MEMINTA-MINTA adalah sikap yang sama sekali tidak diajarkan oleh Rasulullah Saw. Demikian juga para nabi dan rasul sebelum beliau, tidak ada yang mengajarkan untuk meminta-minta kepada manusia. Para utusan Allah Swt justru memberikan keteladanan berupa kemandirian.
Sejak belia, Nabi Muhammad Saw sudah bekerja sebagai penggembala. Saat beranjak dewasa, beliau bekerja sebagai pedagang. Bagaimana dengan nabi-nabi sebelumnya? Nabi Nuh AS. adalah seorang tukang kayu, Nabi Musa AS adalah penggembala, dan Nabi Daud AS adalah seorang pandai besi. Ini adalah sebagian keteladanan yang dicontohkan oleh para utusan Allah Swt dimana mereka mengajarkan kepada kita untuk tidak hidup dari meminta-minta kepada manusia.
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh, seseorang dari kalian mengambil talinya lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, kemudian ia menjualnya, sehingga dengannya Allah menjaga kehormatannya. Itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada manusia. Mereka memberinya atau tidak memberinya”.[HR. Bukhari]
Saudaraku yang dirahmati Allah, sesungguhnya meminta-minta itu bukanlah perbuatan yang diajarkan dalam Islam. Bahkan, hukum asalnya pun adalah haram. Meminta-minta hanya dibolehkan untuk keperluan yang berkenaan dengan kepentingan umum umat Islam, seperti untuk pembangunan sarana peribadatan, pendidikan, bantuan untuk fakir-miskin dan anak-anak yatim.
Namun, untuk kepentingan seperti tersebut di atas pun, tetap harus diperhatikan cara melakukannya. Yaitu, dengan cara mendatangi orang-orang yang memiliki kelebihan harta kekayaan kemudian membicarakan keperluan-keperluan itu dengan baik. Atau dengan mengumumkan keperluan-keperluan itu di masjid, atau cara lain yang sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Fenomena meminta-minta yang seringkali kita temukan saat ini di mana banyak sekali bagian dari umat ini yang meminta-minta di jalanan, itu bukanlah hal yang patut dilakukan. Karena, selain tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw, tata cara seperti itu juga bisa menimbulkan citra yang kurang baik bagi Islam dan kaum muslimin.
Namun, apakah umat Islam dilarang secara total dari perbuatan meminta-minta atau adakah golongan yang dikecualikan? Salah seorang sahabat Rasulullah Saw yaitu Qabishah bin Mukhariq al Hilali RA meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw pernah berkata kepadanya,
“Wahai, Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah seorang dari tiga macam: (1) seseorang yang menanggung utang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti (tidak meminta-minta lagi), (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) orang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan “Si Fulan telah ditimpa kesengsaraan,” ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain tiga hal itu, wahai Qabishah, adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.[HR. Muslim]
Betapa tidak terhormatnya sikap meminta-minta ini hingga Rasulullah Saw bersabda, “Seseorang senantiasa minta-minta kepada orang lain hingga ia akan datang pada hari Kiamat dengan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya”.[HR. Bukhari]
Dalam hadits ini Rasulullah Saw bermaksud untuk menegaskan betapa buruknya perilaku kebiasaan meminta-minta kepada manusia. Dengan hadits tersebut di atas, Rasulullah Saw menyampaikan bahwa di akhirat kelak, wajah orang-orang yang terbiasa meminta-minta kepada manusia selama hidup di dunia, tidak akan terdapat daging pada wajahnya, yang nampak hanyalah bagian tengkoraknya saja.
Kondisi ini adalah hukuman bagi orang-orang yang enggan melepaskan diri dari kebiasan untuk meminta-minta tanpa sedikitpun ada rasa malu di dalam dirinya.
Islam mensyariatkan kepada para pemeluknya dari sikap mental peminta-minta. Maksud sikap meminta-minta ini adalah ketika seseorang terbiasa hidup dari meminta-minta kepada orang lain, baik uang ataupun hal-hal lainnya, meski sebenarnya hal-hal yang dia pinta itu bukanlah sesuatu yang ia butuhkan secara mendesak.
Di dalam Al Quran Allah Swt. berfirman: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan, apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” (QS. Al Baqarah [2]: 273).
