Ini Daftar Travel Umrah yang Dicabut Izinnya oleh Kemenag

Jakarta (Sinhat)–Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Abdul Djamil menyebutkan, ada tiga penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang dicabut izinnya, karena melakukan berbagai kesalahan.

“Antara lain PT Mediterania berkedudukan di Jakarta, PT Kopindo Wisata juga berkedudukan di Jakarta, dan PT Mustaqbal Lima di Cirebon,” ujarnya usai kegiatan pembahasan kerjasama Kemenag dengan Kemenlu terkait pengadaan barang/jasa di luar negeri, di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Selasa (11/08) malam.

Kata Djamil, Kemenag juga tak memperpanjang izin sejumlah PPIU. “Itu terpaksa dilakukan, karena berdasarkan kepada penilaian hasil akreditasi, ada yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.

“Yaitu PT Catur Daya Utama (Kepulauan Riau), PT Huli Saqdah (Jakarta), dan PT Maccadina (Maccadina),” imbuh dia membeberkan PPIU yang tak diperpanjang izinnya.

Sementara, Direktur Pembinaan Haji dan Umrah, Muhajirin Yanis menambahkan, pemerintah memberikan sanksi demikian, lantaran PPIU tersebut merugikan jemaah.

“Mulai dari mulai gagal berangkat ke Tanah Suci, terlantar di negara transit, masalah pemondokan, tidak ada tiket berangkat, dan bahkan ada yang sampai tidak dapat atau tertunda pulang dari Arab Saudi ke Tanah Air,” papar mantan Kepala Kanwil Kemenag Gorontalo ini.

Meski demikian, Muhajirin mengingatkan, sanksi administratif diberikan sesuai dengan kapasitas dan jenis kesalahan. “Dari yang paling ringan, yaitu berupa teguran tertulis sampai dengan paling berat berbentuk pencabutan izin sebagai PPIU,” tandasnya. (Rio/ar)

Meninggalkan Shalat Adalah Kufur, Sebabkan Pelakunya Keluar dari Islam

Meninggalkan shalat wajib adalah kufur. Oleh karena itu, barang siapa meninggalkan shalat dengan mengingkari hukum wajibnya, menurut kesepakatan ijma’ para ulama, dia telah masuk dalam kategori kufur besar, meski terkadang dia juga mengerjakannya . (Abdullah bin Baaz , kitab Tuffatu al ikhwaan bi ajwibatin Muhimmatin Tata’allaqu bi arkaani al Islam)

Adapun orang yang meninggalkan shalat secara total, sedang dia meyakini hukum wajibnya dan tidak mengingkarinya, dia juga kufur. Yang benar dari pendapat para ulama adalah bahwa kufurnya itu adalah kufur besar yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Hal itu didasarkan pada dalil yang cukup banyak, diantaranya :

 

68:42
68:43

“Pada hari ketika betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera (QS al Qalam 42- 43)

Hal itu menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu masuk dalam golongan orang orang kafir dan orang orang munafik yang punggung mereka tetap tegak ketika kaum muslimin bersujud. Seandainya mereka termasuk golongan kaum muslimin, niscaya mereka akan diperkenankan untuk bersujud sebagaimana yang diperkenankan kepada kaum muslimin.

74:38
74:39
74:40
74:41
74:42
74:43
74:44
74:45
74:46

“Tiap tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada dalam surge, mereka saling bertanya, tentang keadaan orang orang yang berdosa. “apakah yang memasukkan kamu ke dalam Neraka Saqar? Mereka menjawab,” Kami dahulu tidak termasuk orang orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin, dan kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan. (QS Al Muddatsir 38-46)

Dengan demikian, orang yang meninggalkan shalat termasuk orang orang yang berbuat dosa dan akan masuk ke dalam Neraka saqar.

 

9:11

“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara saudara seagama, dan Kami menjelaskan ayat ayat itu bagi kaum yang mengetahui (QS At Taubah 11)

صحيح مسلم ١١٦: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ كِلَاهُمَا عَنْ جَرِيرٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرًا يَقُولُا
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

Dari Jabir RA, dia bercerita,”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,” Pemisah antara seseorang dengan syirik dan kekufuran adalah perbuatan meninggalkan shalat.” (HR Muslim)

Imam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu dinilai telah kafir besar, Ibnu Qayyim menyebutkan lebih dari 22 dalil yang mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat dengan kufur besar.

-Sumber : Shalaatul Mu’min Ensiklopedia

Wasiat Tentang Sholat

Saudara-saudara rahimakumullah, ketahuilah bahwa sesungguhnya bencana yang dahsyat, perbuatan yang paling buruk, dan aib yang paling nista adalah kurangnya perhatian masyarakat pada salat lima waktu, salat Jumat dan salat jamaah, padahal semua itu adalah ibadah-ibadah yang dengannya Allah meninggikan derajat dan menghapuskan dosa-dosa maksiat. Dan salat adalah cara ibadah seluruh penghuni bumi dan langit.

