Hukum Memandikan Jenazah Syuhada Palestina

November ini, setidaknya hampir menyentuh angka 15 ribu warga Gaza tewas akibat serangan Israel. Sementara di Tepi Barat, tercatat 200san orang tewas akibat genosida yang dilakukan Zionis. Para ulama ulama berpendapat, mereka meninggal dunia sebagai syuhada. Lantas apakah jenazah tersebut tetap harus dimandikan? Atau bagaimana hukum memandikan jenazah syuhada Palestina? 

Pengertian Syuhada

Secara definisi, syuhada sebagai orang-orang yang mati syahid. Nah, gelar syuhada identik dengan jihad dan disematkan kepada orang-orang muslim yang gugur dalam perang melawan orang-orang kafir. Namun, mereka yang syuhada tidak sebatas meninggal di medan perang, melainkan ada beberapa kondisi di mana seseorang dapat dikatakan mati syahid.

Kemudian merujuk pada buku At-Tadzkirah Jilid 1, An-Nasai mengisahkan dari Jabir RA, beliau menyampaikan:

Rasullah SAW bersabda, “Mati syahid memiliki tujuh bentuk selain berperang di jalan Allah Azza wa Jalla; Seseorang yang meninggal akibat penyakit tha’un (wabah pes) dianggap syahid, begitu pula orang yang meninggal karena sakit perut, tenggelam, tertimpa benda keras, penyakit pleuritis, terbakar, dan wanita yang meninggal karena hamil dianggap syahid.”

Syuhada di Sisi Allah SWT

Syuhada dalam Islam dianggap sebagai individu yang memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT. Ini sesuai dengan penjelasan Abu Hurairah, yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat seratus derajat yang dipersiapkan oleh Allah bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah, dan jarak antara tingkat yang satu dengan yang lainnya sama seperti jarak antara langit dan bumi, dan jika kalian meminta kepada Allah maka mintalah surga firdaus, sebab dia adalah surga yang paling tengah dan tingkat surga yang paling tinggi. Aku melihatnya beliau bersabda: dan di atasnya adalah Arsyi Allah yang Maha Pengasih dan darinya terpancar sungai-sungai surga”

Hukum Memandikan Jenazah Syuhada Palestina 

Dalam Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, mengatakan muslim yang meninggal dalam keadaan syahid di tangan orang kafir ketika berperang di jalan Allah SWT maka jenazahnya tidak wajib dimandikan. Sekalipun jenazah syahid tersebut dalam keadaan junub, seperti sabda Rasulullah SAW:

لَا تُغَسِّلُوهُمْ، فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ – أَوْ كُلَّ دَمٍ – يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: Tidak dianjurkan untuk memandikan jenazah mereka (yang meninggal syahid dalam jihad), karena setiap luka dan darah yang keluar akan mengeluarkan minyak beraroma kasturi pada hari kiamat.” (HR Ahmad).

Sebagaimana contoh dari Rasulullah ketika pemakaman para jenazah korban perang Uhud. Walaupun jenazah mereka dalam kondisi berdarah, Rasulullah SAW menyarankan agar tidak dimandikan atau dishalati.

Ustadz Ahmad Sarwat dalam bukunya Mati Syahid menjelaskan setidaknya ada dua keistimewaan orang yang mati syahid. Pertama, mereka akan masuk surga tanpa perlu dihisab.

Kedua, jenazah orang yang gugur sebagai syahid ternyata tidak diwajibkan untuk dimandikan atau dikafani, yang diperlukan hanya disalati dan dikuburkan. Padahal, hukumnya fardhu kifayah melakukan empat perkara kepada saudara muslim yang meninggal dunia, yaitu memandikan, mengafani, menshalatkan dan menguburkan.

Al-Hasan dan Said bin al-Musayyab mengatakan, setiap muslim yang meninggal harus dimandikan karena masing-masing dari mereka menanggung junub. Barangkali menurut mereka bahwa apa yang dilakukan kepada para korban tewas akibat perang Uhud yang tidak dimandikan karena dalam kondisi darurat. 

Hal tersebut serupa dengan apa yang terjadi di Palestina. Kondisi di sana tidak memungkinkan untuk memandikan jenazah. Demikian semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Efektifitas Berdakwah Melalui Media Sosial

Dalam menjalankan aktivitas dakwah, Allah ‘Azza Wajalla mudahkan kita dalam menjalankannya melalui berbagai hal, baik melalui berbagai alat bantu atau media. Salah satu cara yang dapat kita lakukan dalam berdakwah adalah dengan menyampaikan melalui media sosial masif dan modern. Salah satunya dengan menyebarkan konten-konten kebaikan dan konten dakwah melalui media sosial, yakni bisa berupa desain poster nasihat maupun berupa video pendek yang berisi potongan nasihat atau hikmah dari berbagai sumber info kajian atau majelis yang ada di berbagai lembaga dakwah. Salah satu cara berdakwah kaum muslimin akhir-akhir ini pun tidak terlepas dengan satu anjuran penting dalam tuntunan sebagai seorang muslim dalam menyebarluaskan kebaikan dan kebermanfaatan, seperti yang di terangkan dalam sebuah hadis.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya, dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amr bin Tsa’labah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim) [1]

Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai kaum muslimin sudah selayaknya mampu memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menebar kebaikan dan berdakwah serta menyampaikan hal positif yang dapat meningkatkan ketakwaan dan keimanan secara efektif dan inovatif. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), sekitar 196,71 juta orang Indonesia atau sekitar 73,7% telah terhubung dengan jaringan internet pengguna sepanjang tahun 2019-2020. Hal tersebut terlihat bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung menggunakan internet dalam segala hal, terutama dalam berkomunikasi dan mencari informasi, baik dalam keperluan yang penting, privasi, maupun sekedar hiburan. Bahkan, kadangkala menjadi pelarian dalam menghabiskan waktu dengan berselancar tanpa mengenal waktu.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sebagai aktivis dakwah memanfaatkan peluang ini menjadi ladang amal jariyah untuk mengisi kekosongan atau mengalihkan hal negatif yang sering kita temui di dalam ruang-ruang media sosial menjadi ruang interaktif kebaikan dan sharing dakwah, baik dalam kemasan audio visual maupun media desain poster yang bisa mengena. Juga video sesi rekaman yang dapat dinikmati dan dikaji oleh para pemuda, baik dalam kondisi sibuk ataupun luang yang bisa disesuaikan dan diakses dalam waktu kapan pun dan di mana pun

Hal lain juga yang perlu diperhatikan adalah dalam segi adab dan etika. Islam sebagai agama yang menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi kehidupan, termasuk memiliki batasan-batasan syar’i bagi umatnya dalam menggunakan media sosial. Hal ini agar tercipta kondisi yang lebih nyaman, bijak, dan tetap memperhatikan etika yang bermoral dalam setiap aktivitasnya, baik dalam hal bermuamalah maupun hal yang mubah agar mampu mengefektifkan peran dalam segi kehidupan keseharian.

Adapun beberapa langkah yang bisa kita lakukan dan upayakan dalam menggunakan dan mengakses media sosial agar dapat dikategorikan sebagai efektifitas dakwah, antara lain:

Sharing dakwah kebermanfaatan

Dalam menggunakan media sosial, seyogyanya kita memanfaatkanya dengan bijak dan positif. Salah satunya dengan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, khususnya ilmu syar’i. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ . رَوَاهُ مُسْلِم

“Barangsiapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Menghindari materi dakwah yang mengandung kata buruk dan dapat menimbulkan kegaduhan

Ujaran kebencian dan menyebarkan berita yang memicu kegaduhan termasuk dalam akhlak yang tercela (akhlak madzmumah) yang bertentangan dengan ajaran syariat Islam dan tidak sesuai dengan sunah Nabi. Maka, sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim mampu menjaga lisan kita dalam perilaku yang buruk. Bahkan, lebih baik diam ketika berucap, akan tetapi tidak menghadirkan kebaikan.

Memaksimalkan manfaat dakwah melalui media sosial

Pemanfaatan media sosial sebagai media dakwah yang mampu memberikan efek dan nilai positif sekaligus dampak negatif bagi umat Islam. Efek dan nilai positifnya yang bisa diambil dari dakwah melalui media sosial di antaranya adalah kemudahan akses media sosial yang memungkinkan masyarakat mampu mengakses informasi keislaman dan mempelajari berbagai ilmu ajaran Islam di mana pun dan kapan pun.

Memanfaatkan media dalam berdakwah

Media kala ini dikenal sebagai media baru/pembaru dalam lingkup media modern yang memiliki peran sebagai media informasi dalam berdakwah. Media baru atau modern ini memberikan kemudahan bagi manusia dalam mengakses informasi, baik seputar ilmu agama maupun berbagai disiplin ilmu lainya. Maka, bagi seorang dai masa kini diharapkan mampu dan dapat memanfaatkan media pembaru ini dalam agenda-agenda kebaikan khususnya agenda dakwah islam.

Mengoptimalkan media sosial sebagai media dakwah

Pertanyaan yang mesti dijawab bagi aktivis dakwah adalah, “Bagaimana mengoptimalkan media sosial sebagai media dakwah?” Melalui berbagai sumber dan referensi, dapat dijelaskan bahwa cara optimalisasi dakwah yang jitu adalah dengan cara pendekatan melalui media sosial dengan teknik komunikasi momentum atau viral yang sesuai dengan waktu yang tepat dalam menghadirkan pengemasan konten yang menarik dengan memanfaatkan media sosial dengan bersifat lebih interaktif dan konten yang mudah diterima oleh kaum muslimin dengan tetap mengedepankan kaidah syari dan sesuai tuntunan sunah.

Manfaat kebaikan dan kebermanfaatan media sosial dalam pandangan Islam

Menjadikan media sosial sebagai wasilah dan sarana menyebarkan kebaikan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه

“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim)

Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan, dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan kepada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan syubhat akhir zaman yang marak hadir di sekitar lingkungan, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakkan. Dan semoga Allah menjaga agar kita semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi, serta menjadi manusia yang bertanggung-jawab atas apa yang kita perbuat, dan mampu menggunakan teknologi secara bijak. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89726-efektifitas-berdakwah-melalui-media-sosial.html

Keutamaan Membaca Ya hayyu Ya Qayyum

Membaca zikir “Ya Hayyu Ya Qayyum” memiliki banyak keutamaan dan manfaat bagi yang mengamalkannya. Nah berikut adalah beberapa keutamaan membaca zikir Ya Hayyu Ya Qayyum. 

Berzikir bagi umat Islam merupakan suatu keharusan sebagai bentuk senantiasa mengingat Allah Swt. karena dengan mengingat Allah Swt kita akan selalu merasa diawasi sehingga bisa melakukan apa yang menjadi perintah dan menjauhi yang dilarang. 

Seruan untuk senantiasa mengingat Allah Swt ada di dalam Al-Qur`an surat Al-Muzammil ayat 8;

وَٱذْكُرِ ٱسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا

Artinya; “Berzikirlah  dengan menyebut nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (QS. Al-Muzammil ayat 8)

Selain itu dengan membaca zikir hati kita akan merasa tentram dan tenang. Hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Ar-Ra`d ayat 28;

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ

Artinya; “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

Keutamaan Membaca Ya hayyu Ya Qayyum

Di dalam kitab Jawahirul lu`luiyah fi Syarh Arba`in An-Nawawiyah, Syekh Muhammad bin Abdullah Al-Jurdaniy menyebutkan sebuah faidah zikir Ya Hayyu Ya Qayyum tersebut.

