DALAM buku “Lathâ`ifu al-Ma’ârif fîmâ limawâsim al-‘Âm min al-Wadzâ`if” (1999: 234), Ibnu Rajab al-Hanbali menukil gambaran menawan dari ulama terkait bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Di antaranya adalah apa yang diutarakan oleh Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi rahimahullah, dan sebagian ulama lainnya.
“Bulan Rajab,” tutur Abu Bakar al-Balkhi rahimahullah, “adalah bulan bertanam. Sedangkan Sya’ban adalah bulan pengairan tanaman. Adapun Ramadhan adalah bulan panen tanaman.” Bila diperhatikan secara saksama, apa yang dianalogikan olehnya begitu menawan.
Penggambaran Rajab dan Sya’ban sebagai bulan atau momentum untuk bertanam dan pengairan adalah di antara upaya persiapan untuk menuju panen raya Ramadhan. Bagi yang menghendaki sukses besar di bulan penuh berkah, mau tidak mau harus menyiapkannya dengan baik, utamanya bulan Rajab dan Sya’ban.
Terlebih, kalau melihat tradisi salaf, persiapan mereka bukan saja sejak bulan Rajab, tapi enam bulan sebelum Ramadhan. Artinya mereka sangat serius dalam menghadapi Ramadhan. Ibarat petani, mereka sudah menyiapkan benih-benih amal dan segenap sarananya untuk dipanen di ‘tanah subur Ramadhan’.
Pada kesempatan lain, Abu Bakar al-Balkhi rahimahullah memberi tamsil lain. “Perumpaan bulan Rajab,” gumam beliau, “laksana angin. Sedangkan Sya’ban bagaikan mendung. Dan Ramadhan seperti hujan.”
Begitu indah gambaran ini. Bulan Rajab diibaratkan seperti angin yang menghembuskan amal-amal kebaikan, yang kemudian kian menggumpal di bulan Sya’ban sehingga menjadi mendung amal kebaikan, yang kemudian akan menjadi hujan berkah, rahmat, dan maghfirah di bulan Ramadhan.
Sebagian ulama juga memberi gambaran menarik mengenai tiga bulan ini, “Tahun laksana pohon. Bulan Rajab adalah masa berdaun; Sya’ban saat bercabang; sedangkan Ramadhan adalah waktu untuk memetik (buah). Para pemetiknya adalah orang-orang beriman.”
Gambaran pohon ini juga sangat menarik. Bila satu tahun penuh diibaratkan pohon, maka Rajab adalah masa di mana daun pohon amal saleh bertumbuh. Kemudian diikuti dengan bulan Sya’ban yang menggambarkan amal-amal kebaikan semakin intensif dan bercabang. Puncaknya adalah Ramadhan, yaitu: ketika persiapan-persiapan serius di bulan Rajab dan Sya’ban bisa dipetik buahnya di bulan yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah.
Apa yang digambarkan ulama terkait bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan tadi, bukan saja menunjukkan bagaimana pentingnya persiapan amal menuju Ramadhan, tapi di sisi lain juga menggambarkan hal lain yang jarang terpikirkan: dengan berbekal iman dan takwa, mereka mampu memilih diksi yang indah dalam menggambarkan romantisme bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan.
Itulah yang membedakan mereka dengan yang lainnya. Amalan-amalan yang dipersiapkan bukan sekadar masalah kebenaran dan kebaikan yang mesti dijalani sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, namun mereka juga tidak meninggalkan keindahan.
Kebenaran, kebaikan dan keindahan mampu mereka tuangkan dalam bentuk tamsil sastrawi yang harmoni sejak dari persiapan hingga Ramadhan. Persiapan amal yang dilakukan bukan sekadar rutinitas fisik, tapi bagaimana bisa menjalaninya dengan asyik.
Dengan menyiapkan amal di bulan Rajab, Sya’ban hingga Ramadhan, seakan mereka sebagai petani mujur yang siap panen raya; atau sinergi harmonis antara angin, mendung hingga hujan; atau pohon yang daunnya bersemi, rantingnya bertumbuh hingga menghasilkan buah ranum yang bisa dipetik di bulan Ramadhan.*/Mahmud Budi Setiawan
—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini! Dengan aplikasi ini, Anda juga bisa ngecek Porsi Haji dan Visa Umrah Anda.