Nabi Muhammad Jelaskan Keutamaan Sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram

Nabi Muhammad sebut kebaikan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa sholat di Masjid Nabawi lebih baik daripada di masjid-masjid lain. Namun, sholat di Masjidil Haram jauh lebih baik dari sholat di Masjid Nabawi.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ أَخْبَرَنَا وَقَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ مِنْ الْمَسَاجِدِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku ini, lebih baik daripada seribu sholat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.” (HR Muslim)

حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ عَدِيٍّ أَنْبَأَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku lebih utama seribu kali dari sholat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram. Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali dari sholat di tempat selainnya.” (HR Ibnu Majah)

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa sholat di Masjid Nabawi yang terletak di Madinah bernilai 1.000 kali dibanding sholat di masjid-masjid lain.

Sementara, sholat di Masjidil Haram di Makkah bernilai 100.000 kali dari sholat di masjid-masjid lainnya. Hal ini menunjukan keutamaan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

IHRAM

Nabi Muhammad Jelaskan Keutamaan Sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram

Nabi Muhammad sebut kebaikan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

Nabi Muhammad SAW menyampaikan bahwa sholat di Masjid Nabawi lebih baik daripada di masjid-masjid lain. Namun, sholat di Masjidil Haram jauh lebih baik dari sholat di Masjid Nabawi.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ أَخْبَرَنَا وَقَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ مِنْ الْمَسَاجِدِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku ini, lebih baik daripada seribu sholat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram.” (HR Muslim)

حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ عَدِيٍّ أَنْبَأَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sholat di masjidku lebih utama seribu kali dari sholat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram. Sholat di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu kali dari sholat di tempat selainnya.” (HR Ibnu Majah)

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa sholat di Masjid Nabawi yang terletak di Madinah bernilai 1.000 kali dibanding sholat di masjid-masjid lain.

Sementara, sholat di Masjidil Haram di Makkah bernilai 100.000 kali dari sholat di masjid-masjid lainnya. Hal ini menunjukan keutamaan sholat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

IHRAM

Nasihat bagi Penuntut Ilmu

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسوله، نبينا محمد وآله وصحبه

Tidak ada keraguan lagi bahwa menuntut ilmu (agama) merupakan metode terbaik dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Menuntut ilmu menjadi sebab kesuksesan di akhirat kelak dengan balasan surga serta menjadi sebab kemuliaan bagi mereka yang mengamalkan ilmunya. Di antara poin penting dalam menuntut ilmu adalah ikhlas. Belajar agama dengan niat karena Allah Ta’ala semata, bukan selain-Nya. Karena hal tersebut yang akan menjadikan ilmu itu bermanfaat dan menjadi sebab datangnya taufik agar meraih kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat.

Telah datang hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,

من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة

Barangsiapa yang mempelajari ilmu agama dengan apa yang seharusnya ditujukan untuk mencari wajah Allah Ta’ala, namun ia mempelajarinya untuk mendapat bagian dari kehidupan dunia, maka tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud dengan sanad hasan)

Hadis diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanad dha’if, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من طلب العلم ليباهي به العلماء أو ليماري به السفهاء أو ليصرف به وجوهه الناس إليه أدخله الله النار

Barangsiapa menuntut ilmu agama dengan niat untuk mendebat ulama atau berbangga di depan orang dungu atau agar memalingkan wajah manusia kepadanya, Allah akan masukkan dia ke dalam neraka.”

Maka, aku wasiatkan kepada setiap penuntut ilmu dan kepada setiap muslim yang membaca tulisan ini, hendaknya kalian mengikhlaskan seluruh amal karena Allah Ta’ala semata.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ

Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.’ Maka, barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Dalam Shahih Muslim, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

يقول الله عز وجل: أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك معي فيه غيري تركته وشركه

“Allah ‘Azza Wajalla berfirman, “Aku paling tidak butuh terhadap sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang dalam amalan tersebut menyekutukan-Ku pada sesuatu selain-Ku, maka Aku akan tinggalkan dia bersama sekutunya.”

Begitu pula aku wasiatkan kepada setiap penuntut ilmu dan setiap muslim, untuk takut kepada Allah Ta’ala dan merasa selalu diawasi oleh Allah Ta’ala dalam setiap keadaan. Hal ini mengamalkan firman Allah Ta’ala,

اِنَّ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌ

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka yang tidak terlihat, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Mulk: 12)

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ جَنَّتٰنِۚ

Dan untuk yang takut akan kedudukan Tuhannya ada dua surga.” (QS.Ar-Rahman: 46)

Sebagian salaf berkata,

رأس العلم خشية الله

Puncak ilmu adalah rasa takut kepada Allah.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

كفى بخشية الله علما، وكفى بالاغترار به جهلا

Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai (wujud) ilmu. Dan cukuplah terperdaya darinya sebagai (wujud) kebodohan.”