Rasulullah SAW bersabda: “Langit merintih dan memang ia pantas merintih, karena pada setiap tempat untuk berpijak terdapat malaikat yang bersujud atau berdiri (salat) kepada Allah Azza Wa Jalla.” (HR Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Orang yang meninggalkan salat karena dilalaikan oleh urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya.

Dengarkanlah nasihatku tentang nasib orang yang meninggalkan salat, baik semasa hidup maupun setelah meninggal. Sesungguhnya Allah merahmati orang yang mendengarkan nasihat kemudian memperhatikan dan mengamalkannya.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya salat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (QS An-Nisa`, 4:103)

Abu Hurairah RA meriwayatkan, “Setelah Isya’ aku bersama Umar bin Khottob RA pergi ke rumah Abu Bakar AsShiddiq RA untuk suatu keperluan. Sewaktu melewati pintu rumah Rasulullah SAW, kami mendengar suara rintihan. Kami pun terhenyak dan berhenti sejenak. Kami dengar beliau menangis dan meratap.

“Ahh…, andaikan saja aku dapat hidup terus untuk melihat apa yang diperbuat oleh umatku terhadap salat. Ahh…, aku sungguh menyesali umatku.”

“Wahai Abu Hurairah, mari kita ketuk pintu ini,’ kata Umar RA.

Umar kemudian mengetuk pintu. ‘Siapa?’ tanya Aisyah RA. ‘Aku bersama Abu Hurairah.”

Kami meminta izin untuk masuk dan ia mengizinkannya. Setelah masuk, kami lihat Rasulullah SAW sedang bersujud dan menangis sedih, beliau berkata dalam sujudnya:

“Duhai Tuhanku, Engkau adalah Waliku bagi umatku, maka perlakukan mereka sesuai sifat-Mu dan jangan perlakukan mereka sesuai perbuatan mereka.”

“Ya Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Apa gerangan yang terjadi, mengapa engkau begitu sedih?”

“Wahai Umar, dalam perjalananku ke rumah Aisyah sehabis mengerjakan salat di mesjid, Jibril mendatangiku dan berkata, ‘Wahai Muhammad, Allah Yang Maha Benar mengucapkan salam kepadamu,’ kemudian ia berkata, ‘Bacalah!’

“Apa yang harus kubaca?”

“Bacalah: “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS Maryam, 19:59)

“Wahai Jibril, apakah sepeninggalku nanti umatku akan mengabaikan salat?”

“Benar, wahai Muhammad, kelak di akhir zaman akan datang sekelompok manusia dari umatmu yang mengabaikan salat, mengakhirkan salat (hingga keluar dari waktunya), dan memperturutkan hawa nafsu. Bagi mereka satu dinar lebih berharga daripada salat.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA.

Abu Darda` berkata, “Hamba Allah yang terbaik adalah yang memperhatikan matahari, bulan dan awan untuk berdzikir kepada Allah, yakni untuk mengerjakan salat.”

Diriwayatkan pula bahwa amal yang pertama kali diperhatikan oleh Allah adalah salat. Jika salat seseorang cacat, maka seluruh amalnya akan ditolak.

Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Abu Hurairah, perintahkanlah keluargamu untuk salat, karena Allah akan memberimu rezeki dari arah yang tidak pernah kamu duga.”

Atha’ Al-Khurasaniy berkata, “Sekali saja seorang hamba bersujud kepada Allah di suatu tempat di bumi, maka tempat itu akan menjadi saksinya kelak di hari kiamat. Dan ketika meninggal dunia tempat sujud itu akan menangisinya.”

Rasulullah SAW bersabda:”Salat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama. (HR Baihaqi).

Barang siapa meninggalkan salat dengan sengaja, maka ia telah kafir.” (HR Bazzar dari Abu Darda`)

“Barang siapa bertemu Allah sedang ia mengabaikan salat, maka Allah sama sekali tidak akan mempedulikan kebaikannya.” (HR Thabrani)

“Barang siapa meninggalkan salat dengan sengaja, maka terlepas sudah darinya jaminan Muhammad.” (HR Ahmad dan Baihaqi)

“Allah telah mewajibkan salat lima waktu kepada hambaNya. Barang siapa menunaikan salat pada waktunya, maka di hari kiamat, salat itu akan menjadi cahaya dan bukti baginya. Dan barang siapa mengabaikannya, maka ia akan dikumpul-kan bersama firaun dan Haman.” (HR Ibnu Hibban dan Ahmad).

Sahkah Shalat Jamaah Diimami Anak Kecil?

Asalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadz yang baik, Saya seorang perempuanmemiliki seorang adik kecil laki-laki yang belum baligh dan masih SD. Untuk membiasakannyasholat, saya sering mengajaknyasholat jamaah berdua. AgarIa lebih semangat, saya memyuruhnya menjadi imam. Pertanyaanya: Sahkah sholat berjamaah kami? Dan bagaimana shaf yang seharusnya, berdiri sejajar dengannya atau berdiri dibelakangnya?

