Hari Kiamat Menurut Ilmu Pengetahuan

Hari kiamat memiliki makna yang sangat banyak. Berbagai disiplin ilmu dan banyak teori berusaha menjelaskannya. Berikut ini adalah tiga dari banyak asumsi dalam teori yang mengemukakan tentang hari kiamat:

Penjelasan Geologi

Hari kiamat adalah saat bumi terjadi dari gas yang berputar atau yang dinamakan chaos catastrope. Setelah diam, gas tersebut menjadi dingin. Gas yang berat tersebut mengendap ke bawah dan yang ringan berada di atas.

Melalui proses evolusi yang panjang, gas yang berada di bagian luar kemudian mengeras menjadi batu, kerikil, pasir, dan lain sebagainya. Sementara itu, gas yang berada di bagian tengah masih dalam kondisi panas.

Zat panas tersebut kemudian bercampur dengan lava, lahar, batu, dan pasir panas. Bumi yang beredar lantaran adanya daya tarik matahari terhadap bumi pun berkurang. Akibatnya, bumi akan bergeser dari matahari sehingga membuat putaran bumi semakin cepat dan akan mengalami nasib seperti meteor yang menyala atau hancur.

Teori Fisika

Kiamat menurut teori fisika adalah letak matahari kira-kira 150 juta km jauhnya dari bumi. Meski begitu, sinar matahari sampai ke bumi selama 8 menit 20 detik. Garis tengah matahari = 1,4 juta km, dan luas permukaannya 616 x 1010 km = 622160 km.

Menurut ahli fisika, energi matahari yang dipancarkan ke angkasa dan sekitarnya adalah 5,7 x 1027 kalori = 5853,9 kalori/menit dan dapat menyala selama 50 milyar tahun dengan panas sebesar 15 juta derajat celcius.

Apabila suatu saat matahari tidak muncul atau cahayanya redup sebab tenaga atau sinarnya habis, maka tidak ada angin dan awan. Angin dan awan yang tidak ada mengakibatkan hujan menjadi tidak akan turun. Karena itulah, gunung-gunung pun akan meletus, ombak bergulung-gulung, dan air laut naik sehingga menghancurkan bumi.

Bukti dalam Al-Qur’an

Imam Ath Thabari dan Ibnu Katsir menyatakan bahwa telah diperlihatkan peristiwa-peristiwa yang menakjubkan di dunia. Ada peristiwa pembunuhan yang dipermasalahkan oleh Bani Israil, akan di hidupkan kembali oleh Allah Swt. hanya dengan perantaraan daging sapi yang dipukulkan ke tubuh orang yang terbunuh.

Kisah ini tercantum dalam dua ayat AL-Qur’an sebagai berikut:

Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 72

وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَٱدَّٰرَْٰٔتُمْ فِيهَا ۖ وَٱللَّهُ مُخْرِجٌ مَّا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ

Wa iż qataltum nafsan faddāra’tum fīhā, wallāhu mukhrijum mā kuntum taktumụn

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan.”

Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 73

فَقُلْنَا ٱضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا ۚ كَذَٰلِكَ يُحْىِ ٱللَّهُ ٱلْمَوْتَىٰ وَيُرِيكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Fa qulnaḍribụhu biba’ḍihā, każālika yuḥyillāhul-mautā wa yurīkum āyātihī la’allakum ta’qilụn

Artinya: Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!”

Demikianlah penjelasan dalam Al-Qur’an tentang menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti. Peristiwa Nabi Ibrahim dan burung-burung yang dicincangnya kemudian diletakkan di tiap-tiap bagian di atas bukit lalu Allah Swt. berfirman:

Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 260

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّ أَرِنِى كَيْفَ تُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِى ۖ قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ ٱلطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ ٱجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ٱدْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا ۚ وَٱعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Wa iż qāla ibrāhīmu rabbi arinī kaifa tuḥyil-mautā, qāla a wa lam tu`min, qāla balā wa lākil liyaṭma`inna qalbī, qāla fakhuż arba’atam minaṭ-ṭairi fa ṣur-hunna ilaika ṡummaj’al ‘alā kulli jabalim min-hunna juz`an ṡummad’uhunna ya`tīnaka sa’yā, wa’lam annallāha ‘azīzun ḥakīm

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dua informasi tentang bukti dalam Al-Qur’an terkait hari kiamat memang dijelaskan oleh al-Qur’an. Tapi, penjelasan tersebut bukanlah berita langsung bahwa Hari Akhir akan datang. Dua hal tersebut adalah informasi historis atau sejarah tentang peristiwa yang pernah terjadi dan menjadi bukti secara indrawi bahwa kiamat pasti akan datang.

BINCANG SYARIAH

Setengah Juta Calhaj Indonesia Berkategori Lansia

Menkes menyampaikan pihaknya sudah menyiapkan konsep baru sistem pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji

Oleh ZAHROTUL OKTAVIANI

JAKARTA — Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas membahas skema baru penentuan istithaah kesehatan jamaah dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk penyelenggaraan musim haji 1445 H/2024. Pertemuan ini dilaksanakan guna membahas skema baru penentuan istithaah kesehatan jamaah haji 1445 H/2024 M.

Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, Pemerintah Arab Saudi telah menginformasikan besaran kuota haji pada 2024 untuk Indonesia berjumlah 221.000 jamaah. Saat ini, Indonesia disebut memiliki 500 ribu calon jamaah haji kategori jamaah lanjut usia (lansia). “Selain cuaca yang diprediksi masih ekstrem hingga lima tahun ke depan. Kita juga dihadapkan dengan berkurangnya jumlah petugas haji pada penyelengaraan haji 2024,” ujar Menag dalam keterangan yang didapat Republika, Jumat (6/10/2023).

