Utang Bank dengan Niat tidak Dikembalikan

Apa hukumnya utang bank dengan niat tidak dikembalikan? Apakah uangnya boleh dimanfaatkan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Dalam aktivitas manusia, niat sangat menentukan hasil. Allah melihat hati manusia. Dia memberikan kemudahan bagi siapa saja yang berusaha jujur dalam niat. Termasuk ketika berutang.

Ketika orang yang berutang mempunyai tekad dan niat yang kuat untuk melunasi utangnya, niscaya Allah akan membantunya untuk melunasi utangnya. Sebaliknya ketika ada orang berutang dan berniat untuk tidak mengembalikannya, Allah akan membinasakan hartanya, tidak memberikan keberkahan pada hartanya dan tidak membantunya untuk melunasi utangnya.

Janji dan ancaman ini, ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar umatnya tidak meremehkan masalah hak orang lain.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ

“Siapa saja yang meminjam harta orang lain dengan niat mengembalikannya, niscaya Allah akan melunasi utangnya. Siapa yang meminjam harta orang lain untuk dia habiskan maka Allah akan memusnahkannya.” (HR. Bukhari 18 & Ibn Majah 2504)

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا، يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ، إِلَّا أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِي الدُّنْيَا

“Tidaklah ada orang yang berutang, dan Allah mengetahui bahwa ia berniat melunasi utangnya, melainkan Allah akan melunasinya di dunia.” (HR. Ibnu Majah 2500 dan disahihkan al-Albani)

Yang menjadi kunci di sana adalah niat dan semangat. Sehingga, jika dia mampu melunasi, pasti akan segera dilunasi. Jika tidak mampu sampai mati, Allah yang akan menjaminnya.

As-Syaukani menjelaskan hadis di atas,

وهذا مقيد بمن له مال يقضى منه دينه وأما من لا مال له ومات عازمًا على القضاء فقد ورد في الأحاديث ما يدل على أن اللَّه تعالى يقضي عنه

“Ini terikat pada siapa saja yang memiliki harta yang dapat melunasi hutangnya. Ada pun orang yang tidak memiliki harta dan dia bertekad melunaskannya, maka telah ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala akan melunasi untuknya.” (Nailul Authar, 4/30)

Niat Tidak Mengembalikan, Dihukumi Pencuri

Bagi yang berniat untuk tidak mengembalikan sampai mati, maka di akhirat dia dihukumi sebagai pencuri.

Dari Shuhaib al-Khair radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

“Siapapun yang berutang, dan dia berniat untuk tidak mengembalikannya, maka ketika mati, dia akan ketemu Allah sebagai pencuri.” (Ibn Majah 2502 dan dishahihkan al-Albani)

Hukum ini berlaku di akhirat. Artinya, dengan hanya memiliki niat semacam ini, dia telah berdosa. Meskipun ketika di dunia, dia tidak terhitung pencuri. Karena utang ini diambil dengan cara yang legal.

Salah satu prinsip berbahaya di masyarakat kita, ada sebagian orang yang menekankan, jangan menggunakan uang pribadi untuk menjalankan bisnis, gunakan uang orang lain. Ketika usaha itu bangkrut, kerugian tidak ditanggung sendiri, tapi juga para pemodal. Sementara akad yang dilakukan adalah utang piutang.

Bahkan Ibnu Hajar al-Haitamy dalam bukunya “Az-Zawajir” mengategorikan perbuatan ini termasuk salah satu dosa besar,

الكبيرة الخامسة بعد المائتين: الاستدانة مع نيته عدم الوفاء أو عدم رجائه بأن لم يضطر ولا كان له جهة ظاهرة يفي منها والدائن جاهل بحاله

“Dosa besar ke-205: berutang dengan niat tidak melunasi utangnya, atau ada niat tidak mengembalikannya, sementara saat berutang dia telah memperkirakan tidak ada harta yang dia miliki untuk melunasinya, dan dia berutang bukan untuk keperluan yang bersifat darurat, padahal pemberi utang tidak tahu keadaan peminjam.” (az-Zawajir, 1/410)

Dan hukum ini berlaku bagi siapapun. Termasuk utang ke sumber riba, yaitu bank.

Siapapun yang utang bank, berkewajiban untuk mengembalikan pokoknya saja, karena itulah kewajibannya. Sementara bunganya, tidak boleh dia berikan ke bank, karena termasuk memberi makan riba.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH

Hikmah dalam Berdakwah (Bag. 5): Tidak Ada Pengingkaran dalam Masalah Ijtihad

Di antara hal yang diperlukan agar bisa berdakwah dengan hikmah adalah kaidah “Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihad.” [1]

Kaidah yang benar berbunyi,

لا إنكار في مسائل الاجتهاد

Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihad.”

Sedangkan kalimat yang salah adalah,

لا إنكار في مسائل الخلاف

Tidak ada pengingkaran dalam masalah khilaf (perselisihan ulama).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengingatkan hal ini, beliau berkata, “Ucapan mereka, ‘Tidak ada pengingkaran pada permasalahan khilaf’ adalah pernyataan yang tidak benar.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ucapan mereka, ‘Tidak ada pengingkaran pada permasalahan khilaf’ adalah pernyataan yang tidak benar.”

Mengapa tidak benar? Hal ini karena ada dua macam perselisihan ulama sebagaimana penjelasan berikut ini.

Dua macam perselisihan ulama

Pertama: Masalah yang tidak ada toleransi perselisihan padanya, sehingga ada pengingkaran padanya.

