untuk menjawab seruan Tuhan, di samping shalat dan zakat.

Dari sini kita tahu bahwa, Islam datang untuk memahamkan manusia bahwa gerakan revolusi apapun yang berjuang dengan tujuan kebebasan berakidah dan berpendapat, sebenarnya merupakan perjuangan yang bertujuan pada syura

Begitu juga sebaliknya. Orang-orang yang mencegah syura, tidak percaya kepadanya, sama halnya dengan orang yang mencegah shalat dan zakat. Hal ini untuk mengokohkan shura dari sudut pandang akidah sebelum praktik-praktik lainnya.

Oleh karena itu, orang Islam tidak boleh mengganti syura dalam aspek prinsip-prinsipnya, karena syura termasuk dasar-dasar akidah dan ibadah.

Sementara, dalam pengertian yang kedua, syura sebagai praktik historis yang meliputi aspek politik dan sosial ekonomi umat. Artinya, Allah Swt. memerintah Nabi Muhammad Saw. untuk bermusyawarah dengan manusia dalam masalah-masalah yang tidak berkaitan dengan wahyu.

Jadi objek Ali Imran: 159 tersebut diarahkan kepada Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul yang berhubungan langsung dengan manusia yang semasa dengannya. Di sinilah, Nabi Muhammad mempraktikkan masalah ini dalam struktur masyarakat yang sarat dengan nilai-nilai sosial-kultural dan historis.

Kekuasaan Tuhan

Adanya kekuasaan manusia bukan berarti menafikan kekuasaan Tuhan, karena secara teologis manusia dituntut untuk “mengatur” kehidupannya sendiri di dunia.

Kita tahu, bahwa dalam teologi Islam, persoalan ini sudah menjadi persoalan klasik yang diperdebatkan oleh para mutakallimin. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa kehidupan manusia di dunia diatur dan dikontrol sepenuhnya oleh Tuhan (Jabariyah).

Artinya, manusia hanya sebagai “robot” yang semua gerak-geriknya sudah ditentukan dan diatur oleh Tuhan. Sebagian yang lain mengatakan bahwa segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan (Qadariyah). Tuhan hanya sebagai Pencipta, dan manusia diberi kebebasan mengatur kehidupan mereka.

Berbeda dalam konteks demokrasi (syura), umat Islam secara umum dan umat Islam Indonesia secara khusus, masih memperdebatkan dan mempermasalahkan kedaulatan mutlak Tuhan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Natsir.

Hanya saja, rakyat tetap mempunyai kedaulatan. Artinya, dalam negara Islam, rakyat mempunyai dua hak, yaitu hak untuk menyusun undang-undang dan hak untuk memilih kepala negara. Pemikiran ini didasarkan pada ayat al-Qur’an surat Ali Imran [3]: 159, An-Nisa’ [4]: 59.

Karena itu, menerapkan kedaulatan rakyat bukan berarti mengingkari kedaulatan Tuhan. Meskipun agama berasal dari Tuhan, tetapi pada pelaksanaannya tetap melibatkan peran manusia. Maka disinilah perlunya penafsiran secara terus-menerus terhadap teks-teks agama guna melestarikan alam ciptaan Tuhan.

Nah, yang diperlukan sekarang bukan mempersoalkan kedaulatan rakyat dengan kedaulatan Tuhan, tetapi usaha untuk melakukan kebaikan sesama manusia ciptaan Tuhan di dunia inilah yang sangat penting.

Penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat Tuhan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, selalu diperlukan dan dibutuhkan sesuai dengan konteks kehidupan manusia.

Apakah syura hanya sebatas ajaran agama?

Bagi bangsa Indonesia, syura tidak hanya sebatas ajaran agama, tetapi juga sudah menjadi kebudayaan dan tradisi masyarakat Indonesia dalam memutuskan urusan-urusan bersama.

Secara teologis-sosiologis, masyarakat Indonesia tidak mempersoalkan muasal konsep tersebut dan tidak mempersoalkan kedaulatan Tuhan dengan kedaulatan rakyat. Dengan demikian, maka muncullah ungkapan “demokrasi Indonesia” atau “demokrasi Pancasila”.

Syahdan, salah satu ciri wacana politik abad ke-20 adalah kenyataan bahwa hampir semua gerakan politik mengklaim diri bersifat demokratis, dan mengembangkan demokrasi.

Dalam hal ini, hampir tak ada kelompok politik yang dapat menghindar atau menolak klaim ini. Alasan yang mendasari fenomena ini adalah gagasan sentral demokrasi, bahwa semua kekuasaan diberikan oleh rakyat, dan bahwa penggunaan kekuasaan hanya sah jika mewakili kehendak rakyat.

Dengan demikian, wajar jika dikatakan bahwa demokrasi merupakan konsep yang diterima secara universal, termasuk di dunia Islam. Banyak teoretisi atau politisi yang secara eksplisit menulis atau bertindak dalam kerangka Islam, menyatakan bahwa teori politik mereka juga bersifat demokratis. 