Selain cuaca yang diprediksi masih ekstrem hingga lima tahun ke depan. Kita juga dihadapkan dengan berkurangnya jumlah petugas haji pada penyelengaraan haji 2024.

YAQUT CHOLIL QOUMAS Menteri Agama

Gus Men, panggilan akrabnya, menyebut kondisi ini menjadi tantangan baru ke depan. Adapun perihal istithaah kesehatan, ia telah melaporkan hal ini kepada Presiden Joko Widodo. Istithaah merupakan istilah dalam agama Islam, yang merujuk pada kondisi atau kemampuan seseorang untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah di Makkah, Arab Saudi. “Terkait istithaah kesehatan ini, nanti akan disiapkan regulasinya oleh Kemenag dan Kemenkes untuk musim haji 1445H,” kata Gus Men.

Dalam kesempatan yang sama, Menkes menyampaikan pihaknya sudah menyiapkan konsep baru sistem pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji, yang akan diterapkan pada 2024. Konsep baru pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji yang telah disiapkan ini meliputi pemeriksaan medical check up, kesehatan mental, kesehatan kognitif, serta penilaian tingkat kemandirian aktivitas sehari-hari dari calon jamaah haji. “Pemeriksaan kesehatan mental ini dilakukan untuk mengidentifikasi demensia, orientasi daya ingat, dan konsentrasi,” ujar Menkes.

Sementara itu, pemeriksaan kognitif disebut diperlukan untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir pada lansia. Ini adalah konsep baru pemeriksaan kesehatan yang akan pihaknya terapkan pada penyelengaraan haji 1445 H nanti. Ia menambahkan, dalam rentang 2018 hingga 2023, terdapat lima penyakit terbanyak yang dialami oleh jamaah haji Indonesia saat dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi. Lima penyakit itu, yakni pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), infark, miokard akut dan penyakit jantung koroner (PJK).

photo

Pemerintah akan mengedepankan istithaah kesehatan sebelum pelunasan untuk haji tahun depan sesuai dengan rekomendasi Rapat Kerja Nasional Evaluasi Haji 2023 beberapa waktu lalu. Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji Kementerian Kesehatan RI Liliek Marhaendro Susilo menyebut, persyaratan dan kriteria istithaah kesehatan yang digunakan masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Pihaknya mengikuti kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 15 Tahun 2016.

Meski demikian, ia mengaku tengah melakukan sedikit revisi terkait kriteria tingkat keparahan penyakitnya. “Saat ini Permenkes 15 sedang kami revisi. Tapi, karena bertanyanya hari ini, saya jawab dengan kriteria yang tersedia saat ini,” ujar dia kepada Republika, Rabu (13/9/2023).

Liliek menegaskan, semua calon jamaah haji estimasi berangkat tahun 2024 akan dilakukan pemeriksaan kesehatan demi mengetahui kemampuan kesehatannya. Untuk sementara, ujar dia, pihaknya akan menggunakan kriteria yang ada dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji.

Tarwiyah

Pemerintah dan ulama Indonesia sepakat ibadah Tarwiyah adalah sunah. Karena itu, pelaksanaannya adalah hak individu masing-masing jamaah. Meski tidak melarang, Kemenag, para ulama, serta praktisi haji, tetap mengimbau jamaah untuk tidak ikut-ikutan dalam pelaksanaan ibadah Tarwiyah. Pemerintah dalam hal ini tidak memfasilitasi pelaksanaannya, mengingat kemaslahatan kolektif jamaah haji secara keseluruhan.

Perihal ibadah Tarwiyah ini dibahas dalam kegiatan Bahtsul Masal Perhajian Indonesia Tahun 2023, yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kemenag, Kamis (5/10/2023). Hadir dalam forum, praktisi haji sekaligus Ketua FK KBIHU Qasim Saleh. Dia mengatakan, sering ditemukan jamaah haji yang hanya ikut-ikutan menjalani ibadah Tarwiyah. Pada akhirnya, mereka tidak memahami konsekuensi dari ibadah yang mereka jalani.

Apakah memang betul-betul komitmen sendiri untuk mengikuti ideologi yang dianut, atau malah terpaksa mengikuti karena ketua rombongannya ikut Tarwiyah.

QASIM SALEH

“Dari sekian banyak jamaah yang mengikuti Tarwiyah ini, kita juga perlu melihat latar belakang mengapa mereka menjalaninya. Apakah memang betul-betul komitmen sendiri untuk mengikuti ideologi yang dianut atau malah terpaksa mengikuti karena ketua rombongannya ikut Tarwiyah. Artinya, bukan berdasarkan kesadaran ideologis jamaah itu sendiri,” ujar Qasim dalam keterangan yang didapat Republika, Jumat (6/10/2023).

Berdasarkan laporan dari PPIH Arab Saudi pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M, jamaah Indonesia yang melakukan Tarwiyah mencapai 15.186 orang atau 7 persen dari keseluruhan jamaah haji Indonesia yang berangkat. Jumlah yang banyak ini, Qasim melanjutkan, cukup sulit untuk difasilitasi oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenag. Hal ini mengingat pergerakan massa yang demikian besar dilakukan ke Mina dan Arafah dalam satu hari sekaligus.

“Butuh perhatian yang lebih dari pemerintah. Namun, sampai saat ini sulit dibayangkan memobilisasi jamaah sebegitu banyaknya ke dua tempat (Mina dan Arafah) dalam satu hari,” kata dia.

