Ketentuan Malam Pertama Bagi Pengantin Baru Menurut Sunnah Rasulullah

Menjadi pengantin baru adalah dambaan bagi setiap insan. Pada saat itu, akan muncul rasa bahagia yang tidak terkira. Perasaan bahagia itu akan tidak lengkap rasanya jika tidak dilengkapi dengan ‘ritual’ malam pertama.

Setelah mengadakan pesta pernikahan, pengantin baru tentu sangat menantikan malam pertama, terlebih saat malam pertama mereka akan tidur ditemani oleh pasangan. Malam pertama merupakan malam yang istimewa, mendebarkan, sekaligus yang paling ditunggu-tunggu karena pada saat itu pasangan suami istri telah sah untuk melakukan aktivitas yang selama ini dilarang oleh agama, yakni bercumbu hingga melakukan kontak seksual lainnya.

Dalam islam, penyaluran hasrat biologis baik pada malam pertama hingga selanjutnya merupakan ibadah yang mengandung pahala. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Abu Dzar ra yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

Artinya: “Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershodaqaoh? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shodaqoh, tiap-tiap tahmid adalah shodaqoh, tiap-tiap tahlil adalah shodaqoh, menyuruh kepada kebaikan adalah shodaqoh, mencegah kemungkaran adalah shodaqoh dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shodaqoh“. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”.  (HR. Muslim)

Bagi sebagian pasangan, malam pertama menjadi waktu yang tidak terlupakan sehingga wajib untuk mempersiapkan segala sesuatunya agar pasangan sama-sama merasakan kebahagiaan. Terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan adab saat akan melakukan peraduan cinta (berjima’) menurut sunnah Rasulullah yakni sebagai berikut :

Mandi atau membersihkan diri

Dalam Kitab Qurratul ‘Uyun tentang malam pertama yang merupakan karya dari Syaikh Muhammad al-Tahami menjelaskan bahwa pasangan suami istri hendaknya membersihkan diri sebelum melaksanakan malam pertama. Hal tersebut sebaiknya dilakukan supaya kondisi fisik menjadi lebih fresh, bersih, dan menghilangkan rasa lelah setelah seharian berdiri di pelaminan menyalami para tamu undangan.

Berhias dan memakai wewangian

Setelah mandi, khusus untuk para wanita dianjurkan untuk berhias dan memakai wewangian agar suami semakin tertarik dan merasa senang kepada sang istri. Jika suami senang kepada istri dalam melayaninya, maka akan menjadi pahala dan amal ibadah bagi sang istri.

Melakukan pemanasan

Pemanasan dalam berjima’ kedudukannya sangatlah penting, yakni dengan melakukan cumbuan dan ciuman untuk membangkitkan syahwat pasangan. Rasulullah menganjurkan hal ini, “Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,” (HR. Tirmidzi)

Menurut berbagai penelitian cumbuan dalam jima’ dapat melegakan perasaan, membuat bahagia serta membangkitkan hasrat pasangan.

Membaca doa

Pasangan suami istri dianjurkan membaca doa sebelum melakukan hubungan suami istri agar ketika sedang berjima’ terhindar dari adanya gangguan setan. Terlebih doa dilantunkan supaya calon keturunan yang dihasilkan juga dijauhkan dari gangguan setan yang terkutuk. Adapun doanya sebagai berikut:

بِسْمِ اللهِ اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami.”

Membaca doa ketika suami mengeluarkan air mani

Ketika suami mengeluarkan air mani, hendaklah berdoa agar air mani yang dikeluarkan bisa memberikan keturunan yang baik. Adapun doa ketika mengeluarkan air mani yaitu:

اَللّهُـــمَّ اجْعَــلْ نُطْفَتَــنَا ذُرّ ِيَّةً طَيِّــبَةً

Artinya: “Ya Allah jadikanlah nutfah kami ini menjadi keturunan yang baik (saleh).”

Jika istri haid saat malam pertama, maka hanya diperbolehkan bermesraan

Saat malam pertama, bisa jadi sang istri mengalami datang bulan. Jika hal itu terjadi, maka istri harus menyampaikannya kepada suami dengan harapan suami mampu menahan diri. Tetapi hal itu bukan berarti suami ‘tidak berkutik’ untuk melakukan kontak seksual dengan istrinya.

Suami dibolehkan mencumbu istrinya, asalkan tidak sampai penetrasi atau memasukkan kemaluannya, apalagi sampai menyetubuhi istri di duburnya hal itu merupakan haram hukumnya. Rasulullah melarang hal tersebut, “Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.” (HR. Ahmad)

Doa Setelah Selesai Berhubungan

Setelah selesai melakukan hubungan badan, suami istri diharuskan berdoa dengan mengucapkan hamdalah. Doa ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan kenikmatan ketika melakukan hubungan intim suami istri. Adapun doanya yaitu:

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ المْـَــاءِ بَشَـــرًا

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air mani ini menjadi manusia (keturunan).”

Mandi junub setelah berhubungan suami istri

Setelah berhubungan suami istri, umat muslim diwajibkan untuk melakukan mandi besar/junub agar dapat melaksanakan ibadah wajib kembali seperti sholat fardu.

Crusita Maharani S

BINCANG MUSLIMAH

BINCANG MUSLIMAH

Matinya Tokoh Kesesatan, Bagaimana Sikap Orang Beriman?

Bismillahirrahmanirrahim ….