من قال يا حي يا قيوم أذهب الله عنه كل هم وحزن وغم، ورزقه من حيث لا يحتسب.

Artinya; “Barangsiapa yang membaca Ya Hayyu Ya Qayyum maka Allah akan menghilangkan segala kecemasan, kesedihan, dan kegusaran. Dan Allah akan memberikan rizki dari arah yang tak terduga.”

Selain itu Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-jurdaniy juga menambahkan faidah lain dari membaca zikir tersebut.

وقال بعضهم: من قال ذلك كل يوم أربعين مرة عند طلوع الشمش أحيا الله قلبه ونوره فكره ويسر عسره وأنطقه بالحكمة وشرح بالمعرفة صدره.

Artinya; “Sebagian ulama berpendapat; ‘Barangsiapa yang membaca Ya Hayyu Ya Qayyum setiap hari sebanyak empat puluh kali ketika terbit matahari, Maka Allah akan menghidupkan hatinya, menyinari pikirannya, memudahkan kesulitannya, menerangkan dengan hikmah, dan membuka hati pembacanya dengan makrifat’.”

Yang terpenting dalam mengamalkan zikir “Ya Hayyu Ya Qayyum” adalah melakukannya dengan ikhlas dan penuh keyakinan. Insya Allah, dengan mengamalkan zikir ini, kita akan mendapatkan banyak manfaat dan keutamaan di dunia dan di akhirat.

BINCANG SYARIAH

Panja DPR-Kemenag Tetapkan Biaya Haji 2023, Jamaah Harus Bayar Rp 56 Juta

Kemenag akan meningkatkan pelayanan ibadah haji.

Rapat Panitia Kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Komisi VIII DPR dengan Kementerian Agama menetapkan besaran rata-rata biaya haji musim 1445 H/2024 M sebesar Rp 93.410.286.07. 

“Besaran rata-rata BPIH 1445/2024 per jamaah, untuk jamaah reguler sebesar 93.410.286.07 juta,” ujar Ketua Komisi VIII DPRI, Ashabul Kahfi saat memimpin rapat kerja bersama dengan Menteri Agama RI di Gedung DPR RI, Senin (17/11/2023). 

Dengan penetapan ini, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dibayar calon jamaah haji sekitar Rp 56 juta (60 persen dari total BPIH). Bipih tersebut meliputi biaya penerbangan, akomodasi di Makkah, sebagian akomodasi Madinah, biaya hidup atau living cost dan biaya visa. 

Sementara, nilai manfaat yang akan ditanggung Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sekitar Rp 37 juta (40 persen dari total BPIH). Secara keseluruhan, menurut dia, nilai manfaat yang digunakan sebesar Rp 8,2 triliun.

“Biaya yang bersumber dari nilai manfaat keuangan Haji rata-rata per jamaah sebesar 37.364.114.43 nilai manfaat juta atau sebesar 40 persen meliputi komponen biaya penyelenggara ibadah haji di Arab Saudi dan komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji di dalam negeri,” kata Ashabul.

Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI menilai usulan Kemenang mengenai biaya haji sebesar Rp 105 juta dinilai sangat membebani calon jamaah haji. Karena itu, Panja Komisi VIII mendesak pemerintah untuk menurunkan BPIH 2024, sehingga akhirnya dapat disepakati bahwa biaya perjalanan haji 2024 sebesar Rp 93,4 juta.

IHRAM

Kok Ada, Manusia-Manusia yang Mendukung Negara Zionis – ‘Israel’

Sejak awal, gerakan Zionis sudah menggunakan klaim-klaim keagamaan Yahudi untuk merampas wilayah Palestina dengan menjajah, jadi aneh jika masih ada yang membela penjajahan dan penindasan

Oleh: Dr. Adian Husaini

MASALAH Palestina sebenarnya begitu sederhana dan jelas. Akar masalahnya adalah penjajahan suatu bangsa yang rasis terhadap negeri dan penduduk Palestina.

Sejak awal mula berdirinya, 14 Mei 1948, negara ‘Israel’ memang didirikan dengan kekerasan dan teror. Anehnya, ada saja manusia-manusia di muka bumi ini yang justru mendukung negara Zionis ‘Israel’.

Sejak berdirinya, negara Zionis ‘Israel’ telah menggunakan logika kekuatan untuk mewujudkan ambisinya menguasai negeri  Palestina.  Pada 29 April 2003, saat peringatan Holocaust, tokoh Zionis Ariel Sharon berpidato:

“The murder of six million Jews has demonstrated that the Jewish people can only achieve security through strength.” (Pembunuhan enam juta orang Yahudi telah menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi hanya dapat mencapai keamanan melalui kekuatan) (Ariel Sharon)

Dengan mengenakan peci khas Yahudi (kipa) Sharon menegaskan, bahwa hanya kekuatan (strength) yang dapat menyelamatkan bangsa Yahudi. Karena itu, ia tidak terlalu percaya pada penggunaan cara-cara yang dinilainya menunjukkan kelemahan, seperti diplomasi, perundingan, dan sejenisnya.

Logika kekuatan ini memang banyak dianut oleh para tokoh Zionis. Salah satunya, Vladimir Jabotinsky. Gideon Shimony, penulis buku The Zionist Ideology (1995)  menyebut Jabotinsky seorang Zioinis yang brilian, orator ulung, yang tumbuh di komunitas Yahudi Rusia.

Teori-teorinya banyak diaplikasikan dalam gerakan Zionisme, terutama dalam penggunaan kekuatan dan segala cara yang memungkinkan untuk mewujudkan impian Zionis, termasuk penggunaan kekerasan.  

