Milad Ke-13 Majelis Ta’lim Syakhshiyyah Islamiyyah Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), dihadiri oleh ratusan jamaah, ikhwan dan akhwat, Sabtu (1/8). Sejak pukul 10.00 WIB, jamaah sudah memadati Masjid Al Fajr-Cijagra Buah Batu Bandung.
Tabligh akbar tersebut, menghadirkan Ketua FUUI KH Athian Ali sebagai penceramah. Dalam ceramahnya, Athian Ali memaparkan tentang dosa penjinah dan koruptor.
Menurut Athian, dosa penjinah dan koruptor tak bisa selesai dengan bertaubat kepada Allah. Namun, penjinah harus dihukum rajam lalu bertaubat pada Allah. Begitu juga, dengan koruptor harus meminta maaf pada masyarakat.
“Dosa koruptor itu tak selesai dengan umrah,” katanya.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA — Organisasi Pembebasan Palestina meminta pemerintah Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas kematian bayi 18 bulan dalam serangan pembakaran di Tepi Barat. Organisasi ini akan mengajukan keluhan ke Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).
Kematian bayi laki-laki pada Jumat (30/7) pagi itu dikutuk di seluruh dunia, termasuk oleh pemimpin Israel.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, ia telah memerintahkan Menteri Luar Negeri mengajukan keluhan di Pengadilan Kejahatan Internasional di Den Haag.
“Kami ingin keadilan sejati, tapi aku ragu Israel akan memberikan itu,” katanya dilansir dari Al Jazeera, Sabtu (1/8).
Pemerintah Hamas di Gaza juga telah mengutuk insiden tersebut. Mereka menyerukan hari kemarahan dalam menanggapi serangan zionis tanpa henti di Yerusalem dan pembunuhan balita Ali di Nablus.
Departemen Luar Negeri AS mengutuk serangan teroris keji itu dan mendesak Israel menangkap pelaku. AS juga menyerukan agar kedua belah pihak menghindari eskalasi ketegangan.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon Jumat (31/7) mengutuk keras pembunuhan seorang bayi Palestina di Tepi Barat Sungai Jordan, dan pada saat yang sama menyerukan agar pelaku aksi teroris itu diseret ke pengadilan.
Bayi yang berusia 18 bulan meninggal dan tiga orang lagi menderita luka kritis pada Jumat dini hari, setelah rumah mereka di satu desa di bagian utara Tepi Barat dibakar orang yang diduga sebagai pemukim Yahudi.
Rumah di desa Duma, dekat Kota Nablus, dibakar Jumat dini hari, saat anggota keluarga sedang tidur. Corat-coret dalam bahasa Ibrani tertulis di tembok luar mengenai “pembalasan.”
Kedua orang tua sang bayi tersebut dan kakaknya –yang baru berusia empat tahun– sama-sama terluka parah. Mereka diangkut dengan menggunakan helikopter untuk menjalani perawatan di rumah sakit Israel.
Peristiwa itu merupakan serangan terburuk oleh ekstrimis Israel sejak peristiwa pembakaran hidup-hidup seorang pemuda Palestina di Jerusalem satu tahun yang lalu. Para pelaku saat itu hendak membalas penculikan terhadap tiga pemuda Israel di Tepi Barat.
“Kegagalan terus-menerus untuk secara efektif menangani kekebalan hukum bagi pemukim yang berulangkali melakukan aksi kekerasan telah mengakibatkan peristiwa mengerikan yang melibatkan hilangnya nyawa anak yang tak berdosa,” demikian isi pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara Ban.
Sehubungan dengan itu, Ban mendesak Israel dan Palestina agar melakukan tindakan untuk kembali ke jalur perdamaian, demikian laporan Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi.
Ban menyatakan, “Tak-adanya proses politik dan kebijakan permukiman tidak sah Israel, serta praktek keras dan tak perlu berupa penghancuran rumah orang Palestina, telah meningkatkan ekstremisme di kedua
Aula itu rata benderang disiram cahaya lampu. Seorang remaja yang baru saja menjalani tes hafalan quran di depan para ulama tanah suci, bergegas turun dari bangku dan meninggalkan panggung. Seorang ulama yang menjadi juri kemudian memanggil “Musa Laudi Abu Hanafi min Indonesia…”
Seorang bocah langsung berjalan menuju panggung. Saat melihat Musa, bocah kecil itu, seorang panitia menghampiri dan menuntunnya dengan dua tangan, seolah takut bocah itu terjatuh.