Bahagia karena berita kematian tokoh kesesatan

Selama masa pandemi ini, satu persatu para ulama dan dai ahlussunah berguguran, bahkan dalam rentang waktu yang berdekatan. Kaum muslimin bersedih karena kabar-kabar duka itu. Namun bersamaan dengan itu, Allah Ta’ala memberi pelipur lara atas kesedihan yang mereka alami. Yaitu dengan kabar meninggalnya musuh-musuh Islam, musuh-musuh Sunnah, terutama jika orang tersebut adalah tokoh kesesatan yang sangat berpengaruh.

Bahagia karena meninggalnya musuh-musuh Islam dan penyebar kesesatan, adalah tindakan yang disyariatkan. Karena meninggalnya mereka, adalah nikmat Allah ‘Azza wa Jalla atas para hamba-Nya. Kita diperintahkan untuk bahagia sebagai ekspresi syukur atas nikmat yang Allah Ta’ala berikan.

Di dalam hadis dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

مَرُّوا بِجَنَازَةٍ فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( وَجَبَتْ ) ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا فَقَالَ ( وَجَبَتْ )

“Suatu hari pada sahabat melewati jenazah lalu mereka memujinya.

Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti baginya.”

Kemudian mereka melewati jenazah yang lain, lalu mereka menyebutnya dengan keburukan. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti baginya.”

مَا وَجَبَتْ ؟

“Apa gerangan maksud pasti baginya?” Tanya ‘Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا فَوَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ

Jenazah pertama tadi kalian sanjung dengan kebaikan. Maka pasti baginya surga. Sedang jenazah kedua ini kalian sebut dengan keburukan. Maka pasti baginya neraka. Karena kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diterangkan di dalam hadis shahih yang lain, tentang keteladanan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat orang yang menebar kerusakan di muka bumi meninggal, dengan mengucapkan,

يستريح منه العباد والبلاد والشجر والدواب

Orang-orang beriman, negeri, pepohonan, serta binatang-binatang lega dengan kematiannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bukankah tidak boleh mencela mayit?

Pertanyaan ini telah dijawab oleh Badruddin Al-‘Aini rahimahullah, di dalam kitab Umdatul Qari,

فإن قيل : كيف يجوز ذكر شر الموتى مع ورود الحديث الصحيح عن زيد بن أرقم في النهي عن سب الموتى وذكرهم إلا بخير ؟ وأجيب : بأن النهي عن سب الأموات غير المنافق والكافر والمجاهر بالفسق أو بالبدعة ، فإن هؤلاء لا يحرُم ذكرُهم بالشر للحذر من طريقهم ومن الاقتداء بهم

“Jika ada yang menayangkan, “Apa boleh menyebut-nyebut keburukan mayit, padahal ada hadits shahih dari sahabat Zaid bin Arqom radhiyallahu ‘anhu yang menerangkan larangan mencela mayit dan perintah menyebutkan kebaikan-kebaikannya?”

Saya jawab,

Larangan mencela mayit yang dijelaskan oleh hadits tersebut, berlaku kepada selain munafik, kafir, orang yang terang-terang melakukan tindakan fasik atau bid’ah (kesesatan). Mayit-mayit yang seperti itu tidak haram menyebut mereka dengan buruk, agar masyarakat berhati-hati dari ajarannya dan tidak menjadikannya sebagai teladan.” (‘Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari, 8: 282, Darul Kutub Ilmiyah 1421 H)

Contoh sikap para salafusshalih

Salamah bin Syabib berkata, “Aku pernah duduk di dekat ‘Abdurrazaq As-Shan’ani, lalu tibalah kabar kematian Abdul Majid (tokoh sesat di zamannya). Lantas ‘Abdurrazaq mengatakan,

الحمد لله الذي أراح أُمة محمد من عبد المجيد

“Segala puji bagi Allah yang telah melegakan Umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kematian Abdul Majid.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 9: 435, Mu-assasah Ar-Risalah 1402 H)

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah pernah ditanya, “Berdoskah seorang merasa bahagia atas meninggalnya pengikut Ibnu Abu Dawud (tokoh sesat di zaman itu)?”

ومن لا يفرح بهذا؟!

“Orang beriman mana coba yang tidak bahagia?!” Jawab Imam Ahmad. (As-Sunnah, karya Al-Khalal, 5: 121, dikutip dari dorar.net)

Saat tiba kabar kematian Wahb Al-Qurasyi (tokoh kesesatan), kepada Abdurrahman bin Mahdi, beliau rahimahullah berkata,

الحمد لله الذي أراح المسلمين منه

“Segala puji bagi Allah yang telah mengistirahatkan kaum muslimin dari gangguannya.” (Tarikh Madinah Dimasq 63: 422, Darul Fikr 1415 H)

Di dalam Bidayah wan Nihayah(12: 338) Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang kematian pemuka Syi’ah Rafidhah di zaman beliau yang bernama Hasan bin Shafi At-Turki,

أراح الله المسلمين منه في هذه السنة في ذي الحجة منها، ودفن بداره، ثم نقل إلى مقابر قريش فلله الحمد والمنة، وحين مات فرح أهل السنة بموته فرحاً شديداً، وأظهروا الشكر لله، فلا تجد أحداً منهم إلا يحمد الله

“Allah telah melegakan kaum muslimin dari kesesatannya di tahun ini, di bulan Dzulhijjah. Dia dikubur di rumahnya, lalu dipindah ke pemakaman Quraisy. Segala puji bagi Allah. Di saat kematiannya, ahlus sunnah beriang gembira. Mereka menampakkan syukur kepada Allah. Tak ada satu pun ahlus sunah, kecuali memuji Allah atas kematiannya.”