Terimakasih Ustadz atas jawabannya. Semoga Allah senantiasa merahmati Ustadz dan keluarga.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Prinsip dasarnya dalam urusan shalat jamaah adalah apabila imamnya sah dalam melakukan shalat. Bila shalatnya imam sah, maka sah pula keberjamaahan shalat tersebut. Sebaliknya, bila shalat imam tidak sah, maka tidak sah pula jamaah itu.

Shalatnya seorang anak kecil yang belum baligh, sebenarnya sah-sah saja. Sebabsyarat sah sebuah shalat tidak bergantung apakah seseorang sudah baligh atau belum. Baligh adalah syarat wajib, bukan syarat sah.

Syarat wajib dengan syarat sah berbeda.Maksud dari syarat wajib adalah apabila syarat-syarat itu sudah terpenuhi, maka yang bersangkutan jadi wajib hukumnya untuk melakukan shalat atauibadah lainnya. Dan sebaliknya, bila syarat wajib belum terpenuhi, maka yang bersangkutan tidak wajib atau belum diwajibkan untuk melakukan ibadah tersebut.

Kondisi seorang anak yang belum baligh menunjukkan bahwa dirinya sebenarnya belum lagi diwajibkan untuk melakukan shalat. Kalau dibilang belum diwajibkan, berarti seandainya dia tidak mengerjakannya, maka tidak ada dosa atasnya. Namanya saja belum wajib, berarti hukumnya cuma sunnah. Seandainya tidak dikerjakan tidak mengapa, tapi kalau dikerjakan, sebagaimana makna sunnah, dia akan dapat pahala.

Sedangkan yang dimaksud dengan syarat sah adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar shalat itu menjadi sah untuk dikerjakan. Misalnya, menghadap kiblat, suci dari najis, suci dari hadats kecil dan besar, sudah masuk waktu, menutup aurat dan seterusnya. Tapi urusan sudah baligh atau belum, ternyata tidak termasuk dalam syarat sah.

Jadi kalau ada anak kecil melakukan shalat fardhu dengan melengkapi syarat wajib, rukun dan kewajibannya, maka shalatnya sah. Walaupun jatuhnya bagi dirinya bukan wajib, melainkan menjadi shalat sunnah.

Bermakmum di belakang Imam yang Shalat Sunnah

Bermakmum dengan iman yang shalatnya shalat sunnah, sementara makmumnya berniat shalat fardhu, dibenarkan dan dibolehkan dalam syariat. Dengan demikian, keimaman seorang anak kecil yang belum baligh atas makmum yang sudah baligh, tidak menjadi masalah. Hukumnya tetap dianggap shalat berjamaah.

Dasar atas kebolehan anak kecil menjadi imam buat orang dewasa adalah sabda Rasulullah SAW:

Dari Jabir bin Abdillah bahwa Amr bin Salamah radhiyallahu a’nhu berkata, “Aku telah mengimami shalat jamaah di masa Rasulullah SAW sedangkan usiaku saat itu baru tujuh tahun. (HR Bukhari).

Dan menurut ulama dalam mazhab As-Syafi’i, bahkan meski shalat itu shalat Jumat, tetap sah bila diimami oleh seorang anak kecil yang baru mumayyiz. Meski dengan karahah (kurang disukai).

Pendapat Yang Berbeda

Namun tidak bisa kita tampik bahwa selain hadits Shahih Bukhari di atas, ada juga dalil yang secara pengertiannya justru menyatakan tidak sah bila yang jadi imam seorang anak kecil. Hadits itu sebagai berikut:

Al-Atsram meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas radhiayllahu anhuma bahwa: Janganlah seorang anak kecil mengimami shalat jamaah kecuali setelah bermimpi.

Sehingga menurut ulama kalangan mazhab Al-Hanafiyah, tidak sah bila anak kecil menjadi imam shalat, baik shalat fardhu atau pun shalat sunnah. Sedangkan ulama di kalangan mazhab Malik dan Hanabilah, yang tidak sah hanya untuk shalat fardhu, sedangkan untuk shalat sunnah, hukumnya sah.

Pendapat yang menurut kami lebih kuat adalah pendapat di atas, yang juga merupakan pendapat mazhab Asy-Syafi’iyah. Hal itu karena dalilnya sangat kuat, di mana Al-Bukhari menshahihkan hadits tentang Amr bin Salamah yang mengimami shalat jamaah saat beliau masih berusia 7 tahun.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

 

sumber: EraMuslim.com

Berapa Lama Jarak Waktu Seharusnya Antara Adzan dan Iqamah?

