Dalam hadits Nabi SAW dinyatakan apabila bulan puasa tiba, maka terbuka pintu-pintu surga, tertutup pintu-pintu neraka, dan setan-setan terbelenggu,. Namun, kenyataannya masih banyak orang yang berbuat maksiat di Bulan Ramadhan, yang mana sebagian orang menganggap bahwa perbuatan maksiat itu dilakukan karena godaan setan.
Ahli tafsir Indonesia, M Quraish Shihab menjelaskan tentang makna ‘setan terbelenggu’ dalam hadis tersebut. Menurut dia, hadis tersebut dapat dipahami dalam pengertian majazi dan dapat juga secara hakiki.
Dalam pengertian majazi, menurut dia, hadits tersebut mengandung makna bahwa bulan puasa adalah bulan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Di dalamnya Allah melimpahkan ganjaran yang luar biasa serta membuka pintu-pintu ampunan-Nya.
Dengan sedikit amal saja, kata dia, manusia dapat memperoleh ganjaran yang banyak untuk mengantarnya ke surga, sehingga surga dalam bulan puasa itu bagaikan selalu terbuka, sedangkan neraka karena banyaknya pengampunam Allah bagaikan tertutup.
Alumni Al Azhar Mesir ini mengatakan, karena kesadaran manusia begitu tinggi setan-setan bagaikan terbelenggu. Jika hadits tersebut dipahami secara hakiki, maka dapat dikatakan bahwa kedurhakaan muncul akibat godaan setan dan rayuan nafsu.
“Di bulan puasa, memang setan terbelenggu. tapi ada orang-orang yang hawa nafsunya tidak terkendali, mereka itulah yang melakukan kedurhakaan,” ujar Quraish seperti dikutip dalam bukunya berjudul ‘M. Quraish Shihab Menjawab-1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui’, Jumat (18/5).
Dia menambahkan, ulama-ulama telah menjelaskan bahwa ada perbedaan antara godaan setan dan rayuan nafsu. Menurut dia, setan menggoda dengan tujuan merugikan manusia atau paling tidak menjadikannya tidak beruntung.
“Karena itu, setan dapat mengubah dari saat ke saat rayuannya jika dia gagal dalam rayuan pertama. Sehingga bila dia menginginkan sesuatu, dia tidak akan mengubah dan terus mendesak hingga keinginannya tercapai,” jelas Quraish.
Displin
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), KH Ahmad Satori Ismail menyampaikan, salah satu tujuan puasa Ramadhan untuk mendisiplinkan diri. Sebab untuk mendapatkan keutamaan puasa Ramadhan seorang Muslim harus disiplin dalam menjalankan seluruh aktivitas ibadahnya selama Ramadhan.
KH Satori mengatakan, seorang Muslim ketika berpuasa akan menjauhi segala sesuatu yang dapat membatalkan puasanya. Pikirannya akan selalu siap siaga untuk menjaga diri dari sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan mengurangi pahala puasa.
“Ketika pikirannya selalu waspada maka akan menjadi orang yang betul-betul disiplin,” kata KH Satori kepada Republika.co.id, Jumat (18/5).
Di bulan Ramadhan semua amal dilipat gandakan, bahkan yang sunah dilaksanakan seperti melaksanakan yang wajib. Shalat berjamaah dilakukan dengan disiplin. Selain itu, shalat sunah menjadi rajin sehingga akan terbiasa melaksanakan shalat sunah meski Ramadhan telah berlalu.
Saat tiba waktu buka puasa, Muslim disarankan menyegerakan buka puasa. Sahur pun disarankan tepat waktu. Maksudnya agar setelah sahur bisa langsung mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat subuh. “Semua ini harus dilakukan dengan disiplin untuk mendapatkan keutamaan puasa Ramadhan,” ujarnya.
KH Satori juga menerangkan, puasa berkaitan dengan keimanan seseorang. Orang yang imannya kuat puasanya akan lebih baik kualitasnya. Oleh sebab itu di dalam Alquran dikatakan, ya ayyuhalladzina amanu kutiba ‘alaikumush shiyamu kama kutiba ‘alal ladzina min qablikum la’allakum tattaqun.
“Karena ini (puasa Ramadhan) berkaitan dengan keimanan, kalau orang imannya kuat puasanya akan semakin kuat,” ujarnya.
KH Satori juga menceritakan betapa disiplinnya Rasulullah. Menjelang tiba waktunya bulan Ramadhan, Nabi Muhammad SAW senantiasa menunggu datangnya bulan Ramadhan. Rasulullah sangat disiplin sepanjang hari termasuk saat sahur dan buka puasa.
Rasulullah sangat takut sekali waktu di bulan Ramadhan hilang meski hanya satu detik. Maka seluruh waktu dimanfaatkan oleh Rasulullah untuk ibadah kepada Allah SWT. Rasulullah pun meningkatkan sedekah dan amalnya saat bulan Ramadhan. “Tidak ada waktu kosong kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah,” kata KH Satori.