Yaitu, masalah yang ada dalilnya berupa: 1) Nash yang jelas (sharih) dari Al-Qur’an atau hadis yang sahih, tidak ada dalil yang nampak bertentangan dengan keduanya; atau 2) ijma’ yang sah (valid); atau 3) qiyas yang nampak jelas (jali). Maka, untuk permasalahan jenis ini, orang-orang yang menyelisihi dalil-dalil tersebut perlu diingkari.

Kedua: Masalah yang ditoleransi perselisihan padanya, sehingga tidak ada pengingkaran padanya.

Ciri-cirinya adalah: 1) tidak ada dalilnya dari ketiga dalil di atas; atau 2) ada dalil dari hadis, namun ada perselisihan ulama dalam menilai sahih tidaknya hadis tersebut; atau 3) dalilnya tidak jelas dalam menunjukkan kepada sebuah hukum, bahkan mengandung kemungkinan hukum lainnya; atau 4) dalil-dalil tentangnya, zahirnya saling bertentangan.

Maka, untuk permasalahan jenis keempat ini dinamakan permasalahan ijtihad dan berlaku kaidah, “Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihad.” Karena masalah seperti ini adalah masalah yang tidak ada dalil yang wajib diamalkan secara jelas dan tegas, sehingga tergolong ke dalam masalah ijtihad yang ditoleransi adanya perselisihan (khilaf) padanya. Hal ini karena masing-masing pendapat ada sisi pandang ilmiahnya.

Selama seorang muslim awam mengikuti ulama, dan menyangka pendapat ulamanya benar, -asalkan tidak pilah-pilih pendapat ulama berdasarkan hawa nafsunya, namun berdasarkan ketakwaan dan kepercayaan ilmu ulama yang diikuti-, maka tidak ada pengingkaran dalam masalah jenis ini.

Contoh masalah yang ditoleransi perselisihan padanya, sehingga tidak ada pengingkaran padanya seperti batalnya wudu karena memegang kemaluan dan menyentuh wanita, qunut pada salat Subuh setiap hari, dan lainnya.

Catatan:

“Tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihad” itu bukan berarti tidak boleh ada pembahasan, diskusi, perdebatan ilmiah, serta penjelasan manakah pendapat ulama yang terkuat. Bahkan, para ulama dari sejak dulu sampai sekarang selalu berusaha menyelenggarakan diskusi dan perdebatan ilmiah untuk membahas permasalahan-permasalahan ijtihad jenis ini. Barangsiapa nampak kebenaran baginya, maka ia wajib berpegang padanya.

Sikap kita terhadap saudara kita yg mengikuti ijtihad ulama dalam masalah fikih

Simaklah ucapan Syekh Al-Albani berikut:

“Sebagaimana seorang mujtahid jika benar mendapatkan dua pahala dan jika keliru mendapatkan satu pahala, maka demikian juga orang yang mengikuti seorang mujtahid, hukumnya adalah sebagaimana hukum mujtahid.”

Maksudnya, barangsiapa yang mengikuti pendapat yang benar yang dipilih oleh mujtahid, maka ia memperoleh dua ganjaran. Orang yang mengikuti mujtahid (yang pendapatnya benar) tersebut juga mendapatkan dua ganjaran. Tentu saja berbeda antara ganjaran yang diperoleh oleh sang mujtahid dan ganjaran orang yang mengikutinya. Namun, orang yang mengikutinya juga mendapatkan dua ganjaran. Adapun orang yang mengikuti imam lain yang ternyata keliru, maka ia memperoleh satu ganjaran. Demikian pula, orang yang mengikuti imam yang keliru tersebut akan memperoleh satu ganjaran …” (Silsilah Al-Huda wan Nur) [2]

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah juga menyatakan bahwa seorang muslim yang awam mengikuti mazhab ulama mereka.

Dengan demikian, amalan ibadah yang dilakukan di sebuah komunitas masyarakat, apabila itu adalah perwujudan salah satu mazhab ulama dalam perselisihan yang bisa ditoleransi, hendaknya saling menghormati dan tidak mengingkarinya. Namun tetap menjelaskan pendapat ulama yang terkuat dengan cara bijak dan menghindari jangan sampai menimbulkan mudarat yang lebih besar.

Lanjut ke bagian 6: [Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/88597-tidak-ada-pengingkaran-dalam-masalah-ijtihad.html

Calon Jamaah Haji 2024 Diimbau Jaga Kesehatan, Makanan, dan Berolahraga

Pemeriksaan kesehatan tahap awal akan dilakukan mulai November.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama (Dirjen PHU Kemenag), Hilman Latief menjelaskan bahwa Kemenag sudah menyusun data calon jamaah haji 2024 dan segera menyampaikan ke Kanwil Kemenag Provinsi. Calon jamaah haji juga sudah bisa melihat perkiraan keberangkatannya melalui Siskohat. 

“Jika (calon jamaah haji) termasuk yang akan berangkat pada 2024, jamaah diimbau untuk mulai menjaga kesehatan. Jaga kesehatan dari aspek mendasar, mulai dari menjaga makanan dan olah raga,” kata Hilman kepada Republika di Jakarta, Rabu (1/11/2023)

Hilman mengatakan akan segera sampaikan ke publik, di mana saja dan berapa biaya yang dikeluarkan calon jamaah haji saat pemeriksaan kesehatan. Jadi akan sampaikan ke publik bahwa pemeriksaan sudah bisa dilakukan.