Adzan disyariatkan untuk memberitahukan masuknya waktu shalat. Oleh karena itu , diperlukan adanya perkiraan waktu yang memadai untuk bersiap siap shalat dan datang ke masjid. Jika tidak demikian, hilanglah manfaat dan fungsi dari seruan adzan tersebut dan hilang pula kesempatan shalat jamaah bagi banyak orang yang bermaksud untuk melaksanakannya. Sebab, jika orang yang sedang makan , minum atau buang hajat, atau sedang dalam keadaan tidak berwudhu – pada saat adzan sedang dikumandangkan- tidak diberi kesempatan waktu untuk bersiap siap, dia akan ketinggalan  shalat jamaah sepenuhnya atau sebagiannya disebabkan ketergesaan dan tidak adanya jarak waktu antara adzan dan iqamah. Apalagi orang yang tempat tinggalnya jauh dari masjid.

 

Imam Bukhari telah mengisyaratkan berapa lama jarak antara adzan dan iqamah, akan tetapi , dia tidak menetapkan perkiraan waktu yang pasti, dia menyebutkan hadits ‘Abdullah bin Mughaffal, dia berkata, Nabi SAW bersabda  :

صحيح البخاري ٥٩١: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ قَالَ حَدَّثَنَا كَهْمَسُ بْنُ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ ثُمَّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ

‘Antara tiap dua adzan  ada shalat. Antara tiap dua adzan ada shalat.” Kemudian yang ketiga kalinya beliau bersabda , “ Bagi yang mehendakinya.” (Muttafaq alaih)

 

Yang dimaksudkan 2 adzan disini adalah adzan dan iqamah.

Abdul Aziz bin Baaz mengatakan, “tidak boleh menyegerakan iqamah hingga imam memerintahkan, jarak itu sekitar seperempat jam atau sepertiga jam atau mendekatinya. Jika imam terlambat dalam waktu yang cukup lama, diperbolehkan yang lainnya untuk maju menjadi imam sholat. Imam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap iqamah, sedangkan mu’adzin adalah orang yang bertanggung jawab terhadap adzan. (Rr)

 

sumber: EraMuslim.com

Bagaimana ya Sholat Menjadi Khusyu’ …

Sifat-sifat Shalat

Yang populer di masyarakat, penilaian sahnya shalat hanya bertumpu kepada terpenuhinya syarat dan rukun yang telah disebutkan dalam kitab-kitab fiqih. Memang, itu adalah langkah awal yang tepat untuk mencapai hakikat shalat.

Akan tetapi, syarat dan rukun tersebut harus ditindaklanjuti dengan pelajaran berikutnya sehingga, di samping terpenuhi syarat dan rukunnya juga semua sifat-sifat shalat dapat dicapai, antara lain sebagai berikut:

  1. Niat yang ikhlas (Q.S. Al Bayyinah, 98: 5).
  2. Dilakukan dengan khusyu’ (Q.S. Al Mu‘minûn, 23: 1-2).
  3. Thumaninah.
  4. Menjadi puncak kenikmatan hidup.
  5. Mencegah perbuatan keji dan munkar (Q.S. Al ‘Ankabût, 29: 45).

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ( العنكبوت : 45)

“Sesungguh shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar”لصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّيْنٍ “Shalat adalah tiang agama”

Apabila seorang hamba menjiwai kedua teks tersebut, ia akan menjadi orang yang taat kepada Allah dan bermanfaat bagi kehidupan manusia serta bersih dari ucapan dan perkataan yang menyakiti sesama. Tiang dalam satu bangunan berfungsi sebagai penopang yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya; bekerja sama dalam menjaga keselamatan bersama.

Maka, demikian pula jika shalat sudah berfungsi sebagaimana mestinya, akan menjadi penegak hukum, pembina akhlak, pemelihara kesatuan umat, dan pengikat antara sesama Muslim. Kendati kaum Muslimin meyakini bahwa shalat adalah syari’at yang telah ditetapkan Allah dan tidak untuk diperdebatkan, namun dapat dipungkiri bahwa shalat masih sering menjadi bahan perdebatan.

Pembicaraan tentang syarat, rukun, wajib, sunnah, atau lainnya selalu menyibukan umat Islam yang mengkaji ilmu fiqih yang terkadang membawa kepada perdebatan. Apa yang menjadi faktor utama sehingga masalah ini susah mencapai titik temu? Memang betul, shalat tidak akan sah jika tidak memerhatikan hukum-hukmnya, namun apakah shalat seseorang pasti akan diterima hanya karena telah sesuai dengan syarat dan rukunnya?

Sungguh tidak demikian sebab masih ada yang perlu diperbaiki, yaitu perbaikan esensi shalat; kandungan atau ruh shalat yang terdapat pada gerakan.

Makna Khusyu’

Kendati kata khusyu’ sudah tidak asing bagi kaum Muslimin, namun pada praktiknya dalam kehidupan sehari-hari masih dirasa perlu ada tambahan penjelasan. Bagaimana sebenarnya khusyu’ menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Mungkin, definisi khusyu’ cukup diperlukan, namun ada yang lebih diperlukan dari itu, yaitu mengetahui bagaimana khusyu’nya Rasulullah saw. Karena itu, dalam pembahasan ini tidak akan dibahas definisi khusyu’ yang mungkin banyak menimbulkan perbedaan pandangan di kalangan para ahli fiqih.