Ralph Schoenman, dalam bukunya The Hidden Agenda of Zionism,  juga banyak mengungkap pemikiran Jabotinsky dalam mewujudkan impian Zionis.  Bahkan, kaum Zionis tidak tabu untuk bekerjasama dengan Nazi Jerman, kaum pembantai Yahudi sendiri.

Fakta-fakta kerjasama Nazi Jerman dengan gerakan Zionis untuk menggiring orang Yahudi ke Palestina juga diungkap sejawaran Inggris, Faris Glubb, melalui bukunya,  Zionist Relations with Nazi Germany (1979).

Yang lebih mengerikan, sebagian kaum Zionis mencari legitimasi penggunaan kekerasan pada sejarah nenek moyang mereka sebagaimana tertulis dalam Bibel:

“Bersoraklah, sebab Tuhan telah menyerahkan kota ini kepadamu. Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi Tuhan untuk dimusnahkan.” (Yosua, 6:16-17).

“Hanya seorang pelacur dan seisi rumahnya yang diselamatkan. (Yosua 6:17). “Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, kuda, dan keledai.” (Yosua, 6:21).

Melihat track record  perilaku kaum Yahudi Zionis selama ini, maka pembantaian ribuan warga Palestina di Gaza yang berlangsung terus-menerus, bukan hal yang aneh. Zionis Yahudi memang haus darah. Mereka belum puas mencaplok wilayah Palestina, membunuh dan mengusir jutaan penduduknya.

Karena itu, kita benar-benar patut terheran-heran, di Indonesia – negeri muslim terbesar di dunia —  ada manusia-manusia yang masih menaruh simpati kepada ‘Israel’ dan terus mencerca para pejuang kemerdekaan Palestina. 

Sebagian pendukung itu menggunakan argumentasi agama. Bahwa, tanah Palestina memang hak mutlak bangsa Yahudi. Bangsa lain dilarang tinggal di situ.

Dalam Kitab Kejadian 12:3, disebutkan:  “Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

Esther Kaplan, dalam bukunya, With God on Their Side, (2004) memaparkan banyak contoh bagaimana kaum Kristen fundamentalis (disebutnya “The Zionist Christians”) sangat mendukung aksi pendudukan ‘Israel’ atas Pelestina.

Jerry Falwell, tokoh Kristen fundamentalis AS, misalnya, tahun 1980 menulis buku ”Listen America!”  yang menjelaskan keharusan kaum Yahudi kembali ke tanah mereka, sebagai salah satu pertanda kedatangan Kristus yang kedua. 

Karena itu,  kaum kristen fundamentalis AS memberikan dukungan yang sangat kuat bagi pendudukan ‘Israel’ atas Palestina. Tahun 2002, saat Presiden Bush menyerukan penarikan tank-tank ‘Israel’ dari Tepi Barat, Falwell menghimpun 100.000 email untuk memprotes ucapan Presiden Bush.

Sejak awal, gerakan Zionis memang sudah menggunakan klaim-klaim keagamaan Yahudi untuk merampas wilayah Palestina. Aksi ini kemudian dilegitimasi oleh PBB melalui Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947. 

Tetapi, PBB tidak melegalkan pendudukan ‘Israel’ atas wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta Yerusalem. Daerah pendudukan inilah yang kini dicadangkan untuk menjadi wilayah negara Palestina merdeka.

Itu hanya sebagian kecil dari wilayah yang dirampas Zionis Yahudi. Tetapi, daerah yang kecil itu pun terus-menerus dijarah oleh pemukim Yahudi ilegal.

Ketika bangsa Palestina melakukan perlawanan dan perjuangan mewujudkan kemerdekaan, mereka disebut teroris. Syukurlah kini terjadi kebangkitan nurani dunia. Sebagian besar negara di dunia saat ini mendukung kemerdekaan Palestina. Semoga Allah berikan pertolongan-Nya. Amin.*/Jakarta, 15 November 2023

Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), pernah menulis tesis masternya berjudul “”Pragmatisme Kebijakan Luar Negeri ‘Israel’

HIDAYATULLAH

Perbedaan Ayat Muhkam dan Mutasyabihat

Berikut ini artikel tentang perbedaan ayat muhkam dan mutasyabihat. Al Qur’an merupakan mukjizat dari Allah yang diturunkan kepada umat manusia memiliki arti yang sangat luas, sehingga mengharuskan kita untuk mempelajari dan mentadabburi al Qur’an lebih dalam.

Termasuk bab mengenai ayat muhkam dan mutasyabih. Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman Q.S Ali-Imran [3]: 7:

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ

“Dialah yang menurunkan Al-Qur’an kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkam. Itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain adalah ayat-ayat mutasyabihat.”

Secara etimologi muhkam yang berasal dari kata ihkam, yang berarti kekukuhan, kesempurnaan,, keseksamaan dan pencegahan. Mutasyabih diambil dari kata tasyabuh yang berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kesamaran antara dua hal.

Sedangkan makna secara terminologi, para ulama berbeda pendapat atau bermacam-macam mengungkapkan makna muhkam dan mutasyabih.