Berjalan menuju deretan para juri yang sudah sepuh-sepuh, Musa tampak tegang. Dia menoleh ke belakang melihat ke arah deretan tamu. Seketika senyumnya mengembang. Senyum anak-anak.
Langkahnya lebih pasti. Dia ambil kertas di depan meja dan diserahkan ke juri. Sang panitia masih menuntunnya menuju kursi peserta lomba hafalan Quran dunia yang digelar di Jeddah, 2014 lalu.
Kaki kursi itu masih lebih tinggi ketimbang kaki Musa, yang usianya masih belum genap 6 tahun. Belum lagi jenak duduknya dia melirik lagi ke arah tamu mencari-cari.
Rupanya dia mencari ayahnya diantara deretan tamu. Sang ayah segera bergeser mencari tempat duduk yang bisa terlihat langsung dari tempat duduk Musa. “Saat itu tempat duduk saya terhalangi dekorasi panggung, jadi saya bergeser,” kata Hanafi, ayah Musa mengenang kejadian itu.
Dari kertas yang ada di tangan, juri membacakan sebuah penggalan ayat dari Kitab Suci Al Quran…, lalu berhenti. Musa diminta melanjutkan. Si bocah itu melanjutkan dengan suara cadelnya secara lancar. Juri kembali membacakan surat yang lain. Kali ini Musa pun bisa melanjutkan tanpa kesulitan.
Bukan cuma dua kali, beberapa surat dari juz yang berbeda ternyata bisa dilibas dengan aman oleh Musa. Juri terperangah. Kagum. Sedangkan penonton ada yang tersenyum manggut-manggut meresapi lantuan ayat-ayat Alquran yang dibacakan Musa. Juri tak ragu lagi. Bocah asal Bangka Belitung, Indonesia itu dipastikan hafal 30 juz dalam Al Quran tanpa terkecuali.
Dari jarak 50 meter di depan panggung, ayah Musa yang sehari-harinya menjadi petani, justru terlihat tegang saat penampilan putra sulungnya itu.
“Saat dipanggil maju memang gugup. Karena ia tidak bisa jauh dari saya. Ketika dituntun panitia ke panggung, ia selalu menengok melihat saya. Jadi saya berusaha agar terlihat dia terus. Agar dia tenang. Alhamdulillah, ia berhasil menyelesaikan hafalan dengan baik,” kata Hanafi menceritakan peristiwa membanggakan itu kepada Dream, Rabu 29 Juli 2015.
Juri sepakat memberikan nilai istimewa, 90.83 dari angka 100 yang menjadi nilai sempurna. Musa memang hanya menempati peringkat 12 diantara 25 remaja lain yang menjadi peserta. Menurut juri, Musa kalah dari sisi penilaian makhroj (lafal), karena masih cadel. Tapi dari segi hafalan, Musa memang istimewa.
Menurut sang ayah yang berprofesi sebagai petani, Musa saat tampil sedikit kelelahan, karena ia tetap menjalani puasa Ramadan. Sedangkan peserta lain rata-rata memilih tidak saum. “Tapi Musa tetap mau berpuasa. Jadi mungkin ia agak capek,” ujar Hanafi yang juga guru mengaji.
Kata Hanafi, putranya tidak rewel saat berada di Jeddah selama 12 hari. Meski sang ibu, Yulianti, tidak ikut mendampingi ke sana. Sebelum tanding, sulung dari tiga bersaudara ini terus latihan mengasah kemampuan hafalannya. Cuaca terik tak mengendurkan semangat Musa. Dan hasilnya, luar biasa!
Kemampuan ajaib Musa rupanya ‘menyihir’ para ulama Negeri Petro Dolar itu. Mereka sekeluarga diminta tetap tinggal di sana. Tetapi Hanafi menolak. Sebab, keluarga Musa lebih kerasan tinggal di negeri sendiri.