Semoga Allah membalas para penyebar kesesatan dan perusak agama, dengan balasan yang setimpal.

Wallahul muwaffiq.

Hamalatul Qur’an Jogjakarta, 4 Rajab 1442 H

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.

Artikel: Muslim.or.id

Mengenakan Kostum Ketat Ketika Bersepeda

Bagaimana hukum memakai kostum ketat ketika bersepeda, hingga menampakkan tonjolan kemaluannya. Mereka beralasan bahwa itu dalam rangka mengurangi gesekan angin saat bersepeda.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pada asalnya bersepeda dan semua bentuk menggunakan kendaraan lainnya termasuk perkara mubah. Allah menyebutkan dalam al-Quran beberapa kenikmatan bagi hamba-Nya, di antaranya adalah kendaraan.

Allah berfirman,

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Kuda, hewan bighal, dan keledai, Allah ciptakan untuk kalian tunggangi dan menjadi penyejuk pandangan. Dan Dia menciptakan apapun yang tidak kalian ketahui. (QS. an-Nahl: 8).

Dari sini kita perlu menyadari bahwa kendaraan itu bagian dari nikmat Allah sehingga jangan sampai kita gunakan untuk kegiatan yang melanggar aturan Allah.

Potensi Maksiat Pesepeda

Setiap nikmat bisa menjadi potensi maksiat. Karena harta adalah salah satu sumber fitnah.

Allah berfirman,

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ

Ketahuilah bahwa harta kalian dan anak kalian adalah ujian bagi kalian. (QS. al-Anfal: 28)

Di antara bentuk fitnah harta adalah menggunakan harta itu sebagai sebab untuk melakukan pelanggaran. Seperti pakaian ketat saat berkendara atau pakaian yang transparan.

Imam an-Nawawi mengatakan,

قال أصحابنا: يجب الستر بما يحول بين الناظر ولون البشرة، فلا يكفي ثوب رقيق يشاهد من ورائه سواد البشرة أو بياضها

Para ulama madzhab kami (syafiiyah) mengatakan: wajib menutupi warna kulit dengan pandangan orang. Tidak cukup dengan pakaian yang tipis yang terlihat warna kulitnya. (al-Majmu’, 3/170)

Dalam Ensklopedi Fiqh yang diterbitkan ad-Durar as-Saniyah dinyatakan,

لا ينبغي أن يلبسَ المسلمُ الملابس الضيقةَ التي تبيِّن أعضاءَ الجسمِ، وتبرزُ العورةَ، مثل بعض البنطلونات وملابِس الرياضةِ والسباحة. فلا شك أنَّ ذلك يتنافي مع المروءةِ والحياء، بالإضافةِ إلى ما يترتَّب على لبسِها مِن فتنةٍ

Tidak selayaknya seorang muslim menggunakan pakaian ketat yang membentuk lekuk tubuh dan menonjolkan aurat. seperti celana atau pakaian olah raga atau celana renang. Jelas pakaian ini menghilangkan muru’ah (wibawa) dan rasa malu, disamping itu dengan memakai pakaian ini akan memicu fitnah.

وقد أفتت اللجنةُ الدائمةُ بعدمِ جوازِ لُبسِ الضيِّق منها الذي يحدِّد العورة؛ لأنَّه حينئذٍ في حكمِ كشفِها، وكشفُها لا يجوزُ. يُنظر: ((فتاوى اللجنة الدائمة)) (3/430) (24/40).

Lajnah Daimah juga telah memfatwakan tidak bolehnya menggunakan pakaian ketat yang itu bisa membuat aurat menonjol. Karena dalam kasus ini dihukumi sama seperti membuka aurat. Dan membuka aurat, jelas tidak boleh. (Simak Fatwa Lajnah Daimah, 3/430)

Alasan Menggunakan Kostum Ketat

Ada beberapa alasan yang dijadikan pembelaan untuk menggunakan kostum ketat, di antaranya adalah:

[1] Kegiatan olahraga ada kelonggaran.

[2] Untuk mengurangi gesekan angin.

Saya kira, alasan yang sama juga disampaikan orang kafir untuk melakukan tindakan asusila. Sehingga menurut mereka, wanita boleh tidak berbusana ketika di pantai, kolam renang, atau tempat berair lainnya dengan alasan keselamatan.

Setan membisikkan kalimat indah untuk menipu manusia agar bertahan dalam kemaksiatan.

Allah berfirman,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan dari jenis manusia dan jenis jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah untuk menipu (manusia). (QS. al-An’am: 112).

Alasan mengurangi gesekan angin bisa jadi termasuk bisikan setan untuk mempengaruhi manusia agar tetap bertahan dalam perbuatan memalukan, menggunakan pakaian ketat sampai menampakkan tonjolan kemaluannya.

Demikian.

Allahu  a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

KONSULTASI SYARIAH

Serius Meminta Maaf

Imam Ibnu Hubairah rahimahullah (w. 560 H). Salah satu ulama besar mazhab Hambali. Sekaligus menjabat menteri di masa Daulah Abbasiyah. Walau sibuk dengan urusan kementerian, beliau tidak meninggalkan kegiatan dakwah. Kajian rutin beliau biasa dihadiri oleh para ulama lintas madzhab juga para santri.