Khusyu’ dalam Al Qur’an:

– Khusyu’ dengan suara,

وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا

Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. (Q.S. Thâhâ, 20: 108)

– Khusyu’ dengan qalbu,

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman menundukkan hati mereka untuk mengingat Allah. (Q.S. Al Hadîd, 57: 16)

– Khusyu’ dengan menangis dan bersujud,

وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا

Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu`. (Q.S. Al Isrâ’, 17: 109)

– Khusyu’ karena takut kepada Allah,

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ

Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. (Q.S. Al Hasyr, 59: 21)

– Khusyu’ karena takut dan harap,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo`a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami. (Q.S. Al Anbiyâ’, 21: 90)

– Khusyu’ dalam pandangan,

خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ

(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. (Q.S. Al Qalam, 68: 43)

– Khusyu’ dengan wajah,

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ

Banyak muka pada hari itu tunduk terhina. (Q.S. Al Ghâshiyah, 88: 2) Beberapa ayat tersebut memberi gambaran kepada kita tentang arti khusyu’ secara bahasa dan hakikat khusyu’ yang harus kita raih dalam shalat. Ayat-ayat tersebut secara keseluruhan memberi isyarat bahwa khusyu’ akan teraih dengan melibatkan tunduknya seluruh organ tubuh berlandaskan iman yang terwujud dalam rasa takut dan harap kepada Allah.

Khusyu’ dalam ibadah sulit diukur dengan ilmu fiqih sebab khusyu’ adalah komunikasi seorang hamba dengan Allah yang tidak selalu melibatkan gerakan lisan atau anggota tubuh lainnya karena yang lebih menentukan kekhusyu’an adalah penghayatan terhadap apa yang diungkapkan dalam hati.

Namun demikian, tidak berarti bahwa khusyu’ itu masalah gaib atau sesuatu yang tidak terukur. Justru, khusyu adalah tingkatan yang mesti kita capai dan kita upayakan, baik dalam shalat, membaca Al Qur’an, berdoa, atau yang lainnya.

Untuk mengetahui kadar kekhusyu’an kita dalam menunaikan shalat, sangat penting untuk diketahui sifat–sifat shalat menurut Al Qur’an dan As sunnah.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ .الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُوْنَ

Sungguh beruntung orang-orang mukmin yang dalam shalatnya senantiasa khusyu’ . (Q.S. Al Mu‘minûn, 23: 1-2)

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوْا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ يَكُونُوْا كَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ وَكَثِيْرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُوْنَ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman menundukkan hati mereka untuk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya diturunkan al Kitab, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka jadi keras.

Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Hadîd, 57: 16)

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (dengan shalat) lebih besar keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain.

Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Melalui ayat-ayat tersebut, fungsi khusyu’ dalam kehidupan umat Islam adalah:

  1. Khusyu’ syarat utama untuk meraih kesuksesan hidup.
  2. Khusyu’ dapat berlangsung selama shalat dan juga di luar shalat.
  3. Khusyu’ dapat diraih dengan qalbu yang dzikir.
  4. Tanpa khusyu’, maka hati akan menjadi keras.
  5. Shalat yang khusyu’ dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.
  6. Shalat yang tidak khusyu’ tidak akan mampu mengubah keadaan umat.

Untuk meraih khusyu’ dalam shalat, sangat penting bagi kita untuk selalu memerhatikan nasihat para shâlihîn yang telah berjuang membela hak dan menghancurkan kebatilan. Semoga Allah Swt. melimpahkan rahmat-Nya kepada Ibnu Mubarak (wafat tahun 181H) yang telah menasihati seorang hamba yang dikenal sebagai ahli fiqih, ahli hadits, orang yang zuhud, dan sering meneteskan air mata ketika beribadah kepada Allah Swt., yaitu Fudhail bin ‘Iyadh (wafat tahun 187H).

Kendati Fudail memiliki sifat-sifat yang sangat terpuji, namun menurut Ibnul Mubarak, beliau perlu ditegur dan dinasihati. Maka, ia mengirim sepucuk surat yang berisi nasihat dengan untaian kata yang tersusun dalam bait-bait syair yang sangat indah,

