Rasulullah Mengingatkan Jangan Melalaikan Bulan Syaban

Nabi Muhammad banyak mengisi bulan Syaban dengan berpuasa.

Umat Islam telah melewati bulan Rajab dan memasuki bulan Syaban sebelum bulan suci Ramadhan. Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya agar jangan melalaikan Syaban sekaligus memberi contoh bagaimana seharusnya Muslim yang baik di bulan Syaban.

Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH Ahmad Khusairi Suhaili mengatakan bulan Syaban posisinya di antara dua bulan yang mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan. Sebagaimana diketahui Rajab termasuk dalam bulan yang mulia. Setelah Syaban, ada bulan Ramadhan yang diketahui sebagai bulan yang sangat mulia serta banyak keistimewaan di dalamnya.

“Nabi Muhammad SAW dalam hadist sahih mengingatkan, karena posisi Syaban yang terjepit di antara (Rajab dan Ramadhan), jadi (Syaban) bulan yang sering terlalaikan oleh banyak masyarakat,” kata Kiai Suhaili kepada Republika, Selasa (8/3/2022).

Ia menerangkan, mungkin banyak orang yang merasa sudah cukup berbuat baik saat bulan Rajab, jadi mereka hanya fokus untuk berbuat banyak kebaikan lagi di Ramadhan. Maka Nabi Muhammad dalam hadistnya mengingatkan agar jangan sampai terjebak dengan pikiran seperti ini sehingga melalaikan bulan Syaban.

Untuk itu, Rasulullah SAW langsung memberikan contoh yang baik dalam menyikapi bulan Syaban. Dalam kesaksian Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Muhammad SAW banyak melakukan puasa saat memasuki Syaban.

“Artinya kalau Ramadhan puasa satu bulan penuh, di bulan Syaban ini Nabi Muhammad SAW banyak melaksanakan puasa, bukan puasa sebulan penuh tapi hari-hari di bulan Syaban banyak diisi dengan puasa,” ujarnya.

Menurut Kiai Suhaili, memperbanyak puasa di bulan Syaban sebagai bagian dari pemanasan atau pembiasaan menjelang Ramadhan. Sehingga saat masuk Ramadhan, seseorang yang sudah pemanasan sejak Syaban bisa langsung mengoptimalkan ibadahnya di bulan Ramadhan.

Artinya, Nabi Muhammad SAW sudah memberikan contoh yang jelas bagaimana memanfaatkan bulan Syaban menjelang Ramadhan. Maka yang harus dilakukan umat Islam saat Syaban di antaranya memperbanyak puasa supaya terbiasa puasa sebelum tiba Ramadhan dan tarhib Ramadhan atau mempersiapkan diri untuk menyambut bulan suci Ramadhan.

Kiai Suhaili menambahkan, di bulan Syaban juga menjadi waktu yang tepat untuk kembali memberikan pemahaman terkait Ramadhan kepada keluarga, tetangga dan masyarakat. Mereka diingatkan kembali bahwa di bulan suci Ramadhan umat Islam tidak sekedar puasa, menahan haus dan lapar semata.

“Ada hal-hal yang perlu kita perhatikan bagaimana mewujudkan dan merealisasikan hakikat puasa supaya benar-benar mengantarkan kita menjadi pribadi yang bertakwa, masyarakat yang bertakwa, bangsa yang bertakwa,” jelasnya.

Ia menegaskan, maka penting di bulan Syaban ini mempersiapkan diri menyambut Ramadhan, memahami dan mengenal kembali Ramadhan, dan memahami cara puasa yang baik dan benar.

KHAZANAH REPUBLIKA

Puasa Satu Bulan Penuh di Bulan Syaban, Bolehkah?

Rasulullah ﷺ memperbanyak puasa selama di bulan Syaban. Namun bolehkah seseorang berpuasa sebulan penuh selama Sya’ban?