Suatu hari beliau mengisi kajian Fiqih. Di tengah kajian ada seorang ulama mazhab Maliki yang komplain. Mengkritik salah satu poin kajian. Maka Ibnu Hubairah pun segera membuka kembali berbagai referensi. Untuk memastikan benar tidaknya kritikan tersebut. Ternyata kritikan tersebut keliru.

Namun sang ulama Maliki tetap ngotot dan terus mendebat. Bahkan dengan mengangkat suara tinggi di majlis.

Sang Menteri; Ibnu Hubairah tidak kuasa menahan emosi. Beliau berkata, “Aku sudah datangkan berbagai referensi, tapi engkau tetap ngotot dengan pendapatmu! Engkau manusia atau binatang?!”.

Tidak lama kemudian pengajian berakhir.

Keesokan harinya kajian diadakan kembali. Sebelum dimulai, di hadapan hadirin, Ibnu Hubairah berkata terhadap sang ulama Maliki,

“Sungguh aku mohon maaf atas kejadian kemarin. Silahkan ucapkan kalimat serupa padaku. Sebagai bentuk qisos. Aku bukanlah siapa-siapa. Aku sama dengan kalian”.

Beliau terus memohon dengan berbagai ungkapan yang sangat menyentuh.

Sehingga para santri dan jamaah terharu dengan kerendahhatian beliau. Bahkan tidak sedikit yang meneteskan air mata.

Sang ulama Maliki berkata, “Justru kemarin aku yang salah. Akulah yang lebih layak untuk meminta maaf”.

Salah seorang ulama yang hadir mengusulkan, “Jika engkau tidak mau melakukan qisos, bagaimana bila Engkau meminta tebusan kepada beliau?”.

Dia menjawab, “Kebaikan Sang Menteri kepadaku sudah terlampau banyak”.

Setelah didesak-desak, akhirnya dia berkata, “Aku punya tanggungan utang sekian”.

Maka Ibnu Hubairah; sang Menteri pun memberi ulama tersebut seratus dinar untuk melunasi utangnya. Plus seratus dinar lagi untuk menebus kata-kata kasar beliau.

Berarti total yang diberikan beliau sekitar setengah milyar rupiah!

Allahu akbar!

Begitulah kira-kira gambaran prosedur ideal meminta maaf. Jika kita pernah menyakiti seseorang, mohon maaflah dengan serius. Penuh kesungguhan.

Jika kesalahan itu kita lakukan padanya di depan umum, sebisa mungkin minta maaflah di depan umum.

Kesalahan pada seseorang di grup WA yang ditebus dengan permohonan maaf via japri, kurang menunjukkan keseriusan dalam meminta maaf.

Jangan gengsi!


Pesantren Tunas Ilmu, Kedungwuluh, Purbalingga, Selasa, 6 Sya’ban 1441 / 31 Maret 2020

Diterjemahkan secara bebas oleh Ustadz Abdullah Zaen dari buku Shuwa wa Kuwa karya Muhammad al-Muhanna.

YUFIDIAH

5 Manfaat Baca Alquran Bagi Muslim, Ada yang Tunai di Dunia

Terdapat sejumlah manfaat membaca Alquran bagi seorang Muslim

Ada beberapa faedah bagi setiap Muslim yang membaca Alquran. Setidaknya ada lima faidah sebagaimana dikutip dari laman Mawdoo. 

Pertama, seorang Muslim membaca Alquran akan memperoleh ganjaran pahala yang besar sebagaimana dijelaskan dalam Alquran. Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi (29), agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahamensyukuri (30).” (QS Fathir: 29-30)

Rasulullah SAW, dalam hadits riwayat Bukhari, menyebutkan, bahwa tilawah Alquran adalah salah satu dari dua hal yang membuat seseorang iri. Beliau bersabda: 

لا حَسَدَ إلَّا في اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهو يَتْلُوهُ آناءَ اللَّيْلِ، وآناءَ النَّهارِ “Iri hati itu hanya kepada seorang pria yang mengajarkan Alquran sehingga ia membacanya pada malam hari dan siang hari.”

Kedua, memperoleh syafaat pada Hari Kiamat. Sebab, Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Muslim bersabda:

اقْرَؤُوا القُرْآنَ فإنَّه يَأْتي يَومَ القِيامَةِ شَفِيعًا لأَصْحابِهِ “Bacalah Alquran karena hal itu akan menjadi syafaat pada Hari Kiamat kelak.” Dalam hadits riwayat lain, disebutkan juga bahwa Nabi Muhammad berkata: 

الصِّيامُ والقرآنُ يشفَعانِ للعبدِ يومَ القيامةِ “Puasa dan Alquran akan menjadi syafaat pada Hari Kebangkitan nanti.”