Tentang ayat ini, Ibnu Katsir menerangkan bahwa di dalam ayat ini Allah Swt. berkehendak agar umat-Nya tidak memelas dalam meminta-minta kepada manusia dan juga supaya mereka tidak meminta dengan memaksa kepada manusia, meminta sesuatu yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Karena, orang yang meminta-minta padahal sebenarnya dia memiliki sesuatu yang bisa mencegahnya dari meminta-minta, maka sungguh orang itu termasuk yang meminta-minta kepada manusia secara paksa.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah RA, Rasululah Saw bersabda, “Barangsiapa yang meminta-minta harta orang lain untuk dikumpulkannya maka sungguh dia telah meminta barak api jahannam, maka hendaklah dia mempersedikitkannya atau memperbanyakannya”. [HR. Muslim]
Untuk memperkuat penjelasan tentang jeleknya sikap meminta-minta, mari kita simak ulasan Abu Hamid Al Ghazali.Ia memaparkan, “Pada dasarnya meminta-minta itu adalah haram, namun dibolehkan karena adanya tuntutan atau kebutuhan yang mendesak yang mengarah kepada tuntutan, sebab meminta-minta berarti mengeluh terhadap Allah, dan di dalamnya terkandung makna remehnya nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada hamabaNya dan itulah keluhan yang sebenarnya. Pada meminta-minta terkandung makna bahwa peminta-minta menghinakan dirinya kepada selain Allah Taala dan biasanya dia tidak akan terlepas dari hinaan orang yang dipinta-pinta, dan terkadang dia diberikan oleh orang lain karena faktor malu atau riya, dan ini adalah haram bagi orang yang mengambilnya”.
Dari Samuroh bin Jundub RA. bahwa Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta itu sama seperti seseorang menggores wajahnya sendiri kecuali jika dia meminta kepada penguasa atau meminta karena darurat”. [HR. At Tirmidzi]
Di dalam kehidupan kita saat ini, kita menemukan bahwa meminta-minta tidak lagi hanya didasarkan karena keterpaksaan belaka. Ada orang-orang yang menjadikan cara meminta-minta kepada manusia sebagai cara mereka memperoleh penghidupan. Mereka meminta-minta dalam keadaan yang tidak terpaksa karena sebenarnya mereka tidak sedang benar-benar membutuhkan apa yang mereka pinta. Bahkan, ada juga yang menjadi peminta-minta padahal kehidupannya tidak terkategori sebagai orang yang kekurangan.
Dalam salah satu haditsnya, Nabi Muhammad Saw. telah menjelaskan standar kaya yang mengharamkan seseorang untuk meminta-minta. Hadits ini diriwayatkan oleh Sahl bin Hanzhalah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, “Barangiapa yang meminta-minta padahal dia memiliki apa yang membuatnya berkecukupan maka sesungguhnya dia memperbanyak meminta neraka jahannam. Para sahabat bertanya, “Apakah ukuran yang menjadikan seseorang dikatakan berkecukupan?” Rasulullah Saw. menjawab, “Apa yang bisa membuat dia makan dan menyambung hidupnya”.
Sahabatku yang mulia, sesungguhnya panutan kita, Muhammad Saw sangat menghargai dan menyukai pekerjaan seseorang meskipun hanya menghasilkan upah yang sedikit, ketimbang orang yang hanya menengadahkan tangannya kepada orang lain. Meskipun pekerjaan seseorang itu hanya pedagang asongan, buruh bangunan, atau pekerjaan-pekerjaan lainnya yang menurut sebahagian pandangan masyarakat kita dinilai sebagai pekerjaan yang remeh, itu adalah sebuah kebaikan yang teramat besar dibandingkan orang yang hanya mengandalkan hidupnya dari meminta-minta kepada orang lain.
Dalam sebuah keterangan dari Zubair bin Awwam RA. Disebutkan bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Seandainya salah seorang dari kalian mencari kayu bakar dan memanggulnya di atas punggungnya, sehingga dengannya ia dapat bersedekah dan mencukupi kebutuhannya (sehingga tidak meminta kepada) orang lain, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik ia memberinya atau menolak permintaannya. Karena tangan yang di atas itu lebih utama dibanding tangan yang di bawah. Dan mulailah (nafkahmu dengan) orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu.” [HR. Muttafaqun alaih].
Saudara-saudaraku yang dicintai Allah, demikianlah ketujuh wasiat yang disampaikan oleh suri teladan kita Muhammad Saw kepada sahabatnya yaitu Abu Dzar Al Ghifari RA. Meskipun wasiat atau nasehat ini ditujukan kepada Abu Dzar RA, akan tetapi yang dimaksud Rasulullah Saw adalah seluruh umatnya hingga masa kini dan masa nanti. Termasuk kita, termasuk anda, termasuk saya.
Segala yang diwasiatkan Rasulullah Saw tiada lain dan tiada bukan adalah sebagai pedoman bagi kita untuk bisa meraih kebahagiaan hidup baik di dunia dan di akhirat. Tak ada satupun wasiat yang beliau sampaikan dengan tanpa tujuan apalagi dengan kesia-siaan. Semoga kita bisa mengamalkan ke-tujuh wasiat Rasulullah Saw. ini sehingga kita menjadi bagian dari golongan orang-orang yang oleh Allah Swt. diberi kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin. [smstauhiid/habis]