Sebagian salaf berkata,

من كان بالله أعرف كان منه أخوف

Barangsiapa yang lebih mengetahui tentang Allah, maka lebih besar pula rasa khaufnya (takut, pent).

Hal yang menunjukkan benarnya makna perkataan salaf di atas adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabatnya,

أما والله إني لأخشاكم لله وأتقاكم له

Demi Allah, aku (Muhammad, pent) adalah orang yang paling takut (kepada Allah) dan paling bertakwa di antara kalian.”

Maka, setiap bertambah kuatnya ilmu seorang hamba tentang Allah Ta’ala akan menjadi sebab kesempurnaan takwa dan ikhlasnya kepada Allah Ta’ala, dan menahan diri dari larangan serta memperingatkannya akan maksiat.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُا

Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.” (QS. Al-Fatir: 28)

Seorang yang alim tentang Allah Ta’ala dan juga dengan agamanya adalah orang yang paling takut kepada Allah Ta’ala di antara para manusia, paling bertakwa, dan paling depan dalam menegakkan agamanya. Pemimpin mereka adalah para rasul dan nabi ‘alaihim shalatu wasalam dan para pengikut mereka dengan ihsan.

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengabarkan bahwa di antara tanda kebahagiaan adalah seseorang yang dipahamkan dalam perkara agamanya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, akan dipahamkan dalam perkara agama.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Sahabat Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu)

Hal tersebut (paham agama) akan memandu hamba dalam menegakkan perintah Allah Ta’ala, menumbuhkan rasa takut kepada-Nya, membantu untuk melaksanakan kewajibannya, waspada terhadap murka-Nya, mengajaknya untuk berakhlak mulia, memperbaiki amal ibadahnya, dan nasihat untuk Allah dan hamba-hamba-Nya.

Aku memohon kepada Allah ‘Azza Wajalla agar melimpahkan kepada kami dan seluruh penuntut ilmu dan seluruh kaum muslimin pemahaman agama, istikamah di atasnya, dan menjauhkan dari segala keburukan diri dan amal-amal kami. Sesungguhnya Allah Zat yang mampu melakukan segala sesuatunya.

وصلى الله وسلم على عبده ورسوله محمد وعلى آله وصحبه

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

نشرت في مجلة التوحيد المصرية، ص 11- 12، (مجموع فتاوى ومقالات الشيخ ابن باز 2/ 322).

Diterjemahkan dari: https://binbaz.org.sa/articles/64/ نصيحة-لطلبة-العلم

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84836-nasihat-bagi-penuntut-ilmu.html

Lima Amalan yang Pahalanya Setara dengan Ibadah Haji

Haji merupakan amalan ibadah yang paling utama setelah jihad di jalan Allah Ta’ala. Amal ibadah yang membutuhkan harta, kesehatan, dan persiapan yang matang untuk melaksanakannya. Terlebih lagi di Indonesia, haji membutuhkan masa tunggu yang tidaklah sebentar. Di sebagian daerah, bahkan kita dapati memiliki masa tunggu sampai 30 tahun lamanya.

Tidak mengherankan bila kita sering mendengar seseorang telah Allah Ta’ala panggil dan Allah wafatkan terlebih dahulu, sedangkan ia belum sempat melaksanakan haji yang didambakannya. Selain faktor masa tunggu yang lama, kondisi badan yang tak lagi prima, dan keterbatasan harta, juga menjadi penghalang seseorang sehingga ia belum dimampukan untuk melaksanakannya.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya telah mensyariatkan beberapa amal ibadah yang jika dilakukan oleh seorang hamba, maka pahalanya dapat menyamai pahala haji ataupun umrah. Amalan-amalan yang perlu untuk kita ketahui, lalu kita amalkan. Sehingga bisa menjadi tabungan amal kita di akhirat nanti.

Perlu kita garis bawahi, maksud dari amalan-amalan yang setara dengan ibadah haji ini adalah setara dalam hal pahala dan balasan, bukan pada pengesahan, pencukupan, dan pengguguran kewajiban sebuah ibadah. Kewajiban haji tidak akan gugur dari seseorang yang telah mampu serta tidak memiliki penghalang, meskipun ia telah melakukan amalan-amalan yang pahalanya setara dengan ibadah haji ini.

Saat seseorang benar-benar sudah tidak mampu melaksanakan ibadah haji karena adanya penghalang, baik itu karena sakit, adanya wabah, ataupun penghalang-penghalang lainnya, maka melakukan amalan-amalan yang pahalanya setara dengan pahala ibadah haji ini lebih ditekankan untuk dilakukan. Lalu, amalan apa saja yang akan memberikan seorang hamba pahala yang setara dengan pahala ibadah haji ini?