“Puasa di bulan Syaban. Apakah setiap hari? Tidak boleh, Rasulullah ﷺ tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Jadi silahkan  berpuasa Senin-Kamis, puasa 15 hari lanjut full,” kata Pendakwah lulusan Universitas Islam Madinah, Ustadz Syafiq Riza Basalamah melalui siaran Youtube resminya. 

Ustadz melanjutkan, hanya saja hukumnya makruh bagi orang yang berpuasa setelah 15 Sya’ban. Padahal dia tidak pernah berpuasa sebelumnya. Ustadz Syafiq mengatakan, usahakan berpuasa di awal Sya’ban, namun apabila ingin berpuasa setelah tanggal 15 dibolehkan, hanya saja sebagian ulama memakruhkan hal itu.

“Yang tidak boleh berpuasa pada hari yang diragukan, umpamanya ini hari tanggal 29, besok 30 orang ribut ada yang mengatakan besok 1 Ramadhan, lalu berpuasa dengan harapan kalau besok Ramadhan ana puasa ramadhan, kalau gak sunnah. Ini hari yang diragukan, dperselisihkan. Kalau biasa puasa hari Senin puasa mau hari ini tanggal 29, 30, ana Senin biasa puasa, silahkan puasa, karena puasa Seninnya,” lanjut Ustadz.

Adapun Aisyah radhiyallahu anha mengatakan

وما رأَيتُ رسولَ اللهِ استكمَلَ صيامَ شهرٍ قطُّ إلَّا رَمَضانَ، وما رأيتُه أكثرَ صيامًا منه في شعبانَ

“Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah ﷺ berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah mengetahui beliau lebih banyak berpuasa daripada di bulan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim)

IHRAM

Apa yang Dilakukan di Bulan Syakban?

Pandemi virus corona menyita banyak perhatian kita beberapa waktu belakangan ini, sampai-sampai kita lupa bahwa bulan Ramadan akan segera tiba, padahal begitu banyak persiapan yang harus kita lakukan untuk menyambutnya, salah satunya adalah bekal ilmu.

Sebelum memasuki bulan Ramadan, ada satu bulan yang sering kita lalaikan, yakni bulan Syakban (bulan kedelapan). Bulan Syakban adalah bulan yang mulia, ia adalah bulan yang banyak dilalaikan orang, karena berada di antara dua bulan yang agung yaitu Rajab dan Ramadan, tidak ada yang memanfaatkan bulan Syakban sebaik mungkin dengan amal saleh selain orang yang diberikan taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berikut kami rangkum hal-hal yang diperintahkan untuk dilakukan di bulan Syakban:

Pertama, persiapan menyambut Ramadan.

Persiapan paling utama adalah ILMU DIIN, pengetahuan terkait amaliyah di bulan Ramadan.

Sebagian orang ada yang cuma tahu Ramadan adalah saatnya puasa, yang dilakukan adalah menahan lapar dari terbit fajar Shubuh sampai tenggelam matahari, cuma itu saja yang ia tahu. Saatnya sahur, berarti makan sahur, saatnya berbuka, pokoknya berbuka. Bertahun-tahun hanya diketahui seputar hal itu saja. Sampai-sampai ia hanya puasa namun tidak menjalankan shalat sama sekali di bulan Ramadan.

Selain puasa dari sisi rukun seperti tadi yang kita jalankan, ada juga amalan sunnah terkait puasa seperti mengakhirkan makan sahur dan menyegerakan berbuka puasa. Juga ada amalan shalat tarawih, membaca Alquran, sedekah, dan hal lainnya.

Kedua, memperbanyak puasa sunnah di bulan Syakban.

Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Syakban.” (HR. Bukhari, no. 1969 dan Muslim, no. 1156).

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah dalam Lathaif Al-Ma’arif mengatakan, “Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Syakban karena puasa Syakban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Syakban. Karena puasa di bulan Syakban sangat dekat dengan puasa Ramadan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadan.”

Ketiga, membayar utang puasa sebelum masuk bulan Ramadan.

Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban.”  (HR. Bukhari, no. 1950 dan Muslim, no. 1146).

Keempat, ulama menganjurkan untuk memperbanyak membaca Alquran sejak bulan Syakban untuk lebih menyemangati membacanya di bulan Ramadan.