Amina Cisse Muhammad lahir dalam sebuah keluarga Kristen keturunan Afrika-Amerika. Ia cucu seorang pendeta baptis. Oleh kedua orang tuanya yang taat, Amina diminta untuk menghadiri sekolah minggu dan kebantian di gereja setiap Ahad.
Dilansir dari onislam.net, Kamis (30/7), meski lahir di tengah pemeluk iman Kristiani yang taat, Amina selalu punya masalah dengan konsep trinitas. Ia merasa ambigu ketika Yesus diangkat menjadi anak Tuhan, bahkan menjadi tuhan.
Ia juga mengamati kemunafikan di kalangan anggota jemaat gereja karena masih melihat jelas penghinaan terhadap orang kulit hitam di tengah masyarakat yang mencita-citakan kesetaraan dan persaudaraan itu.
Saat ia belajar sosiologi di perguruan tinggi pada 1970-an, ia diminta untuk membaca otobiografi Malcolm X yang ditulis Alex Haley. Kecuali kesalahpahaman terhadap Islam yang menyebar di tengah masyarakat, pengetahuan Amina praktis nihil.
Buku itu memiliki dampak mendalam pada Amina, terutama beberapa bab terakhir. Malcolm adalah salah satu juru bicara untuk kaum minoritas Muslim kulit hitam yang tertindas. Lantaran ajaran-ajarannya, Malcolm dituduh menghasut kerusuhan di kalangan kulit hitam.
Sebelum dibunuh pada tahun 1965, ia menunaikan ibadah haji pada 1964 dan menyaksikan kesetaraan yang ia impikan di tengah-tengah umat Islam. Orang kulit hitam, kulit putih, semua menyatu di Masjidil Haram. Selepas ibadah haji, Malcolm berganti nama menjadi Al Hajj Malik Al Shabazz.
Amina menemukan jawaban atas berbagai realita dan permasalahan sosial lewat perjalanan hidup Malcolm. Cerita Malcolm, bersama peristiwa hidup yang ia alami, mendorongnya untuk mencari sebuah sistem kepercayaan yang relevan. Sebuah keyakinan atas dasar persatuan, cinta, dan persaudaraan.
Ia memulai pencarian agamanya dengan menelusuri kembali iman Kristiani. Amina membaca Alkitab secara teliti dari depan sampai belakang, pergi ke gereja, bahkan mengunjungi Perkumpulan Saksi Yehovah di Greensboro, New York.
Namun, keraguan Amina mengenai agama Kristen tidak mereda. Kekosongan dalam hidupnya tetap tak terpenuhi. Ia pun hanya bisa mencurahkan isi hati dan meminta-Nya membimbing ke arah yang tepat.
Sekitar waktu yang sama, Amina bertemu seorang pria yang kemudian menjadi suaminya. Mereka berdua bertemu di kelas filsafat. Pria itu sudah memeluk Islam, dan Amina merasa ada ketertarikan yang tak dapat ia jelaskan terhadap pria itu.
Seiring berjalannya waktu, pria itu mulai bercerita tentang Islam. Amina pun hanyut dalam kisah dan penjelasan kawan sekelasnya. Ia nyaris tak mengalami pergolakan atau kebingungan dalam waktu lama seperti sebagian mualaf lain.
Sampai suatu malam, Amina menulis surat pada kedua orang tuanya. Ia menyatakan diri ingin masuk Islam. Amina menekankan bahwa keputusan itu sudah ia pikirkan masak-masak.
Meski mereka sempat menolak dan mencoba mengkonversinya kembali ke Kristen, keluarga Amina akhirnya bisa menerima. Pada usia ke-24 tahun, gadis keturunan Afro-Amerika itu pun menyatakan keislamannya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai produk haram. Keputusan itu ditetapkan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa yang digelar di Ponpes at-Tauhidiyah, Cikura, Tegal pada 7-10 Juni 2015 lalu.
Jauh sebelum MUI mengharamkan seluruh produk BPJS Kesehatan, ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah lebih dulu melakukan kajian. Menurut mereka, konsep ini tak cocok bagi kaum Muslim Indonesia karena dianggap meniru kebijakan penjajah, dan bukan berasal dari hukum Islam.