Pertama: Niat yang tulus untuk menunaikan ibadah haji

Niat yang tulus memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ibadah seorang hamba. Diriwayatkan dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا مع النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ في غَزَاةٍ، فَقالَ: إنَّ بالمَدِينَةِ لَرِجَالًا ما سِرْتُمْ مَسِيرًا، وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا، إلَّا كَانُوا معكُمْ؛ حَبَسَهُمُ المَرَضُ. وفي رواية: إلَّا شَرِكُوكُمْ في الأجْرِ

“Kami berada bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu peperangan. Kemudian beliau bersabda, ‘Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang kalian tidaklah menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang-orang tadi ada besertamu (yakni sama-sama memperoleh pahala). Mereka itu terhalang oleh sakit (maksudnya uzur karena sakit, sehingga andaikan tidak sakit pasti ikut berperang).’”

Dalam salah satu riwayat dijelaskan, “Melainkan mereka (yang tertinggal dan tidak ikut berperang) berserikat denganmu dalam hal pahala.” (HR. Muslim no. 1911)

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadis ini terdapat keutamaan niat untuk melakukan kebaikan. Dan sesungguhnya bagi siapapun yang berniat ikut berperang ataupun melakukan amal kebaikan lainnya, lalu ia mendapati uzur yang menghalanginya (dari melakukan amal tersebut), maka ia tetap mendapatkan pahala atas apa yang telah ia niatkan.” (Syarh Shahih Muslim)

Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan hal yang semakna,

من سألَ اللَّهَ الشَّهادةَ صادقًا بلَّغَه اللَّهُ منازلَ الشُّهداءِ وإن ماتَ علَى فراشِه

“Barangsiapa memohon dengan jujur kepada Allah agar mati syahid, maka Allah akan sampaikan ia kepada kedudukan para syuhada walaupun ia mati di atas ranjangnya.” (HR. Abu Dawud no. 1520)

Sungguh Allah Ta’ala tidak akan membiarkan niat tulus yang datang dari seorang dalam hal ibadah dan amal. Allah Ta’ala menilai seseorang berdasarkan apa yang ada di hatinya dan apa yang diniatkannya.

Kedua: Menjaga salat lima waktu secara berjemaah di masjid

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن خرَجَ مِن بيتِه متطهِّرًا إلى صلاةٍ مكتوبةٍ، فأجْرُه كأجرِ الحاجِّ المُحرِمِ، ومَن خرَجَ إلى تسبيحِ الضُّحى لايُنصِبُه إلَّا إيَّاهُ، فأجْرُه كأجرِ المُعتمِرِ، وصلاةٌ على أثَرِ صلاةٍ لا لَغْوَ بينَهما كتابٌ في عِلِّيِّينَ

“Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk salat wajib berjemaah, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji dan sedang berihram. Dan siapa saja yang keluar untuk salat sunah Duha yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu, maka pahalanya seperti pahala orang yang berumrah. Dan (yang melakukan) salat setelah salat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang saleh).” (HR. Abu Daud no. 558)

Baca juga: Apakah Shalat Jama’ah Wajib di Masjid?

Ketiga: Umrah di bulan Ramadan

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baru saja kembali dari hajinya, beliau bertanya kepada Ummu Sinan Al-Anshariyyah radhiyallahu ‘anha,

ما مَنَعَكِ مِنَ الحَجِّ؟

“Apa yang menghalangimu untuk menunaikan haji?”

Perempuan tersebut menjawab,

أبو فُلَانٍ -تَعْنِي زَوْجَهَا- كانَ له نَاضِحَانِ، حَجَّ علَى أحَدِهِمَا، والآخَرُ يَسْقِي أرْضًا لَنَا

“Bapak si fulan, yang ia maksud suaminya, memiliki dua ekor unta yang salah satunya sering digunakan untuk menunaikan haji, sedangkan unta yang satunya lagi digunakan untuk mencari air minum buat kami.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

فإنَّ عُمْرَةً في رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً -أوْ حَجَّةً مَعِي-.

“Umrah pada bulan Ramadan sebanding dengan haji atau haji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863 dan Muslim no. 1256)

Keempat: Zikir setelah salat

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

جاءَ الفُقَراءُ إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فقالوا: ذَهَبَ أهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأمْوالِ بالدَّرَجاتِ العُلا، والنَّعِيمِ المُقِيمِ يُصَلُّونَ كما نُصَلِّي، ويَصُومُونَ كما نَصُومُ، ولَهُمْ فَضْلٌ مِن أمْوالٍ يَحُجُّونَ بها، ويَعْتَمِرُونَ، ويُجاهِدُونَ، ويَتَصَدَّقُونَ، قالَ: ألا أُحَدِّثُكُمْ إنْ أخَذْتُمْ أدْرَكْتُمْ مَن سَبَقَكُمْ ولَمْ يُدْرِكْكُمْ أحَدٌ بَعْدَكُمْ، وكُنْتُمْ خَيْرَ مَن أنتُمْ بيْنَ ظَهْرانَيْهِ إلَّا مَن عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وتَحْمَدُونَ وتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاةٍ ثَلاثًا وثَلاثِينَ، فاخْتَلَفْنا بيْنَنا، فقالَ بَعْضُنا: نُسَبِّحُ ثَلاثًا وثَلاثِينَ، ونَحْمَدُ ثَلاثًا وثَلاثِينَ، ونُكَبِّرُ أرْبَعًا وثَلاثِينَ، فَرَجَعْتُ إلَيْهِ، فقالَ: تَقُولُ: سُبْحانَ اللَّهِ، والحَمْدُ لِلَّهِ، واللَّهُ أكْبَرُ، حتَّى يَكونَ منهنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاثًا وثَلاثِينَ.

“Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berkata, ‘Orang-orang kaya itu pergi membawa derajat yang tinggi dan nikmat yang tiada hingga. Mereka (orang-orang kaya) salat sebagaimana kami salat, puasa sebagaimana kami puasa. Namun, mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad, serta bersedekah.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas bersabda, ‘Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya menjadi terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir salat sebanyak tiga puluh tiga kali.’

(Abu Hurairah mengatakan), “Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh empat kali. Aku pun kembali padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai tiga puluh tiga kali.’” (HR. Bukhari no. 843)

Kelima: Menghadiri majelis ilmu dan mengajarkannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن غدا إلى المسجدِ لا يُرِيدُ إلَّا أن يتعلَّمَ خيرًا أو يُعلِّمَه كان له كأجرِحاجٍّ تامًّا حجَّتُه

“Barangsiapa berangkat ke masjid, tidak ada yang ia inginkan kecuali untuk mempelajari satu kebaikan atau mengetahui ilmunya, maka ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna.” (HR. Thabrani 8: 111 dan dihukumi hasan sahih oleh Syekh Albani dalam kitabnya Shahih At-Targib)

Semoga Allah Ta’ala menuliskan kita sebagai salah satu hamba-Nya yang diberi kesempatan untuk berhaji dan mengunjungi rumah-Nya yang penuh dengan kemuliaan, menakdirkan kita untuk menjadi salah satu manusia yang bisa merasakan nikmatnya wukuf di padang Arafah, berjalan-jalan di antara tenda-tenda Mina, dan merasakan langsung atmosfer Makkah yang penuh kerinduan.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84818-lima-amalan-yang-pahalanya-setara-dengan-ibadah-haji.html

Berhala Pertama di Muka Bumi

Berhala adalah suatu patung atau benda yang disakralkan, disucikan dan disembah. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata berhala bermakna patung dewa atau sesuatu yang didewakan yang disembah dan dipuja (https://kbbi.web.id/berhala). Berhala juga dapat memiliki arti makhuk atau benda (matahari, bulan, pohon, hewan, malaikat, orang saleh baik yang hidup maupun mati) yang di sembah selain Allah Ta’ala.

Berhala merupakan sumber dosa yang paling besar dan terburuk, yaitu kesyirikan. Bahkan, berhala pertama di bumi yang dijadikan sesembahan bukanlah benda langit, alam, atau hewan, melainkan penyembahan terhadap orang-orang saleh, yakni lima pemuka agama dari umat Nabi Nuh ‘alaihissalam bernama Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًاۚ

Dan mereka (Kaum Nabi Nuh) berkata, ‘Jangan kamu sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kamu dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’quq, maupun Nasr!’” (QS. Nuh: 23)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Ini adalah nama-nama orang saleh dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaumnya, ‘Buatlah patung-patung di bekas majelis-majelis pertemuan mereka (sebagai simbol dan untuk mengenang kesalehan mereka), kemudian namailah patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka!’ Maka, kaumnya melaksanakannya dan belum menyembah patung-patung tersebut. Ketika mereka meninggal dan ilmu telah hilang, maka patung-patung tersebut disembah oleh generasi setelahnya.” (HR. Bukhari)

Berhala, benda yang pertama kali dihancurkan Nabi

Ketika peristiwa Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah), benda yang pertama kali dihancurkan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam adalah berhala agar tidak dijadikan lagi sebagai sesembahan. Dengan adanya Fathu Makkah ini, Allah telah menyelamatkan kota Makkah dari belenggu kesyirikan dan menjadikannya kota yang mulia dengan tauhid dan suci dari segala bentuk peribadatan selain Allah.

Saat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam memasuki kota Makkah, beliau tetap rendah hati dengan menundukkan kepala tanpa ada keangkuhan sambil membaca firman Allah,

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا

“Sesungguhnya kami memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS. Al-Fath: 1)

Beliau kemudian mengumumkan kepada penduduk Makkah, “Siapa yang masuk masjid, maka dia aman. Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman. Siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya, maka dia aman.”