Salamah bin Kahiil berkata,

كَانَ يُقاَلُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ القُرَّاءِ

“Dahulu bulan Syakban disebut pula dengan bulan para qurra’ (pembaca Alquran).”

Kelima, jauhi amalan yang tidak ada tuntunan di bulan Syakban atau menjelang Ramadan seperti:

  • mengkhususkan bulan Syakban untuk kirim doa pada leluhur.
  • mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Syakban sebelum masuk Ramadan.
  • padusan atau keramasan sebelum masuk Ramadan. Ini juga tidak perlu dilakukan karena tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam harus mandi besar sebelum masuk Ramadan.

Ingatlah!

Abu Bakr Al-Balkhi berkata,

شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقِيِّ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادُ الزَّرْعِ .

“Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Syakban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadan saatnya menuai hasil.”

Semoga jadi amalan penuh berkah di bulan Syakban dan kita dimudahkan berjumpa dengan bulan penuh berkah, yakni bulan Ramadan.


Gunungkidul, 27 Rajab 1441 H, 22 Maret 2020

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23687-apa-yang-dilakukan-di-bulan-syakban.html

Anjuran Membayar Zakat di Bulan Sya’ban

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, hendaknya seorang muslim benar-benar fokus untuk melakukan ibadah dan menebar kebaikan kepada sesama manusia. Salah satu cara menebar kebaikan adalah berusaha membayar zakat di bulan Sya’ban apabila memungkinkan. Bulan Sya’ban adalah tepat satu bulan sebelum Ramadhan, tujuan utamanya adalah agar orang miskin dan lemah bisa menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan tanpa harus terlalu pusing atau merasa susah dengan mencari makanan di bulan Ramadhan.

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan,

روي عن بعض السلف أنهم كانوا إذا دخل شعبان أخرجوا زكاة أموالهم تقوية للضعيف والمسكين على صيام رمضان

“Diriwayatkan bahwa sebagian salaf mengeluarkan zakat harta mereka di bulan Sya’ban dengan tujuan agar kaum miskin dan dhu’afa mampu menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan.” [Fathul Baari 13/311]

Zakat harta atau zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan setiap tahun, sehingga apabila harta kita terus di atas nishab, maka kita bisa rutin mengeluarkan zakat tepat di bulan Sya’ban setiap tahun.

Dari ‘Aisyah, beliau berkata

ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻻَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﻓِﻲْ ﻣَﺎﻝٍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺤُﻮْﻝَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﻮْﻝُ

Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, “Tidak ada zakat pada harta sampai harta itu berlalu setahun lamanya [HR. Ibnu Majah, shahih]

Perhatikan bagaimana para ulama dan orang shalih sebelum kita yang benar-benar perhatian dengan orang miskin dan lemah. Orang miskin dalam keseharian mereka terkadang waktu habis untuk mencari uang untuk sekedar bisa makan dan menyambung hidup. Dengan adanya zakat dan sedekah di bulan sya’ban dan Ramadhan, diharapkan mereka bisa fokus puasa dan fokus beribadah di bulan Ramadhan.

Memperhatikan orang miskin dan lemah adalah sebab turunnya pertolongan Allah bagi kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَبْغُوْنِي الضُّعَفَاءَ،  فَإِنَّمَا تُرْزَقُوْنَ وَتُنْصَرُوْنَ بِضُعَفَائِكُمْ

“Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah kalian, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah kalian.” [Ash-Shahihah no. 779]

Orang yang fakir danmiskin doa mereka lebih mustajab dan lebih ikhlas, berbesa dengan orang kaya yang terkadang sombong dan tidak ikhlas. Bisa jadi orang miskin tersebut mendoakan kita ketika menolong dan memperhatikan mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنما ينصُر الله هذه الأمةَ بضعيفها: بدعوتِهم، وصلاتِهم، وإِخلاصهم

“Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan sebab orang-orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan doa, shalat dan keikhlasan mereka.” [HR Nasa’i. 3179]