Bahkan, konsep negara dan pemerintahan Abu A’la al-Maududi dan Imam Khomeini selalu disebut teo-demokrasi Islam atau demokrasi Islam yang bersifat plebisit (plebiscitary Islam-democracy). Pun banyak juga penulis dari dunia Islam mengatakan bahwa Islam merupakan bentuk demokrasi yang sejati dan paling baik.

Akan tetapi, demokrasi yang menekankan pada suara rakyat mayoritas juga tidak terbebas dari kekurangan. Dalam demokrasi, legitimasi politik sering dipahami sebatas dalam koridor kehendak mayoritas, bukan pada pengetahuan tentang kebenaran, sehingga kesalahan dalam mengambil keputusan jarang dipersoalkan.

Catatan akhir

Kondisi ini akhirnya mengakibatkan benturan antara keadilan prosedural dan keadilan substantif. Bahwa kaum demokrat bisa dikatakan lebih mengutamakan keadilan prosedural yang berlandaskan suara mayoritas, yang dengannya keadilan substantif pun dapat tercapai.

Padahal, keadilan substantif hanya bisa diperoleh melalui pendekatan filosofis, yang menegaskan bahwa kebenaran tidak bisa diperoleh dari pengambilan keputusan yang salah.

Dua implikasi terkait dengan hal ini. Pertama, kekuatan rakyat seharusnya dibatasi oleh kebenaran tentang keputusan yang mereka ambil. Kedua, perlu adanya pengawasan kekuasaan evaluatif terhadap keputusan rakyat.

Ini bisa diwujudkan melalui pembentukan lembaga khusus yang terdiri dari orang- orang tertentu yang dinilai lebih memahami kebenaran dibanding kebanyakan orang. Artinya, lembaga ini kemudian diberi hak prosedural untuk mengintervensi pemerintah berdasarkan argumen substantif tentang kebenaran pengetahuan.

Sekalipun demikian, ada pula kalangan yang mendukung pemisahan demokrasi dari masalah kebenaran dengan mempertanyakan kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan objektif tentang kebenaran.

Misalnya seperti Robert Dahl salah satu yang menekankan bahwa demokrasi harus terbebas dari pertanyaan-pertanyaan epistemologis ontologis tentang sifat dasar penilaian moral. Menurutnya, kita harus mencurigai siapapun yang mengklaim memiliki pengetahuan objektif tentang kebaikan. 

Demikian penjelasan titik temu syura dengan demokrasi. Semoga titik temu syura dengan demokrasi bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Hukum Zakat untuk Korban Palestina 

Rabu kemarin (08/11), Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina. Pada poin nomor dua dan tiga, fatwa MUI tersebut adalah hukum boleh menyalurkan zakat untuk korban perang di Palestina. 

Hukum Zakat untuk Korban Palestina

Berdasarkan hasil fatwa MUI, dukungan terhadap kemerdekaan Palestina saat ini hukumnya wajib. Dukungan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan mendistribusikan infaq, sedekah, dan zakat untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina

Pertama, dukungan di atas, termasuk dengan mendistribusikan zakat, infaq dan sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina. 

Kedua, Pada dasarnya dana zakat harus didistribusikan kepada mustahik yang berada di sekitar muzakki. Dalam hal keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak dana zakat boleh didistribusikan ke mustahik yang berada di tempat yang lebih jauh, seperti untuk perjuangan Palestina.

Kedua poin dalam fatwa itu, bagaimanapun, layak mendapatkan perhatian khusus, terutama dari para dai dan influencer. Agar bertambah dukungan kepada perjuangan rakyat Palestina dalam berbagai bidang.  Adapun para dai dan influencer merupakan diantara garda terdepan pemilik cerobong informasi untuk umat belakangan ini.

Tinjauan Fiqh

Dalam lembaran fatwa MUI tersebut, terkait hukum zakat boleh untuk korban Palestina,  salah satu kutipan yang menjadi poin bagian “memperhatikan” diambil dari catatan tambahan (Taqrir) al-Sayyid al-Bakri di pinggir kitab beliau, I’anah al-Thalibin. Berikut ini saya kutip langsung dari kitab tersebut:

وَمُقَابِلُ الْمَشْهُوْرُ جَوَازُ النَّقْلِ، وَهُوَ مَذْهَبَ الْاِمَامِ أَبِىْ حَنِيْفَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ وَكَثِيْرٌ مِنَ الْمُجْتَهِدِيْنَ، مِنْهُمُ اْلاِمَامُ الْبُخَارِيُّ فإنه ترجم المَسْألَة بِقَوْلِهِ باب أخْذِ الصَّدقة من الأغنياء وترد على الفقراء حيث كانوا قَالَ شَارِحُهُ الْقَسْطَلاَنِىُّ: ظَاهِرُهُ أَنَّ الْمُؤَلِّفُ يَخْتَارُ جَوَازَ نَقْلِ الزَّكَاةِ مِنْ بَلَدِ الْمَالِ

“Menurut lawan pendapat yang masyhur; boleh hukumnya memindahkan zakat dari wilayah asalnya. Itu adalah madzhab Imam Abu Hanifah ra dan banyak ulama mujtahid lain, diantaranya Imam al-Bukhari.