Ia juga menyinggung kemungkinan dibukanya “kran” pelaksanaan ibadah Tarwiyah dalam penyelenggaraan haji kepada seluruh jamaah. Qasim menyebut jika hal ini terjadi, perlu rancangan utama (grand design) yang matang terkait mobilisasi jamaah haji.

Menurut dia, jika Tarwiyah dibuka kerannya lebar-lebar, setiap pihak harus mempersiapkan dengan matang, termasuk dari sisi pergerakannya. Hal ini bukan hanya menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia, tapi juga Arab Saudi, bagaimana memobilisasi sekian ratus ribu jamaah tersebut.

Untuk diketahui, Tarwiyah sendiri memiliki arti berpikir atau merenung. Dalam konteks ibadah haji, Tarwiyah adalah suatu prosesi ibadah haji yang dilakukan oleh Nabi SAW pada 8 Dzulhijah di Mina, untuk memuaskan dahaga setelah menempuh perjalanan dari Makkah serta mengumpulkan perbekalan utamanya air.

Di Mina, jamaah dapat melaksanakan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan shalat sunah dua rakaat, lalu bermalam dan shalat Subuh. Mengutip al-Haitami, jamaah juga dianjurkan untuk melaksanakan shalat subuh esok harinya pada batu-batu di hadapan menara, karena di situ tempat shalat Rasulullah SAW.

REPUBLIKA

Hukum Menaburkan Debu Tanah di Atas Kubur

Teks hadis dan status kesahihannya

Berkaitan dengan menaburkan debu di atas kubur, terdapat hadis-hadis berikut ini.

Dari ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ دُفِنَ عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ صَلَّى عَلَيْهِ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا، وَحَثَى عَلَى قَبْرِهِ بِيَدِهِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ مِنَ التُّرَابِ وَهُوَ قَائِمٌ عِنْدَ رَأْسِهِ

Ketika Utsman bin Mazh’un dimakamkan, aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyalatkan jenazahnya, bertakbir empat kali, menaburkan debu tanah dengan tangannya di atas pusara kuburnya sebanyak tiga kali dalam keadaan berdiri di sisi kepalanya.” (HR. Ad-Daruquthni, 2: 76)

Status hadis ini dha’if jiddan, bahkan maudhu’, karena di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Al-Qasim bin ‘Abdullah Al-‘Umari dan ‘Ashim bin ‘Ubaidillah. (Lihat Minhatul ‘Allam, 4: 347)

Selain riwayat di atas, terdapat sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى جِنَازَةٍ، ثُمَّ أَتَى قَبْرَ الْمَيِّتِ، فَحَثَى عَلَيْهِ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ ثَلَاثًا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyalatkan suatu jenazah, kemudian mendatangi kuburannya. Beliau menaburkan debu tanah di atasnya tiga kali ke bagian atas kepala jenazah.” (HR. Ibnu Majah no. 1565)

Hadis ini diperselisihkan statusnya oleh para ulama ahli hadis. Hadis ini dinilai sahih oleh An-Nawawi Asy-Syafi’i (Al-Khulashah, 2: 1019) dan Al-Bushiri (Az-Zawaaid, 1: 511). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Sanad hadis ini zahirnya sahih.” (At-Talkhis, 2: 139)

Hadis ini juga dinilai sahih oleh Al-Albani (Al-Irwa’ no. 751 dan Al-Misykat no. 1720) dan dinilai hasan oleh Syekh Abdullah Alu Bassam (Taudhihul Ahkam, 3: 247).

Akan tetapi, hadis ini dinilai batil oleh Abu Hatim. Ketika ditanya tentang hadis ini, beliau rahimahullah berkata, “Hadis ini batil.” (Al-‘Ilal, hal. 483)

Setelah membahas perselisihan status kesahihan dua hadis di atas, Syekh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata, “Yang tampak bagiku, wallahu a’lam, bahwa berkaitan dengan masalah ini, tidak ada satu pun hadis yang secara jelas menjelaskan disyariatkannya menaburkan debu di atas kubur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi, terdapat riwayat dari sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum. Dari ‘Umair bin Sa’d, bahwa ‘Ali radhiyallahu ‘anhu menaburkan debu di atas kubur Yazid bin Al-Mukaffaf sebanyak dua atau tiga kali [1].” (Minhatul ‘Allam, 4: 349)

Kandungan hadis

Hadis ini adalah dalil disyariatkannya menaburkan debu di atas kubur, dalam rangka mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga untuk berserikat dalam mendapatkan pahala menguburkan jenazah. Hal ini lebih bisa mengingatkan kematian dan tempat kembali seseorang di akhirat bagi mereka yang masih memiliki hati yang hidup.

Banyak ulama ahli fikih menganjurkan menaburkan debu setelah liang lahad selesai ditutup, berdasarkan hadis-hadis yang menyebutkan masalah ini dan saling menguatkan satu sama lain. Demikian pula, ditambah dengan adanya atsar dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum. (Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 3: 331)

Syekh ‘Abdullah Alu Bassam berkata, “Menaburkan debu tanah sebanyak tiga kali yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah syariat untuk umatnya dan juga untuk bersama-sama (berserikat) dalam mendapatkan pahala memakamkan jenazah.” (Taudhihul Ahkam, 3: 248)

Syekh ‘Abdullah Alu Bassam juga berkata, “Siapa saja yang tidak terlibat langsung dalam menguburkan jenazah, dianjurkan untuk menaburkan debu tanah sebanyak tiga kali di atas kubur. Hal ini dalam rangka mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan dalam rangka saling membantu (berserikat) dalam menunaikan kewajiban (fardhu kifayah) untuk memakamkan (jenazah).” (Taudhihul Ahkam, 3: 248)

Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa manusia bisa saja berdesak-desakan di pemakaman ketika ingin menaburkan debu tanah di atas pusara makam ketika proses pemakaman jenazah selesai dilakukan. Dan bisa jadi mereka meninggalkan perkara sunah lainnya, yang paling penting adalah berdiri dan mendoakan jenazah untuk diberikan keteguhan dalam menjawab pertanyaan kubur.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam. [2]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87557-hukum-menaburkan-debu-tanah-di-atas-kubur.html

Hujan Buatan Menyalahi Takdir?