Bukan hanya zakat mal yang disarankan untuk dibayar, bahkan di bulan Ramadhan kita dianjurlan untuk banyak bersedekah untuk membantu saudara kita yang miskin dan kesusahan dan ini dicontohkan oleh suri teladan kita yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau samgat dermawan dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan

‘Aisyah berkata,

ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠّٰـﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﺟْﻮَﺩَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ، ﻭَﺃَﺟْﻮَﺩُ ﻣَﺎ ﻳَـﻜُﻮْﻥُ ﻓِـﻲْ ﺭَﻣَﻀَﺎ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan.” [HR. Bukhari & Muslim]

Hendaklah kita yakin bahwa apa yang kita zakatkan dan sedekahkan akan mendapat ganti dari Allah yang jauh lebih baik. Itulah iman kita kepada Allah dan hari akhir.

Allah berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/46434-anjuran-membayar-zakat-di-bulan-syaban.html

Bulan Syaban Jadi Warming Up Jelang Ramadhan

Syaban sebagai bulan pemantapan iman, persiapan mental-spiritual sebelum Ramadhan.

Bulan Syaban bisa menjadi ajang warming up atau pemanasan menyambut bulan suci Ramadhan. Sebab, Syaban menjadi bulan yang dianjurkan agar memperbanyak puasa sunnah.

“Dia jadi warming up untuk masuk Ramadhan. Makanya nabi menganjurkan memperbanyak puasa di bulan Syaban,” kata Pemimpin Umum Wahdan Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin kepada Republika.co.id, Selasa (9/4).

Dalam sejumlah dalil, dia menuturkan Rasulullah SAW paling banyak manjalankan ibadah puasa sunnah saat bulan Syaban. Dia mengatakan, tidak ada amalan khusus yang harus dilakukan saat bulan Syaban selain berpuasa, sesuai anjuran Rasulullah SAW.

“Tak ada contoh khusus, selain puasa sunnah itu, ditingkatkan kualitasnya jelang Ramadhan,” ujar Ustaz Zaitun.

Dosen pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah, Muhbib Abdul Wahab pernah menuliskan Allah SWT ‘memonitor’ semua makhluknya pada malam pertenganan (nishfu) Syaban untuk mengampuni hambanya yang beristigfar, kecuali orang musyrik dan orang saling bermusuhan. Sebagai persiapan memasuki bulan Ramadhan, umat Islam bisa bermuhasabah dengan qiyamulail, bertobat, beristigfar, bermunajad saat bulan Syaban.

Sejarah mencatat, Allah menetapkan perubahan arah kiblat umat Islam dari Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis, Palestina ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Saudi. Perubahan arah kiblat tersebut membawa hikmah besar bagi Rasulullah SAW maupun umat Islam, yakni peneguhan akidah taujid dan signifikasi persatuan umat.

Karena itu, pemaknaan Syaban sebagai bulan pemantapan iman, persiapan mental-spiritual sebelum Ramadhan, dan persatuan umat Islam menjadi revelan dengan arti dan konteks historis bulan tersebut. Nama Syaban karena saat itu orang Arab banyak berpencar mencari mata air, sehingga tercerai berai. Mencari air di tengah padang pasir mengandung makna berjuang mati-matian mempertahankan hidup dan meraih masa depan yang lebih baik.

Manurut dia, bulan Syaban harus diisi dengan memperbanyak amalan sunnah yang dapat menyegarkan spiritualitas dan moralitas. Dengan demikian, umat Islam benar-benar siap berpuasa lahir batin saat Ramadhan.

 

KHAZANAH REPUBLIKA

Gambaran Menawan Bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

DALAM buku “Lathâ`ifu al-Ma’ârif fîmâ limawâsim al-‘Âm min al-Wadzâ`if” (1999: 234), Ibnu Rajab al-Hanbali menukil gambaran menawan dari ulama terkait bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Di antaranya adalah apa yang diutarakan oleh Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi rahimahullah, dan sebagian ulama lainnya.

