BARU saja saya ngobrol via telepon dengan seorang kiai unik. Temanya biasa-biasa saja, tentang keadaan lingkungan sekitar, mulai tentang sepinya jalan raya di daerahnya dan bertambahnya orang bingung dengan penghasilan harian yang biasa digunakan mereka untuk biaya hidup sehari itu. Lalu kami berbincang tentang hal lainnya.
Di tengah perbincangan beliau berkata bahwa semalam beliau mendapatkan perintah dari “tamu spesial”nya seusai riyadlah dan istikharah mengenai penyebaran virus corona di Indonesia itu. Tamu itu menyarankan tiga hal agar urusan virus corona ini cepat selesai. Pertama adalah diperintahkan banyak membaca shalawat kepada Rasulullah. Tentu, tentang faidah atau hikmah shalawat ini tidak perlu saya bahas. Kita semua tahu kedahsyatan shalawat ini. Cuma kita sering melupakannya. Inilah penyakitnya.
Perintah kedua adalah disuruh selalu memohon hujan. Menurut tamu itu, turunnya hujan akan mampu memperingan laju perkembangan virus ini. Apa benar? Para ahli sains dipersilahkan untuk menjawab dan menganalisanya. Tentu kehadiran sinar matahari kita juga sudah sepakati bahwa ia bisa membantu menjauhkan kita dari virus. Lalu bagaimana dengan hujan? Apakah air barakah dari langit ini mampu memaksa virus masuk ke dalam tanah dan kemudian mati? Saya tak tahu, namun ya semoga.
Perintah ketiga sang tamu adalah “jangan panggil virus corona itu dengan corona 19.” Itu nama asli yang membuatnya manja dan akan selalu hadir. Sebut saja dengan corona 20, maka virus itu akan bingung lalu pergi karena bukan namanya yang disebut. Unik, bukan? Kiai unik bicara tentang tamu unik kepada saya yang tidak unik. Maka bingung jugalah saya. Namun, tentang shalawat itu, siapa yang mampu menyangkal keluarbiasaan fadilahnya? Salam, AIM. [*]
Oleh KH Ahmad Imam Mawardi