Imam al-Bukhari bahkan menjadikan persoalan ini sebagai salah satu judul bahasan dalam kitab hadits beliau, dengan menuliskan; Bab Tentang Memungut Zakat dari Orang-orang Kaya, Kemudian Didistribusikan Kepada Orang-orang Fakir di Manapun Mereka. 

Syaikh al-Qasthalani, salah satu pensyarah Shahih Bukhari, mengatakan; secara lahir, pengarang (Imam al-Bukhari) membolehkan untuk memindahkan zakat dari wilayah asalnya”. (Lihat Sayyid Bakri, Taqrir I’anah dalam I’anah al-Thalibin, 2/187)

Saya sengaja mengutip teks Taqrir dari kitab I’anah al-Thalibin itu lebih panjang, agar bisa menangkap kerangka persoalan. Meskipun kutipan saya itu belum menyeluruh, paling tidak dengan sebegitu telah membantu mengenali siapa ulama yang dimaksud oleh penulis Taqrir. Supaya pembaca mengenali pula para ulama tersebut.

Di dalam Kitab I’anah al-Thalibin sendiri, al-Sayyid al-Bakri juga menukil satu komentar penting tentang boleh memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya. Pendapat itu berasal dari ulama Mazhab Syafi’i, Ibnu ‘Ujail al-Yamani (w. 696 H). 

Beliau mengatakan bahwa kebolehan mengalihkan distribusi zakat dari wilayah asalnya, ialah di antara topik zakat yang fatwanya boleh keluar dari pendapat yang kuat di jalur Mazhab Syafi’i (al-Mazhab). Begini kata beliau:

قال ابن عجيل اليمني ثلاث مسائل في الزكاة يفتى فيها على خلاف المذهب، نقل الزكاة، ودفع زكاة واحد إلى واحد، ودفعها إلى صنف واحد.  

“Ibnu ‘Ujail al-Yamani mengatakan; tiga permasalahan zakat yang difatwakan berbeda dengan pendapat yang kuat (al-Madzhab), kebolehan memindah zakat (dari wilayah asalnya), kebolehan menyerahkan zakatnya satu jiwa kepada satu orang (dari seluruh asnaf yang ada), dan kebolehan memberi zakat kepada satu golongan (dari yang delapan).” (Lihat Sayyid Bakri, I’anah al-Thalibin, jilid 2, halaman 187)

Ibnu ‘Ujail bukanlah satu-satunya ulama Mazhab Syafi’i yang mengatakan boleh memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya. Selain beliau ada juga Ibnu Shalah (w. 643 H), Ibnu Firkah (w. 729 H) dan sekelompok ulama Mazhab Syafi’i lain. Pendapat ini bahkan menjadi pegangan banyak ulama dalam Mazhab Syafi’i, sebagaimana kutipan dari kitab Syekh ‘Amirah berikut ini:

قَوْلُهُ: (وَالثَّانِي يَجُوزُ إلَخْ) . هُوَ مَا أَفْتَى بِهِ ابْنُ الصَّلَاحِ، وَابْنُ الْفِرْكَاحِ عِنْدَ وُجُودِ مَصْلَحَةٍ مِنْ قَرِيبٍ، وَنَحْوِهُ، قَالَ الْبَغَوِيّ وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ

“Kata pengarang (dan menurut qaul tsani boleh sampai akhir—yaitu boleh memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya) itu adalah fatwa Ibnu Shalah dan Ibnu Firkah, ketika ada maslahat/kemanfaatan, seperti kerabat atau semisalnya. Imam al-Baghawi mengatakan; banyak ulama yang berpegang kepada pendapat itu. (Lihat Qulyubi dan ‘Amirah, Hasyiyah Qulyubi wa ‘Amirah, 3/203)

Meskipun banyak ulama mengizinkan untuk mengamalkan pendapat ini, tetap saja menurut pendapat yang kuat dalam Mazhab Syafi’i tidak boleh hukumnya memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya. Berikut penjelasan Imam al-Mahalli dalam kitab beliau:

(وَالْأَظْهَرُ مَنْعُ نَقْلِ الزَّكَاةِ ) مِنْ بَلَدِ الْوُجُوبِ مَعَ وُجُودِ الْمُسْتَحِقِّينَ فِيهِ إلَى بَلَدٍ آخَرَ فِيهِ الْمُسْتَحِقُّونَ

“(Menurut qaul azhar tidak boleh memindahkan zakat) dari wilayah yang diwajibkan mengeluarkannya, serta ada orang-orang yang berhak menerima zakat di wilayah itu. Tidak boleh dipindahkan ke wilayah lain yang di sana juga ada orang-orang yang berhak menerima zakat.” (Lihat al-Mahalli, Kanz al-Raghibin dalam Hasyiyah Qulyubi wa ‘Amirah, 3/202)

Hukum Penyaluran Zakat Untuk Rakyat Palestina

Adapun kasus pendistribusian zakat kepada rakyat Palestina kali ini diurus oleh pemerintah atau oleh lembaga yang diberi izin oleh pemerintah, seperti Baznas (Badan Amil Zakat Nasional). Kondisi perang membuat akses orang luar atas nama pribadi terbatas ke wilayah Palestina. Bahkan untuk sekedar mengantarkan zakat bisa menjadi tragedi mengantarkan nyawa.

