KPK mengingatkan persoalan serius dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji. Ada tiga titik rawan korupsi, yaitu biaya akomodasi, konsumsi dan pengawasan. Lalu, soal penempatan dan investasi dana haji masih tidak optimal.
Anggota DPR RI, Fadli Zon menilai, temuan KPK itu serius dan pemerintah harus menindaklanjuti. Maka itu, ia menegaskan, jangan sampai masalah tata kelola penyelenggaraan ibadah haji, malah dialihkan tanggungannya kepada jamaah.
Ia mengingatkan, jamaah haji sudah menyetorkan uang ke bank selama belasan, bahkan 20 tahun lebih untuk berangkat haji. Namun, giliran mereka berangkat, tetap harus membayar sangat mahal karena pengelolaan dana umat tidak baik.
“Ini kan zalim namanya,” kata Fadli, Sabtu (28/1/2023).
Untuk itu, jalur investasi dan penempatan dana haji seharusnya diaudit khusus terlebih dulu, termasuk audit khusus ke Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini untuk mengetahui posisi keberlanjutan pengelolaan dana haji ke depan.
Jangan sampai jamaah haji yang sebagian besar hanya petani dan orang-orang kecil harus menanggung kesalahan dalam tata kelola keuangan haji pemerintah tersebut. Apalagi, Kemenag hanya menggunakan dalih prinsip istitha’ah atau kemampuan.
Kemudian, biaya yang harus dibayar oleh jemaah haji Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan jamaah haji Malaysia. Padahal, jumlah jamaah haji yang berasal dari Indonesia merupakan terbesar dunia. Jamaah reguler saja mencapai 203.320 orang.
Malaysia menetapkan biaya ke dua golongan B40 (Bottom 40) atau warga pendapatan 40 persen terbawah dan kategori Bukan B40 untuk selebihnya. Secara keseluruhan, biaya haji Malaysia dan Indonesia relatif sama yang berada di limit Rp 100 juta.
Namun, biaya yang harus dibayarkan jamaah B40 di Malaysia hanya sebesar MYR 10.980 atau Rp 38,59 juta. Sedangkan, jamaah yang tergolong Bukan B40 hanya membayar MYR 12.980 atau Rp 45,62 juta. Sisanya ditanggung lembaga Tabung Haji.
“Dengan jumlah jamaah yang besar, jika dikelola benar, mestinya akumulasi dana haji yang terkumpul bisa mendatangkan nilai manfaat besar untuk jamaah haji kita , bukan mendatangkan nilai manfaat untuk pihak lain sebagaimana ditengarai KPK,” ujar Fadli.
Dengan catatan-catatan tersebut, Fadli mengingatkan, tidak sepantasnya beban pembiayaan haji ditanggungkan sebesar-besarnya kepada calon jemaah haji. Yang mana, sudah menyetorkan uang dan mengendapkan saldonya di bank jauh-jauh hari.
Tidak bisa BPKH dan Kemenag mengajukan dalih keberlangsungan penyelenggaraan haji secara sepihak, tanpa ada audit investigasi yang menyeluruh terhadap pengelolaan dana haji selama ini. Walaupun, kenaikan biaya haji keniscayaan.
“Namun, besarannya pastilah tidak setinggi sebagaimana yang telah diusulkan oleh Kemenag dan BPKH,” kata Fadli.