Beliau terus berjalan hingga sampai di Masjidil Haram. Beliau thawaf dengan menunggang onta sambil membawa busur yang beliau gunakan untuk menggulingkan berhala-berhala di sekeliling Ka’bah yang beliau lewati dan membaca firman Allah Ta’ala,

جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

“Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al-Isra’: 81)

Larangan Nabi memajang patung dan lukisan makhluk bernyawa di rumah

Nabi shallallahu ‘alahi wasallam melarang umatnya untuk menyimpan dan memajang patung atau lukisan makhluk bernyawa di rumahnya. Hal ini tidak lain adalah sebagai bentuk preventif (pencegahan) dari Nabi shallallahu ‘alahi wasallam agar patung dan lukisan tersebut tidak untuk diagungkan, bahkan disembah. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

ألا تدع صورة إلا طمستها، ولا قبرًا مشرفًا إلا سويته

“Janganlah kamu tinggalkan/biarkan satu patung (atau gambar bernyawa) pun, kecuali kamu hancurkan dan satu kuburan pun yang tinggi (karena dikijing/disemen, penj.), kecuali kamu ratakan.” (HR. Muslim)

Dalam hadis lain beliau bersabda,

لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ

“Malaikat (pembawa rahmat, berkah, dan pengampunan, penj.) tidak akan masuk ke rumah yang terdapat anjing dan lukisan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lukisan yang bukan makhluk bernyawa, seperti lautan, pegunungan, kubus, dan lainnya dari benda-benda mati, tidaklah termasuk yang dilarang dalam hadis tersebut.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعْ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ

“Jika engkau ingin melakukannya, maka buatlah pohon, atau apa-apa yang tidak bernyawa.” (HR. Muslim)

Penghujung

Di antara faedah yang dapat kita petik dari penjelasan mengenai berhala di atas adalah bahwa berhala yang menjadi sumber kesyirikan pertama di muka bumi terjadi karena adanya pengkultusan terhadap orang saleh dan sikap ghuluw (berlebihan) kepada mereka. Semoga kita dijauhkan sejauh-jauhnya dari perbuatan syirik dalam berbagai bentuknya.

***

Penulis: Arif Muhammad N

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84766-berhala-pertama-di-muka-bumi.html

Muhasabah: Tetap Teguh di Jalan Allah

Siapa berusaha mentaati Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, maka hatinya akan kian tenang dan teguh. Dengan teguh di dalam jalan Allah Azza wa Jalla, apa pun yang terjadi – khususnya menghadapi dunia— tidaklah merisaukan

MANUSIA sesungguhnya bukanlah pemilik kehidupan. Tidak ada manusia yang senantiasa berhasil meraih segala keinginannya.

Hari ini bersenang-senang merayakan kesuksesan, esok lusa bisa jadi menangis tersedu meratapi kegagalan. Saat ini bertemu, tidak lama kemudian berpisah.

Detik ini ada orang merasa bangga dengan apa yang dimilikinya, tapi detik berikutnya sedih karena kehilangannya.

Maka, episode apapun yang sedang kita jalani pada detik ini, tenangkanlah hati kita.

Kisah cerita  tidak selalu sama. Episode kehidupan terus berubah.

Kisah kehidupan berganti dari satu situasi kepada situasi yang lain, berbolak-balik. Kehidupan seseorang kadang di atas, kadang di bawah, kadang maju, kadang mundur. Namun, satu hal yang seharusnya tidak pernah berubah pada kita; yaitu hati yang senantiasa tenang dan tetap teguh dalam jalan Allah Azza wa Jalla…

Ketenangan sangat kita perlukan dalam menghadapi berbagai situasi dalam hidup ini. Terutama jika kita dalam situasi sulit dan ditimpa musibah.

Jika hati dalam kondisi tenang, maka buahnya lisan dan anggota badan pun akan tenang. Tindakan akan tetap pada koridor yang dibenarkan dan jauh dari sikap membahayakan.

Jika hati tenang, maka kata-kata akan tetap dalam hikmah dan tidak keluar dari kesantunan, sesulit dan separah apa pun situasi yang sedang kita hadapi.

Ketenangan itu pada hakikatnya milik orang yang beriman. Ketenangan adalah karunia Allah Azza wa Jalla yang hanya diberikan kepada orang-orang pilihan yang beriman. Allah Azza wa Jalla berfirman,

ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Taubah: 26).

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat waktunya.” (QS. Al Fath: 18).

Rasulullah ﷺ bersabada,

« مَا اجتمعَ قَوم في بيت من بُيُوتِ الله تباركَ وتعالى يَتْلُونَ كتابَ الله عزَّ وجلَّ ، ويَتَدَارَسُونَهُ بينهم ، إِلا نزلت عليهم السكينةُ ، وَغَشِيَتْهم الرحمةُ ، وحَفَّتْهم الملائكة ، وذكرهم الله فيمن عنده »

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah Allah tabaraka wa ta’ala, mereka membaca Kitabullah Azza wa Jalla, mempelajarinya sesama mereka, melainkan akan turun kepada mereka sakinah, rahmat akan meliputi mereka, para malaikat akan mengelilingi mereka dan Allah senantiasa menyebut-nyebut mereka di hadapan malaikat yang berada di sisi-Nya.” (HR: Muslim no. 2699).

Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya pernah mengulang-ulang kalimat doa berikut dalam Perang Ahzab,

فَأَنْزِلَنَّ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا   وَثَبِّتِ الأَقْدَامِ إِنْ لَاقِينَا

“Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta teguhkanlah kaki-kaki kami saat kami bertemu musuh.”

Maka Allah Azza wa Jalla memberikan mereka kemenangan dan meneguhkan mereka.

Agar kita tetap tenang juga dianjurkan untuk senantiasa membaca Al Qur’an. Rasulullah ﷺ bersabda,

« تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ »

“Ia adalah ketenangan yang turun karena Al Qur’an.”  (HR. Bukhari: 4839, Muslim: 795).

Memperbanyak dzikrullah juga dapat mejadikan kita tenang. Allah Azza wa Jalla berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenang.” (QS. Al Ra’du: 28).

Demikian halnya bersikap wara’ (hati-hati) dari perkara syubhat (meragukan) dapat menjadikan kita tetap tenang. Rasulullah ﷺ bersabda,

الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ

“Kebaikan itu adalah yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya. Sementara dosa adalah yang jiwa merasa tidak tenang dan hati merasa tidak tentram kepadanya, walaupun orang-orang mememberimu fatwa mejadikan untukmu keringanan.” (HR. Ahmad no. 17894).

Ketenangan juga dapat kita peroleh dengan jujur dalam berkata dan berbuat. Rasulullah ﷺ bersabda,

فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ

“Sesungguhnya jujur itu ketenangan dan dusta itu keragu-raguan.” (HR Tirmidzi no: 2518).

Begitu juga semua ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan sikap senantiasa bersegera kepada amal shalih adalah di antara faktor yang akan mendatangkan ketenangan kepada hati seorang Mukmin. Jika kita selalu mendengar dan berusaha untuk mentaati Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya, maka hati kita akan kian tenang dan teguh.

Jika kita dapat mempertahankan ketenangan hati sehingga senantiasa teguh berada dalam jalan Allah Azza wa Jalla, apa pun yang terjadi kepada kita, maka bergembiralah, karena kelak saat kita meninggalkan dunia yang fana ini, akan ada yang berseru kepada kita dengan seruan ini,

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ﴿٢٧﴾ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً﴿٢٨﴾فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya. Kemudian masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30).

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa menjaga ketenangan hati dan teguh berada dalam jalan Allah Azza wa Jalla  apa pun yang terjadi untuk meraih ridha-Nya…

Aamiin Ya Rabb. Wallahua’lam bishawab.*/ Bagya Agung Prabowo, dosen hukum di UII

HIDAYATULLAH

Latihan Manasik Haji Jangan Hanya Ceramah

Latihan manasik biasakan jamaah praktik rangkaian ibadah haji

Kementerian Agama (Kemenag) melakukan manasik haji dan lebih fokus pada praktek bukan hanya sekadar ceramah, di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

“Saya minta ke depan, manasik haji tidak lagi diisi dengan ceramah-ceramah karena jamaah sudah paham dengan materi,” kata Kepala Kemenag Sulut H Sarbin Sehe, di Manado, Ahad (14/5/2023).

Jika hanya ceramah, maka tidak akan memberi manfaat yang besar kepada jemaah, mereka butuh praktek seperti memakai pakaian ihram, latihan berwukuf, melontar jumrah dan lainnya.

Sarbin mengatakan pihaknya meminta agar kebiasaan-kebiasaan pembinaan manasik haji dengan metode ceramah harus dikurangi dan lebih diperbanyak dengan praktek manasik di masjid atau lapangan.

Sehingga, katanya, calon jemaah haji bisa langsung menjawab keraguan dan kekurangpahaman jamaah mengenai tata cara ibadah haji.

“Sekali lagi saya ingatkan kepada para Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, para Kepala Seksi PHU dan semua fasilitator di Bidang PHU agar serius memperhatikan hal ini sehingga ketika tiba di tanah suci, jemaah sudah punya bekal yang cukup yang membantu mereka untuk lebih khusuk dan memaknai ibadah haji mereka,” pungkas Kakanwil.

Hadir mendampingi Kakanwil dalam kegiatan ini Kepala Kemenag Kota Bitung H. Yahya Pasiak, JFT Bidang PHU Wahyudin Ukoli dan Ismoedjiono serta Kasie PHU Kemenag Kota Bitung Irfan Djabli.

sumber : Antara

Doa Ketika Masuk Pemakaman

Ketika kita ziarah kubur, terdapat doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memasuki area (kompleks) pemakaman. Diriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada mereka apa yang hendaknya mereka kerjakan apabila mereka pergi ziarah kubur,

السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ، مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

AS-SALAAMU ‘ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LALAAHIQUUN. ASALULLAHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH”

“Semoga keselamatan tercurah bagi penghuni (kubur) dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua. Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian al-‘afiyah (keselamatan).” (HR. Muslim no. 975)

Terdapat hadis yang lain dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lewat di depan kuburan Madinah, lalu beliau menghadapkan mukanya dan mengucapkan,

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ القُبُورِ، يَغْفِرُ اللَّهُ لَنَا وَلَكُمْ، أَنْتُمْ سَلَفُنَا، وَنَحْنُ بِالأَثَرِ

ASSALAAMU ‘ALAIKUM YA AHLAL QUBUR, YAGHFIRULLAHU LANA WA WALAKUM, ANTUM SALAFUNA WA NAHNU BIL ATSARI.”