Hampir di beberapa wilayah di Indonesia dilanda musim kemarau dan kekeringan ekstrem. Kemarau yang terjadi lebih awal datang dan diprediksi akan berlangsung lebih lama dari pada tahun-tahun sebelumnya. Kekeringan, kurang air dan gagal panen melanda beberapa daerah.

Salah satu upaya yang dilakukan salah satunya adalah dengan bantuan hujan buatan melalui teknologi modifikasi cuaca.  Hujan buatan manusia, yang telah banyak digunakan oleh beberapa negara untuk mengatasi kekeringan di wilayahnya, adalah sebuah teknik yang bertujuan untuk merangsang hujan.

Hujan buatan memang tidak selalu menjamin, tetapi hanya usaha yang dilakukan untuk merangsang turunnya hujan. Dalam prakteknya, hujan buatan tidak seperti hujan alami lainnya yang bisa bertahan lama dalam waktu ke waktu.

Hujan buatan melibatkan rangkaian langkah untuk mempercepat dan meningkatkan frekuensi curah hujan. Untuk mencapai tujuan ini, kondisi tertentu perlu diciptakan. Awan dengan tingkat kelembaban yang tinggi dan angin yang bergerak perlahan adalah prasyaratnya. Dalam usaha ini, partikel-partikel halus seperti garam disebarkan ke dalam awan untuk merangsang uap air, yang selanjutnya bergabung dengan tetesan air yang ada dalam awan. Akibatnya, hujan dapat terbentuk dan mencapai permukaan bumi.

Dalam konteks agama Islam, hujan buatan manusia adalah hal yang baru. Rumusan tentang boleh atau tidaknya memang tidak mendapatkan landasan yang kuat. Biasanya hal itu akan dilarikan pada persoalan apakah hal itu mendahului takdir atau melawan takdir.

Dalam teologi Islam, semua yang terjadi di dunia adalah kehendak Tuhan. Sakit, sembuh, sehat, kemarau, hujan, siang dan malam adalah bagian dari kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan ini ditanamkan dalam alam semesta yang disebut sunnatullah atau hukum alam. Bagaimana mengetahui hukum alam?

Al-Quran Surah Ali-Imran ayat 190 yang berbunyi: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” Allah dalam beberapa ayat juga seringkali menggugah manusia berpikir dan mengenali tanda-tandanya.

Hujan adalah bagian dari proses alam sebagai kehendak Tuhan. Begitu pula penyakit adalah ciptaan Tuhan. Namun, manusia juga harus berusaha untuk menghindari hal yang menyebabkan mudharat terhadap kehidupannya.

Berusaha sembuh dari penyakit bukan bagian dari menyalahi takdir Tuhan. Berusaha keluar dari kekeringan yang dapat merusak kehidupan manusia juga bukan bagian dari melawan kehendak Tuhan.

Hujan dalam Islam misalnya digambarkan dalam al-Quran : “Tidakkah engkau melihat bahwa sesungguhnya Allah mengarahkan awan secara perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu menjadikannya bertumpuk-tumpuk. Maka, engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya. Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. Maka, Dia menimpakannya (butiran-butiran es itu) kepada siapa yang Dia kehendaki dan memalingkannya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS An-Nūr: 43).

Mekanisme hujan diatur oleh Tuhan melalui gerak alam. Semuanya tentu atas kehendak Tuhan. Mencoba memahami hujan buatan melalui mekanisme alam yang dipelajari dari alam tersebut bukan bagian dari menyalahi takdir Tuhan. Seperti manusia menciptakan lampu, kipas angin dan ragam teknologi lainnya untuk menghasilkan energi alam.

Pada prinsipnya, hujan buatan di tengah kekeringan bisa dilakukan dengan alasan. Pertama, Kelestarian Alam: Agama Islam mendorong umatnya untuk menghormati alam dan lingkungan. Jika teknik hujan buatan merusak ekosistem atau lingkungan alam, maka hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai pelestarian alam dalam agama ini.

Kedua, hasil yang diharapkan untuk kemashalahatan : Dalam beberapa kasus, hujan buatan digunakan untuk mengatasi kekeringan atau kekurangan air yang dapat membantu masyarakat. Dalam perspektif agama, hasil yang diharapkan dari tindakan ini mungkin dapat dianggap positif jika membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ketiga, niat dan tujuan untuk kebaikan : Agama seringkali menekankan pentingnya niat dan tujuan di balik tindakan. Jika hujan buatan digunakan untuk tujuan yang baik, seperti mendukung pertanian atau mengatasi krisis air, dengan niat yang baik, hal ini mungkin lebih dapat diterima dalam perspektif agama.

Selain itu, perlu adanya pemantauan dan pengaturan ketat dalam pelaksanaan teknik hujan buatan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan keseimbangan alam. Keputusan terkait dengan hujan buatan sebaiknya diambil dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, serta dengan konsultasi ulama dan otoritas agama untuk memastikan bahwa tindakan ini sejalan dengan nilai-nilai dan etika Islam yang menghormati alam, memberikan manfaat bagi masyarakat, dan didasari oleh niat yang baik.

ISLAMKAFFAH

Umrah Backpacker Dilarang Padahal Saudi Membolehkan? Ini Kata Menag

Negara tidak bisa jamin keselamatan dan keamanan jamaah umrah backpacker.