َيـاعَـابِدَ اْلـحَـرَمـــــَيْنِ لَوْأَبْـصَـــرْتـَنـَا لَعَلِـمْتَ أَنـــكَ فِيْ الــعِبَــادَةِ تَلْــــعَبُ مَنْ كَانَ يَخْضــِبُ جَيــــــْدَهُ بِدُمـــُوْعِـهِ فَـنُـحـُوْْرُنَا بِدِمَـــــــــائِنـَا تَتَخَـــضَّبُ أَوْ كَانَ َيتـــْعَبُ خَيـْــلُـهُ فِيْ بــــــَاطِلٍٍ فَخُــُيوْلُـنَا يَـــوْمَ اْلـكَـرِيْـهَةِ تَـتْــــعَبُ رِيْـــحُ اْلعَبِــــْيِرِ لَكُمْ وَنَحْنُ عَبِِِِــــــْيرُنَا رَهَـــجُ السَّنــَابِكِ وَالْغُبـــــــَارُ اْلأَطْيَبُ وَلَقَدْ أَتــَــانـَا عَنْ مَــقَالِ نَبِـــــــيِّنَـا قَـوْلٌ صَحِيْــــــــحٌ صَـــادِقٌ لاَ يـَكْذِبُ لاَ يَسْـــتَوِيْ غُبَــــــــارُ خَيْـــلِ اللهِ فِيْ أَنـْفِ امْـرِئٍٍ وَدُخَـــــــانُ نـَـارٍٍ تـَلْـهَـبُ هَـذَا كِـتـَابُ اللهِ يـَنْـــطِـقُ بَيْــــــنَـنَا لَيْسَ الشَّهِـــــــيْدُ بـِمَيــــــِّتٍ لاَ يَكـْذِبُ

Wahai saudaraku, Anda terkenal sebagai ahli ibadah di Masjidil Haram… Sekiranya Anda menengok (pasukan mujahidin bersama) kami, pasti Anda sadar bahwa Anda sedang bermain-main dengan ibadah Anda, Siapa yang membanjiri pipinya dengan air mata, (maka lihatlah) sesungguhnya leher kami penuh dengan darah.

Barang siapa yang kudanya lesu karena kegiatan yang tak berguna, maka sesungguhnya kuda kami merasa lelah karena perang. Anda senantiasa menikmati harumnya minyak wangi. Sementara hidung kami penuh dengan debu yang disemburkan kaki kuda. Sungguh telah sampai kepada kami dari Nabi yang selalu tepat ungkapannya dan benar tutur katanya, beliau bersabda, “Tidaklah sama debu kuda Allah yang masuk ke dalam hidung seorang (mujahid) dengan api neraka yang menyala-nyala.

Inilah kitâbullâh berbicara kepada kami dengan benar bahwa orang yang mati syahid sebenarnya tidaklah mati.” Ibnu Mubarak ingin mengingatkan kita agar jangan merasa cukup mengisi kehidupan ini dengan sekadar shalat dan berdo’a, meskipun sampai membanjiri wajah dengan air mata, kalau masih menolak banjirnya leher dengan darah fî sabîlillâh. Wallahu’alam. (Ms)

Sholat Subuh Berjamaah adalah Bukti Suatu Ijazah dari Allah

Saudaraku muslim, di antara keutamaan sholat Subuh adalah Allah SWT telah menjadikannya sebagai suatu syahadah (kesaksian, bukti), khususnya bagi orang yang konsisten menjaganya. Karena, sholat Subuh disaksikan oleh para malaikat yang mulia, selain para malaikat yang turut menyaksikan sholat sholat lainnya , yaitu sholat Subuh dan Ashar.

Rasulullah SAW bersabda :

Malaikat malaikat siang bergantian mendampingi kalian dengan malaikat malaikat malam, dan mereka berkumpul pada waktu sholat Subuh dan Ashar. Setelah itu, malaikat yang semalaman menjaga kalian naik ke langit, lalu Allah bertanya kepada mereka – dan Dia lebih tahu tentang mereka-, “Bagaimana kalian tinggalkan hamba hamba Ku?” Mereka menjawab, “ Kami meninggalkan mereka dalam keadaan sholat, dan kami datang kepada mereka ketika mereka sholat” (HR Bukhari)

Qodhi bin Iyadh ra berkata, Hikmah mengapa mereka berkumpul pada sholat Subuh dan Ashar, karena itu termasuk kelembutan dan permuliaan Allah SWT terhadap hamba hambaNya, dengan menjadikan para malaikatNya berada dalam kondisi para hamba sedang beribadah  , sehingga kesaksian malaikat untuk mereka menjadi kesaksian terbaik.

Al Hafizh Ibnu Hajar ra berkata, “ Hikmah mengapa Allah SWT bertanya kepada malaikat, padahal Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, adalah meminta kesaksian mereka tentang anak Adam bahwa mereka berbuat baik.

Tidakkah anda melihat, bagaimana Allah mengagungkan orang orang yang konsisten memelihara sholat Subuh dan Ashar di hadapan para MalaikatNya, dan Allah menjawab pertanyaan mereka tentang mengapakah manusia diciptakan dengan kesaksian para malaikat sendiri terhadap makhluk yang bernama manusia itu ? “ Kami tinggalkan mereka dalam keadaan mereka sholat, dan kami datang kepada mereka dalam keadaan mereka sholat”, begitulah kesaksian malaikat.

Manusia hari ini, rela mengorbankan apapun demi memperoleh syahadah (Sertifikat, ijazah) berisikan nilai, yang dibubuhi tanda tangan seorang pemimpin besar. Mereka memajang sertifikat itu dan meletakkan pada bingkai paling besar dan menempatkannya dalam ruangan rumah atau kantor kerja yang paling terlihat. Mereka memajangnya untuk menunjukkan betapa dirinya adalah ahli dan professional dalam bekerja.

