Ada yang bertanya tentang benar tidaknya pandangan bahwa puasa Arafah sudah ada sebelum adanya wukuf di arafah. Untuk pertanyaan itu, Ustadz Ammi Nur Baits menjawab sbb:
Terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa puasa arafah sudah ada sebelum Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melakukan wukuf di Arafah.
Diantaranya, hadis riwayat Nasai dari salah satu istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
—
“Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam terbiasa berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan, senin pertama setiap bulan, dan dua kali kamis. (HR. Nasai 2429 dan dishahihkan al-Albani).
Kemudian, dalam hadis dari Maimunah Radhiyallahu anha, beliau menceritakan,
“Manusia ragu apakah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa ketika hari Arafah. Kemudian aku membawakan segelas susu ke tempat beliau wukuf. Lalu beliau meminumnya dan orang-orang melihatnya. (HR. Bukhari 1989 & Muslim 2692).
Keterangan:
Para sahabat ragu apakah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa ataukah tidak puasa, karena mereka meyakini bahwa hari itu adalah hari untuk puasa sunah Arafah. Sehingga mereka bertanya-tanya, apakah beliau ketika wukuf itu puasa ataukah tidak. Kemudian oleh Maimunah ditunjukkan bahwa beliau tidak puasa.
Seperti yang kita tahu dalam buku sejarah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan haji di tahun 10 Hijriyah, sementara beliau wafat bulan Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah. Artinya, bulan Dzulhijjah tahun 10 H, adalah Dzulhijjah terakhir yang beliau jumpai. Karena di tahun 11 H, beliau meninggal di awal tahun, di bulan ketiga (Rabiul Awal).
Sehingga para ulama memahami, hadis riwayat Nasai yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam rutin melakukan puasa tanggal 9 Dzulhijjah, itu terjadi sebelum Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan haji wada.
Keberangkatan Haji Pertama dalam Islam
Di bulan Dzulqadah (bulan ke-11) tahun 6 Hijriyah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersama para sahabat datang ke Mekah untuk melakukan Umrah. Namun dihalangi orang musyrikin dan beliau dilarang masuk kota Mekah. Hingga terjadilah perjanjian Hudaibiyah. Dengan salah satu poin perjanjian, kaum muslimin harus kembali tahun itu, dan baru boleh datang tahun depan untuk hanya tinggal di Mekah selama 3 hari.
Di tahun 7 Hijriyah, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam balik ke Mekah untuk melakukan Umrah qadha. Mengqadha umrah tahun sebelumnya digagalkan oleh orang musyrikin Quraisy. Beliau memerintahkan semua yang umrahnya gagal, untuk turut serta.
Kemudian di tahun 8 Hijriyah tepatnya bulan Ramadhan (bulan ke-9), terjadilah penaklukan kota Mekah (fathu Mekah). Selanjutnya, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam disibukkan dengan perang Hunain, dan perang thaif. Kemudian setelah masuk bulan Dzulqadah (th. 8 H) dari Thaif beliau mengambil miqat di Jiranah dan melakukan umrah. Setelah itu beliau balik ke Madinah.
Bulan Rajab, 9 hijriyah, beliau melakukan penyerangan ke Tabuk untuk menaklukan sebagian wilayah romawi. Setelah kembali ke Madinah, di bulan Dzulqadah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Abu Bakar sebagai amirul haj (pemimpin haji). Beliau berangkat bersama 300 kaum muslimin. Dan inilah haji pertama dalam islam. Selama di Mekah dan awal dakwah di Madinah, kaum muslimin tidak melakukan haji. Kaum muslimin baru bisa melaksanakan haji, setelah kota Mekah ditaklukkan.
Puasa Arafah sudah ada sebelum adanya wukuf?
Kami tidak bisa memastikan hal ini, karena kita tidak tahu kapan tepatnya adanya anjuran puasa Arafah? Dan apakah haji yang dipimpin Abu Bakar as-Shidiq juga melakukan wukuf di Arafah?
Hanya saja, ada penggalan hadis yang bisa kita garis bawahi, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam terbiasa berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah. Kalimat ini menunjukkan bahwa puasa arafah termasuk rutinitas beliau. Dan sesuatu iti disebut rutinitas jika dilakukan beberapa kali.
Bulan Dzulhijjah tahun 9 H, Abu Bakr berhaji, dan pada Dzulhijjah tahun 10 H, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berangkat haji.
Andai puasa arafah harus dilakukan bertepatan dengan kegiatan wukuf di arafah, dan kita menganggap bahwa haji yang dilakukan Abu Bakr juga ada wukuf di Arafah, berarti puasa Arafah yang dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam baru SEKALI. Tepatnya, ketika hajinya Abu Bakr Radhiyallahu anhu. Dan semacam ini tidak tepat jika disebut kebiasaan.
Terlebih, jika wukuf di Arafah pertama terjadi ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melakukan haji wada. Berarti Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah melakukan puasa Arafah, sekalipun belum ada kegiatan wukuf di Arafah.
Bisa jadi orang musyrik telah melakukan wukuf?
Kita tidak tahu bagaimana tata cara haji mereka. Dan andaipun mereka melakukan wukuf, tentu wukuf mereka tidak dianggap karena mereka orang musyrik. Lebih dari itu, kita tidak pernah mendapat riwayat bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam maupun para sahabat berusaha mencari tahu kapan hari wukufnya orang musyrikin, sehingga mereka jadikan acuan untuk pelaksanaan puasa Arafah. Sehingga puasa arafah yang dilaksanakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat di Madinah, tidak dibarengi dengan kegiatan wukuf di Arafah.
Karena itu, kami berpendapat, bahwa puasa arafah adalah puasa di tanggal 9 Dzulhijjah sesuai daerah masing-masing. Sekalipun tidak bertepatan dengan kegiatan wukuf di Arafah. Karena puasa arafah tidak ada kaitannya dengan kegiatan wukuf di Arafah.Allahu alam.[ ]
Sumber Ustadz Ammi Nur Baits/konsultasisyariah –
See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2239478/puasa-arafah-sudah-ada-sebelum-ada-wukuf#sthash.rbcU1twq.dpuf