Hilman menjelaskan, jamaah yang dalam proses pemeriksaan kesehatan mendapat penilaian tidak memenuhi syarat istithaah pada tahun ini, bisa mengundurkan keberangkatannya pada tahun depan. Sebab, kondisi kesehatan calon jamaah haji tiap tahun berbeda-beda. 

Hilman mengatakan akan segera sampaikan ke publik, di mana saja dan berapa biaya yang dikeluarkan calon jamaah haji saat pemeriksaan kesehatan. Jadi akan sampaikan ke publik bahwa pemeriksaan sudah bisa dilakukan.

Hilman menjelaskan, jamaah yang dalam proses pemeriksaan kesehatan mendapat penilaian tidak memenuhi syarat istithaah pada tahun ini, bisa mengundurkan keberangkatannya pada tahun depan. Sebab, kondisi kesehatan calon jamaah haji tiap tahun berbeda-beda. 

Staf Khusus Menteri Agama Bidang Komunikasi Publik dan Teknologi Sistem Informasi, Wibowo Prasetyo mengatakan, Haji Ramah Lansia tahun 2023 banyak memberikan pelajaran tentang pentingnya melakukan persiapan yang lebih dini terkait kesehatan jamaah haji. Data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat, jamaah Indonesia yang wafat pada operasional haji 1444 H/ 2023 M jumlahnya tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Saat operasional, jamaah yang wafat mencapai 774 orang dan masih bertambah setelah musim haji.

“Haji 2023 memberi pelajaran kepada kita tentang pentingnya mempersiapkan lebih dini kesehatan jamaah haji. Pada haji 2024 kita akan mengikhtiarkan haji sehat, nyaman, mabrur. Mudzakarah Perhajian yang membahas istithaah kesehatan menjadi salah satu langkah awal,” kata Wibowo di Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Mudzakarah Perhajian Indonesia Tahun 2023 yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 23-25 Oktober 2023 telah merumuskan sembilan rekomendasi. Salah satu poin rekomendasi menggarisbawahi pentingnya pemenuhan Istithaah Kesehatan (badaniyyah) sebagai bagian dari pemenuhan syarat wajib pelaksanaan ibadah haji.

Menurut Wibowo, ada sejumlah langkah yang akan dilakukan Kemenag, salah satunya menumbuhkan kesadaran jamaah akan pentingnya menjaga kesehatan dalam pelaksanaan ibadah haji. Apalagi, istithaah kesehatan akan menjadi syarat pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) dan keberangkatan jamaah haji.

Kemenag dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan bersinergi dalam menerapkan dua skema pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan tahap awal akan dilakukan mulai November untuk jamaah yang masuk dalam perkiraan untuk bisa diberangkatkan pada musim haji 2024. Skema ini diharapkan dapat memberikan informasi awal kepada jamaah tentang kondisi kesehatannya

“Jamaah yang diperiksa dan sehat, diminta menjaga kesehatannya dan pada saatnya nanti bisa melakukan pelunasan biaya haji. Jamaah yang diperiksa dan ada sakit yang diderita, diminta untuk melakukan pemulihan pada saatnya nanti bisa melakukan pelunasan biaya haji,” ujar Wibowo.

IHRAM

Masih Bingung Perbedaan Antara Hamas dan Fatah?  Ini yang Perlu Anda Tahu

Masih banyak orang bingung apa Fatah dan apa Hamas, mengapa Hamas dimusuhi dan Fatah jadi duta besar mewakili Palestina di berbagai belahan dunia

NAMA Haraqah al-Muqāwamah al-Islāmiyyah atau diterjemahkan Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) kembali menjadi trend di media sosial ketika ‘Israel’ menghancurkan Jalur Gaza Palestina selama 26 hari ini tanpa henti.

Namun hingga saat ini, sebagian warga masyarakat masih bingung apa beda Hamas dengan Fatah, yang kini mendominasi PLO, yang memiliki banyak kantor kedutaan besar dan menisbatkan diri sebagai “wakil Palestina” di seluruh dunia?

Mengapa Hamas dimusuhi dan dicap “teroris” sedangkan Fatah dan PLO tidak? Ini penjelasanya agar kita semua paham.

Perbedaan antara Hamas dan Al-Taḥrīr al-Waṭanī L-filasṭīnī  (Fatah) adalah masalah akar sejarah panjang. Saya mencoba meringkasnya dengan cara sederhana.

1. Pendiri dan Filsafat Perjuangan:

Hamas. Didirikan oleh ulama Palestina, Syeikh Ahmad Yasin tahun 1987, yang dihubungkan oleh Dr Abdul Aziz al Rantisi, keduanya dibunuh penjajah ‘Israel’ melalui helikopter AH-64 Apache. Hamas beridiologi Islam, memiliki pemimpin senior yang terkenal, namanya Khalid Misy’al (orang Barat menulisnya Khaled Mashaal).

Khalid terus menjadi sasaran pembunuhan intelijen Zionis. Saa ini dia tinggal di Qatar dan mengepalai kantor Hamas Diaspora. Selain Khalid, ada juga pemimpin Hamas lain, Ismail Haniyah (orang Barat tidak bisa bahasa Arab, menulisnya Haniyeh).

Dia merupakan perdana menteri Palestina tahun 2006 tetapi kemudian digulingkan Amerika Serikat dan sekutunya. Masih ada banyak pemimpin Hamas lainnya.

Mereka awalnya berbasih dari gerakan Islam Ikhwanul Muslimin dan bertujuan membebaskan Palestina dan Masjidil Aqsha dari penjajahan.