Karena yang memindahkan pendistribusian harta zakat dari wilayah asalnya adalah pemerintah atau lembaga yang mendapat izin pemerintah, persoalan hukumnya menjadi berbeda. 

Pendapat kuat yang melarang untuk memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya itu, berlaku untuk kasus pendistribusian zakat secara personal. Sedangkan dalam hal pendistribusian zakat yang dikendalikan pemerintah, pendapat yang kuat adalah pemerintah boleh memindahkannya dari wilayah asal zakat.

وَفِي الرَّوْضَةِ كَأَصْلِهَا الْخِلَافُ فِي جَوَازِ النَّقْلِ وَتَفْرِيقُهُ ظَاهِرٌ فِيمَا إذَا فَرَّقَ رَبُّ الْمَالِ زَكَاتَهُ، أَمَّا إذَا فَرَّقَ الْإِمَامُ، فَرُبَّمَا اقْتَضَى كَلَامُ الْأَصْحَابِ طَرْدَ الْخِلَافِ فِيهِ، وَرُبَّمَا دَلَّ عَلَى جَوَازِ النَّقْلِ لَهُ، وَالتَّفْرِقَةِ كَيْفَ شَاءَ وَهَذَا أَشْبَهُ.  (قَوْلُهُ وَهَذَا أَشْبَهُ) وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ 

“Dalam kitab Raudhah al-Thalibin seperti kitab induknya (al-Muharrar); perbedaan pendapat tentang boleh memindahkan harta zakat dan mendistribusikannya tidak di wilayah asal adalah nyata pada kasus pendistribusian oleh pemilik zakat. Adapun kalau yang mendistribusikan pemerintah bisa jadi kesimpulan kalam tokoh-tokoh Mazhab Syafi’i menghalau perbedaan pendapat tersebut. 

Boleh jadi hal itu mengindikasikan kebolehan memindahkan dan mendistribusikan zakat sesuai keinginan pemerintah. Pendapat ini lebih kuat. ‘(Kata Imam Mahalli ‘wa hatza asybah) itu adalah yang mu’tamad (resmi)’—Komentar Imam Qulyubi.” (Lihat al-Mahalli, Kanz al-Raghibin dalam Hasyiyah Qulyubi wa ‘Amirah, 3/203)

Dasar Perbedaan Pendapat

Dasar perbedaan pendapat tentang memindahkan pendistribusian zakat itu adalah perbedaan persepsi tentang hadis dari Sahabat Ibnu ‘Abbas ra. Hadis ini menceritakan tentang pesan Rasulullah Saw. kepada Sahabat Mu’adz bin Jabal ra. ketika beliau diutus ke Yaman. Salah satu pesan Rasulullah Saw. kepada beliau adalah tentang pemungutan zakat. Berikut lafadz haditsnya dalam kitab Sahih Muslim, hadis nomor 19:

فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ في فُقَرَائِهِمْ

“Maka beritahulah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) yang dipungut dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir mereka.” (Muttafaq ‘Alaih)

Ulama yang melarang untuk memindahkan zakat dari wilayah asalnya mendasarkan pendapatnya pada konteks hadis ini. Konteks hadis ini ialah Rasulullah Saw. tengah berpesan kepada Sahabat Muadz ra. tentang hal-hal yang mesti beliau ajarkan kepada penduduk Yaman. Sehingga seluruh lafaz yang bermakna “mereka” dalam hadis ini merupakan kata ganti dari orang-orang yang sesuai konteks hadis, yaitu penduduk Yaman. 

Dengan demikian kalau “zakat dipungut dari orang-orang kaya mereka (penduduk Yaman)” maka juga “diberikan kepada orang-orang fakir mereka (penduduk Yaman). Hukum yang seperti itu berlaku untuk pemungutan zakat di seluruh daerah kaum muslimin. Begitu uraian singkat tentang sisi pandang pendapat ini.

Namun, Imam Nawawi mengomentari cara pandang pendapat ini dalam kitab Syarh Hadis Muslim. Beliau menuliskan:

وَهَذَا الِاسْتِدْلَالُ لَيْسَ بِظَاهِرٍ لِأَنَّ الضَّمِيرَ فِي فُقَرَائِهِمْ مُحْتَمِلٌ لِفُقَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ وَلِفُقَرَاءِ أَهْلِ تِلْكَ الْبَلْدَةِ وَالنَّاحِيَةِ وَهَذَا الِاحْتِمَالُ أَظْهَرُ

“Cara berdalil ini rancu. Karena dhamir yang ada pada ‘fu-qa-raa-i-him’ berpotensi mengandung maksud orang-orang fakir kaum muslimin, dan orang-orang fakir dari penduduk negeri atau wilayah itu. Dan potensi itu nyata.” (Lihat Yahya bin Syarf an-Nawawi, Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, 1/07). 