Kementerian Agama (Kemenag) akan mensinkronkan aturan dengan regulasi di Arab Saudi soal umrah mandiri atau backpacker yang belakangan menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk pergi ke Tanah Suci.

“Kita akan sinkronkan peraturan yang ada di kita dan yang ada di Kerajaan Saudi Arabia, karena gak bisa sepihak. Peraturan kita belum tentu compatible dengan peraturan yang ada di Kerajaan Arab Saudi,” ujar Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

Yaqut mengatakan selama ini tidak ada larangan bagi masyarakat yang ingin menunaikan umrah secara mandiri tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Tetapi yang patut dipertimbangkan saat akan umrah backpacker yakni tak ada jaminan kesehatan dan keselamatan. Masyarakat harus menanggung sendiri apabila mengalami kendala saat perjalanan.

Di sisi lain, kata dia, Pemerintah Arab Saudi juga saat ini tengah gencar mempromosikan wisata demi mewujudkan visi Saudi 2030, sehingga mereka membuka siapa saja untuk berkunjung ke Saudi.

“Bahwa intinya Pemerintah Saudi Arabia ingin semua orang yang masuk ke negerinya, baik itu kepentingan haji dan umrah, bisnis, wisata, dan kepentingan lain itu terjamin keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan,” kata Menag Yaqut.

Menag Yaqut bercerita umrah backpacker ini juga ternyata dilakukan oleh seorang temannya. Namun temannya tersebut sudah mengetahui prosesi ibadah, akomodasi, dan transportasi sehingga tak menjadi soal.

Berbeda dengan masyarakat lain yang belum pernah pergi ke Arab Saudi. Mereka kemungkinan akan kebingungan baik dari sisi prosesi ibadah, transportasi, dan akomodasi.

Kendati demikian Menag Yaqut tetap mengimbau masyarakat yang akan pergi umrah untuk menggunakan jasa Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), utamanya yang telah terdaftar di Kemenag.

“Sehingga kalau ada apa-apa pemerintah bisa ikut memberikan perlindungan secara cepat,” ucap Menag Yaqut

sumber : Antara

Larangan Menolong dalam Kemaksiatan Perspektif Al-Qur’an

Larangan menolong dalam kemaksiatan (i’anah ‘ala al-ma’shiyah) merupakan salah satu ajaran Islam yang didasarkan pada Al-Qur’an dan hadis. Al-Qur’an secara tegas melarang perbuatan tersebut. Nah berikut menolong dalam kemaksiatan perspektif Al-Qur’an.  

Manusia sejatinya merupakan makhluk yang membutuhkan satu sama lain untuk bisa hidup di dunia. Islam sebagai agama, sangat menganjurkan pemeluknya untuk bersikap baik kepada sesama dengan  gotong royong, membantu satu sama lain, saling bekerja sama. 

Anjuran menolong sesama tersebut sangat digaungkan dalam Islam, bahkan dalam praktiknya Islam mengiming-imingi bagi siapa saja yang menolong meski hanya dengan memberi arahan.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي ‌أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي، فَقَالَ: مَا عِنْدِي, فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

‌Artinya: “Dari Abu Mas’ud Al-Anshari berkata: “Seorang laki-laki datang menemui nabi saw, ia berkata: “Sesungguhnya perjalananku telah terputus maka bawakanlah tunggangan untukku”. Nabi Muhammad saw menjawab: “Aku tidak punya hewan tunggangan lain”. 

Lalu ada seorang laki-laki yang berkata: “Wahai rasulullah, aku bisa menunjukkannya kepada orang yang dapat membawanya”. Kemudian rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan maka balasannya semisal dengan orang yang melakukannya.”

Dari hadits di atas dapat dipaham betapa Islam sangat menganjurkan untuk menolong satu sama lain bahkan meski hanya bisa mengarahkan saja. Namun, hal tersebut berlaku untuk tolong menolong dalam kebaikan. Lantas bagaimana jika tolong menolong itu dalam kemaksiatan?

Maksiat sendiri memiliki arti durhaka dan menyimpang dari jalan yang digariskan. Seseorang yang melakukan kemaksiatan terhadap Allah ialah mereka yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah.

Orang yang menolong dalam melakukan kemaksiatan sama halnya menjadi media perantara untuk melakukan kedurhakaan terhadap Allah dan dihukumi sama seperti yang melakukannya.

Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2;

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ

Artinya: “Tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya”.

Ayat di atas merupakan anjuran untuk bergotong royong, bekerja sama dalam melakukan kebaikan dan ketakwaan, sekaligus larangan untuk saling tolong menolong dalam melakukan kebatilan dan berbuat dosa. (lihat tafsir Ibnu Katsir juz III, hal 10). 

Ibnu Jarir At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari kata al-itsm adalah meninggalkan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dilakukan sedangkan lafadz al-‘udwan ialah melewati batas yang telah digariskan oleh Allah terhadap ketentuan agama, kewajiban pada diri sendiri serta orang lain. (At-Thabari, Jami’ul Bayan, juz IX, hal 490). 

Kasusnya seperti dalam permasalahan riba, nabi Muhammad saw melaknat siapa saja yang melakukan transaksi yang mengandung unsur riba di dalamnya, bahkan hingga penulis dan saksinya.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، قَالُوا: حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، أَخْبَرَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: «لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ ‌الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ»، وَقَالَ: «هُمْ سَوَاءٌ

Artinya: “Menceritakan kepada kami, Muhammad bin Shobah, Zuhair bin Harb, Utsman bin Abi Syaibah, mereka berkata: menceritakan kepadaku Husyaim, mengkhabarkan kepadaku Zubair dari Jabir, berkata: “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberinya, penulis dan kedua saksinya”. Ia berkata: “Mereka semua sama”. (HR. Muslim).