“Bulan Rajab,” tutur Abu Bakar al-Balkhi rahimahullah, “adalah bulan bertanam. Sedangkan Sya’ban adalah bulan pengairan tanaman. Adapun Ramadhan adalah bulan panen tanaman.” Bila diperhatikan secara saksama, apa yang dianalogikan olehnya begitu menawan.

Penggambaran Rajab dan Sya’ban sebagai bulan atau momentum untuk bertanam dan pengairan adalah di antara upaya persiapan untuk menuju panen raya Ramadhan. Bagi yang menghendaki sukses besar di bulan penuh berkah, mau tidak mau harus menyiapkannya dengan baik, utamanya bulan Rajab dan Sya’ban.

Terlebih, kalau melihat tradisi salaf, persiapan mereka bukan saja sejak bulan Rajab, tapi enam bulan sebelum Ramadhan. Artinya mereka sangat serius dalam menghadapi Ramadhan. Ibarat petani, mereka sudah menyiapkan benih-benih amal dan segenap sarananya untuk dipanen di ‘tanah subur Ramadhan’.

Pada kesempatan lain, Abu Bakar al-Balkhi rahimahullah memberi tamsil lain. “Perumpaan bulan Rajab,” gumam beliau, “laksana angin. Sedangkan Sya’ban bagaikan mendung. Dan Ramadhan seperti hujan.”

Begitu indah gambaran ini. Bulan Rajab diibaratkan seperti angin yang menghembuskan amal-amal kebaikan, yang kemudian kian menggumpal di bulan Sya’ban sehingga menjadi mendung amal kebaikan, yang kemudian akan menjadi hujan berkah, rahmat, dan maghfirah di bulan Ramadhan.

Sebagian ulama juga memberi gambaran menarik mengenai tiga bulan ini, “Tahun laksana pohon. Bulan Rajab adalah masa berdaun; Sya’ban saat bercabang;  sedangkan Ramadhan adalah waktu untuk memetik (buah). Para pemetiknya adalah orang-orang beriman.”

Gambaran pohon ini juga sangat menarik. Bila satu tahun penuh diibaratkan pohon, maka Rajab adalah masa di mana daun pohon amal saleh bertumbuh. Kemudian diikuti dengan bulan Sya’ban yang menggambarkan amal-amal kebaikan semakin intensif dan bercabang. Puncaknya adalah Ramadhan, yaitu: ketika persiapan-persiapan serius di bulan Rajab dan Sya’ban bisa dipetik buahnya di bulan yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah.

Apa yang digambarkan ulama terkait bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan tadi, bukan saja menunjukkan bagaimana pentingnya persiapan amal menuju Ramadhan, tapi di sisi lain juga menggambarkan hal lain yang jarang terpikirkan: dengan berbekal iman dan takwa, mereka mampu memilih diksi yang indah dalam menggambarkan romantisme bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan.

Itulah yang membedakan mereka dengan yang lainnya. Amalan-amalan yang dipersiapkan bukan sekadar masalah kebenaran dan kebaikan yang mesti dijalani sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, namun mereka juga tidak meninggalkan keindahan.

Kebenaran, kebaikan dan keindahan mampu mereka tuangkan dalam bentuk tamsil sastrawi yang harmoni sejak dari persiapan hingga Ramadhan. Persiapan amal yang dilakukan bukan sekadar rutinitas fisik, tapi bagaimana bisa menjalaninya dengan asyik.

Dengan menyiapkan amal di bulan Rajab, Sya’ban hingga Ramadhan, seakan mereka sebagai petani mujur yang siap panen raya;  atau sinergi harmonis antara angin, mendung hingga hujan; atau pohon yang daunnya bersemi, rantingnya bertumbuh hingga menghasilkan buah ranum yang bisa dipetik di bulan Ramadhan.*/Mahmud Budi Setiawan

 

HIDAYATULAH

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini! Dengan aplikasi ini, Anda juga bisa ngecek Porsi Haji dan Visa Umrah Anda.