Demikian penjelasan terkait fatwa MUI tentang hukum boleh zakat untuk korban perang Palestina.Wallahu ‘a’lam.

BINCANG SYARIAH

Ini Daftar Produk Israel dan Pro-Israel, Banyak Barang Mewahnya!

Palestinian BDS National Committee memverifikasi produk-produk ini terlibat..

Palestinian BDS National Committee memverifikasi produk-produk ini terlibat dalam penjajahan dan apartheid oleh Israel. Produk ini jelas dan punya andil langsung atas kejahatan Israel. Berikut ini Republika rangkum beberapa produk yang terkonfirmasi terkait dan mendukung Israel.

REPUBLIKA

Qunut Nazilah untuk Palestina, Hukum, Cara, dan Bacaan Qunut Nazilah

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah merekomendasikan kepada umat Islam untuk membaca Qunut Nazilah untuk Palestina sebagai bentuk solidaritas terhadap perang dan bencana kemanusiaan di kawasan Gaza, Palestina. KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU, mengajak seluruh umat Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama, untuk juga menyelenggarakan shalat ghaib dan doa bersama. Tujuannya adalah untuk memohon pertolongan dan keselamatan bagi para syuhada dan korban jiwa akibat eskalasi kekerasan di Palestina. Doa Qunut Nazilah dijadikan sarana untuk mengekspresikan dukungan dan kepedulian terhadap saudara-saudara kita di Palestina.

Jusuf Kalla, Ketua Umum Dewan Mesjid Indonesia (DMI), juga mengimbau umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan Doa Qunut Nazilah, khususnya dalam pelaksanaan Salat Jum’at. Hal ini menjadi langkah konkret dalam menunjukkan solidaritas dan dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Pemerintah juga turut berperan dalam mengajak umat Islam untuk bersatu dalam doa. Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran yang menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan doa bersama dan membaca qunut nazilah sebagai wujud kepedulian dan doa untuk saudara-saudara di Palestina.

Rekomendasi dari berbagai pihak ini mencerminkan keinginan bersama untuk menyuarakan keprihatinan dan solidaritas terhadap tragedi kemanusiaan yang tengah dialami oleh warga Palestina. Doa Qunut Nazilah menjadi sarana spiritual untuk menghaturkan harapan, keselamatan, dan keberkahan bagi mereka yang terdampak oleh konflik tersebut.

Lalu apa itu qunut nazilah dan bagaimana cara melaksanakannya?

Sejarah Qunut Nazilah

Qunut nazilah pertama kali dipraktikkan oleh Rasulullah pada saat beliau mendengar laporan dua tragedi Ar-Raji dan Bir Ma’unah. Dalam dua tragedi tersebut, para sahabat yang diutus oleh beliau untuk mengajarkan Islam kepada Suku ‘Adhal dan al-Qarahs, serta penduduk Nejd dibantai, sehingga Rasullah sangat sedih dan tepukul.

Kejadian itu merupakan musibah dan petaka bagi kaum muslimin. Atas terjadinya peristiwa tersebut Rasulullah membaca qunut selama satu bulan. Oleh karena itu, menurut para ulama’ qunut nazilah sangat dianjurkan saat terjadi musibah, bencana, atau mala petaka seperti serangan musuh, situasi kekeringan, musim paceklik, serangan wabah/epidemi yang mengancam jiwa kaum muslimin.

Dengan demikian, qunut nazilah untuk perang di Palestina yang mengancam tanah, nyawa dan harta umat Islam dan warga lainnya di wilayah Gaza sudah sangat memenuhi unsur untuk dilaksanakan qunut nazilah. Bahkan, umat Islam sangat dianjurkan untuk senantiasa memanjatkan qunut nazilah selama perang itu berkecamuk.

Pengertian Qunut Nazilah

Secara etimologi menurut Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha Qunut adalah berdoa untuk kebaikan atau kejelekan. (Hasyiyah I’anah al-Thalibin, Juz 1, hal. 158). Sementara menurut Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairimi bermakna pujian (al-tsana’). (Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khtib, Juz 4, hal. 336).

Sedangkan secara terminologi syar’i Qunut adalah bacaan zikir tertentu yang mengandung doa dan pujian, seperti ungkapan allahumma ighfirli ya ghafur (Ya Allah, ampunilah aku wahai Dzat Yang Maha Pengampun). Jika tidak mengandung dua unsur doa dan pujian, maka tidak bisa dinamakan Qunut.

Ibnu ‘Allan dalam Al-Futuhat Al-Rabbaniyah ‘ala Al-Adzkar An-Nawawiyah qunut nazilah berarti do’a di dalam shalat yang dilakukan pada saat tertentu ketika berdiri. Sedangkan kata Nazilah, seperti definisi dalam Al-Mu’jam Al-Wasith bermakna musibah luar biasa.