Dalam hal ini, dapat dipahami dari hadits di atas bahwa menolong dalam kemaksiatan dilarang dalam Islam dan dihukumi sama seperti halnya melakukannya. 

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya berkata:

لِيُعِنْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَتَحَاثُّوا عَلَى مَا أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى وَاعْمَلُوا بِهِ، وَانْتَهُوا عَمَّا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ وَامْتَنِعُوا مِنْهُ، 

artinya: “Hendaklah kalian saling tolong menolong, menyemangati untuk melakukan semua yang diperintahkan oleh Allah dan mengamalkannya, dan tidak melakukan semua yang dilarang oleh Allah. (Al-Qurtubi, Jami’ li ahkamil Qur’an, juz VI, hal 46).

Demikian penjelasan terkait larangan menolong dalam kemaksiatan perspektif Al-Qur’an. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Viral di Medsos; Anak Anggota DPR Membunuh Pacarnya

Belakangan tengah viral di media sosial tentang anak anggota DPR yang membunuh pacarnya di Surabaya, Jawa Timur.   Korban diketahui bernama DSA (29) tewas seusai mengunjungi Blackhole KTV di Jalan Mayjend Jonosoewoyo pada Rabu 4 Oktober 2023 diautopsi di RSUD dr. Soetomo Surabaya.

Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban.seorang single mom yang bekerja sebagai karyawan swasta.  Sementara pelaku, anak anggota DPR yang membunuh pacarnya berinisial GRT (25).  Kasus ini bermula pada Kamis, 5 Oktober 2023, sekitar pukul 20.00 WIB.

Saat itu, korban dan pelaku tengah berada di sebuah hotel di Surabaya. Menurut keterangan polisi, pelaku dan korban awalnya terlibat cekcok mulut. Pelaku yang juga anak anggota DPR ini  mengutip dari berbagai sumber kemudian menganiaya korban dengan cara memukul dan menendang.

Akibat penganiayaan itu, korban mengalami luka-luka di bagian wajah, kepala, dan perut. Korban kemudian dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong. Polisi kemudian menangkap pelaku di kediamannya di Surabaya. Pelaku dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Islam Mengutuk Kekerasan pada Perempuan

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, termasuk di dalamnya penghormatan terhadap perempuan. Perempuan dalam Islam memiliki kedudukan yang mulia dan setara dengan laki-laki dalam hal hak dan kewajiban. Islam melarang segala bentuk perbuatan kasar dan penganiayaan terhadap perempuan, baik secara fisik maupun psikis.

Larangan ini tercantum dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satu ayat Al-Qur’an yang melarang perbuatan kasar terhadap perempuan adalah QS. An-Nisa ayat 34, yang berbunyi;

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Artinya; Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab) atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka).

Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,) berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Ayat ini jelas melarang laki-laki untuk memukul istrinya, kecuali jika istri tersebut telah melakukan nusyuz (ketidaktaatan) yang berat. Nusyuz sendiri diartikan sebagai pembangkangan istri terhadap perintah suami yang sesuai dengan syariat Islam.

Jika istri melakukan nusyuz, maka suami dianjurkan untuk menasihatinya terlebih dahulu. Jika nasihat tidak berhasil, maka suami boleh memisahkan tempat tidur dengan istrinya. Jika istri tetap tidak taat, maka suami boleh memukul istrinya sebagai langkah terakhir. Namun, pukulan tersebut haruslah ringan dan tidak meninggalkan bekas.

Dalam hadis sendiri menjelaskan kedudukan perempuan yang sangat mulia dalam Islam. Islam menganjurkan berbuat baik kepada anak perempuan adalah suatu hal yang sangat dianjurkan dalam Islam. Anak perempuan adalah karunia Allah SWT, dan kita harus bersyukur atas kehadiran mereka. Kita harus berbuat baik kepada mereka, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Di hadis kitab Musnad Ahmad:

حَدَّثَنَا رَوْحٌ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي حَفْصَةَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنِ ابْنِ حَزْمٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَتْ عَلَيَّ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا تَمْرَةً فَشَقَّتْهَا بَيْنَهُمَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْتُ لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ مَنْ ابْتُلِيَ مِنْ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ صُحْبَتَهُنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنْ النَّارِ

Aisyah berkata; Seorang wanita datang kepadaku bersama dua putrinya. Aku memberikannya sebuah kurma, lalu dia membelahnya menjadi dua dan memberikannya kepada kedua putrinya. Dia tidak memakannya sama sekali. Kemudian, Rasulullah SAW masuk menemuiku. Aku menceritakan hal itu kepada beliau, lalu beliau bersabda, ‘Siapa pun yang diuji dengan anak perempuan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.

Hadits tersebut menjelaskan bahwa orang yang diuji dengan anak perempuan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya berbuat baik kepada anak perempuan.

Dalam hadits tersebut, Aisyah menceritakan bahwa seorang wanita datang kepadanya bersama dua putrinya. Aisyah memberikan mereka sebuah kurma, lalu wanita itu membelah kurma tersebut menjadi dua dan memberikannya kepada kedua putrinya. Dia tidak memakannya sama sekali.

Kemudian, Rasulullah SAW masuk menemui Aisyah. Aisyah menceritakan hal itu kepada beliau, lalu beliau bersabda bahwa siapa pun yang diuji dengan anak perempuan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.

BINCANG SYARIAH

Sabar dalam Musibah

Sabar dalam ujian akan mendatangkan kebaikan dari Allah SWT.