Adapun untuk mendapatkan syahadah (kesaksian) dari Dzat yang segala sesuatu sudah ada nilai di sisiNya, dan timbanganNya berlaku walaupun untuk sebiji dzarroh, maka kami hanya bisa katakan, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, menyedihkan sekali!” Banyak orang tidak ada semangat, tidak ada yang mencarinya selain beberapa gelintir hamba Allah yang beriman. Pada pandangan kami, mereka adalah yang keluar rumah pada waktu hari masih gelap untuk melaksanakan sholat Subuh, setiap malam bagi mereka adalah malam Lailatul Qadr,  maka Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang orang seperti ini.

 

– Imad Husain- Keajaiban Sholat Subuh

 

sumber: Era Muslim

Syeikh Wahbah Az-Zuhaili Menulis Lebih 200 Kitab

Syeikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, seorang ulama fikih kontemporer yang dikenal luas keilmuannya dikabarkan meninggal dunia. Syeikh Wahbah meninggal pada hari Sabtu (08/08/2015) malam, pada usia 83 tahun.

Syeikh Wahbah lahir tanggal 6 Maret 1932, daerah Qalmun,  Damaskus, Suriah dari orangtua yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaannya. [Baca: Ulama Kontemporer Dunia, Syeikh Wahbah Zuhaili Berpulang]

Ayahnya, Musthafa az-Zuhaili dikenal seorang penghafal Al-Quran, ibunya Fathimah binti Musthafa Sa`dah,[ dikenal dengan sosok yang kuat berpegang teguh pada ajaran Islam. Syeikh Wahbah belajar Al-Quran dan menghafalnya dalam waktu relatif singkat.

Setelah menamatkan sekolah dasar, ayahnya menganjurkan kepada Wahbah untuk melanjutkan sekolah di Damaskus. Pada tahun 1946, Wahbah pindah ke Damskus untuk melanjutkan sekolah ke tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi dan meraih gelar sarjana mudanya di jurusan Ilmu-ilmu Syari`ah di Suriah.

Ia pindah ke Mesir, dan kuliah di dua universitas sekaligus, yakni  Universitas Al-Azhar (pada jurusan Syari`ah dan Bahasa Arab) dan Universitas Ain Syams (jurusan hukum).

Setelah menyelesaikan di dua universitas tersebut, ia melanjutkan jenjang  magister Universitas Cairo, (jurusan Hukum Islam). Hanya dalam waktu dua tahun, program magisternya dengan judul tesis adz-Dzara’i` fi as-Siyasah asy-Syar`iyyah wa al-Fiqh al-Islamiysudah diselesaikan.

Syeikh Wahbah kemudian  melanjutkan pendidikannya doctoral dan lulus dengan disertasiAtsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islamiy: Dirasatan Muqaranatan tahun 1963 dengan predikat “Sangat Memuaskan” (Syaraf ula), dan direkomendasikan dicetak dan dikirim ke universitas-universitas luar negri.

Syeikh Wahbah Az-Zuhaili senantiasa menduduki ranking teratas pada semua jenjang pendidikannya. Menurutnya, rahasia kesuksesannya dalam belajar terletak pada kesungguhannya dalam menekuni pelajaran dan menjauhkan diri dari segala hal yang mengganggu proses belajar.

Syeikh Wahbah dikenal ulama dengan segudang ilmu dan banyak memiliki guru. Di antara gurunya adalah;  Di antara guru-guru beliau Syeikh Muhammad Hasyim al-Khatib asy-Syafi’i, (w. 1958M) seorang khatib di Masjid Umawi. Beliau belajar darinya fikih as Syafi’I, mempelajari ilmu fikih dari Abdul Razaq al-Hamasi (w. 1969M); ilmu Hadits dari Syeikh Mahmud Yassin (w.1948M); ilmu faraid dan wakaf dari Syekh Judat al-Mardini (w. 1957M), Syeikh Hassan aṣ-Sati (w. 1962M, pakar fikih Hanbali, pernah menjabat rektor pertama Universitas Damaskus), ilmu tafsir dari Syeikh Hassan Habnakah al-Midani (w. 1978M); ilmu bahasa Arab dari Syeikh Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986M); ilmu usul fikih dan mustalah hadits dari Syeikh Muhammad Lutfi al-Fayumi (w. 1990M, aktifis pendiri Ikatan Ulama di Damaskus, pakar bidang Fikih Hanafi); ilmu akidah dan kalam dari Syeikh Mahmud al-Rankusi.

Belum lagi guru-gurunya dari luar Suriah; antara lain: Syeikh Muhammad Abu Zahrah, ulama terkenal di Mesir, Syeikh Mahmud Syaltut, (tokoh pembaru  dan tokoh Al-Azhar). Mahmud Syaltut sendiri terpengaruh oleh pemikiran Muhammad Abduh.