Fatah: Fatah didirikan oleh Yasser Arafat dan rekan -rekannya pada tahun 1965, beridiologi sekuler. Di antara mereka adalah mendiang presiden Otoritas Palestina – Yasser Arafat, ajudan Khalil al-Wazir dan Salah Khalaf, dan Mahmoud Abbas— yang merupakan presiden Otoritas Palestina saat ini.

Ada juga nama lain, Mohammad Dahlan yang dibuang dan tinggal di Uni Emirat Arab (UEA). Fatah didirikan di Kuwait akhir tahun 1950-an oleh orang Palestina diaspora setelah Nakba 1948.

Gerakan ini didasarkan pada perjuangan bersenjata melawan ‘Israel’ untuk membebaskan Palestina dari penjajahan militer.  Fatah punya sayap militer bernama al-Asifah  (Badai). Milisi Al-Asifah berbasis di beberapa negara Arab serta di Tepi Barat dan Gaza.

Di bawah Yasser Arafat, dan setelah Perang Arab-Israel 1967, Fatah menjadi partai dominan di Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang berisi banyak anggota partai politik Palestina. PLO dibentuk tahun 1964 dengan tujuan untuk membebaskan Palestina, dan saat ini mengklaim sebagai “wakil rakyat Palestina” di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Setelah diusir dari Yordania dan Lebanon pada 1970-an dan 1980-an, gerakan tersebut mengalami perubahan mendasar. Fatah dan PLO  lebih bernegosiasi dengan penjajah ‘Israel’, sesuatu yang tidak dikehendaki rakyat Palestina sendiri.

Pada 1990-an, PLO yang dipimpin Fatah resmi menanggalkan senjata dan mendukung Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB, yang menyerukan untuk membangun negara Palestina di perbatasan 1967 (Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza), berdampingan dengan ‘negara’ palsu ‘Israel’.

Justru sejak inilah banyak tanah-tanah warga Palestina berpindah dan dicaplok pihak penjajah.

PLO kemudian menandatangani Kesepakatan Oslo, yang mengarah pada pembentukan Otoritas Nasional Palestina, atau dikenal Otoritas Palestina saat ini. Tahun 2007, Fatah ikut sepakat “Solusi Dua Negara” yang hingga saat ini rakyat Palestina sendiri tidak menerimanya.

Hubungan dengan ‘Israel’

Hamas: Mengambil pendekatan tidak mengakui negara palsu bernama ‘Israel’ yang didirikan dengan merampas tanah Palestina. Ketika mereka menyebut kemerdekaan Palestina, berarti bahwa orang Yahudi impor yang didatangkan Zionis harus kembali ke negara asal masing -masing di Eropa dan lainnya.

Fatah: Mengambil pendekatan mengakui ‘Solusi Dua Negara’ , “perdamaian” atau “negosiasi” dengan pihak penjajah. Jika mereka menyebut “kemerdekaan Palestina”,  itu maksudnya Gaza dan Tepi Barat untuk orang -orang Arab (asli), sedang wilayah lain diboleh untuk orang -orang Yahudi pandatang, yang statusnya adalah penjajah.

Lokasi

Hamas terkosentrasi di Jalur Gaza, yang selalu menjadi sasaran pemboman besar-besaran penjajah. Sedang Fatah terkosentrasi di Ramallah dan Tepi Barat (lebih dekat dengan Masjid Al-Aqsha).

Pemerintah Pejabat Palestina

Hamas berhasil menjadi pemerintahan pada tahun 2006 yang menunjukkan orang -orang dengan Hamas meskipun dunia mengatakan Gaza diserang oleh Hamas.

Tapi itu digulingkan dan fatah naik alami pemerintah. Para duta besar berasal dari penunjukan pemerintah resmi, jadi tentu saja pendukung Fatah atau Fatah.

5. Kekuatan

Hamas: Tekanan ‘Israel’ lebih dari 75 tahun (ada yang mengatakan lebih dari 100 tahun) berdampak keberhasilan membangun kekuatan di berbagai sudut. Banyak warga Gaza memiliki prestasi dan keahlian akademik di berbagai bidang, termasuk pembangunan militer (dari rekrutmen lebih dari 30.000 anggota militer terlatih).

Meski sengaja dikucilkan ‘dunia’ karena tidak mau tunduk pada penjajah, hingga saat ini mampu memiliki hubungan diplomatik dengan negara -negara asing.  Berhasil mengembangkan tim manajemen kemanusiaan yang sistematis di berbagai lapisan, berhasil bekerja pada penerimaan kelompok lain di Palestina terhadap mereka sehingga dapat membangun kekuatan baru melawan ‘Israel’dan lainnya.

Fatah: Kekuatan tampaknya menurun dari hari ke hari. Dari gerakan jihadis beralih ke gerakan perdamaian dengan ‘‘Israel’’. Lebih ditolak oleh banyak kelompok di Palestina itu sendiri. Hubungan luar negeri dengan negara -negara asing tidak menonjol meskipun mereka memiliki banyak duta besar di seluruh dunia.

Ada banyak krisis internal di kalangan mereka. Bahkan kematian Yasser Arafat sendiri dikatakan terkait dengan krisis internal yang sedang berlangsung hingga hari ini.