Dengan demikian, qunut nazilah adalah doa yang dibaca ketika terjadi musibah luar biasa yang menimpa umat Islam yang bertujuan mendoakan kebaikan dan keselamatan bagi  umat Islam yang tertimpa musibah besar dan menjauhkan mereka dari bahaya musuh yang mengintai. Qunut nazilah juga diamalkan ketika umat Islam menghadapi persoalan keamanan, pertanian, bencana alam, bencana kemanusiaan, dan lain sebagainya, termasuk dalam hal ini adalah perang yang mengancam masyarakat di Palestina.

Hukum Qunut

Membaca qunut dalam shalat masih diperselisihkan di kalangan ulama’. Secara umum qunut dapat dikategorikan ke dalam dua bahasan. Pertama, qunut khusus shalat Subuh dan shalat witir. Dalam hal ini, masih terjadi khilafiyah di antara para ulama terkait qunut saat shalat subuh. Kedua, qunut yang terkait dengan mala petaka dan bahaya atau dalam situasi genting atau disebut dengan qunut nazilah.

Untuk Qunut Nazilah tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama. Namun, terdapat ragam pendapat di kalangan ulama madzhab tentang teknis melakukan qunut nazilah. Perbedaan tersebut pada seputar shalat apa saja qunut nazilah ini bisa dilakukan.

Menurut ulama madzhab Hanafi, seperti keterangan dalam kitab al-Bahru al-Ra’iq dan Hasyiyahnya Minhatu Al-Khaliq karya Ibnu ‘Abidin, dan kitab al-Dur al-Muntaqa Syarh al-Multaqa, qunut nazilah dikerjakan  pada shalat fardhu jahriyah, shalat-shalat di mana Imam mengeraskan bacaan yakni, subuh, Maghrib dan Isya’.

Sedangkan menurut Ulama Madzhab Syafi’i seperti diterangkan dalam kitab Raudhah Al-Talibin, qunut nazilah bisa dilakukan pada semua shalat fardhu baik jahriyyah maupun sirriyah. Adapun Ulama Madzhab Hanbali, dalam al-Mughni dan al-Mubdi’, berpendapat bisa dilakukan pada semua shalat fardhu kecuali pada saat shalat Jum’at.

Pelaksanaan dan Cara Baca Qunut Nazilah

Qunut nazilah ini dibaca sebelum sujud pada rakaat terakhir di setiap shalat wajib. Perbedaan ulama tentang qunut nazilah berimplikasi terhadap cara membacanya. Ketika qunut nazilah ini dilakukan pada shalat-shalat jahriyyah, para ulama sepakat, cara membaca doa qunut nazilah adalah dengan mengeraskan suara.

Namun, jika dilakukan pada shalat sirriyah seperti shalat Dhuhur dan Ashar, ada perbedaan. Bagi madzhab yang berpendapat bahwa qunut nazilah dilakukan di semua shalat fardhu, baik itu jahriyyah maupun sirriyah, maka cara membaca doanya dengan mengeraskan suara, baik shalat jahriyyah maupun sirriyah.

Cara ini sebagaimana yang diterangkan oleh Imam An-Nawawi dalam Raudhah at-Thalibin, ia mengatakan jika qunut dibaca pada shalat selain shalat subuh, menurut pendapat yang rajih sama seperti shalat shubuh, yakni dengan suara yang nyaring, baik shalat sirriyah maupun jahriyyah.”

Teks Bacaan Qunut Nazilah

Teks doa qunut nazilah ada beberapa versi. Di antaranya, adalah sebagaimana terdapat dalam riwayat Umar Ibn al-Khattab. Diriwayatkan oleh  Imam Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, pada bab doa qunut, suatu ketika Umar membaca qunut dengan lafadh berikut :

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ، وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ ، اللَّهُمَّ الْعَنْ كَفَرَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ ، وَيُكُذِّبُونَ رُسُلَكَ ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ خَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمَ ، وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ ، وَأَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِى لاَ تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَنُثْنِى عَلَيْكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ ، وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ ، وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ ، وَلَكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ ، نَخْشَى عَذَابَكَ الْجَدَّ ، وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ ، إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكَافِرِينَ مُلْحَقٌ.

“Ya Allah berikanlah ampunan kepada kami, juga untuk orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan,dan orang-orang muslim laki-laki maupun perempuan. Satukanlah hati-hati mereka, perbaikilah hubungan mereka, tolonglah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka. Ya Allah berikanlah laknat para orang-orang kafir ahli kitab yang mendustakan utusan-Mu dan membunuh para wali-Mu. Ya Allah cerai beraikan kalimat mereka, goncangkan kaki-kaki mereka serta turunkanlah siksa-Mu yang tidak bisa dihindarkan untuk kaum yang melakukan kejahatan.

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagai Maha Penyayang. Ya Allah kami memohon pertolongan-Mu, memohon ampunan-Mu, memuji-Mu, tidak kufur terhadap-Mu, serta melepaskan dan meninggalkan orang yang bermaksiat kepada-Mu.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah kami beribadah kepada-Mu, untuk-Mu kami shalat dan sujud, dan kepada-Mu lah kami menuju dan bergegas. Kami takut akan adzab-Mu yang keras, kami memohon rahmat-Mu, sesungguhnya adzab-Mu kepada orang-orang yang kafir itu pasti akan terjadi.”