Menurut HTI, konsep jaminan sosial atau BPJS di zaman Rasulullah berbeda dengan yang digunakan pemerintah saat ini. Saat itu, Rasul memberikan layanan kesehatan bagi sahabat-sahabatnya yang tak lain merupakan warga yang dipimpinnya tanpa memungut biaya sepeserpun.
“Dalam pandangan hukum Islam, haram hukumnya pemerintah menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS,” demikian dikutip dari situs resmi HTI, Kamis (30/7).
HTI menjelaskan, dua aturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah bukan berdasarkan syariah Islam. “Padahal hukum Islam itulah hukum yang terbaik, bukan hukum buatan manusia.”
Menurut mereka, konsep jaminan BPJS tersebut dapat menimbulkan mudarat karena menambah beban hidup masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya pemaksaan bagi peserta untuk membayar iuran bulanan sebelum mendapatkan hak mereka.
Dengan begitu, konsep tersebut sangat bertentangan dengan Islam di mana minimnya peran negara dalam mengurus rakyatnya sendiri, termasuk jaminan kesehatan. Bagi HTI, negara seharusnya memiliki peran sentral dalam mengurus segala urusan rakyat.
“Sementara dalam ajaran Islam, negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk urusan kesehatan.”
Dalam dalilnya, HTI mengungkapkan Rasulullah SAW tak pernah memungut biaya bagi umatnya untuk memperoleh jaminan kesehatan. Hal itu tercantum dalam hadis HR Muslim 2207 saat salah seorang sahabat sedang sakit, dan dokter memotong urat dan mengobatinya.
“Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW sebagai kepala negara Islam telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu.”
Namun, pengharaman terhadap BPJS tak berarti menggunakan jasa dokter swasta atau membeli obat dari apotek ikut haram. Sebab, yang seharusnya didapatkan rakyat secara gratis adalah layanan kesehatan yang diberikan negara.
“Adapun jika layanan kesehatan itu dari swasta, misalnya dari dokter praktik swasta atau membeli obat dari apotek umum, maka hukumnya tetap boleh membayar jasa dokter atau membeli obat dari apotek swasta tersebut.”
Anggota Komisi VIII DPR, Abdul Hakim mendukung usul Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ingin BPJS diterapkan dengan sistem syariah. Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah menanggapi secara serius gagasan MUI tersebut.
“Pemerintah perlu secara serius tindaklanjuti mengenai BPJS syariah,” kata Abdul Hakim saat dihubungi merdeka.com, Kamis (30/7).
Politikus PKS ini beralasan MUI merupakan lembaga yang sangat kompeten dengan memberikan fatwa persoalan keagamaan dan keumatan. Oleh sebab itu, niatan MUI tersebut patut untuk diperhatikan.
“MUI memberikan fatwa persoalan keagamaan dan kebangsaan dan keumatan,” katanya.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak sesuai syariah Islam atau haram. Khususnya sistem denda 2 persen bagi peserta yang telat bayar iuran bulanan.
Selain itu MUI menilai, dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, BPJS juga tidak memenuhi syariat Islam.
Dari hasil pengkajian tersebut, MUI menilai penyelenggaraan BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah. Sebab, pelaksanaannya mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan haram. Pengharaman ini dilakukan karena lembaga asuransi milik pemerintah tersebut tidak sesuai dengan syariah dalam Islam.
Keputusan itu ditetapkan usai digelarnya Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V yang diselenggarakan di Pondok Pesantren at-Tauhidiyah, Cikura, Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 7-10 Juni 2015 lalu. BPJS merupakan salah satu bagian yang dibahas di dalamnya.
Dalam, beberapa penilaian, BPJS Kesehatan mengandung unsur gharar, maisir dan riba. Tak hanya itu, denda administrasi yang dibebankan bagi peserta yang menunggak juga termasuk dalam riba.
Berikut wawancara merdeka.com dengan Ketua Komisi Fatwa MUI, Ma’ruf Amin, Rabu (29/7):
Mengapa MUI mengharamkan BPJS Kesehatan?
Itu kan berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia. Ada beberapa agenda yang dibahas oleh ulama seluruh Indonesia saat bertemu di Tegal.
Masalah yang utama adalah perundang-undangan, itu salah satunya BPJS. BPJS yang ada itu tidak sesuai syariah karena belum ada BPJS Syariah. Karena itu kita meminta supaya ada BPJS syariah.