 

Keistimewaan Bulan Syaban Berikut Amalan Sunnah di Dalamnya

Ada beberapa hadis shahih yang menunjukkan keistimewaan di bulan Sya’ban, di antara amalan tersebut adalah memperbanyak puasa sunnah selama bulan Sya’ban.

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,

يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ هِلَالِ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ، ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ، عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا، ثُمَّ صَامَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perhatian terhadap hilal bulan Sya’ban, tidak sebagaimana perhatian beliau terhadap bulan-bulan yang lain. Kemudian beliau berpuasa ketika melihat hilal Ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan, beliau genapkan Sya’ban sampai 30 hari.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An Nasa’i dan sanad-nya disahihkan Syaikh Syu’aib Al Arnauth)

Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan,

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَانَ، وَيَصِلُ بِهِ رَمَضَانَ

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya’ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan.” (HR. An Nasa’i dan disahihkan Al Albani)

Hadis-hadis di atas merupakan dalil keutamaan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, melebihi puasa di bulan lainnya.

Apa Hikmahnya?

Ulama berselisih pendapat tentang hikmah dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, mengingat adanya banyak riwayat tentang puasa ini.

Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. An Nasa’i, Ahmad, dan sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)

Memperbanyak Ibadah di Malam Nishfu Sya’ban

Ulama berselisih pendapat tentang status keutamaan malam nishfu Sya’ban. Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut keterangannya:

Pendapat pertama, tidak ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah –dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban– mengatakan, “Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan bulan Sya’ban dan nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At Tahdzir min Al Bida’, Hal. 11)

Sementara riwayat yang menganjurkan ibadah khusus pada hari tertentu di bulan Sya’ban untuk berpuasa atau qiyamul lail, seperti pada malam Nisfu Sya’ban, hadisnya lemah bahkan palsu. Di antaranya adalah hadis yang menyatakan,

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berkata, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia. Adakah demikian dan demikian?’ (Allah mengatakan hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah: 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman: 3/378)

Keterangan:

Hadits ini dari jalan Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadis ini statusnya hadis maudhu’/palsu, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Ibnu Abi Sabrah yang tertuduh berdusta, sebagaimana keterangan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam at-Taqrib . Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentangnya, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[Silsilah Dha’ifah, no. 2132.]

Mengingat hadis tentang keutamaan menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dan berpuasa di siang harinya tidak sah dan tidak bisa dijadikan dalil, maka para ulama menyatakan hal itu sebagai amalan bid’ah dalam agama.[Fatawa Lajnah Da’imah: 4/277, fatwa no. 884.]

Pendapat kedua, terdapat keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah, At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).

Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, “…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…” (Majmu’ Fatawa, 23:123)

Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu…” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).

KONSULTASI SYARIAH

Amalan-amalan Sya’ban “Pemanasan” Menuju Ramadhan

DIRIWAYATKAN dari Anas bin Malik bahwasannya umat Islam di masa beliau jika memasuki bulan Sya’ban, maka mereka sibuk dengan mushaf-mushaf dan mereka membacanya, mereka juga mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka untuk memperkuat orang-orang yang lemah dan miskin dalam menghadapi puasa Ramadhan. (Latha`if Al Ma’arif, hal. 258)

Dari apa yang disampaikan Al Hafidz Ibnu Rajab tersebut nampaklah bahwasannya amalan-amalan bulan Ramadhan sudah mulai dikerjakan di bulan Sya’aban. Hal itu diperkuat dengan amalan para ulama.