Secara umum, para pemimpin Fatah masih dengan gaya mereka seperti yang ditulis di atas. Tetapi para anggota biasa Fatah, mulai banyak mendukung Hamas.*/Muhammad Fauzi Asmuni, Ketua Koalisi Solidaritas Pembebasan Palestina (GSPP)

HIDAYATULLAH

Khutbah Jumat; Memilih Pemimpin Menurut Al-Qur’an

Pemilihan pemimpin merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan bangsa dan negara. Pemimpin yang baik akan membawa negara ke arah yang lebih baik, sedangkan pemimpin yang buruk akan membawa negara ke arah yang lebih buruk. Nah berikut Khutbah Jumat ini berjudul: Khutbah Jumat; Memilih Pemimpin Menurut Al-Qur’an.

Khutbah I

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى; يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَاٰمِنُوْا بِرَسُوْلِهٖ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَّحْمَتِهٖ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ نُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهٖ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌۙ

Hadirin jamaah Khutbah Jumat tentang Memilih Pemimpin Menurut AlQur’an

Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum [KPU], Indonesia akan mengadakan hajat besar yakni Pemilihan Presiden 2024, yang akan diselenggarakan di Indonesia pada tanggal 14 Februari 2024. Pemilihan ini akan memilih presiden dan wakil presiden masa bakti 2024-2029.

Lebih lanjut, Pemilihan Presiden 2024 akan dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan umum anggota DPR RI, DPD RI, dan DPRD tingkat Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Sementara pemilihan umum kepala daerah baru akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024.

Hadirin jamaah Khutbah Jumat tentang Memilih Pemimpin Menurut Al–Qur’an

Sejatinya, Pemilihan Presiden 2024 merupakan momen penting bagi demokrasi Indonesia. Pemilihan ini akan menentukan arah pemerintahan Indonesia untuk lima tahun ke depan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu ini dan memilih calon presiden yang sesuai dengan hati nuraninya.

Calon presiden dan anggota DPR yang terpilih akan menjadi pemimpin tertinggi negara dan akan bertanggung jawab atas berbagai kebijakan yang akan diambil. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memilih calon presiden yang memiliki visi dan misi yang jelas untuk memajukan Indonesia.

Untuk itu, karena peran pentingnya pemilih pemimpin, maka Islam memberikan panduan [guidance] dalam memilih pemimpin yang baik. Sejatinya ada beberapa panduan Islam dalam memilih pemimpin dalam Al-Qur’an.

Hadirin jamaah Khutbah Jumat tentang Memilih Pemimpin Menurut AlQur’an

Pertama, pemimpin yang jujur. Islam sangat memperhatikan pentingnya memilih pemimpin yang jujur. Hal ini karena pemimpin yang jujur akan membawa kebaikan dan keberkahan bagi rakyatnya.

Sebaliknya, pemimpin yang tidak jujur akan membawa kerusakan dan malapetaka bagi rakyatnya. Pemimpin yang tidak jujur, akan mudah korupsi dan menyelewengkan jabatannya. Indonesia tidak kekurangan orang pintar, namun kita defisit orang yang benar dan jujur. Dalam Al-Qur’an Q.S Yusuf ayat 54 , Allah berfirman;

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖٓ اَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِيْۚ فَلَمَّا كَلَّمَهٗ قَالَ اِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِيْنٌ اَمِيْنٌ

Artinya; Raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah berbicara kepadanya, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya (mulai) hari ini engkau menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami lagi sangat dipercaya.”

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

Kedua, berbuat adil. Sejatinya, Allah SWT menyuruh kita untuk berlaku adil dalam segala hal. Perintah untuk berlaku adil ini terdapat di dalam banyak ayat Al-Qur’an, salah satunya adalah Surat An-Nahl [16] ayat 90;

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Artinya; Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.

Hadirin jamaah Khutbah Jumat tentang Memilih Pemimpin Menurut AlQur’an

Dalam Tafsir Al-Misbah, Prof. Quraish Shihab mendefinisikan adil dengan penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ini mengantar kepada persamaan, walau dalam ukuran kuantitas boleh jadi tidak sama. Di sisi lain, ada juga ulama yang menjelaskan bahwa adil adalah memberikan kepada pemilik hak-haknya melalui jalan yang terdekat.

Lebih lanjut, keadilan merupakan salah satu sifat Allah SWT yang ada dalam asmaul husna. Allah SWT selalu berlaku adil kepada seluruh makhluk-Nya, tidak pernah pilih kasih atau menzalimi seorang pun. Oleh karena itu, sebagai hamba, kita harus berusaha untuk meniru sifat Allah SWT tersebut dengan cara selalu berlaku adil dalam segala hal.

Hadirin jamaah Khutbah Jumat tentang Memilih Pemimpin Menurut AlQur’an

Ketiga, berbuat baik. Islam menganjurkan pemimpin untuk berbuat baik kepada rakyatnya dalam bentuk kebijakan, pelayanan, maupun sikap dan perilaku. Kebijakan yang dibuat harus berpihak kepada rakyat, pelayanan harus diberikan dengan adil dan merata, dan sikap serta perilaku pemimpin harus menjadi teladan bagi rakyatnya.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman an-Nur ayat 55;

وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًاۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـًٔاۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Artinya; Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan kebajikan bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia sungguh akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridai; dan Dia sungguh akan mengubah (keadaan) mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Siapa yang kufur setelah (janji) tersebut, mereka itulah orang-orang fasik.