Ketiga, mendapatkan posisi yang tinggi di surga nanti dengan perjalanan yang terhormat. Dari Aisyah RA, Rasulullah bersabda: 

الْماهِرُ بالقُرْآنِ مع السَّفَرَةِ الكِرامِ البَرَرَةِ “Orang yang mahir dalam Alquran maka akan memperoleh perjalanan yang terhormat.” (HR Muslim)

Keempat, hati menjadi adem dan tenang. Rasulullah SAW bersabda:  

وَما اجْتَمع قَوْمٌ في بَيْتٍ مِن بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عليهمِ السَّكِينَةُ “Ketika ada beberapa orang berkumpul di rumah Allah, dan mereka melafalkan dan mempelajari Alquran, maka ketenangan akan diturunkan kepada mereka.” (HR Muslim dari jalur Abu Hurairah)

Kelima, masuk surga dengan tingkatan yang tinggi sesuai apa yang dibaca dari Alquran dan diterapkan darinya. Rasulullah SAW bersabda bahwa akan disampaikan kepada ahli Alquran pada Hari Kiamat nanti:

يُقالُ لصاحبِ القُرآنِ يومَ القيامةِ: اقرَأْ وارْقَ ورتِّلْ كما كُنْتَ تُرتِّلُ في دارِ الدُّنيا، فإنَّ منزلتَك عندَ آخِرِ آيةٍ كُنْتَ تقرَؤُها

“Bacalah (Alquran) sama seperti saat kalian biasa mengucapkannya ketika di dunia. Karena posisi kalian adalah dengan ayat terakhir yang biasa kalian ucapkan.” (HR Ibnu Hibban dari jalur Abdullah bin Umar)

Sumber: mawdoo3

KHAZANAH REPUBLIKA

Macam-Macam Manusia dalam Surat Al-Haj

Dalam Surat Al-Haj, Allah Swt menyebutkan beragam tipe manusia, yaitu :

Kategori pertama :

هَٰذَانِ خَصۡمَانِ ٱخۡتَصَمُواْ فِي رَبِّهِمۡۖ فَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ قُطِّعَتۡ لَهُمۡ ثِيَابٞ مِّن نَّارٖ يُصَبُّ مِن فَوۡقِ رُءُوسِهِمُ ٱلۡحَمِيمُ

“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka bagi orang kafir akan dibuatkan pakaian-pakaian dari api (neraka) untuk mereka. Ke atas kepala mereka akan disiramkan air yang mendidih.” (QS.Al-Hajj:19)

Para ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat ini bercerita tentang :

* Sayyidina Hamzah beserta temannya melawan Utbah beserta temannya (yang berduel di perang Badar).

* Ada pula yang menyebutkan bahwa dua golongan yang bertikai adalah kaum muslimin dan ahli kitab.

*Ada pula yang menyebut kaum muslimin dan kaum kafir.

Kategori kedua :

a. Ada kelompok manusia yang tersesat karena kebodohan, mereka mengikuti sesuatu tanpa ilmu.

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِي ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيۡطَٰنٖ مَّرِيدٖ

“Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat.” (QS.Al-Hajj:3)

b. Ada pula yang berperan sebagai penyeru menuju kesesatan. Mereka adalah tokoh-tokoh dalam kekafiran dan pembawa kerusakan, seperti Firman Allah Swt :

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِي ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَلَا هُدٗى وَلَا كِتَٰبٖ مُّنِيرٖ – ثَانِيَ عِطۡفِهِۦ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۖ لَهُۥ فِي ٱلدُّنۡيَا خِزۡيٞۖ وَنُذِيقُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ عَذَابَ ٱلۡحَرِيقِ

“Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang memberi penerangan. Sambil memalingkan lambungnya (dengan congkak) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dia mendapat kehinaan di dunia, dan pada hari Kiamat Kami berikan kepadanya rasa azab neraka yang membakar.” (QS.Al-Hajj:8-9)

Dan telah terkumpul pada mereka sifat-sifat seperti tipe-tipe sebelumnya seperti kesombongan dan kecongkakan. Mereka selalu berusaha mengeksploitasi dan menyesatkan manusia. Mereka lah tipe manusia yang paling hina, paling keji dan paling buruk.

c. Dan diantara mereka ada yang beribadah kepada Allah dalam keraguan. Maka jalannya tidak jelas dan tiada keyakinan yang kuat dalam hatinya.

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعۡبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرۡفٖۖ فَإِنۡ أَصَابَهُۥ خَيۡرٌ ٱطۡمَأَنَّ بِهِۦۖ وَإِنۡ أَصَابَتۡهُ فِتۡنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجۡهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةَۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡخُسۡرَانُ ٱلۡمُبِينُ

“Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi; maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika dia ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata.” (QS.Al-Hajj:11)

Dan tipe ini dikendalikan oleh hawa nafsu dan egonya. Dan semua gerak-geriknya mengikuti kepentingan dan keuntungan dirinya sendiri. Mereka tidak bijaksana dalam melangkah dan mudah terjerumus dalam fitnah.

Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Amalan yang Membuat Kita Senantiasa Dijaga Allah SWT

Terdapat sejumlah amalan agar kita senantiasa diijaga Allah SWT.

Setiap hamba berharap agar Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melindunginya dari segala hal yang buruk dalam kehidupan dunia ini. Dan bagaimana cara mendapatkan penjagaan dari Allah ﷻ?

Dikutip dari laman Mawdoo3 pada Jumat (12/2), Allah menjaga hambanya jika orang tersebut menjaga Allah dalam perkataan, perbuatan, semua perilaku dalam hidup dan hubungannya dengan orang lain. Rasulullah ﷺ mengatakan kepada Ibnu Abbas:  

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.”