Memperbanyak Membaca Al Quran

Di bulan Rajab, para salaf shalih semakin memfokuskan diri untuk membaca Al Qur`an meski Ramadhan belum tiba. Sebagaimana dilakukan oleh Amru bin Qais Al Mula`i jika telah memasuki bulan Sya’ban, maka ia menutup kedainya dan menyibukkan diri dengan membaca Al Qur`an. (Latha`if Al Ma’arif, hal. 258)

Puasa Sya’ban

Puasa di bulan Sya’ban merupakan perkara yang disunnahkan. Aisyah Radhiyallahu’anhu menyampaikan,”Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyempurnakan puasa kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku tidak mengetahui dalam suatu bulan lebih banyak puasa dibanding Sya’ban.” (Riwayat Al Bukhari)

Mengqadha’ Puasa

Karena kedekatannya dengan Ramadhan, maka disunnahkan untuk mengqadha’ puasa sunnah di bulan Sya’ban. Namun bagi siapa yang masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan, maka dilarang untuk menangguhkan untuk menqadha’nya setelah Ramadhan ke dua tanpa udzur. Jika mengakhirkan qadha’ sampai Ramadhan ke dua tanpa udzur, maka wajib baginya disamping mengadha’ puasa memberi makan kepada orang miskin menurut madzhab Al Maliki, Asy Syafi’i dan Al Hanbali. Sedangkan untuk madzhab Al hanafi, cukup mengqadha’ saja. (lihat, Latha’if Al Ma’arif, hal. 258)

Persiapkan Fisik Hadapi Ramadhan

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwasannya Rasulullah Shallahu Alihi Wasallam bersabda,”Janganlah kalian mendahului Ramadhan (dengan berpuasa) sehari atau dua hari. Kecuali bagi siapa yang berpuasa, maka ia hendaklah berpuasa.” (Riwayat Al Bukhari)

Al Hafidz Ibnu Rajab menjelaskan beberapa pandangan mengenai sebab dimakruhkannya melaksanakan puasa sunnah mutlak sehari atau dua hari menjelang Ramadhan, salah satunya adalah agar dikuatkan dalam menghadapi puasa Ramadhan. (Latha`if Al Ma’arif, hal. 273-276)

Tidak Mengumbar Nafsu Makan-Minum Sebelum Ramadhan

Meski ada dorongan untuk memperkuat fisik dalam menghadapi bulan Ramadhan, namun bukan berarti seseorang didorong untuk melampiaskan makan dan minumnya sepuas-puasnya sebelum memasuki Ramadhan, karena ketika mereka berada di bulan Ramadhan tidak bisa melakukannya. Tradisi buruk ini disebut dengan tanhis, yakni hari-hari untuk melakukan perpisahan dengan makan dan minum sebelum bulan Ramadhan. (Latha`if Al Ma’arif, hal. 273-276).*

 

HIDAYATULLAH

 

————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Share Aplikasi Andoid ini ke Sahabat dan keluarga Anda lainnya
agar mereka juga mendapatkan manfaat!

Keutamaan Bulan Syakban Berdasarkan Hadis Sahih

BERIKUT kami cantumkan beberapa hadis sahih yang menyebutkan keutamaan bulan Syaban:

Dari Aisyah radliallahu anha, beliau mengatakan, “Terkadang Nabi shallallahu alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Syaban.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan, “Belum pernah Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Syaban. Terkadang hampir beliau berpuasa Syaban sebulan penuh.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan perhatian terhadap hilal bulan syaban, tidak sebagaimana perhatian beliau terhadap bulan-bulan yang lain. Kemudian beliau berpuasa ketika melihat hilal ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan, beliau genapkan syaban sampai 30 hari.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, An Nasai dan sanad-nya disahihkan Syaikh Syuaib Al Arnauth)

Ummu Salamah radliallahu anha mengatakan, “Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam belum pernah puasa satu bulan penuh selain Syaban, kemudian beliau sambung dengan ramadhan.” (H.R. An Nasai dan disahihkan Al Albani)

Dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya, “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana anda berpuasa di bulan Syaban. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (H.R. An Nasai, Ahmad, dansanad-nya di-hasan-kan Syaikh Al Albani)

Dari Abu Musa Al Asyari radliallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Syaban. Maka Dia mengampuni semua makhluqnya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, At Thabrani, dan disahihkan Al Albani). [Ustaz Ammi Nur Baits]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2376693/keutamaan-bulan-syakban-berdasarkan-hadis-sahih#sthash.MesuEa7r.dpuf

 

Baca juga:

Keutamaan Bulan Syaban yang Diabaikan Umat Islam