Apa alasan yang menjadikan para ulama lantas setuju BPJS Kesehatan itu haram?
Karena akadnya tidak sesuai syariah, tidak menggunakan cara syariah, dan syariah itu kan ada polisnya. Sifatnya itu ada dana yang kita sebut tabarru’, kemudian digunakan untuk menjamin mereka yang memiliki polis itu. Itu semua sesuai dengan fatwa.
Selain itu, MUI juga mengharamkan denda administrasi sebesar 2 persen bagi peserta yang terlambat membayar, mengapa?
Ya tidak sesuai, karena memang kalau di dalam sistem syariah dana yang dipakai, dana yang digunakan adalah dana yang disepakati atau yang dikumpulkan para pemegang polis. Itu kan asuransi.
Jadi syariah wajib didirikan? Lalu bagaimana dengan BPJS yang konvensional?
Ya, BPJS Syariah wajib dibentuk sehingga ada tidak mengganti yang konvensional. Segera adakan, tapi ada juga syariah. Ada dua yang beroperasi.
Lalu, bagaimana dengan umat Islam yang sudah terlanjur mendaftar?Apakah harus segera keluar dari BPJS konvensional?
Sekarang ini terpaksa karena itu kewajiban, dan itu dianggap sebagai darurat. Ini merupakan masalah, tapi tidak bisa diteruskan, harus dihentikan segera mungkin.
Jadi apakah boleh tetap menjadi anggota atau wajib keluar?
Ya nantinya kan dia pindah ke syariah. Sementara di tempat sama dulu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan sistem Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan haram. Tak hanya itu, lembaga ini juga meminta pemerintah untuk membentuk BPJS yang sesuai dengan hukum syariah.
Dari dokumen yang diterima merdeka.com, Rabu (29/7), hasil ijtimak para ulama, MUI telah melakukan kajian mendasar mengenai BPJS Kesehatan tersebut, terutama dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah. Dalam penelitian itu, MUI menilai BPJS Kesehatan belum mencerminkan jaminan sosial dalam Islam.
“Secara umum program BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam, terlebih lagi jika dilihat dari hubungan hukum atau akad antar para pihak,” tulis MUI dalam rekomendasi hasil ijtimak.
Tak hanya itu, MUI juga menyorot denda administrasi sebesar 2 persen per bulan dari jumlah iuran tertunggak baik bagi penerima upah maupun bukan. Denda ini dibayarkan secara bersamaan.
Dari hasil pengkajian tersebut, MUI menilai penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah. Sebab, pelaksanaannya mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
“MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.”
Artis kontroversial Hollywood, Lindsay Lohan belum berhenti membuat publik penasaran. Setelah menggenggam Al Quran, pemeran Mean Girl ini membuat posting baru seputar ajaran Islam.
Lindsay Lohan seperti dikutip dari akun Instagramnya, memposting kalimat ‘Prayer relieves pain’ yang diterjemahkan salat menyembuhkan penyakit.
Sama seperti sebelumnya, kali ini Lindsay Lohan juga memposting foto instagramnya tersebut dalam bahasa Arab. Namun kali ini dilengkapi dengan terjemahannya dalam Bahasa Inggris.
Tak pelak, postingan terbaru Lindsay Lohan ini kembali membuat penasaran followernya yang berjumlah 3,8 juta orang.
“Lindsay, are you a muslim?” tanya seorang followernya dengan akun shuaynaat.
Bahkan salah seorang followernya, @non3a2 menduga Lindsay Lohan sebetulnya sudah menjadi muslim.
Sebelumnya, Lindsay Lohan membuat sensasi ketika menggenggam Alquran usai menjalani program sosial. Namun melalui juru bicaranya, Lindsay dipastikan belum sepenuhnya berpindah keyakinan menjadi seorang muslimah.
Namun diakui juru bicara tersebut, beberapa pekan terakhir Lindsay memang tengah tertarik dengan budaya Arab.
“Sepanjang pengetahuan saya, dia belum berpikir untuk beralih keyakinan menjadi Muslim,” kata Juru Bicara Lindsay Lohan kepada independent.co.uk, seperti dikutip Dream dari laman Arabianbusiness.com, Senin, 18 Mei 2015.