Kisah nyata berikut ini sunguh mengharukan.
Adalah Ammar Mustafa adalah seorang pria muslim berkulit hitam yang bekerja di salah satu hotel di Riyadh. Ammar merupakan warga datangan yang berasal dari negara Sudan, Afrika.
Ia datang ke kota Riyadh lima tahun yang lalu hanya dengan bermodalkan tekad yang kuat untuk mencari kehidupan di kota ini dengan meninggalkan keluarganya.
Saat berangkat ke kota Riyadh, Ammar hanya bermodalkan visa tanpa membawa apa-apa, itu pun karena Negara Saudi Arabia menggratiskan visa untuk negara-negara arab lainnya, termasuk Sudan.
Ketika menginjakkan kaki di kota Riyadh, Ammar berharap mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini.
Ammar bekerja berpindah-pindah dikarenakan gaji yang ia peroleh tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan untuk membayar apartemen tempat dimana ia tinggal pun ia tidak mampu hingga ia memilih tinggal di apartemen temannya.
Tapi satu hal yang selalu dilakukan Ammar, salat Subuh datang lebih awal dan melantunkan azan.
Setiap hari ia melakukan hal tersebut selama 5 tahun.
Meskipun dalam hal pekerjaan ia tidak kunjung beruntung.
Ia berpindah-pindah dan memilih melakukan apa saja demi mendapatkan uang yang halal demi keluarganya di Sudan.
Nasib Ammar masih belum baik, bulan pertama ia di Riyadh, ia tidak mendapatkan apa-apa, begitu juga dengan bulan kedua, ketiga dan seterusnya semakin berat.
Hingga lima tahun berlalu, Hidup Ammar pun masih belum berubah, ia tetap belum mendapatkan hasil yang memuaskan untuk mengirimkan uangnya kepada keluarganya.
Ia berpindah-pindah tempat di sudut-sudut kota Riyadh dan bekerja dibawah terik matahari.
Dengan sabar ia mencari pekerjaan, hampir di setiap tempat ia cari namun tidak membawa hasil.
Ammar pantang menyerah, ia lewati hari harinya dengan menahan lapar dan dahaga sambil terus berikhtiar mencari sesuai nasi untuk keluarganya.
Sayangnya, akhirnya 5 tahun berlalu, Ammar memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya walau dengan perasaan malu baik kepada teman-temannya maupun kepada keluarganya di Sudah karena pulang tidak membawa apa-apa.
Setelah menceritakan kepada temannya tentang keinginannya untuk pulang walau tidak membawa uang, akhirnya ia mendapatkan satu tiket penerbangan ke Sudan yang dia beli dari uang hasil pemberian temannya.
Setelah mendapatkan tiket, dan jadwal penerbangannya masih satu minggu lagi.
Untuk menunggu waktu berangkat, ia merenung dengan nasibnya yang tak kunjung mendapatkan uang selama 5 tahun tinggal di kota Riyadh.
Satu hari jelang kepulangannya. Ammar memilih berdiam di masjid, dari salat zuhur ia telah berdiam. Setelah salat Zuhur selesai, ia masih bingung mau kemana lagi sedangkan penerbangan masih lama. Kemudian ia kembali masuk masjid dan mengambil Al-Qur’an lalu membacanya dengan tiada putus sampai waktu azan Ashar tiba.
Begitu juga ketika salat Maghrib dan Isya, ia masih tetap berada di dalam masjid tersebut sambil membaca Qur’an. Ia pun memutuskan untuk tinggal di dalam masjid hingga waktu keberangkatannya tiba.
Saat waktu salat tiba, Ammar pun mengumandangkan azan dengan suara indahnya untuk membangunkan orang-orang yang ada di kota itu. Hingga jadwal penerbangan tiba, Ammar siap-siap berangkat ke bandara 3 jam sebelum penerbangan.
Sebelum meninggalkan kota Riyadh, ia pamit kepada teman-temannya, pengelola masjid kemudian mencari bus untuk menuju ke bandara yang berjarak 30 menit dari pusat kota.
Ketika sampai di bandara, Ammar duduk termenung sambil menunggu jadwal masuk ke dalam bus, memikirkan nasibnya yang 5 tahun tinggal di kota ini tanpa mendapatkan apapun.
Ia pun berpikir bagaimana dengan tanggapan keluarganya di Sudan, karena ia akan pulang tapi tidak membawa uang, sama ketika ia membulatkan tekadnya untuk pergi ke Kota Riyadh ini.
Tiba-tiba lamunannya terhenti ketika ia mendengar suara dari speaker pesawat yang memanggil namanya.
Ammar kaget ketika ia didatangi oleh sekelompok orang berbadan tegap yang menghampirinya lalu membawanya masuk ke dalam mobil tanpa memberi tahu maksud dan tujuan mereka.
Hanya satu kata yang mereka ucapkan yakni “Prince (putra raja) memanggilmu” .
Amar semakin kaget karena hendak dihadapkan dengan putra raja tanpa ia tahu apa tujuannya. Rasa kagetnya pun sirna tatkala ia sampai di masjid yang selama seminggu ia tinggali. Ternyata pengelola masjid tersebut menceritakan bahwa Prince (Putra Raja) merasa kehilangan dengan azan fajar yang biasa ia kumandangkan.
Rupanya Azan yang dikumandangkannya setiap fajar itu selalu membangunkan Putra Raja untuk melakukan salat Subuh berjamaan di masjid itu. Hingga Putra raja merasa kehilangan ketika Ammar hendak meninggalkan kota Riyadh.
Ammar pun disambut dengan baik oleh putra raja. Lalu ia menceritakan alasan kenapa ia begitu tergesa-gesa ingin meninggalkan Riyadh. Putra raja pun bertanya “Berapa gajimu dalam satu bulan”.
Ditanya begitu, Ammar bingung karena selama ini gaji yang ia terima tidak menentu.
“Berapa gajimu yang paling besar dalam sebulan yang pernah kamu peroleh?” tanya putra raja.
Dahi Ammar berkerut sambil mengingat-ingat kembali gaji terbesarnya selama lima tahun belakangan.
“Hanya SR 1.400″, jawab Ammar dengan nada malu.
Putra raja lalu memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung uang lalu memberikannya kepada Ammar.
Jumlah uang yang diterima Ammar sebesar 84 ribu Real atau setara dengan Rp 184.800.000.
Putra raja lalu menghampiri Ammar seraya berkarta ” Aku tahu keluargamua menantimu di Sudan”.
“Kini pulanglah, temui istri dan anakmu dengan uang ini. Lalu kembalilah kesini setelah 3 bulan. Akan saya siapkan tiketnya untukmu dan keluargamu kembali kesini. Jadilah bilal di masjidku dah hiduplah bersama kami Palace ini”
Tak terasa air mata Ammar menetes di pipi tanpa terbendung lagi.
Ia memang membutuhkan uang itu untuk keluarganya. Keyakinan Ammar bahwa Allah memperhatikannya selama ini. Berkat kesabaran Ammar, kini nasibnya berubah dalam sekejap.
Kini Ammar hidup dengan banyak harta karena tinggal di rumah di Palace milik Putra Raja.
Dan kini ia bekerja sebagai Muadzin di Masjid Putra raja di Arab Saudi dengan gaji besar. (Bangka Pos/ewis herwis)