Hadirin jamaah Khutbah Jumat tentang Memilih Pemimpin Menurut AlQur’an

Pemimpin yang berbuat baik kepada rakyatnya akan mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari rakyatnya. Kebijakan yang dibuat harus berpihak kepada rakyat, artinya kebijakan tersebut harus mengutamakan kepentingan rakyat dan bukan kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Pelayanan harus diberikan dengan adil dan merata, artinya pelayanan tersebut harus diberikan kepada semua rakyat tanpa memandang latar belakang. Sikap serta perilaku pemimpin juga harus menjadi teladan bagi rakyatnya, artinya pemimpin harus menunjukkan sikap dan perilaku yang baik dan terpuji.

Hadirin jamaah Jumat yang mulia

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَاعْتَبِرُوْا يَآ أُوْلِى اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Khutbah II

 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ

 أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ

عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

BINCANG SYARIAH

Doa Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an

Berikut ini doa Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an. Dalam Islam, Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril. Al-Qur’an berisi ajaran Islam yang lengkap, termasuk tentang doa.

Doa adalah permohonan seorang hamba kepada Tuhannya. Doa dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, baik dalam keadaan senang maupun susah. Doa juga dapat dilakukan secara individu maupun berjamaah.

Di dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang mengajarkan tentang doa para Nabi dalam Al-Qur’an. Salah satunya, doa Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an pada Q.S al-Baqarah [2] ayat 127-129 dan 260.

 رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ [127] رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَآ اُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَۖ وَاَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۚ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ [128]. رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ[129]. رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ [260]

Rabbanā taqabbal minnā, innaka antas-samī‘ul-‘alīm(u) [127]. Rabbanā waj‘alnā muslimaini laka wa min żurriyyatinā ummatam muslimatal lak(a), wa arinā manāsikanā wa tub ‘alainā, innaka antat-tawwābur-raḥīm(u). [128]

Rabbanā wab‘aṡ fīhim rasūlam minhum yatlū ‘alaihim āyātika wa yu‘allimuhumul-kitāba wal-ḥikmata wa yuzakkīhim, innaka antal-‘azīzul-ḥakīm(u). [129] rabbi arinī kaifa tuḥyil-mautā [260]

Artinya;  “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah diri kepada-Mu, (jadikanlah) dari keturunan kami umat yang berserah diri kepada-Mu, tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan manasik (rangkaian ibadah) haji, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.

Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan kitab suci dan hikmah (sunah)38) kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.”

Demikian doa Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an, yang bisa diamalkan ketika selepas shalat dan amal-amal sunnah lainnya. wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Menutup Mulut ketika Menguap Pakai Tangan Kiri?

Pertanyaan:

Saya pernah mendengar penjelasan bahwa ketika kita menguap dianjurkan menutup mulut dengan tangan kiri. Apakah itu benar?

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.

Ketika kita menguap, yang dianjurkan pertama kali adalah menahannya dengan menutup mulut sebisa mungkin.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ

Jika kalian menguap dalam shalat maka tahanlah sebisa mungkin” (HR. Muslim no. 2995)

Dalam lafadz yang lain:

إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ

Jika kalian menguap maka tutuplah mulut kalian dengan tangan. Karena setan bisa masuk (jika tidak ditutup)”.

Ibnu Allan Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan:

أي قدر استطاعته ، وذلك بإطباق فيه ، فإن لم يندفع بذلك فبوضع اليد عليه

“Maksudnya tahanlah sebisa mungkin (ketika menguap). Yaitu dengan melakukan ithbaq (menggabungkan bibir). Jika tidak bisa ditahan, maka tutup dengan meletakkan tangan di mulut” (Dalilul Falihin, 6/175).

Sebagian ulama memang menganjurkan untuk menutup mulut dengan tangan kiri. Alasannya, karena menguap adalah keburukan, sehingga lebih didahulukan tangan kiri. Sebagaimana kaidah yang ditetapkan sebagian ulama:

تقديم اليمين في كل ما كان من باب الكرامة ، وتقديم الشمال في كل ما كان من باب المهانة

“Didahulukan tangan kanan dalam semua perkara yang mulia. Dan didahulukan tangan kiri dalam semua perkara yang hina”.

Berdasarkan keumuman hadits dari Hafshah radhiyallahu’anha, ia mengatakan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَانَ يَجْعَلُ يَمِينَهُ لِطَعَامِهِ وَشَرَابِهِ وَثِيَابِهِ ، وَيَجْعَلُ شِمَالَهُ لِمَا سِوَى ذَلِكَ 

“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menggunakan tangan kanan ketika makan, minum, dan memakai pakaian. Dan menggunakan tangan kiri untuk perkara selain itu” (HR. Abu Daud no.32, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Caranya menutup mulut dengan tangan kiri yaitu dengan meletakkan punggung tangan kiri ke mulut, bukan dengan telapak tangan kiri. Al-Munawi rahimahullah mengatakan:

(فليضع يده) أي ظهر كف يسراه كما ذكره جمع ، ويتجه أنه للأكمل وأن أصل السنة يحصل بوضع اليمين . قيل : لكنه يجعل بطنها على فيه عكس اليسرى

“Maksudnya dengan cara meletakkan punggung tangan kiri, sebagaimana dikatakan oleh sejumlah ulama. Dan mereka berpandangan itu lebih sempurna. Walaupun pada asalnya yang sunnah ini sudah tercapai walaupun menggunakan tangan kanan. Namun (jika dengan tangan kanan) maka dengan meletakkan telapaknya, tidak sebagaimana jika menggunakan tangan kiri” (Faidhul Qadir, 1/404).

