Manusia sebagai khalifah (wakil) Tuhan di Bumi. Salah satu tugas manusia adalah untuk menciptakan tatanan kehidupan sebagaimana kehendak Tuhan atau sunnatullah. Diantara kehendak Tuhan itu adalah keragaman manusia; agama, suku, etnis, bangsa dan golongan.
Tuhan tidak menurunkan perintah kepada manusia untuk membunuh manusia yang lain karena alasan perbedaan. Yang ada hanyalah perintah untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Tegas kata, kedamaian dan kemakmuran bumi merupakan tugas inti manusia sebagai khalifah.
Akan tetapi, manusia terkadang bertindak melebihi kehendak Tuhan itu. Membunuh manusia karena berbeda agama dan keyakinan adalah perbuatan melawan kodrat Tuhan, seperti melakukan aksi bom bunuh diri. Dalam agama Islam membunuh secara sengaja tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at Islam hukumannya adalah dibunuh juga (qishash).
Memang ada istilah jihad dalam Islam. Akan tetapi maknanya tidak terbatas hanya perang, ia memiliki makna yang luas. Jihad dengan makna perang hanya berlaku dalam dua kondisi; ketika umat Islam diperangi karena agama dan kalau umat Islam hendak diusir dari kampung halaman atau tanah kelahiran. Oleh karena itu, penting untuk selalu membaca pengertian jihad yang benar supaya tidak menyangka kejahatan seperti bom bunuh diri adalah jihad.
Makna Jihad dalam Islam
Secara literal, jihad berasal dari jaahada, bermakna bersungguh-sungguh. Pengertian jihad dalam terminologi fikih adalah berjuang dengan bersungguh-sungguh di jalan Allah sesuai aturan syari’at Islam. Jihad memiliki tujuan untuk menegakkan dan menjag agama Allah (Islam) dengan mengikuti cara Rasulullah dan al Qur’an.
Dengan demikian, jihad memiliki pengertian yang sangat luas, seperti telah dijelaskan sebelumnya, yaitu wujud kesungguhan seorang hamba dalam menghambakan dirinya terhadap Tuhan. Tugas ini wajib dijalankan oleh setiap individu sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Tentang jihad yang bermakna perang, salah satunya adalah firman Allah: “Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi jangan melewati batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Al Baqarah: 190).
Syaikh Ali al Shabuni dalam tafsirnya Rawa’iul Bayan; Tafsir Ayatil Ahkam minal Qur’an menjelaskan, jihad dengan pengertian sebagai perang adalah alternatif terakhir untuk menolak atau menghilangkan kedzaliman, penganiayaan dan memberi pelajaran terhadap kelompok musyrikin yang melanggar perjanjian dengan umat Islam.
Jihad atau perang bukan untuk membunuh atau menumpas orang yang berbeda pemahaman serta keyakinan, untuk menumpahkan darah, untuk memperoleh harta rampasan, atau untuk menghancurkan suatu negara. Jihad membunuh lawan hanya berlaku di Medan perang. Apabila ada musuh yang menghindar dari medan perang mereka tidak boleh dibunuh atau diperangi.
Dalam al Qur’an: “Oleh sebab itu, barang siapa menyerang kalian, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kalian. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (Al Baqarah: 194)
Sekalipun dalam kondisi tertentu Islam mewajibkan jihad sebagai alternatif terakhir karena darurat, namun jihad tersebut harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kerahmatan dan kasih sayang ajaran Islam. Karenanya, Islam melarang membunuh perempuan, anak-anak, lansia, orang sakit dan pendeta.
Kesimpulannya, jihad dengan konotasi perang hanya berlaku untuk dua kondisi; ketika diserang karena agama dan ketika musuh bermaksud mengusir umat Islam dari tanah kelahirannya. Ketika terjadi perang ada aturan yang harus dipatuhi oleh tentara Islam, yakni tidak boleh membunuh perempuan, anak-anak, lansia, orang sakit dan tidak boleh menebang pohon kurma. Musuh yang menyerah tidak boleh dibunuh dan aturan-aturan lainnya.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa bom bunuh diri sangat jauh dari makna jihad yang sebenarnya. Sebaliknya, merupakan tindakan kejahatan kemanusiaan yang tidak diajarkan dalam agama Islam. Naif kalau beranggapan, apalagi sampai menjadi pelaku bom bunuh diri, sebab hal itu merupakan dosa besar dan kekejaman.