ISLAMKAFFAH

Apakah Musibah itu Takdir Allah?

Apakah musibah itu takdir Allah? Pertanyaan ini muncul sebab ketentuan dan takdir dari Allah Swt. memberikan musibah bagi hamba-hambanya. Musibah berputar-putar di berbagai negeri dan negara. Melingkar di berbagai hamba-hambanya. 

Itu artinya, tidak ada manusia di permukaan bumi ini yang bebas dari musibah, dan tidak ada negara yang sepi dari musibah. Karena ini adalah ujian dari Allah Swt. Di dalam al-Qur’an dinyatakan:

لَـتُبْلَوُنَّ فِيْۤ اَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ ۗ وَلَـتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُواالْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْۤا اَذًى كَثِيْـرًا ۗ وَاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ

Artinya: “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.” (QS. Ali Imran [3]: 186).

ٱلَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ 

Artinya: “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Dalam hal ini, baik yang berlebihan harta maupun yang kekurangan harta itu adalah ujian dari Allah Swt. Tidak hanya harta, tetapi juga ujian bisa berupa jiwa-jiwa kalian.

Demikian halnya juga dengan kehidupan dan kematian adalah ujian dari Allah Swt. untuk mengetahui siapa yang baik amal ibadahnya diantara kalian. Pepatah Arab pernah menyatakan:

ثمانية لابد منها على الفتى# ولابد أن تجري عليه الثمانية

سرور وهم واجتماع وفرقة # ويسر وعسر ثم سقم وعافية

Delapan perkara yang tidak akan pernah lepas dari seorang manusia, dan delapan itu akan berjalan pada setiap individu. Adalah kebahagiaan. Namun, kebahagiaan tidak selalu ada pada setiap orang, melainkan kebahagiaan pasti akan selalu diiringi dengan kegelisahan.

Kita tahu, terkadang, orang gelisah terhadap peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu. Terkadang pula tidak sedikit orang akan merasa gelisah terhadap peristiwa yang akan datang.

Tak hanya itu, adakalanya manusia diuji oleh Allah Swt. atas sebuah perkumpulan-perkumpulan. Itu sebabnya, setelah adanya perkumpulan, maka perpisahan akan segera menyusulnya. Setelah itu ada kemudahan dan kesulitan. Ada kesakitan (sakit) dan kesehatan.

Imam Syafi’i pernah berkata:

تَزَوَّدْ مِنَ التَّقْوَى فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي # إِذَا جَنَّ لَيْلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ

Artinya: “Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu. Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari.”

Alkisah, suatu waktu Siti Zainab (putri Rasulullah Saw.), ketika putranya meninggal dunia, maka Siti Zainab merasa gelisah. Sebab, ada jiwa yang dicintainya diambil oleh Allah Swt.

Atas kejadian itu, akhirnya, Nabi menyampaikan mauidah kepada putrinya, “Sesungguhnya Allah Swt. Memiliki hak untuk mengambil dan memberi, dan semuanya telah ditetapkan oleh Allah Swt. Di dalam qada’ dan qadar-Nya. Tugas manusia hanya tinggal bersabar atas apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.”

Nabi Saw. bersabda:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَت: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا، قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

Artinya: “Diriwayatkan dari Ummu Salamah, istri Nabi Saw. Berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan  innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un. allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa (Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik) melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” 

Ummu Salamah kembali berkata: “Ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun mengucapkan doa sebagaimana yang Rasulullah Saw. ajarkankan padaku. Maka Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah Saw.” (HR. Muslim, no. 1526).

Penting untuk dicatat, bahwa orang-orang yang beriman pasti akan mengembalikan ujian itu kepada Allah Swt. Kita hanya ingin mengambil pelajaran dari apa yang sudah diteladankan oleh Kanjeng Nabi Saw., diteruskan oleh para sahabatnya, tabi’in, hingga para tabi’ut tabi’in untuk bersabar menghadapi musibah yang telah ditetapkan. Kita semua pasti akan kembali kepada Allah Swt.

Syahdan. Bahwa sabar dalam menghadapi musibah adalah bagian dari bentuk ketaatan kepada Allah Swt., sebagaimana sabar untuk meninggalkan maksiat adalah bagian ketaatan kepada Allah Swt. 

Demikian jawaban atas apakah musibah itu takdir Allah? Sejatinya semua ini adalah takdir dan dalam kuasa Allah SWT. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Aksi Sejumlah Negara Bela Palestina

Perang Israel-Palestina yang terjadi pada Oktober-November 2023 telah memicu aksi solidaritas dari berbagai negara di dunia. Aksi-aksi ini digelar untuk menunjukkan dukungan terhadap Palestina dan mengecam serangan Israel. Nah berikut ini aksi sejumlah negara bela Palestina. 