Seorang hamba harus senantiasa mengambil hal yang halal dan menjauhi yang haram. Dia senantiasa berusaha melakukan sesuatu yang disukai Allah, dan menjauhi hal yang tidak disukai-Nya.

Kemudian seorang hamba yang senantiasa berjuang dengan melakukan ketaatan dan ibadah yang sungguh-sungguh, dia terus berusaha mendapatkan keridhaan-Nya sehingga hal ini membuatnya lebih dekat kepada Allah SWT. Maka ini juga akan menjadi alasan agar mendapatkan penjagaan dari Allah ﷻ.

Di samping itu, seorang Muslim juga dapat membaca dzikir sebagai perisai untuk dirinya. Dzikir yang dapat dilakukan yakni seperti bacaan-bacaan yang terdapat dalam dzikir pagi dan petang.

Seorang hamba juga harus senantiasa yakin kepada Allah Yang Maha Esa, sebab jika imannya goyah, maka mustahil penjagaan dari Allah Ta’ala akan didapatkan. Selanjutnya seorang Muslim juga selalu bersyukur atas segala nikmat yang didapatkan, sehingga hamba tersebut juga mendapatkan penjagaan dari Rabb-nya.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Hukum Tidak Datang Ketika Diundang ke Pernikahan Teman

Merayakan pernikahan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi pasangan baru atau yang dalam Islam sering disebut dengan walimatul ‘ursy.  Apalagi dalam Islam, mengadakan walimatul ‘ursy itu sunnah.  Sebagaimana Rasulullah bersabda

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ عبدالرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ، تَزَوَّجَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ ﷺ: أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

Dari Anas bin Malik Ra, Sesungguh Abdurrahman bin Auf menikah pada masa Rasulullah dengan (mahar) sebesar biji emas. Lalu Rasulullah bersabda padanya, “Rayakanlah walau hanya dengan seekor kambing.” (HR. Muslim)

Berdasarkan hadis ini Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa hukum mengadakan walimah pernikahan adalah Sunnah. Sedangkan yang dikehendaki dengan walimah adalah makanan yang dibuat untuk suatu acara pernikahan.

Imam Syafi’i berkata, “pengertian walimah itu bisa mencakup setiap undangan karna mendapatkan kebahagiaan( bagi yang mengundang).”

Tidak perlu bermegah-megah, bagi orang yang mampu paling sedikit walimah itu berupa seekor kambing, dan bagi yang tidak mampu maka cukup dengan apa saja yang mudah baginya.

Namun bagaimana jika tidak datang ke pernikahan teman yang mengundang kita untuk datang, apa hukumnya?

Dalam kitab Fathul Qarib, Sheikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy (918 H / 1512 M) menyebutkan

والإجابة إليها أي وليمة العرس واجبة  أي فرض عين في الأصح، ولايجب الأكل منها في الأصح

“Mendatangi walimah pernikahan itu hukumnya wajib, maksudnya fardhu’ ain menurut pendapat yang lebih shohih, sedangkan memakan hidangan yang dihidangkan dalam walimah tersebut hukumnya tidak wajib menurut pendapat yang lebih shahih.”

Jadi menghadiri undangan walimatul ‘ursy adalah wajib atau fardhu ‘ain. Sedangkan mendatangi undangan walimah selain pernikahan, yakni dari walimah-walimah lainnya, maka hukumnya tidak fardhu ‘ain tetapi sunnah. Adapun macam-macam dari walimah itu banyak sekali, sebagaimana dituturkan didalam kitab yang luas pembahasannya.

Kewajiban menghadiri walimatul ‘ursy ini bisa jadi tidak wajib, namun menjadi sunnah atau lainnya, dengan syarat:

Pertama. Pengundang tidak mengkhususkan undangannya kepada orang orang kaya saja, tetapi ia juga mengundang orang orang fakir.

Kedua. Ia mengundang orang orang kaya dan fakir pada hari pertama. Jika ia mengadakan pesta tiga hari, maka mendatangi undangan pada hari kedua hukumnya tidak wajib tetapi sunah, dan mendatangi walimah pada hari ketiga hukumnya makruh.

Menurut Sheikh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy, lain halnya jika memang ada halangan untuk menghadiri undangan walimah, maka hukumnya menjadi tidak wajib.

وقوله إلا من عذر أي مانع من الإجابة للوليمة كأن يكون في موضع الدعوة من يتأذى به المدعو  أو لابليق به مجالسته

“Perkataan mushannif kecuali karena udzur atau halangan untuk tidak datang ke pernikahan seperti jika tempat undangan ada sesuatu yang bisa menyakiti orang yang diundang, atau tidak layak baginya untuk bergabung dengannya.”

Halangan tersebut jika pada saat ini seperti keadaan pandemi yang sedang kita hadapi, yang mana jika mendatangi acara pernikahan bisa menyakiti atau membahayakan orang yang diundang. Wallahu’alam.

BINCANG MUSLIMAH

Bolehkah Menandatangani Petisi untuk Mengadukan Praktik Kemungkaran kepada Pemerintah?

Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus

Pertanyaan:

Bagaimana seharusnya sikap kita ketika  Allah Ta’ala dan Agama-Nya diperolok-olok di jalanan? Bolehkah kita menandatangai petisi sebagai upaya pengaduan kepada pihak yang berwenang untuk menindak perbuatan orang-orang yang menyimpang tersebut?