Nah berikut perbedaan ayat muhkam dan mutasyabihat yang dijelaskan oleh Imam as-Suyuthi dalam ungkapannya sebagai berikut:

Al-MuhkamAl-Mutasyabih
Sesuatu yang diketahui maksudnya baik secara dzahir atau ta’wilApa saja yang hanya diketahui oleh Allah seperti hari kiamat, keluarnya dajjal dan huruf-huruf muqatta’ah diawal-awal surat
Adalah yang jelas maknanyaAyat yang tidak jelas maknanya
Sesuatu yang tidak memiliki kemungkinan ta’wil lebih dari satuSesuatu yang berkemungkinan lebih dari satu penta’wilan
Apa saja yang termasuk ma’qulu al-ma’naApa saja yang termasuk ghairu ma’quli al-ma’na
Apa saja yang berdiri sendiri -tanpa butuh yang lain sebagai penjelas-Apa saja yang tidak berdiri sendiri dan membutuhkan kepada yang lain –sebagai penjelas-
Apa saja yang penakwilannya sesuai dengan nash turunnya(teksnya).Apa saja yang tidak dapat diketahui kecuali dengan ta’wil
Yang tidak berulang-ulang lafadznyaYang berulang-ulang lafadznya
Al-Faraid, janji dan ancamanKisah dan permisalan
An-Nasikh, halal dan haram, hudud dan faraid serta apa yang kita wajib mengimaninya dan mengamalkannyaMansukh, aqsam (sumpah) dan apa saja yang kita wajib mengimaninya namun tidak untuk diamalkan.
Halal dan haramSelain halal dan haram

Sementara Syaikh Muhammad Abdul Adzim mengelompok pendapat-pendapat tersebut dengan menyandarkan kepada ulamanya, sebagaimana yang beliau tuliskan dalam kitabnya sebagai berikut:

UlamaAl-MuhkamAl-Mutasyabih
Tokoh al-HanafiyahPendalilan yang jelas yang tidak berkemungkinan terkena naskhSesuatu yang samar yang tidak bisa dimengerti maknanya baik secara akal atau penukilan nash syar’i. Hanya Allah yang mengetahuinya seperti hari kiamat, huruf muqatta’ah diawal-awal surat.
AhlusunnahYang diketahui maksud yang diinginkan baik secara dzhahir atau ta’wilSesuatu yang hanya Allah saja yang mengetahuinya seperti kiamat, keluarnya dajjal, huruf muqatta’ah diawal surat.
Ulama UshulfiqhSesuatu yang hanya berkemungkinan ta’wil dari satu sisi saja.Yang berkemungkinan lebih dari satu penta’wilan
al-Imam AhmadSesuatu yang berdiri sendiri dan tidak membutuhkan penjelasYang tidak berdiri sendiri bahkan membutuhkan penjelasan terkadang dengan penjelasan ini dan terkadang dengan penjelasan yang lainnya disebabkan khilaf dalam penta’wilannya
Al-Imamal-HaramainTekstual yang bagus dan tersusun yang berkonsekwensi memberikan makna yang lurus atau benar tanpa penafianSesuatu yang jika ditinjau dari segi bahasa tidak dapat dimengerti, kecuali didampingi dengan tanda atau pendukung. Seperti satu kata yang memiliki banyak makna
Ath-ThayyibiyMakna yang jelas yang tidak menimbulkan kesamaranMakna yang tidak jelas yang menimbulkan kesamaran

Mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam:

Pertama. Hakiki, yaitu apa yang tidak dapat diketahui dengan nalar manusia, seperti hakikat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walau kita mengetahui makna dari sifat-sifat tersebut, namun kita tidak pernah tahu hakikat dan bentuknya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua. Relatif, yaitu ayat-ayat yang tersamar maknanya untuk sebagian orang tapi tidak bagi sebagian yang lain. Artinya dapat dipahami oleh orang-orang yang mendalam ilmunya saja.

Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat

Pertama, menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan Bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.

Kedua, memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.

Ketiga, mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.

Keempat, menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menunggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.

Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabihat

Pertama, memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji. Tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. 

Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadarannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.

Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. 

Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzigh qulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu laduni

Kedua, membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ketiga, Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu dari Allah SWT.

 Demikian penjelasan terkait perbedaan ayat muhkam dan mutasyabihat. Semoga bermanfaat. [Baca juga: Perlunya Memahami Muhkamat dan Mutasyabihat]

Referensi:

Al-Hasan bin Muhammad bin Abdullah Syarifuddin ath-Thayyibiy w. 743 H.

Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy w.911 H, al-Itqhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2006 M) Jilid 3.

Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy w. 790 H, al-Muwafaqat fi Usul asy-Syari’ah, (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2013 M) hal. 73, Juz 3.

Muhammad Abdul’adzim az-Zarqaniy w. 1367, Manahilu al-Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2001 M) Jilid 2.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Ushuluddin Fi At-Tafsir (edisi terjemahan, oleh: Farid Qurusy)

BINCANG SYARIAH

Tips Mengendalikan Emosi dari Imam Al-Ghazali

Mengendalikan emosi adalah keterampilan penting yang dapat membantu menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan lebih sehat. Emosi yang tidak terkendali dapat menyebabkan masalah dalam hubungan dan pekerjaan dan kesehatan mental. Berikut beberapa tips untuk mengendalikan emosi dari Imam Al-Ghazali. 

Pengendalian diri ketika marah atau kecewa sangatlah penting. Kemarahan harus dikondisikan sehingga tidak mendorong kepada tindakan lupa diri, gelap mata, atau tindakan yang merugikan diri dan orang lain.

Imam Al-Ghazali dalam karyanya Sulwatul Arifin Juz 2, halaman 88, memberi tips atau cara untuk meredam emosi atau kemarahan. Menurut penuturannya, ada dua hal yang dapat meredam emosi atau kemarahan, yaitu, dengan ilmu dan amal. 

Cara yang pertama, dengan ilmu, yaitu, dengan memikirkan keutamaan atau fadhilah orang-orang yang dapat menahan emosi atau kemarahan. Dan juga merasa takut akan siksaan Allah dengan mengucapkan kalimat:

قدرة الله أعظم من قدرتي على هذ الإنسان

Artinya: “Kuasa Allah itu lebih besar dibandingkan dengan kuasaku atas orang ini”.