Aksi Sejumlah Negara Bela Palestina

Pertama, Bolivia tegas berpihak pada hak-hak Palestina.Bolivia, dengan tegas memutuskan hubungan diplomatik, Selasa waktu setempat. Alasannya, karena kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.

Langkah tersebut resmi diumumkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Freddy Mamani dan pejabat Menteri Kepresidenan Bolivia dan Menteri Luar Negeri sementar María Nela Prada. Pengumuman disampaikan satu hari setelah Presiden Bolivia Luis Arce bertemu dengan Duta Besar Palestina untuk Bolivia Mahmoud Elalwani. 

Kemudian dalam perwakilan Bolivia untuk PBB, Diego Pary, juga menegaskan kembali pendirian negaranya pada pertemuan darurat Majelis Umum PBB. Ia mengatakan bahwa negaranya berpihak pada hak-hak rakyat Palestina.

 “Rakyat dan pemerintah Bolivia telah mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan diplomatik mulai hari ini dengan negara Israel karena kami menganggapnya sebagai negara yang tidak menghormati kehidupan masyarakat, hukum internasional atau hukum kemanusiaan internasional,” kata Pari Kamis (2/11).

Kedua, aksi Chile, Colombia, Yordania tarik duta besar dari Israel.  Selain Bolivia, Chile dan Kolombia dilaporkan telah memanggil duta besar mereka di Israel. Alasannya adalah apa yang dilakukan Israel ke Gaza adalah pembantaian ke warga Palestina. “Jika Israel tidak menghentikan pembantaian terhadap rakyat Palestina, kita tidak bisa berada di sana,” kata Presiden Kolombia Gustavo Petro.

Menurut keterangan kata Kementerian Luar Negeri Chile di sejumlah media, pelanggaran Kejahatan Kemanusiaan Internasional yang tidak dapat diterima yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, Pemerintah Chile memutuskan untuk memanggil kembali duta besar Chile untuk Israel, Jorge Carvajal, ke Santiago untuk berkonsultasi.

Hal sama juga dilakukan Yordania. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan menarik duta besar di Israel dan menolak masuk kembali duta besar Israel di sana. 

“Kembalinya duta besar tersebut akan bergantung pada Israel yang menghentikan perangnya di Gaza, menghentikan bencana kemanusiaan yang diakibatkannya, dan menahan diri dari tindakan yang mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina, termasuk akses terhadap makanan, air, dan obat-obatan, serta kehidupan yang aman dan stabil di tanah nasional mereka,” katanya seraya mengumumkan dimulainya proses evakuasi warganya dari Jalur Gaza pada Rabu lalu.

Ketiga, Rusia dan China Tak Mengecap Hamas Teroris. Meskipun sejumlah negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, serta sekutu Israel telah melabeli Hamas dengan istilah teroris. Lain halnya dengan dua negara besar lainnya, Rusia dan China. 

Moskow dan Beijing telah memperkuat posisi mereka terhadap konflik di Gaza dalam beberapa hari terakhir dengan tidak mencap Hamas sebagai teroris dan terus mendorong perdamaian antara keduanya.

Menteri Luar Negeri China mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa kampanye pemboman Israel telah melampaui ruang lingkup pertahanan diri. Beijing menegaskan bahwa mereka harus menghentikan hukuman kolektif terhadap rakyat Gaza.

Sedangkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengemukakan bahwa pengepungan intensif atas Gaza oleh Israel mungkin mirip dengan pengepungan Leningrad yang dilakukan tentara Jerman pada perang dunia kedua, sebuah referensi yang mungkin akan menyebabkan kebencian besar di Israel.

Keempat, aksi Indonesia bela Palestina. Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bantuan Indonesia untuk Palestina merupakan bentuk solidaritas kemanusiaan. Kepala negara menyatakan Bangsa Indonesia akan terus bersama Rakyat Palestina. 

Bahkan dari awal konflik Israel dan Palestina bahkan hingga kini pun, Indonesia tak henti memberikan bantuan medis hingga keperluan sembako kepada saudara kita di Palestina. Hebatnya lagi, sejumlah warga asli Indonesia juga turun langsung ke lokasi memberikan support kepada saudara sesama muslim di Gaza Plestina.

Bahkan belum lama ini MUI telah mengeluarkan sejumlah fatwa sebagai bentuk dukungan pada Palestina. Dari mulai mewajibkan aksi pembelaan pada Palestina, hingga mengharamkan produk-produk pro Israel. 

Selain itu Indonesia juga telah menampung, dan mendatangkan langsung sejumlah pemuda-pemudi Palestina ke Indonesia untuk mendapatkan beasiswa pendidikan full hingga selesai. Semoga dengan bantuan dan dukungan dari sejumlah negara, Palestina segera mendapatkan  keadilan, keamanan, kebebasan, dan kemerdekaannya.

Demikian penjelasan terkait aksi sejumlah negara bela Palestina. Semoga perang yang telah menawaskan puluhan ribu nyawa masyarakat sipil dan anak-anak.

BINCANG SYARIAH