Di samping itu, beliau amat terkesan dengan buku-buku tulisan Abdu ar-Rahman Azam seperti al-Risalah al-Khalidah dan buku karangan Syeikh Abu Hassan an-Nadwi berjudul Ma ża Khasira al-‘alam bi Inkhitat al-Muslimin.

Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaily mengarang lebih dari 200 kitab. Mulai dari buku yang terdiri dari 16 jilid, sampai artikel-artikel melebihi 500 buah. Salah satu bukunya yang banyak dikenal di Indonesia adalah; al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu dan Tafsir al-MunirAl-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, adalah kitab fikih kontemporer yang sangat penting dalam pengkajian fikih komparatif. Buku ini untuk pertama kalinya dicetak oleh Dar al-Fikr di Damaskus pada tahun 1984, terdiri dari 9 jilid besar.

Mayoritas kitab yang ditulisnya menyangkut fikih dan ushul fikih. Namun, ia juga menulis kitab tafsir sampai enam belas jilid.

Karena keseriusannya dalam ilmu, Dr.Badi` As Sayyid Al Lahham dalam biografi Syeikh Wahbah dalam buku yang berjudul, Wahbah Az Zuhaili al -`Alim, Al Faqih, Al  Mufassirmengumpamakannya seperti Imam As Suyuthi (w. 1505 M) yang menulis 300 judul buku di masa lampau.*

 

sumber: Hidayatullah.com

Ulama Kontemporer Dunia Syeikh Wahbah Zuhaili Berpulang

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Syeikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama fikih kontemporer  dipanggil Allah Subhanahu Wata’ala hari Sabtu (08/08/2015) sore waktu setempat.

Kabar ini menyebar setelah beberapa media lokal Suriah,www.freesyrianews.com dan www.waledalqatrawi.commerilisnya pertama kali.

“Beliau meninggal pada malam Sabtu, 8 Agustus, di usia 83 tahun,” demikian dikutip an www.waledalqatrawi.com.

Kabar ini rupanya cepat menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

“Dunia Islam Moderat kehilangan Tokoh Ulama yg sangat otoritatif, Prof Dr Wahbah Zuhaili tlah wafat. InnalilLahi …walbaqaa liLlah. AlFatihah,” ujar Dr Hidayat Nurwahid dalam akun twitter-nya.

Doa juga datang dari Prof. Madya Dato’ Dr. Mohd Asri Zainul Abidin, profesor pengajian Islam di Universiti Sains Malaysia yang juga dikenal mantan Mufti Perlis.

“Berita kewafatan al-Syeikh Dr Wahbah al-Zuhaili mendukacitakan umat Islam. Suatu kehilangan besar. kehilangan besar. Sumbangan ilmunya kepada umat di zaman kini amatlah bermakna. Beliau guru kita semua. Semoga Allah menerima segala sumbangan dan jasanya kepada agama dan umat ini. إنا لله وإنا إليه راجعون,” ujar pria yang dikenal dengan panggilan Dr Maza  ini.

Sebagaimana diketahui, Syeikh Wahbah adalah seorang ulama produktif, telah mengarang lebih dari 200 kitab. Mulai dari buku yang terdiri dari 16 jilid, sampai artikel-artikel melebihi 500 buah.

Salah satu bukunya yang banyak dikenal di Indonesia adalah; al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhudan Tafsir al-Munir.  Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, adalah kitab fikih kontemporer yang sangat penting dalam pengkajian fikih komparatif. Buku ini untuk pertama kalinya dicetak oleh Dar al-Fikr di Damaskus pada tahun 1984, terdiri dari 9 jilid besar. [Baca: Syeikh Wahbah Az-Zuhaili Menulis Lebih 200 Kitab]

Mayoritas kitab yang ditulisnya menyangkut fikih dan ushul fikih. Namun, ia juga menulis kitab tafsir sampai enam belas jilid.*

 

sumber: Hidayatullah.com

Dulu mau gabung tentara perangi Islam, kini jadi mualaf

Merdeka.com – Tragedi 9/11 atau 11 September telah memberikan andil besar atas tumbuhnya Islamophobia di dunia Barat, utamanya Amerika Serikat. Namun, peristiwa itu juga memberikan hidayah bagi sebagian besar orang betapa agungnya Islam lalu memeluknya.

Inilah yang terjadi terhadap Ibrahim Killington. Saat tragedi itu berlangsung, dia menganggap Muslim sebagai penjahat kemanusiaan dan berniat untuk memerangi Islam.

Namun, di tengah upaya untuk bergabung dengan tentara AS, dia malah mendapatkan hidayah dari sebuah siaran radio. Pikirannya pun tertarik untuk mempelajari Islam lebih jauh dari apa yang dipahaminya.

Sejak itu, ia terus mendalami Islam dan akhirnya memeluk agama ini. Masa lalunya yang hanya untuk mabuk-mabukan dan bersenang-senang tak lagi dilakoninya, aktivitasnya kini hanya untuk beribadah di masjid.

Berikut videonya: