Kita Iri Padanya

DAI itu milik umat ketika sehat, milik istri ketika sakit, dan milik Allah karena kita semua milik-Nya dan kepada-Nyalah kita akan kembali. Sebenarnya kita sedih ditinggal Ustadz Syuhada Bahri.

Seorang dai sekaligus Bapak Para Dai (Abu Duat). Bahkan kemarin siang dalam sambutannya Ustadz Abdul Wahid Alwi menyebut almarhum termasuk ulul azmi minaddu’at, di antara dai yang sabar menghadapi sulitnya tantangan dakwah.

Betapa banyak jasa beliau mendakwahi dan mengislamkan orang-orang di pedalaman. Hampir seluruh pelosok tanah air pernah beliau datangi, bukan untuk berwisata, tapi untuk berdakwah.

Khususnya Timor timur sebelum lepas dari NKRI. Pernah beliau berkata kepada kami, beliau hapal betul sampai gang-gang kecil di kota Dili saking seringnya di sana.

Tidak cuma berdakwah, tapi beliau juga mengirim dai-dari ke pelosok, pulau-pulau terpencil dan wilayah perbatasan tanah air. Sebagai Ketua Umum Dewan Dakwah periode 2007-2014, beliau meneruskan kebijakan -Allahu yarham Pak Natsir yang dari dulu mengirimkan dai ke pelosok.

Hanya saja di jaman Ustadz Syuhada dainya bergelar S1 yang sebelumnya digembleng di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah M. Natsir di Tambun, Bekasi.

Di jaman kepemimpinan Ustadz Syuhada juga dilaksanakan Program KSU, Kaderisasi Seribu Ulama (yang sekarang diadopsi Baznas), dengan tujuan mencetak 200 doktor, 400 magister dan 400 non-gelar (mulazamah).

Dari tahun 2007 sd 2014, di mana kerjasama dengan Baznas terhenti, program ini sudah menghasilkan 69 doktor dan 254 magister yang tersebar di berbagai ormas, tidak cuma di Dewan Dakwah. Tahun 2021 program kaderisasi ulama di bawah Ketua Umum Dr. Adian Husaini kembali dilanjutkan.

Di setiap pembekalan terhadap peserta KSU, Ustadz Syuhada sering menekankan pentingnya niat (nawaitu) dalam berjuang. Dan contoh yang beliau berikan adalah Perang Uhud.

“Satu  orang saja tidak lurus niatnya, pertolongan Allah tidak akan datang,” kata beliau.

Sebagaimana kita ketahui, dalam Perang Uhud ada 35 tentara Islam yang niatnya tidak lurus karena silau dengan harta, sehingga kaum muslimin akhirnya menderita kekalahan waktu itu. Berkaca dari situ Ustadz Syuhada berpesan, “Kalau ada satu orang saja niatnya tidak lurus, hanya ingin mengejar gelar doktor, jangan harap pertolongan Allah akan tiba!” Demikian beliau mengarahkan kadernya yang level intelektual.

Selepas menjalankan amanat sebagai ketua umum Dewan Dakwah tidak membuat beliau berhenti berdakwah. Beliau tetap berdakwah dan terus berdakwah, karena memang itulah DNA beliau.

Ustadz Syuhada juga bersama Ketua Umum Parmusi, organisasi yang dulu bergerak di bidang politik praktis, mengubah organisasi tersebut menjadi organisasi yang fokus di bidang dakwah. Bahkan dari tahun 2017 sampai sekarang beliau sudah membina 5000 dai di berbagai daerah bawah Parmusi.

Soal pembangunan masjid, termasuk masjid al-Muhajirin di depan rumahnya, tidak terhitung banyaknya beliau membantu. Dewan dakwah sendiri sampai sekarang sudah membantu pembangunan 800-an masjid di seluruh penjuru tanah air. Belum lagi sekolah dan pesantren yang berada di bawah Dewan Dakwah.

Hidup Ustadz Syuhada memang untuk dakwah dan umat. Maka kata beliau, dai ini milik umat.

Baru kalau beliau sakit, di rumah saja tidak bisa kemana-mana menjadi milik dan dirawat istri.

Minggu lalu, saya sempet menjenguk beliau di kediamannya. Beliau hanya tiduran di tempat tidur dengan bantuan oksigen sambil mendengarkan bacaan murotal, istrinyalah -Bu Dewi yang merawatnya.

Kememarin,  saya menyaksikan orang-orang menshalatkan beliau di masjid al-Muhajirin bergantian tak habis-habis. Pada saat pelepasan ke Masjid al-Furqan juga kata-kata persaksian yang disampaikan membuat orang banyak menangis.

Saya memang tidak mengiringinya ke masjid al-Furqan di Jl. Kramat Raya 45 Salemba, markas Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia karena sedang kurang sehat. Tapi saya menyaksikan secara live dari video kawan di Facebook.

Begitu banyak orang yang menshalatkan di sana termasuk pak Gubernur DKI, Anies Baswedan, Wakil Ketua MPR Zulkifli Hasan, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan banyak orang penting lainnya. Kembali, untaian kata orang-orang yang memberikan sambutan membuat kita semua terharu.

Beliau yang sudah banyak meninggalkan legacy (warisan) bagi dakwah Islam dan NKRI, wafat di hari Jumat, sayyidul ayyam, hari baik. Juga wafat di bulan Rajab, bulan haram, bulan mulia. Almarhum dishalatkan dan didoakan oleh banyak orang-orang baik di tempat mulia, di masjid al-Furqon Kramat Raya. Itulah tanda kebaikan wafatnya beliau.

Kita sedih ditinggal beliau. Tapi sebenarnya kita iri kepadanya.

Almarhum meninggal dengan cara dan kesempatan yang baik setelah meninggalkan kebaikan yang banyak. Semoga hamba yang jauh kedudukan dengan almarhum ini kelak Allah kumpulkan bersamanya di Surga, bersama Nabi, para shiddiqin, dan orang-orang shalih lainnya. Amiin.*

Dosen UIKA-Bogor dan Peneliti INSISTS

HIDAYATULLAH