“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan kalian. Kalian telah mendahului kami dan kami akan menyusul kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1053)

Akan tetapi, hadis riwayat Tirmidzi di atas adalah dha’if, dinilai dha’if oleh Syekh Al-Albani. Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Qabus bin Abi Dzobyan. (Lihat penjelasan dha’if-nya hadis ini di kitab Minhatul ‘Allam, 4: 381)

Sehingga berkaitan dengan doa masuk ke pemakaman, cukuplah bagi kita mengamalkan hadis riwayat Muslim di atas.

Penjelasan teks doa

Yang dimaksud dengan “ahlud diyar” adalah penghuni kubur. Kata “الدِّيَار” merupakan bentuk jamak dari kata “الدّار”,yang artinya “tempat menetap”.

Kata “dari kalangan orang-orang mukmin dan muslim”, merupakan penggabungan (athaf) yang menunjukkan adanya perbedaan makna. Maksudnya, ketika istilah “Islam” (muslim) dan “iman” (mukmin) disebutkan bersamaan, maka yang dimaksud dengan Islam adalah amal lahiriyah, baik berupa ucapan lisan maupun amal anggota badan. Sedangkan iman dimaknai sebagai amal batin, baik berupa ucapan (keyakinan) hati maupun amalan hati (seperti rasa cinta dan rasa takut kepada Allah Ta’ala).

Akan tetapi, ketika hanya disebut Islam saja, istilah tersebut mencakup agama secara keseluruhan, sehingga termasuk di dalamnya adalah iman. Sebaliknya, ketika hanya disebut iman saja, maka Islam sudah tercakup di dalamnya. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah Ta’ala,

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

Orang-orang Arab Badui itu berkata, :Kami telah beriman.’ Katakanlah, ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah, ‘Kami telah tunduk.’ Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.’” (QS. Al-Hujurat: 14)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَأَخْرَجْنَا مَن كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِّنَ الْمُسْلِمِينَ

Lalu, Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang yang berserah diri.” (QS. Adz-Dzariyat: 35-36)

Setiap mukmin adalah muslim, namun tidak semua muslim itu mukmin. Demikianlah yang disebutkan oleh para ulama peneliti (muhaqqiq), sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam, penjelasan hadis kedua). Dan karena di pemakaman itu terkumpul orang-orang muslim dan mukmin, maka disebutkanlah keduanya sekaligus dalam lafaz doa tersebut di atas.

Pada kalimat “dan kami insyaAllah akan menyusul kalian semua”, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mengapa terdapat kata “insyaa Allah”, sedangkan kematian itu pasti datang? Bagaimana mungkin sesuatu yang sudah pasti datangnya (yaitu, kematian) dikaitkan dengan kehendak (masyiah) Allah Ta’ala?

Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah waktu datangnya kematian. Sehingga maknanya menjadi, “Ketika Allah menghendaki.” Dengan kata lain, “Kami akan menyusul kalian pada waktu yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.”

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud adalah mati di atas keimanan. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menziarahi pemakaman lalu berdoa,

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ

Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepadamu, wahai kaum mukminin … ” (HR. Muslim no, 249)

Adapula yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah dalam rangka melaksanakan firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَداً إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ

Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut), ‘InsyaAllah.”” (QS. Al-Kahfi: 23, 24)

Sebagian ulama yang lain menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah “menyusul kalian semua di tempat (pemakaman) yang ini”. Sehingga kata insyaa Allah tersebut dimaksudkan untuk bertemu (menyusul) di tempat pemakaman tertentu. Karena kita tidak tahu di mana kita akan dimakamkan ketika meninggal dunia. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Qurthubi rahimahullah. (Lihat Ma’alimus Sunan, 4: 351; At-Tamhid, 20: 243; Al-Mufhim, 1: 500-501; dan Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, 3: 140)

Faedah-faedah dari hadis di atas

Terdapat beberapa faedah dari hadis di atas, di antaranya:

Faedah pertama, hadis tersebut merupakan dalil dianjurkannya ziarah kubur dan mendoakan keselamatan untuk penghuni kubur. Dan juga doa memohon al-‘afiyah (keselamatan) bagi orang yang masih hidup dari penyakit badan dan penyakit hati (yang lebih parah dari penyakit badan) dan bagi penghuni kubur dari azab kubur dan azab neraka. Inilah di antara hikmah ziarah kubur yang berkaitan dengan penghuni kubur.