Sedangkan cara yang kedua untuk menahan emosi atau kemarahan, yaitu, dengan amal. Cara yang kedua ini Imam Al-Ghazali menyarankan untuk membaca doa berikut:

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، اللهم اغفر لي ذنبي، وأذهب غيظ قلبي، وأجرني من فى مضلات الفتن

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, Ya Allah ampuni dosaku, hilangkan kemarahan hatiku, dan selamatkan aku dari berbagai kesesatan fitnah”.

Tips Mengendalikan Emosi dari Imam Al-Ghazali

Selanjutnya Imam Al-Ghazali membagi emosi atau kemarahan atas tiga bagian. Adapun rincian dari tiga bagian tersebut sebagai berikut:

Pertama, kemarahan yang merugikan semua orang. Misalnya, ia bermaksud jahat kepada orang lain dengan tujuan ingin memukul, melukainya,  menelanjanginya dengan mencopot pakaiannya, dan mengusir dari tempat tinggalnya. Atau menumpahkan air minum untuk menghilangkan dahaganya. Hal tersebut adalah kerugian yang membuat semua orang menjadi marah.

Kedua, kemarahan yang tidak merugikan siapapun. Contohnya, Ia mempunyai rasa gengsi, harta yang banyak, pelayan, dan tunggangan yang bagus, dan mempunyai beberapa rumah, akan tetapi sebagian rumahnya dirobohkan oleh orang jahat atau penindas, terkadang ia tidak marah karena ia tidak begitu memerlukan rumah tersebut. Walaupun ia marah, marahnya tidak membahayakan orang lain karena ia sudah memiliki harta yang banyak dan tidak begitu memperdulikan sebagian hartanya yang lenyap atau hilang.

Ketiga, kemarahan yang bermanfaat bagi seseorang dan tidak bagi sebagian orang lain. Seperti, membakar buku orang yang ahli mesin dan kerajinan. Ia pasti marah apabila bila karya tulisnya dibakar oleh orang lain. Marahnya tersebut sangatlah wajar, walaupun karyanya tersebut tidak memberi manfaat kepada orang yang tidak hobi dengan mesin dan kerajinan.

Demikian penjelasan terkait tips mengendalikan emosi dari Imam Al-Ghazali. Wallahu A’lam Bissawab.

BINCANG SYARIAH

Pembahasan Seputar “Ludah” dalam Syariat Islam

Islam adalah agama yang sempurna. Di mana selain mengatur perkara-perkara besar, juga mengatur perkara kecil yang sering dianggap sepele dalam pandangan sebagian manusia. Salah satu perkara tersebut adalah terkait membuang ludah.  Air ludah sangat bermanfaat bagi metabolisme tubuh kita, karena membantu mulut untuk tetap lembab, membantu perncernaan, membersihkan sisa makanan di mulut, dan membantu menumbuhkan lapisan di gigi yang rusak.

Meskipun demikian, air ludah yang dikeluarkan secara sembarangan tentu sangat menganggu orang lain. Terlebih jika ludah tersebut dikeluarkan oleh orang yang mempunyai penyakit tertentu (menular lewat air ludah),  maka sangat membahayakan bagi orang lain. Banyak bakteri dan virus yang hidup dalam air ludah. Maka dari itu, Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan bagi umat manusia. Salah satunya dengan adanya tuntunan membuang ludah. Berikut adab meludah dalam Islam.

Pertama, dilarang meludah menghadap kiblat

Ketika dalam kondisi salat maupun di luar salat, seseorang yang hendak membuang air ludahnya, maka dilarang untuk menghadap ke arah kiblat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقْ فِي قِبْلَتِهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

Jika salah satu dari kalian salat, hendaknya tidak meludah ke arah kiblat. Sebab orang yang salat adalah orang yang sedang bermunajat kepada Allah Tabaraka Wata’ala.” (HR.  Ahmad no. 4645)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ تَفَلَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَتَفْلَتَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ

Barangsiapa meludah ke arah kiblat, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan diludahi di antara kedua matanya.” (HR. Abu Dawud, 3: 425)

Dalam sabda beliau yang lain,

إذَا تَنَخَّمَ أحَدُكُمْ فلا يَتَنَخَّمَنَّ قِبَلَ وجْهِهِ، ولَا عن يَمِينِهِ ولْيَبْصُقْ عن يَسَارِهِ، أوْ تَحْتَ قَدَمِهِ اليُسْرَى

“Jika salah seorang dari kalian ingin meludah, maka janganlah sekali-kali ia meludah ke arah depan atau ke arah kanan. Hendaklah ia meludah ke arah kiri atau di bawah telapak kaki sebelah kiri. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, dilarang meludah di dalam masjid

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا

Meludah di masjid adalah suatu dosa (kesalahan), dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan menimbun ludah tersebut. (HR. Bukhari)

Maksud dari menimbun ludah pada hadis di atas adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya, tangannya, tisu atau yang lainnya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ دَخَلَ هَذَا الْمَسْجِدَ فَبَزَقَ فِيهِ أَوْ تَنَخَّمَ فَلْيَحْفِرْ فَلْيَدْفِنْهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيَبْزُقْ فِي ثَوْبِهِ ثُمَّ لِيَخْرُجْ بِهِ

“Barangsiapa yang masuk masjid ini dan meludah padanya atau berdahak, maka hendaklah dia menggali lubang, kemudian pendamlah ludah atau dahak itu. Apabila dia tidak melakukan demikian, maka meludahlah di pakaiannya kemudian keluarlah dengannya.” (HR. Abu Dawud no. 403)

Ketiga, dianjurkan berobat dengan air ludah

Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melakukan pengobatan dengan tanah dan air ludah, kemudian beliau membaca doa,

بِسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى سَقِيْمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا

Dengan menyebut nama Allah, (debu) tanah bumi ini dengan air ludah sebagian di antara kami dapat menyembuhkan penyakit di antara kami dengan seizin Rabb kami. (HR. Bukhari)

An-Nawawi rahimahullah berkata, Makna hadis bahwa beliau mengambil air ludah dengan jari telunjuknya kemudian meletakkan (menempelkannya) ke tanah, maka akan ada tanah yang menempel kemudian mengusap tempat yang sakit atau luka sambil mengucapkan doa ketika mengucapkannya. (Lihat Fathul Bari, 10: 208)

Perlu diketahui bahwa contoh-contoh pengobatan dalam hadis masih bersifat umum dan perlu dirinci lagi, juga butuh dijelaskan oleh thabib (dokter) pada zamannya atau orang yang memiliki ilmu terkait pengobatan tersebut.