Tak terperikan kesedihan yang merundung hati Ummu Salamah. Sang Suami Abu Salamah baru saja meninggal di pangkuannya. Abu Salamah menderita luka-luka hebat selepas kepulangannya dari Perang Uhud. Ia harus menjanda dan membesarkan anak-anaknya yang telah yatim.

Rasulullah SAW pun datang bertakziyah agar meredakan lara di hati Ummu Salamah. Rasulullah SAW berpesan agar Ummu Salamah bisa tabah dan tegar dalam menghadapi musibah. “Siapa yang ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah, ‘inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan),” sabda Rasulullah SAW.

Rasulullah pun menasihatinya. Orang yang bersabar dan ikhlas ketika ditimpa suatu kehilangan, maka Allah SAW akan memberikan ganti yang lebih baik dari itu. Rasulullah SAW pun sempat mendoakan Ummu Salamah, “Ya Allah, berilah ketabahan atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah ia pengganti yang lebih baik untuknya.”

Benar saja, setelah Ummu Salamah menyelesaikan idahnya dan menjanda, ia mendapatkan ganti yang lebih baik atas kehilangan suaminya. Rasulullah SAW sendiri yang ternyata datang melamarnya. Ummu Salamah dinikahi Rasulullah SAW pada Syawal. Siapakah figur suami yang lebih baik dari Rasulullah SAW?

Demikianlah hakikat orang yang tabah dan sabar ketika ditimpa suatu musibah. Seseorang harus meyakini dan menyadari, segala sesuatu yang dimilikinya di dunia ini pada hakikatnya adalah milik Allah. Manusia hanya “dipinjamkan” dan diberi amanah untuk memelihara dan merawatnya. Manusia diperbolehkan memanfaatkannya dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT. Suatu saat nanti, barang pinjaman tersebut akan diambil oleh Sang Empu. Dialah Allah SWT.

Tak ada alasan untuk berduka kerena kehilangan suatu barang yang sejatinya bukanlah miliknya. Tak ada pula alasan berbangga karena dititipkan Allah SWT harta benda. Lihatlah tukang parkir, kendati mobil dan motornya banyak terparkir di halamannya, ia tak pernah sombong. Ketika orang yang punya mobil dan motor mengambil titipannya, ia tak pernah bersedih. Karena ia yakin, mobil dan motor tersebut bukanlah miliknya.

Ketika Allah mengambil apa yang telah ia titipkan kepada manusia, tak ada alasan bagi manusia untuk bersedih. Malah, sepatutnya ia bersyukur karena telah lunas amanahnya dalam memelihara titipan Allah dan semakin sedikit hisabnya di akhirat kelak.

Bagi Ummu Salamah, sungguh berat baginya atas kepergian suami tercinta. Siapa yang tak akan berduka di kala orang yang disayangi telah pergi untuk selamanya. Namun, itulah dunia. Ada pertemuan tentu ada pula perpisahan.

Allah berjanji, siapa hambanya yang bersyukur dengan suatu nikmat, maka nikmat tersebut akan ditambah (QS Ibrahim [14] :7). Demikian pula, siapa yang bersabar akan kehilangan sesuatu, maka Allah akan mengganti dengan yang lebih baik.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah lalu dia mengucapkan, ‘Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un’ lalu berdo’a, ‘Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan berilah ganti yang lebih baik darinya’, melainkan Allah benar-benar memberikan pahala dan memberinya ganti yang lebih baik darinya.” (HR Muslim).

Jadi, sebesar apa pun musibah berupa kehilangan harta benda atau orang yang dicinta, yakinlah dengan sabar dan ikhlas pasti akan diberikan pahala dari Allah SWT. Kemudian, Allah berjanji untuk memberikan ganti yang lebih baik dari itu, jika orang yang ditimpa musibah benar-benar sabar dan ikhlas kepada Allah.

Inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. Tidak ada kerugian bagi orang beriman dalam kondisi apa pun ia berada. “Sungguh ajaib urusan orang beriman itu, apa pun yang datang kepadanya semuanya berujung kebaikan. Jika ia diberikan kenikmatan ia bersyukur, itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar, maka itu baik baginya,” jelas Rasulullah SAW dalam sabdanya. (HR Muslim).

sumber : Dialog Jumat Republika

Makna Sabar Terletak di Awal Musibah

Fatwa Syekh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz

Pertanyaan:

Saya pernah mendengar hadis berbunyi,

  الصبر عند الصدمة الأولى

“Sabar itu terletak di awal musibah.”

Apakah makna hadis tersebut?

Jawaban:

Hadis tersebut adalah hadis sahih. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang wanita sedang menangisi seseorang, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menasihatinya. Lalu wanita itu berkata,

إليك عني فإنك لم تصب بمثل مصيبتي

Pergilah dariku! Sesungguhnya kamu tidak pernah tertimpa musibah seperti yang aku alami.

Ketika wanita tersebut dikabarkan bahwa yang berbicara kepadanya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di rumahnya. Dia tidak menjumpai orang yang menjaga rumahnya, lalu dia meminta izin masuk dan mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa dia tadi tidak mengenalnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda kepadanya,

إنما الصبر عند الصدمة الأولى

Sesungguhnya kesabaran terletak di awal musibah.

Yaitu, maknanya adalah sabar yang terkandung di dalamnya pahala adalah kesabaran pada saat awal terjadi musibah, wafatnya saudara, sakit, atau sesuatu yang merugikan seseorang. Dia bersabar dan berharap pahala, tidak mengeluh, tidak berkata buruk, dan tidak melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan saat awal musibah dialami. Maka, dia akan dibalas pahala atas hal tersebut.