Jawaban:

Alhamdulillāh, segala puji bagi Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas utusan Allah -Nabi Muhammad- rahmat bagi semesta alam, juga atas para sahabat dan keluarganya hingga hari akhir.

Ulama sepakat bahwa mencegah kemungkaran merupakan suatu kewajiban, karena di dalamnya terdapat kemaslahatan bagi umat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”(QS. Āli ‘Imrān: 110)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)

Akan tetapi, tentunya kewajiban mencegah kemungkaran dalam ayat tersebut dibebankan menurut kemampuan masing-masing individu baik dengan tangan, lisan, maupun hatinya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ

فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka hendaklah ia mencegahnya dengan lisannya, apabila ia tidak mampu maka hendaklah ia mengingkari dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman” [1].

Sejatinya, mengingkari kemungkaran dengan hati hukumnya farḍu ‘ain untuk semua orang, yaitu dengan cara membenci kemungkaran dan merasa tidak nyaman dalam hatinya dengan maksiat kemungkaran tersebut. Dan kewajiban mengingkari dengan hati tidak akan pernah gugur dari setiap orang. Karena Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا عُمِلَتِ الخَطِيئَةُ فِي الأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا ـ وَقَالَ مَرَّةً: أَنْكَرَهَا ـ كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا، وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا

“Jika diketahui ada suatu perbuatan dosa di suatu tempat, orang yang hadir di tempat tersebut namun ia membenci perbuatan dosa tadi (dalam riwayat lain: “namun ia mengingkari perbuatan dosa tadi”) ia sebagaimana orang yang tidak hadir di sana. Dan orang yang tidak hadir di tempat tersebut, namun meridai perbuatan dosa tadi, maka ia sama seperti orang yang hadir di tempat tersebut” [2].

Adapun mencegah kemungkaran dengan tangan dan lisan, hukumnya farḍu kifāyah. Dan hukumnya menjadi farḍu ‘ain bagi siapa saja dari masyarakat yang mampu mengingkarinya. Adapun mengingkari kemungkaran dengan tangan, ini berlaku bagi pemerintah dan para penegak hukum.

Dan dibolehkan menggunakan suatu proses administratif untuk memberantas kemungkaran dan memberi pelajaran kepada para pelaku maksiat, agar orang-orang terhindari dari bahaya mereka. Misalnya dengan mengajukan aduan secara kolektif atau secara individu yang berpengaruh untuk mencegah kemungkaran tersebut. Atau dengan metode administratif  yang diketahui bersama, tanpa menempuh cara-cara yang mengandung hasutan kepada ulil amri atau menyebarkan aib penguasa atau menjadi sebab tersebarnya aib penguasa, atau mencela mereka. Karena metode seperti ini akan mengantarkan pada terpicunya amarah orang awam yang sekedar ikut-ikutan dan akan memantik api fitnah. Dan akan mengakibatkan perpecahan di antara saudara semuslim. Dan semua hal ini tentunya tidak diridai oleh syariat. Kaidah menyebutkan: “tujuan tidak menghalalkan segala cara”.

هذا، والتغييرُ باليد واجبٌ ـ أيضًا ـ على مَنْ يَتمتَّعُ بقدرةٍ على التغييرِ في الولايات الخاصَّةِ كصاحِبِ البيت مع مَنْ هُمْ تحت سَقْفِه وولايته، أو مَنْ له عليهم سلطةٌ أدبيةٌ كالمعلِّم والمدرِّس مع تلامذته ونحوِهم، وإلَّا انتقل إلى الإنكار باللسان.

Demikian. Dan mencegah kemungkaran dengan tangan (tindakan -pen.) juga merupakan kewajiban bagi yang memiliki kemampuan untuk melakukannya dalam ruang lingkup tertentu. Seperti halnya kepala rumah tangga wajib mengingkari dengan tangan terhadap orang-orang yang tinggal bersamanya dan keluarganya. Atau orang yang punya kewenanan untuk memberikan pelajaran adab, seperti seorang guru ia wajib mengingkari dengan tangan terhadap murid-muridnya di sekolah dan semisalnya. Apabila tidak memiliki kemampuan mencegah dengan tangan, maka berpindah kepada pengingkaran dengan lisannya.

Mengingkari suatu kemungkaran hendaknya dilakukan dengan cara yang lembut, mujāmalah (bermanis muka), mudarah (bersikap lunak), dengan hikmah dan nasehat yang baik. Sebagaimana ditunjukkan oleh banyak ayat dan hadits tentang hal ini. Karena cara yang lembut dan bersikap lunak itu lebih bermanfaat dan lebih efektif. Sebab manusia membutuhkan sikap lunak dan kelemah-lembutan dalam amar makruf nahi mungkar, tanpa disertai sikap keras. Kecuali orang yang terang-terangan melakukan kefasikan, maka tidak ada kehormatan baginya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS. at-Taubah: 73)

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُجَٰدِلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنۡهُمۡ

”Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.” (QS. al-‘Ankabut: 46)

Demikian. Dan satu orang tidak wajib untuk mengingkari kemungkaran dari tiga orang atau lebih, kecuali jika ia mampu melakukannya. Dan tidak gugur kewajiban untuk mengingkari kemungkaran, walaupun akan ada celaan dan gunjingan terhadapnya, ketika ia mampu untuk membalasnya. Dan tetap wajib untuk menahan gangguan yang ada dan wajib bersabar dalam rangka mengharap pahala dari Allah Rabb semesta alam. Allah taala berfirman ketika menceritakan perkataan Luqman terhadap anaknya,

يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ

“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman: 17)

والعلم عند الله تعالى، وآخِرُ دعوانا أنِ الحمدُ لله ربِّ العالمين، وصلَّى الله على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسلَّم تسليمًا.

Catatan kaki :

(1) Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabnya “al-Īmān” [49] dari Abu Sa’id al-Khudriy raḍiyallāhu ‘anhu.

(2) Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitabnya “al-Malahim” Bab al-Amr wa al-Nahyu [43435] dari Hadis al-‘Urs ibn ‘Amirah al-Kindiy raḍiyallāhu ‘anhu dihasankan oleh al-Albaniy dalam Kitabnya “al-Jami” (689).

Sumber: https://ferkous.com/home/?q=fatwa-416

Penerjemah : Fauzan Hidayat, S.STP., MPA

Artikel: Muslim.or.id

Keutamaan Dzikir Harian (2)

Kenapa Harus Menjaga Dzikir Harian?

Demikian besarnya hikmah, faedah dan makna yang terkandung dalam dzikir harian seorang muslim, maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menjaga dzikir-dzikir yang agung tersebut, setiap dzikir ia ucapkan pada waktunya sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar terealisasi hikmah, faedah, dan makna yang agung dan agar ia tergolong kedalam hamba-hamba yang Allah ‘Azza wa Jalla puji mereka dalam firman-Nya:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan wanita yang muslim, laki-laki dan wanita yang mukmin, laki-laki dan wanita yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan wanita yang benar, laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita yang khusyu’, laki-laki dan wanita yang bersedekah, laki-laki dan wanita yang berpuasa, laki-laki dan wanita yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al-Ahzaab: 35).

Kriteria Laki-Laki dan Wanita yang Banyak Berdzikir

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan tentang makna “Laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah”, beliau berkata,

المراد: يذكرون الله في أدبار الصلوات، وغدوًّا وعشيًّا وفي المضاجع، وكلما استيقظ من نومه وكلما غدا أو راح من منزله، ذكر الله تعالى

“Maksudnya mereka berdzikir kepada Allah setelah shalat, di pagi  siang, dan sore hari serta di pembaringan. Setiap kali seorang hamba bangun dari tidurnya, dan setiap kali pergi dari rumahnya di waktu pagi atau siang dan sore hari, ia pun berdzikrullah Ta’ala” (Al-Adzkar, An-Nawawi, hal.10).

Mujahid rahimahullah berkata,

لا يكون من الذاكرين الله كثيرًا والذاكرات حتى يذكر الله قائمًا وقاعدًا ومضطجعًا

“Tidaklah seorang hamba menjadi golongan laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah sampai ia berdzikrullah dalam keadaan berdiri, duduk, serta berbaring” (Al-Adzkar, An-Nawawi, hal. 10).

Berkata Atha` bin Abi Rabah rahimahullah,

ومن صلى الصلوات الخمس بحقوقها فهو داخل في قوله:  وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ

“Barangsiapa yang shalat lima waktu dengan menunaikan hak-haknya (shalat tersebut), maka ia termasuk kedalam firman-Nya, “Dan laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah” (Tafsir Al-Baghawi).

Syaikh Al-Imam Abu Amr Ibnush-Shalah rahimahullah ditanya tentang batasan seseorang tergolong kedalam laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah, maka beliaupun menjawab:

إذا واظب على الأذكار المأثورة المثبتة صباحًا ومساء في الأوقات والأحوال المختلفة، ليلاً ونهارًا، وهي مبينة في كتاب: (عمل اليوم والليلة)، كان من الذاكرين الله كثيرًا والذاكرات

“Jika seorang hamba rutin berdzikrullah dengan dzikir-dzikir yang terdapat riwayat shahih di berbagai waktu dan keadaan, baik di waktu pagi maupun sore, siang maupun malam hari,

-dzikir-dzikir tersebut telah dijelaskan dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah, maka ia termasuk kedalam golongan laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah” (Al-Adzkar, An-Nawawi, hal. 10).

Nasehat Tentang Dzikir Harian

Ulama rahimahullah telah memberikan perhatian yang besar, baik secara penyampaian ilmu maupun pengamalannya, di antaranya dengan menulis kitab-kitab dzikir yang beranekaragam. Maka selayaknya ketika memilih lafal-lafal dzikir yang memang ada riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Terakhir, hendaknya kita merenungkan ucapan Ibnul Qayyim tentang dzikir yang paling utama yang mencakup hati dan lisan. Lisan berdzikir hatipun memahami dan menghayati makna yang terkandung di dalam lafal dzikir yang diucapkan lisan. Beliau rahimahullah mengatakan,

و أفضل الذكر و أنفعه ما واطأ فيه القلب اللسان، و كان من الأذكار النبوية و شهد الذاكر معانيه و مقاصده

“Dzikir yang paling utama dan paling bermanfaat adalah dzikir yang berkesesuaian antara hati dan lisan, dan lafalnya berasal dari dzikir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang yang mengucapkannya menghayati makna dan maksud dari lafal dzikir tersebut” (Al-Fawaid: Ibnul Qoyyim, hal. 247).

(Diolah dari Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar ‘amalul yaum wal lailah, Syaikh Abdur Razzaq, hal. 7-10)

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id