Keempat, sunah men-tahnik anak yang baru lahir

Ketika anak kita lahir, maka dianjurkan untuk men-tahnik-nya. Yaitu, memakan dan mengunyah kurma (agar bercampur dengan air ludah), dari air liur yang sudah bercampur dengan kurma diambil dengan jari telunjuk, kemudian dimasukan ke mulut bayi di bagian langit-langit mulut, maka si anak tersebut akan reflek untuk mengecapnya. Dari sisi medis, ada penjelasan bahwa tahnik sesuai dengan medis karena anak bayi yang baru lahir membutuhkan glukosa. Akan tetapi, tentu saja hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Jika tidak mendapatkan kurma, bisa diganti dengan sesuatu yang manis. Tentunya madu lebih utama daripada yang lainnya. (Lihat Fathul Bari, 9: 588)

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ

“Aku pernah dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau shallallahu alaihi wasallam memberinya nama Ibrahim dan men-tahnik-nya dengan sebiji kurma (tamr).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima, meludah ringan ketika lupa bacaan salat dan ketika mimpi buruk

Diriwayatkan dari Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengadukan gangguan yang ia alami ketika salat. Kemudian, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ذاك شيطان يقال له خنزب فإذا أحسسته فتعوذ بالله منه واتفل على يسارك ثلاثاً

Itu adalah setan. Namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguannya dan meludahlah ke kiri tiga kali.

Kata Utsman, Aku pun melakukannya, kemudian Allah menghilangkan gangguan itu dariku.(HR. Muslim)

Dalam riwayat lain Utsman bin Affan bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu salat dan bacaanku.” Beliau bersabda, “Itulah setan yang disebut dengan khanzab. Jika engkau merasakan kehadirannya, maka bacalah ta’awudz kepada Allah dan meludah kecillah ke arah kiri tiga kali.” (HR. Ahmad)

Cara meludahnya yaitu dengan cara meniupkan udara yang mengandung sedikit air ludah ke arah kiri. Hal ini diperbolehkan selama tidak mengganggu orang yang berada di sebelah kirinya dan tidak mengotori masjid.

Begitu pula, ketika bangun dari mimpi buruk, maka dianjurkan meludah, ber-ta’awudz, dan dilarang untuk menceritakan kepada orang lain tentang mimpi buruk yang dialami karena mimpi buruk datang dari setan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرؤيا الصالحة من الله، والحلم من الشيطان، فإذا رأى أحدكم ما يكره فلينفث عن يساره ثلاثا، وليتعوذ بالله من الشيطان ومن شر ما رأى ثلاثاً، ثم ينقلب على جنبه الآخر، فإنها لا تضره ولا يخبر بها أحداً

Mimpi yang baik itu dari Allah. Sedangkan mimpi yang buruk itu dari setan. Jika salah seorang dari kalian bermimpi yang tidak ia sukai, maka hendaknya ia meniup ke sebelah kirinya tiga kali dan membaca taawudz sebanyak tiga kali. Kemudian setelah itu hendaknya ia membalik tubuhnya ke sisi yang lain, dengan demikian tidak ada lagi yang membahayakan. Dan jangan ceritakan kepada seorang pun mimpi tersebut.(HR. Bukhari dan Muslim)

Keenam, disyariatkan menjilat jari setelah makan

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا, فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ, حَتَّى يَلْعَقَهَا, أَوْ يُلْعِقَهَا

“Jika salah seorang di antara kalian makan, maka janganlah ia mengusap tangannya sebelum ia menjilatnya atau yang lain yang menjilatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89703-pembahasan-seputar-ludah-dalam-syariat-islam.html

Guru, Ustadz dan Kiayi : Sebuah Perenungan di Hari Guru Nasional

Setiap tanggal 25 November, kita merayakan Hari Guru Nasional untuk menghormati peran dan kontribusi para pendidik dalam membentuk generasi penerus. Dalam konteks ini, perlu ditekankan bahwa seorang guru, baik itu kiai, ustad, atau tenaga pendidik lainnya, memiliki kemuliaan dan tanggung jawab yang besar.

Seorang kiai, sebagai bentuk guru dalam tradisi Islam, tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan tetapi juga menjalankan peran spiritual yang menginspirasi. Ikhlas dalam mengajar dan berdoa bagi kesuksesan santri merupakan inti dari peran seorang kiai. Dalam ajaran Islam, seorang guru yang ikhlas dalam memberikan ilmu pengetahuan dianggap sebagai sosok yang mulia.

Hadist yang diriwayatkan menurut Imam Ahmad dan Abu Daud, “Barang siapa memuliakan orang alim (guru) maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga” menjadi perekat makna kemuliaan seorang guru dalam ajaran Islam. Penghormatan pada guru dianggap sebagai penghormatan kepada Rasulullah, yang pada gilirannya, merupakan penghormatan kepada Allah.

Peran seorang guru tidak hanya terbatas pada ruang kelas atau pesantren, tetapi juga membawa dampak jangka panjang. Seorang kiai yang ikhlas dalam mendidik menciptakan fondasi moral dan spiritual yang kokoh pada santrinya. Berkah yang diharapkan bukan hanya dalam kesuksesan dunia, tetapi juga dalam keberkahan dan keberlanjutan amal perbuatan di akhirat.