Adapun jika dia telah melakukan tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan, kemudian bersabar setelahnya, maka kesabarannya tidak bermanfaat. Kesabaran harus dilakukan. Ia akan bersabar. Ia akan terhibur setelahnya seiring waktu. Sabar demikian layaknya kesabaran binatang ternak, maka tidak bermanfaat sama sekali.

Sabar yang mendapatkan pahala yang besar adalah kesabaran di awal musibah, di awal turunnya musibah, dari musibah kematian atau selainnya. Dia menerima tanpa mengeluh, tanpa menarik-narik rambut, merobek pakaian, tanpa berteriak dengan seruan rapatan. Demikianlah kesabaran. Justru dia menerima dan memohon taufik kepada Rabbnya, dia bekata,

إنا لله وإنا إليه راجعون، قدر الله وما شاء فعل

Sesungguhnya kami adalah milik Allah. Dan sesungguhnya kami hanya kepada-Nya kembali. Takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.”

Kemudian tidak mengeluh, tidak melakukan tindakan yang tidak pantas, tidak berkata buruk.

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Penerjemah: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87706-fatwa-ulama-makna-sabar-terletak-di-awal-musibah.html

13 Jenis Orang yang Doa-nya Dikabulkan Allah dan Mustajab

Doa menurut bahasa, adalah ath-thalabu yang berarti permohonan atau an-nidaa’u yang berarti panggilan.

Sedangkan menurut istilah syar’, doa adalah, “Meminta pertolongan kepada Allah , berlindung kepada-Nya, dan memanggil-Nya demi mendapatkan manfaat atau kebaikan, dan menolak gangguan atau bala.”

Sedangkan hakikat doa adalah seorang hamba menampakkan bahwa dirinya benar-benar membutuhkan Allah Yang Maha Suci, dengan melepaskan diri dari segala kekuatan dan daya manusia, serta hanya berlindung kepada Dzat Yang Maha Kuat dan Maha Mulia.’

Jadi, berdoa diibaratkan sebagai tali yang sangat kokoh, yang seorang hamba senantiasa bergantungan padanya ketika ia berjalan untuk mengerjakan suatu amalan, atau melangkah maju dalam setiap keadaan.

Doa juga merupakan penyebab paling kuat untuk menolak segala hal yang tidak dinginkan. Juga penyebab paling kuat untuk memperoleh apa yang didam-idamkan. la adalah obat yang sangat bermanfaat, dan musuh dari segala bala dan malapetaka.

Karena, ia senantiasa menolak, mendorong, dan mencegah turunnya hal-hal seperti itu. la senantiasa mengangkat atau meringankan bencana dan malapetaka yang sedang turn. Doa inilah senjata satu-satunya yang dimiliki seorang mukmin.

Sehingga, seorang muslim tidak pernah malas untuk berdoa dan memohon kepada Allah. Karena, setiap kali berdoa ia segera mendapat sebuah harapan, sebuah pencerahan, dan suatu bentuk pengobatan. Yaitu, obat bagi hati yang dirundung kesedihan, dan obat dari segala penyakit yang menimpa. Dalam berdoa, ada makna yang lebih mendalam lagi. Yaitu, mewujudkan ibadah hanya untuk Allah semata, Rabb semesta alam.”

Perumpamaan doa adalah ibarat obat yang ada di hadapan seorang penderita suatu penyakit. Maka, sangatlah tidak benar jika seorang yang sakit ini meninggalkan berobat, dan hanya berpasrah terhadap takdir Allah. Jika Allah mentakdirkan sembuh, pasti sembuh; dan jika tidak, pasti tidak sembuh, sama saja meminum obat, atau tidak.

Demikian pula dengan doa. Sangatlah tidak patut jika seorang muslim meninggalkan berdoa, dengan alasan berpasrah kepada takdir yang ditentukan Allah, tapa memohon apapun kepada Allah. Padahal, doa adalah intisari atau pokok ibadah seorang hamba kepada Allah.

Orang yang berakal adalah yang berusaha keras dalam mengerjakan banyak sebab dengan penuh kegigihan dan keikhlasan, tidak hanya berpasrah pada takdir yang ada. Setelah ia berusaha keras, barulah ia memasrahkan diri terhadap hasil yang akan diberikan Allah kepadanya.

Berikut ini 13 Orang yang Doa-nya Mustajab

  1. Doa seorang pemimpin yang adil (yang tidak berbuat zhalim kepada rakyat, dan sangat memperdulikan keadaan mereka.

Orang-orang itu adalah seperti empat Khalifah, Umar bin Abdul Aziz quis, dan para pemimpin yang memiliki sifat seperti mereka, pen.)

  1. Doa orang yang dizhalimi. Meskipun ia adalah seorang yang fajir atau berkelakuan buruk.
  2. Doa orang yang terdesak (yang tidak ada penolong lain selain hanya Allah)
  3. Doa anak shalih yang berbakti kepada kedua orangtua.
  4. Doa seorang ayah buat anaknya.
  5. Doa orang yang berpuasa, khususnya saat ia berbuka.
  6. Doa orang yang berhaji dan umrah.
  7. Seorang muslim jika berdoa buat saudaranya yang lain, yang sedang tidak bersamanya.
  8. Doa orang yang banyak berdzikir.
  9. Doa orang yang bermalam, atau tidur dalam keadaan suci dan berdzikir kepada Allah.
  10. Doa orang yang berperang, dan berjuangnya adalah untuk menegakkan dinullah (agama Allah).
  11. Doa orang yang dicintai Allah dan diridhai-Nya. Mereka adalah orang-orang shalih.
  12. Doa musafir (orang yang sedang bepergian).

HIDAYATULLAH