As-Safarini rahimahullah mengatakan:

وقال السفاريني رحمه الله : “وَقَالَ لِي شَيْخُنَا التَّغْلِبِيُّ فَسَّحَ اللَّهُ لَهُ فِي قَبْرِهِ : إنْ غَطَّيْت فَمَك فِي التَّثَاؤُبِ بِيَدِك الْيُسْرَى فَبِظَاهِرِهَا , وَإِنْ كَانَ بِيَدِك الْيُمْنَى فَبِبَاطِنِهَا

“Guruku, Syaikh At-Taghlibi, semoga Allah meluaskan kuburnya, beliau berkata: Jika menutup mulut ketika menguap dengan tangan kiri, maka gunakan punggungnya. Jika dengan tangan kanan, maka dengan telapaknya” (Ghadza al-Albab, 1/348).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya:

س: هل يكظم التَّثاؤب باليد اليسرى؟

ج: نعم.

س: يكون على الوجوب؟

ج: هذه السنة

“Penanya : Apakah menutup mulut ketika menguap menggunakan tangan kiri?

Syaikh : benar

Penanya : Apakah hukumnya wajib?

Penanya : ini hukumnya sunnah”

(Fatawa ad-Durus, no. 26646).

Namun masalah ini longgar, yang penting berusaha menutup mulut ketika menguap. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ketika ditanya: “Apakah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika menguap beliau menutup tangannya dengan tangan kanan atau tangan kiri ataukah keduanya bersamaan?”. Beliau menjawab:

لا أعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يضع يده على فمه إذا تثاءب ، وإنما ورد ذلك من قوله حيث أمر صلى الله عليه وسلم الرجل عند التثاؤب – يعني : أو المرأة – أن يكظم – يعني : يمنع فتح فمه ما استطاع – فإن لم يستطع فليضع يده على فمه ، ويضع اليد اليمنى أو اليسرى ، المهم أن لا يبقي فمه مفتوحاً عند التثاؤب

“Tidak kami ketahui ada hadits tentang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menutup tangannya ketika menguap. Yang ada adalah hadits berisi perintah beliau kepada orang yang menguap. Yaitu dengan menahan mulutnya agar tidak terbuka sebisa mungkin. Jika tidak mampu ditahan, maka letakkanlah tangan di mulutnya. Boleh dengan tangan kanan atau tangan kiri. Yang penting tidak membiarkan mulut terbuka ketika menguap” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 13/61).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

KONSULTASI SYARIAH

Ketika Rasulullah Ditegur Allah  Sebab Mengabaikan Sahabat Tunanetra

Dalam Al-Qur’an Q.S Abasa [42] ayat 1-16, Allah menegur Nabi Muhammad karena mengacuhkan dan memalingkan wajahnya dari Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang tunanetra. Nah berikut kisah lengkapnya tentang ketika Rasulullah ditegur Allah  sebab mengabaikan sahabat tunanetra.

Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menerangkan, peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad sedang sibuk menjelaskan Islam kepada tokoh-tokoh kaum musyrikin Makkah,  al-Walîd Ibn al-Mughîrah dengan harapan mereka bisa memeluk Islam.

Dalam pertemuan itu, Nabi Muhammad berharap ajakannya dapat menyentuh hati dan pikiran mereka sehingga mereka bersedia memeluk Islam dan ini tentu saja akan membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah Islam.  

Saat-saat itulah datang ‘Abdullâh Ibn Ummi Maktûm ra. yang rupanya tidak mengetahui kesibukan penting Nabi itu lalu menyela pembicaraan Nabi saw. memohon agar diajarkan kepada-Nya apa yang telah diajarkan Allah kepada Nabi saw.

Ini, menurut riwayat, diucapkannya berkali-kali. Sikap ‘Abdullâh ini tidak berkenan di hati Nabi saw.—namun beliau tidak menegur apalagi menghardiknya—hanya saja tampak pada air muka beliau rasa tidak senang. Maka, turunlah ayat di atas menegur Nabi Muhammad SAW.

Setelah ditegur oleh Allah, Nabi Muhammad segera meminta maaf kepada Abdullah bin Ummi Maktum. kemudian, mengutip kata Al-Al-Wâhidî dalam Tafsir al-Basith, bila ‘Abdullâh Ibn Ummi Maktûm ra. datang, Nabi saw. menyambutnya dengan ucapan: “Marhaban (selamat datang) wahai siapa yang aku ditegur “karena ia” oleh Tuhanku.

Terkait teguran Allah itu, menurut Sayyid Quthub, kecaman itu ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., menulis bahwa redaksi berbentuk persona ketiga itu mengesankan bahwa persoalan yang sedang dibicarakan ayat di atas—yakni kasus mengabaikan sang tunanetra— sedemikian buruk di sisi Allah sampai-sampai Dia enggan mengarahkan pembicaraan kepada Nabi-Nya dan kekasih-Nya—karena kasih dan rahmat-Nya kepada beliau serta penghormatan kepadanya untuk tidak diarahkan kepada beliau hal yang buruk itu.  Nanti setelah ditutup kasus yang menjadi sebab teguran itu, baru Allah mengarah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk persona kedua (ayat 3 dan seterusnya).

Pandangan berbeda di katakan oleh al-Biqa’i—Rasulullah ditegur Allah sebab mengabaikan sahabat tunanetra—, penyebutan kata عَبَسَ (‘abasa) dalam bentuk persona ketiga, tidak secara langsung menunjuk Nabi Muhammad SAW, ini mengisyaratkan betapa halus teguran ini dan betapa Allah pun—dalam mendidik Nabi-Nya—tidak menuding Rasulullah atau secara tegas mempersalahkannya.