Ikhlas dalam mendidik juga mencakup aspek pembentukan karakter dan etika. Seorang kiai yang mendoakan santrinya tidak hanya berharap mereka pandai dalam akademis, tetapi juga menjadi individu yang baik, bermanfaat bagi masyarakat, dan berada di jalur kebenaran.

Peran seorang kiai tidak berhenti ketika santri menamatkan pendidikannya. Doa dan dukungan terus mengalir bahkan setelah santri meninggalkan lingkungan pendidikan. Kiai terlibat dalam perjalanan hidup santri, memberikan semangat dan doa untuk kesuksesan di masa depan. Pendidikan, dalam pandangan seorang kiai, bukan hanya tentang peningkatan kapasitas akademis, tetapi juga penyelarasan diri dengan nilai-nilai spiritual dan moral.

Dalam merayakan Hari Guru Nasional, mari kita tingkatkan kesadaran akan nilai-nilai mulia yang dimiliki oleh seorang guru. Penghormatan pada guru, terutama pada seorang kiai, merupakan bagian dari penghormatan terhadap nilai-nilai keislaman. Dengan menginternalisasi makna hadist yang menyatakan bahwa memuliakan guru adalah memuliakan Rasulullah, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih berbobot spiritual.

Sejalan dengan tema Hari Guru Nasional, mari kita hargai dan hormati peran kiai, ustad, dan semua guru di berbagai lapisan masyarakat. Mereka bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga pilar moral dan spiritual yang membimbing generasi mendatang. Dengan bersama-sama menghormati guru, kita ikut berkontribusi dalam membentuk masyarakat yang lebih bermartabat dan berakhlak mulia.

ISLAMKAFFAH

Pentingnya Kesehatan Mental di Era Digital, Panduan Islami bagi Gen Z (1)

Jangan sepelekan masalah kesehatan mental. Topik ini seharusnya menjadi pengetahuan sejak dini bagi generasi milenial dan gen Z yang sangat akrab di dunia digital, apalagi yang ngaku si paling aktif di medsos. Apa hubungannya kesehatan mental dengan medsos?

Oke mari kita pahami dulu pentingnya kesehatan mental.

Mengenal Pentingnya Kesehatan Mental

Mental yang sehat akan mempengaruhi kondisi fisik dan kualitas hidup yang sehat. Sebaliknya, mental yang sakit akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Orang dengan mental yang sehat mempunyai pikiran yang positif yang bisa tenang menyelesaikan masalah, mampu berinteraksi secara sosial dan mampu menjaga Kesehatan.

Kerja tubuh sejatinya berada di bawah pengaruh otak dan pikiran. Jadi, mental yang baik akan mendorong pikiran yang baik dan merangsang tubuh dengan energi yang baik. Energi inilah yang dapat menangkal penyakit dalam tubuh manusia seperti serangan stroke, diabetes dan penyakit jantung.

Jadi, Kesehatan mental itu penting. Jangan disepelekan dan hanya fokus pada aspek fisik semata.

Orang yang tidak memperhatikan kesehatan mental mudah terserang penyakit mental. Secara umum kita bagi penyakit mental dalam dua hal. Penyakit psikotik misalnya orang yang sulit membedakan anatra realita dan idealita atau delusi. Sering mengidap halu atau juga skizofrenia. Ini tentu sudah sangat berat.

Kedua, penyakit non psikotik atau penyakit mental yang dipicu stress, trauma, takut berlebihan dan sebagainya. Orang dengan penyakit ini sering mengalami gangguan kepribadian seperti antisosial, kecemasan, panik, fobia dan tentu OCD atau obsessive-comulsive disorder.

Dampak Tidak Aware Kesehatan Mental

Dampak kesehatan mental dapat bervariasi dari tingkat ringan hingga parah, dan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang. Seberapa parah dampak tersebut tergantung pada faktor-faktor seperti jenis gangguan mental, tingkat dukungan sosial, pengobatan yang diterima, dan kapasitas individu untuk mengelola atau mengatasi stres.

Gangguan Fungsional: Gejala Ringan mungkin hanya mempengaruhi beberapa aspek kehidupan sehari-hari. Gejala Parah dapat mengganggu fungsi umum seperti bekerja, belajar, berinteraksi sosial, dan merawat diri sendiri.

Kesehatan Fisik Menurun: dampak ringan seperti  stres dan kecemasan mungkin menyebabkan gejala fisik ringan seperti sakit kepala atau gangguan tidur. Dampak parah dapat berkontribusi pada masalah kesehatan fisik yang lebih serius, termasuk penyakit kardiovaskular dan sistem kekebalan yang melemah.

Hubungan Sosial yang Terpengaruh: dampak ringan mengalami kesulitan dalam mempertahankan hubungan atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Dampak parah menyebabkan isolasi sosial, konflik hubungan, atau bahkan hilangnya dukungan sosial.

Pekerjaan dan Pendidikan: dampak ringan konsentrasi dan produktivitas mungkin sedikit berkurang. Dampak parah menyebabkan absensi kerja yang sering, penurunan performa, atau bahkan kehilangan pekerjaan.

Risiko Kesehatan Mental Lainnya: dampak ringan  meningkatkan risiko untuk masalah kesehatan mental lebih lanjut. Dampak parah meningkatkan risiko untuk perilaku merusak diri, bunuh diri, atau gangguan mental lainnya.

Penting untuk diingat bahwa setiap orang merespons masalah kesehatan mental dengan cara yang berbeda, dan banyak faktor yang mempengaruhi seberapa parah dampaknya. Pada tulisan berikutnya akan diulas hubungan antara kesehatan mental dengan media sosial.

Bersambung

ISLAMKAFFAH