Membudayakan Salam

RASULULLAH saw mengabarkan kepada kita bahwa satu di antara tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat adalah salam tidak diucapkan kecuali kepada orang-orang yang dikenal saja. Kemudian, kaum muslimin juga mengganti kalimat salam tersebut dengan kalimat-kalimat yang sama sekali jauh dari tuntunan sunnah. Apa yang dikatakan Rasulullah tersebut telah semakin nyata kebenarannya. Terbukti, kini sebagian kaum muslimin mengucapkan salam hanya kepada orang-orang tertentu saja dari kelompoknya, partainya, golongannya, kaumnya, sukunya, atau hanya kepada orang-orang yang dikenalnya saja.

Lebih dari itu, sebagian kaum muslimin yang mengaku dirinya sebagai akademisi muslim, sarjana muslim, cendekiawan muslim, dan para ilmuwan muslim yang belajar Islam kepada Barat dan para orientalis telah mengganti kalimat salam dengan kalimat-kalimat yang menurut mereka lebih modern, gaul, dan maju, dan sesuai dengan perkembangan zaman hari ini, seperti “selamat pagi”, “selamat siang”, “selamat malam”, dan kalimat-kalimat lainnya yang tidak lain hanyalah adopsi dan impor dari Barat dan orang-orang kafir. Namun atas nama kemajuan, pluralis, liberalis, mereka katakan ini bagian dari Islam dan bukti bahwa Islam sebagai rahmatan lil’alamin.

Ajaran agama Islam benar-benar sangat mulia dan indah. Satu buktinya ialah adanya ajaran tegur sapa. Dengan bertegur sapa, hidup terasa lebih indah seindah nama Islam itu sendiri, sehingga terjalinlah komunikasi dua arah yang akan merekatkan hubungan silahturrahim sejak dini. Lihatlah, fenomena konflik di masyarakat selama ini sesungguhnya kerap muncul akibat minimnya tegur sapa. Seolah-olah baik diri kita sendiri ataupun orang lain tidak perlu tegur sapa kalau tidak ada perlunya.

Sekiranya setiap pihak mau membudayakan tegur sapa dan tidak suka merasa paling benar diri sendiri, persoalan yang muncul tidak akan melebar ke mana-mana. Saling berprasangka tidak baik berbalut sikap enggan bertegur sapa itulah yang meluapkan percikan api amarah menjadi bara perseteruan dan dendam.

Ajaran Islam sungguh tidak hanya mengurusi masalah urusan ritual saja, akan tetapi juga menyangkut tata kehidupan sosial. Penting juga dicatat, hukum mengucapkan salam kepada orang lain memang sunnah, tetapi menjawabnya adalah wajib. Alquran tegas menyatakan dalam firman Allah Swt, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 86).

Budaya tegur-sapa
Penghormatan dalam Islam ialah dengan mengucapkan assalamu’alaikum. Islam mengajarkan budaya tegur-sapa dengan ucapan salam, assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Ucapan ini memang tampak sepele dan tidak dipungut biaya apapun, tetapi nilainya sungguh luar biasa. Lantas, siapa yang dianjurkan memulai salam? Dalil yang bisa dijadikan rujukan seperti dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah orang yang berkendaraan memberi salam pada orang yang berjalan. Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk. Rombongan yang sedikit memberi salam kepada rombongan yang banyak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Perintah mengucapkan salam juga berlaku ketika bertemu dengan saudara sesama muslim yang tidak kita kenal. Abdullah bin Amr bin Ash pernah berkisah, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi, “Islam bagaimana yang bagus? Beliau lantas menjawab, engkau memberikan makanan (kepada orang yang membutuhkan), mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ternyata ucapan salam juga memiliki dampak sosiologis luar biasa bagus. Salam yang diucapkan secara tulus dapat melahirkan sikap kebersamaan dan keharmonisan yang baik. Inilah benih-benih kekuatan antar saudara seiman. Sebab, menurut sebagian ulama, kalimat as-salam adalah satu nama Allah, sehingga kalimat assalamualaikum berarti Allah bersamamu atau engkau dalam penjagaan Allah. Sebagian ulama lain mengartikan as-salam sebagai keselamatan, sehingga kalimat assalamu’alaikum bermakna semoga keselamatan selalu menyertaimu. Kedua pemaknaan itu, jika digabungkan, akan memiliki arti semoga Allah senantiasa bersamamu sehingga keselamatan terus menyertaimu.

Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ketika Allah telah menjadikan Adam, maka Allah memerintahkan: Pergilah kepada para Malaikat dan ucapkan salam kepada mereka yang tengah duduk. Dengarkanlah jawaban salam mereka, karena itu akan menjadi ucapan salam bagi kamu dan anak cucumu kelak!” Maka pergilah Nabi Adam dan mengucapkan: Asalaamu`alaikum. Para Malaikat menjawab: Assalaamu‘alaika warahmatullaah. Mereka menambah warahmatullaah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Hadis di atas sangat jelas asal muasal ucapan salam yang berasal dari manusia pertama, yaitu Nabi Adam as, yang kemudian diikuti oleh umat muslim di seluruh dunia hingga sampai saat ini. Islam mewajibkan apabila kita bertemu dengan sesama muslim agar selalu mengucapkan salam, dengan ucapan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi barakatuh.” yang bermakna “Semoga Allah melimpahkan keselamatan, rahmat, dan berkah kepadamu”. Begitu luar biasa doa dari orang yang mengucapkan salam, kita didoakan agar mendapatkan keselamatan, rahmat.

Dalam satu hadis dari Imran bin Hushain dikisahkan, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan mengucapkan, assalamualaikum. Setelah menjawab, Rasulullah bersabda: Sepuluh. Tidak lama, datang lagi orang kedua, yang memberikan salam, assalamualaikum wa rahmatullahi. Setelah dijawab oleh Rasulullah, beliau pun bersabda: Dua puluh. Kemudian datang orang ketiga dan mengucapkan, assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. Rasulullah menjawab, lantas bersabda: Tiga puluh.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Syiarkan salam
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kamu tidak akan masuk surga, sehingga kamu beriman (dengan iman yang sempurna). Dan kamu tidak beriman sehingga kamu sekalian saling cinta-mencintai; Maukah kamu saya tunjukkan kepada sesuatu, bilamana kamu melaksanakan kamu akan bisa cinta-mencintai? Syiarkanlah salam di kalangan kamu.” (HR. Muslim dan Abu Dawud). Berdasarkan hadis di atas sudah sangat jelas mengenai ucapan salam, sekaligus menjadi panduan tentang mengucapkan salam yang benar untuk mendapatkan ganjaran pahala yang besar dari Allah swt.

Saat ini umat manusia di manapun berada hidup di zaman teknologi serba canggih. Aneka perangkat digital bermunculan, seperti Telepon, SMS, BlackBerry Messenger (BBM), Email, Yahoo Messenger, Facebook, Twitter, Path, Skype, Instagram, WhatsApp, Talk, Line, Camfrog, Viber, Tango, dan lain-lain.

Sejumlah perangkat modern itu sangat prospektif untuk membangun kebersamaan dengan saling menebarkan salam. Namun sayang, kerap muncul kreativitas dari orang-orang modern untuk menyingkat kalimat salam yang mulia itu menjadi “Askum”, “Kumlam”, “Lekum”, “Asw”, “Aslm”, dan yang mirip-mirip dengan kata-kata tersebut. Yang paling sering adalah “Ass”. Kalimat ini umumnya disampaikan lewat layanan pesan pendek (SMS) di media jejaring sosial di internet.

Maksudnya tentu untuk mempermudah penyampaian pesan. Tetapi, tanpa disadari, penyingkatan semacam itu justeru berakibat penodaan terhadap ucapan salam yang sejatinya bermakna doa. Kalimat “Ass”, misalnya, dalam kamus bahasa Inggris ternyata berarti keledai, orang yang bodoh, pantat. Pasti pemberi salam tidak bermaksud mendoakan lawan bicara dengan kata-kata buruk. Namun, apa susahnya mengucapkan salam sebagaimana ajaran Rasulullah saw.

Selain kata yang singkat dan tidak panjang dan mudah diucapkan oleh siapapun. Lagi pula tidak sepantasnya salam yang diucapkan itu berupa kalimat “selamat pagi” atau “selamat sore”. Namun tidak menjadi masalah apabila setelah mengucapkan salam diucapkan perkataan itu dengan sedikit perubahan, seperti misalnya “Semoga Allah berikan kebaikan padamu pagi ini”, sehingga ucapan itu mengandung makna dengan doa.

Inilah tuntunan Islam dalam mempererat hubungan persaudaraan di antara kaum muslimin. Tentunya, harus kita tinggalkan kebiasaan-kebiasaan yang jauh dari tuntunan ajaran Rasulullah saw. Sebagai gantinya, menghidupkan sunnah yang demikian benderang ini dalam kehidupan kita dan anak-anak kita dimulai dari sekarang dan di kemudian hari. Wallahu a’lam bishawab.

Dr. Murni, S.Pd.I, M.Pd., Dosen Prodi MPI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Araniry, Darussalam-Banda Aceh.

sumber: Serambi Indonesia