Dalam konteks modern, kisah ini juga mengingatkan kita untuk selalu bersikap ramah dan terbuka kepada orang-orang yang memiliki disabilitas.

BINCANG SYARIAH

Sedekah Abu Thalhah

Sahabat Abu Thalhah langsung memberikan kebun kurma yang disayanginya kepada Baginda Nabi ﷺ setelah Allah swt menurunkan ayat tentang berinfak dan sedekah terhadap harta yang dicintai

ANAS bin Malik ra. Pernah berkata: Abu Thalhah ra. adalah orang Anshar yang memiliki banyak harta di Kota Madinah. Di antaranya berupa kebun kurma.

Ada kebun kurma yang paling ia sukai yang bernama Bairaha. Kebun tersebut berada di depan masjid. Suatu ketika Rasulullah ﷺ pernah memasuki kebun tersebut dan minum dari air yang begitu enak di dalamnya.

Terkait itu, Allah SWT berfirman:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ 

“Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran [3]: 92).

Menurut Anas bin Malik ra., saat ayat di atas turun, Abu Thalhah berdiri menghadap Rasulullah ﷺ. Ia lalu berkata, “Wahai, Rasulullah, sungguh harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha. Sungguh aku sekarang mewakafkan kebun tersebut karena mengharap pahala dari Allah dan mengharap simpanan di akhirat. Aturlah tanah ini sebagaimana Allah SWT telah memberi petunjuk kepadamu.” (HR. Bukhari, no. 1461 dan Muslim, no. 998).

Semoga kita semua bisa mengamalkan ayat di atas sebagaimana Abu Thalhah ra. Aamin.*/ Arief B. Iskandar, Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

HIDAYATULLAH

4 Orang yang Tidak Boleh Dijadikan Guru Menurut Imam Malik

Para penuntut ilmu harus berhati-hati dan selektif dalam mencari guru, karena seorang guru akan dijadikan sebagai panutan. Yang ideal untuk dijadikan guru, adalah orang yang betul-betul alim, berwawasan luas, dan berakhlak mulia. Nah 4 orang yang tidak boleh dijadikan guru Menurut Imam Malik. 

Syekh Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam karyanya, al-Adab asy-Syar’iyah wa al-Manhu al-Mar’iyah Juz 2, halaman 147, mengutip ungkapan Imam Malik terkait larangan untuk berguru kepada empat orang. Adapun kutipannya sebagai berikut:

وقال مالك: لا يؤخذ العلم عن أربعة ويؤخذ عمن سواهم، لا يؤخذ عن معلن بالسفه، ولا عمن جرب عليه الكذب، ولا عن صاحب هوى يدعو الناس إلى هواه، ولا عن شيخ له فضل وعبادة إذا كان لا يعرف ما يحدث به

Artinya: “Imam Malik berkata, tidak boleh suatu ilmu diambil dari empat orang, dan boleh suatu ilmu diambil dari selain mereka, yaitu, ilmu tidak boleh diambil dari orang yang jelas-jelas bodoh, dan tidak boleh diambil dari orang yang sering kali berbohong, dan tidak boleh dari orang yang selalu menuruti hawa nafsu serta mengajak manusia untuk mengikuti hawa nafsunya, dan tidak boleh dari orang yang telah tua dan memiliki keutamaan serta ahli ibadah  jika dia belum diketahui kebenaran apa yang dia katakan”.

4 Orang yang Tidak Boleh Dijadikan Guru

Ungkapan Imam Malik di atas, memberi arahan kepada kita untuk berhati-hati dalam memilih guru, dan ada empat golongan yang tidak boleh dijadikan sebagai guru. Adapun uraiannya sebagai berikut:

Pertama, orang yang jelas-jelas bodoh. Orang yang tidak mempunyai keluasan ilmu, tidak boleh dijadikan guru atau diminta pendapatnya untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan ilmu agama. Jika kita bertanya masalah agama, kita harus bertanya kepada orang yang betul-betul mendalami ilmu agama, supaya kita tidak salah dalam memahami ilmu agama. 

Kedua, orang yang sering kali berbohong. Orang yang suka berbohong tidak boleh dijadikan guru. Karena boleh jadi, ia mengatakan, ini adalah pendapat ulama padahal ulama yang bersangkutan tidak berpendapat demikian. Orang yang suka berbohong ia tidak menguasai ilmu agama dengan baik, andaikan ia menguasai ilmu agama dengan baik, niscaya ia tidak akan berbohong atas keilmuannya. 

Ketiga, orang yang selalu menuruti hawa nafsunya. Orang yang menuruti hawa nafsu, tidak boleh dijadikan sebagai guru. Karena boleh jadi pemahamannya menyimpang dan ia anggap sebagai sebuah kebenaran yang tak terbantahkan. Jika kita ikut membenarkan penyimpangannya maka kita akan disesatkan oleh penyimpangannya. 

Keempat, orang tua yang memiliki keutamaan serta ahli ibadah. Ahli ibadah itu belum tentu ia adalah seorang yang berilmu. Karena tidak sedikit orang yang gemar beramal sholeh adalah seorang yang jauh dari ilmu agama. Oleh karena itu, jangan jadikan guru orang yang hanya sebatas rajin beribadah tetapi ia tidak berilmu. 

4 orang yang tidak boleh dijadikan guru menurut Imam Malik.Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH