UNTUK membangun keharmonisan rumah tangga, ada saja hal unik yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Di antara yang beliau lakukan adalah: membuat nama kesayangan untuk istri. Dalam beberapa riwayat, beliau ﷺ memanggil Aisyah dengan panggilan sayang: `Āisy (HR. Bukhari, Muslim) dan Humairā` (HR. Baihaqi, Thabrani).
Maka sangat dimaklumi jika kisah-kisah beliau bersama Aisyah penuh dengan romantika dan harmoni cinta.
Pada suatu kesempatan, beliau ﷺ juga makan dan minum bareng bersama istrinya. Dalam Hadits yang diriwayakan Muslim, Rasulullah ﷺ dan Aisyah minum dengan gelas dan piring yang sama. Bahkan makan daging pada bekas jilatan Aisyah (HR. Nasai).
Dalam rumah tangga, beliau ﷺ tidak berkomentar atau mengeluh dengan kelakuan istri selama dalam hal mubah. Aisyah berkata, ‘Aku pernah menyisir rambut Rasulullah ﷺ , padahal sedang haidh. ’(HR. Bukhari).
Beliau ﷺ juga tak pernah mencela masakan istri. Kalau beliau ﷺ suka akan dimakan, kalau tidak suka, beliau biarkan tanpa mencacatnya (HR. Bukhari).
Sebagai bentuk kasih sayang, terkadang beliau ﷺ bersandar dan tidur di pangkuan istrinya. Aisyah bercerita: ‘Rasulullah ﷺ bersandar di pangkuanku, pada waktu aku sedang haidh.’ (HR. Muslim).
Di samping itu, terkadang kalau ada waktu luang, beliau juga menemani istri jalan-jalan. Bukhari meriwayatkan: Ketika malam, Nabi ﷺ berjalan bersama Aisyah, sembari berbincang-bincang. Bahkan, ketika ada momen ekspedisi militer, beliau acap kali mengundi istrinya untuk diajak ikut bersama.
Yang lebih menakjubkan beliau ﷺ dengan suka cita membantu pekerjaan rumah. Dalam riwayat Bukhari disebutkan: Ketika Aisyah ditanya mengenai apa yang dilakukan Rasul ﷺ saat di rumah, beliau ﷺ menjawab: ‘Beliau ﷺ membantu pekerjaan istrinya.’
Beliau ﷺ tidak membebankan kewajiban rumah hanya pada istri. Beliau ﷺ sendiri turut membantu. Ketika Aisyah ditanya tentang pekerjaan Rasulullah ﷺ di rumah, beliau menjawab: ‘Sebagaimana layaknya manusia lain, baju, memerah susu, dan melayani dirinya.’ (HR. Ahmad).
Beliau ﷺ juga sangat sabar dan berusaha membahagiakan istri selama dalam hal yang tak terlarang. Suatu saat Abu Bakar datang ke rumah Nabi, waktu itu beliau sedang tertutup dengan baju, karena ada dua perempuan muda yang sedang menabuh gendang di depan Aisyah, lalu Abu Bakar kaget dan mencegahnya. Nabi ﷺ pun melarangnya seraya berkata: “Biarkan mereka berdua! Ini adalah hari raya.” (HR. Bukhari).
Bahkan dengan mesra, Nabi ﷺ sempat bersama Aisyah menyaksikan atraksi perang budak Sudan di masjid. Aisyah bercerita: “Saat Hari Raya ‘Ied, biasanya ada dua budak Sudan memperlihatkan kebolehannya mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri yang meminta kepada Nabi ﷺ, atau beliau yang menawarkan kepadaku, ‘Apakah kamu mau melihatnya?’ Maka aku jawab, ‘Ya, mau.’ Maka beliau menempatkan aku berdiri di belakangnya, sementara pipiku bertemu dengan pipinya sambil beliau berkata, ‘Teruskan hai Bani Arfadah!’ Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan lalu beliau berkata, ‘Apakah kamu merasa sudah cukup?’ Aku jawab, ‘Ya, sudah.’ Beliau lalu berkata, ‘Kalau begitu pergilah.’ (HR. Bukhari).
Jika istri marah, beliau ﷺ dengan sabar menenangkan dan meredam kemarahan istrinya. Bahkan, beliau ﷺ mengajarkan doa meredam kemarahan kepada istrinya. Ummu Salamah pernah diajari Nabi ﷺ doa meredam kemarahan:
اللَّهُمَّ رَبَّ مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي وَأَذْهِبْ غَيْظَ قَلْبِي وَأَجِرْنِي مِنْ مُضِلَّاتِ الْفِتَنِ مَا أَحْيَيْتَنَا
“Ya Allah Tuhan Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkan kemarahan hatiku, anugerahkan padaku pahala dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, selama Engkau menghidupkan kami.” (HR. Ahmad).
Terkadang, beliau ﷺ juga tak sungkan memuji istrinya. Suatu saat Rasulullah ﷺ memuji Aisyah: “Sesungguhnya keutamaan Aisyah atas semua wanita adalah seperti tsarid (adonan roti paling enak saat itu) atas segala makanan.’(HR. Muslim). Pujian yang proporsional terhadap istri memang bisa membuat rumah tangga menjadi langgeng.
Manusia pilihan ini, tak malu menyatakan cinta serta merasa bahagia dengan istrinya. Rasulullah ﷺ berkata tentang Khadijah: “Sungguh aku dikaruniai cintanya.” (HR. Muslim). Pernah juga saat beliau ditanya Amru bin Ash mengenai istri yang paling dicintai.Beliau ﷺ menjawab, ‘Aisyah.’ (HR. Bukhari, Muslim).
Meski beliau sangat baik dalam memperlakukan istri-istrinya, tapi beliau ﷺ juga tegas ketika istrinya berbuat salah. Suatu saat istri-istrinya demo meminta sesuatu yang tak dimiliki Rasulullah ﷺ. Mereka meminta nafkah lebih. Dengan tegas Rasulullah ﷺ menolak, bahkan memberi pelajaran berharga pada mereka.
Beliau ﷺ berpisah dari mereka selama satu bulan. Kisah ini bersesuaian dengan turunnya Surah Al-Ahzab: 28 (HR. Muslim). Dengan ketegasan ini akhirnya mereka sadar bahwa mereka bersalah, dan tak mau mengulanginya lagi.
Intinya, hubungan Nabi ﷺ dengan istrinya benar-benar menggambarkan keluarga teladan yang berorientasi akhirat. Dan itu yang dilakukan Nabi dalam berinteraksi bersama mereka./ *Mahmud Budi Setiawan