Kasus mengenai banyaknya calon jamaah haji asal Indonesia yang berada di luar tenda dinilai karena banyak faktor. Ketua Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menyebut salah satunya karena kuota haji.
Syam menilai ketika dua tahun lalu kuota calon jamaah haji Indonesia dipotong 20 persen, kondisinya pas dengan fasilitas yang disediakan. Namun saat kuota ini dinormalkan, maka terjadi masalah.
“Waktu kuota dipotong dan sekarang dikembalikan, jumlah fasilitasnya sama. Belum ada alokasi tenda baru. Ini mungkin salah satu masalah,” ujar Syam saat dihubungi Republika, Kamis (23/8).
Ia pun mencontohkan untuk kuota haji khusus saat terjadi pemotongan kuota, jumlah yang berangkat sebanyak 13ribu orang. Calon jamaah ini kemudian mendapat delapan maktab di Mina sebagai tempat istirahat.
Ketika 2016 jumlah kuota dinormalkan menjadi 17 ribu, jumlah maktabnya tetap hanya delapan. Ini jelas tidak sesuai. Belum lagi ada dari negara-negara asia tenggara lain yang satu maktab dengan Indonesia padahal sebelumnya tidak pernah terjadi.
Alasan kedua ada jamaah di luar tenda karena tidak tahan dengan kondisi di dalam yang terlalu dingin. Calon jamaah haji Indonesia yang berasal dari berbagai kelangan tidak menutup kemungkinan ada yang tidak terbiasa dengan pendingin ruangan atau AC.
“Bisa juga mereka ini yang maktabnya jauh dari tempat pelontaran jumrah. Bahkan di luar Mina atau yang disebut Mina Jadid,” ujarnya.
Untuk jamaah haji reguler, Syam menyebut semua sudah diperhitungkan. Tiap jamaah mendapat satu kasur secara adil.
Namun kondisi jamaah yang digabung antara wanita dan pria membuat beberapa jamaah pria mengalah. Jamaah laki-laki ini pun memilih keluar dari tenda untuk memberikan privasi dan kenyamanan bagi jamaah wanita.
Petugas dari Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia disebut sering melakukan patroli dan kontrol. Tidak hanya di sekitaran maktab dan tenda tetapi juga di jalan besar.