Adapun hikmah ziarah kubur yang lain adalah yang berkaitan dengan orang yang masih hidup, yaitu bagi peziarah kubur, yaitu pada kalimat dan kami insyaAllah akan menyusul kalian semua.” Dalam kalimat ini terdapat hikmah yang agung, yaitu ketika seseorang meyakini bahwa dia akan berjumpa dengan kematian dan dia tidak tahu kapan dia akan mati, wajib baginya untuk mempersiapkan bekal dan menyiapkan diri agar dia tidak berjumpa dengan kematian dalam kondisi lalai dan banyak maksiat.

Ziarah kubur ini tidak memiliki waktu khusus (tertentu). Bahkan ziarah kubur dianjurkan di setiap waktu, baik malam atau siang hari. Oleh karena itu, terdapat dalam Shahih Muslim dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah ke kubur Baqi’ pada malam hari. Adapun mengkhususkan (mengistimewakan) waktu ziarah kubur di hari Jumat atau ketika hari raya, maka hal itu tidak memiliki dalil dari syariat.

Faedah kedua, terdapat di dalam Shahih Muslim, dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika menceritakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang berziarah ke pemakaman Baqi’. Di dalamnya terdapat keterangan,

حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ، فَأَطَالَ الْقِيَامَ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Ketika beliau sampai di Baqi’, beliau memperlama berdiri, kemudian mengangkat tangannya tiga kali … “ (HR. Muslim no. 974)

Di dalam hadis tersebut terdapat dalil dianjurkannya mengangkat kedua tangan ketika mendoakan penghuni kubur. Juga terdapat dalil bawa doa sambil berdiri itu lebih baik dibandingkan sambil duduk ketika di pemakaman. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 7: 48 dan Fataawa Ibnu Baaz, 13: 337-338)

Faedah ketiga, para ulama berdalil dengan hadis ini bahwa orang yang meninggal dunia itu mendapatkan manfaat dari doa orang yang masih hidup. Karena jika doa orang yang masih hidup itu tidak ada manfaatnya, lalu buat apa didoakan?

Demikian pula sebagian ulama berdalil dengan hadis ini bahwa roh orang yang meninggal dunia itu dikembalikan lagi ke jasadnya ketika sedang didoakan (keselamatan). Dan juga bahwa mayit itu mendengar ucapan orang yang masih hidup secara umum, bukan mendengar secara terus-menerus. Akan tetapi, di waktu dan kondisi tertentu, mereka bisa mendengar. Hal ini adalah pendapat Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim rahimahumallah. (Lihat Al-Fataawa, 24: 331, 364)

Faedah keempat, Ash-Shan’ani rahimahullah berdalil dengan hadis riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas bahwa orang yang lewat di pemakaman itu tetap dianjurkan untuk mengucapkan doa (salam) meskipun dia tidak bermaksud untuk ziarah kubur. (Lihat Subulus Salaam, 2: 228)

Akan tetapi, pendapat ini perlu ditelaah kembali, apalagi mengingat hadisnya dha’if. Dan bisa jadi yang dimaksudkan oleh Ash-Shan’ani dan para ulama yang lainnya rahimahumullah adalah bahwa pemakaman pada zaman dahulu itu tidak memiliki batas (pagar) yang tegas dan jelas. Sehingga orang yang lewat di jalan bisa saja melihat (melewati) makam meskipun tidak bermaksud ziarah kubur secara khusus. Adapun di zaman sekarang, kompleks pemakaman itu memiliki batas (pagar) yang jelas. Zahir dari hadis di atas bahwa doa tersebut tidaklah diucapkan, kecuali ketika masuk ke area pemakaman.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Yang lebih afdal adalah tetap mengucapkan doa (salam) meskipun hanya sekedar lewat. Akan tetapi, bermaksud (berniat) untuk ziarah kubur itulah yang lebih afdal dan lebih sempurna.” (Al-Fataawa, 13: 333)

Faedah kelima, di dalam hadis tersebut terdapat dalil bahwa dianjurkan mendoakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendoakan orang lain, yaitu diambil dari kalimat, “Saya memohon kepada Allah bagi kami dan bagi kalian al-‘afiyah (keselamatan).”

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Rumah Kasongan, 2 Syawal 1444/ 23 April 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 380-384).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84577-doa-ketika-masuk-pemakaman.html

Petugas Haji Lansia Siap Jalankan Tugas

Jamaah haji lansia akan menjadi atensi kementerian agama.

Petugas haji layanan lanjut usia bersiap untuk menjalankan tugasnya pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Salah satunya adalah Ikhsan Syafari seorang petugas haji layanan lansia asal Kabupaten Semarang Jawa Tengah.

Sebagai petugas haji layanan lanjut usia (lansia) yang akan bertugas pada penyelenggaraan ibadah haji 2023, Ikhsan Syafari, telah menyiapkan berbagai hal agar dapat memberikan pelayanan dan pendampingan yang optimal bagi seluruh jamaah lansia yang menunaikan ibadah haji tahun ini. Selain menjaga kesehatan fisik, Ikhsan terus berupaya menambah pengetahuannya tentang pelayanan bagi lansia. 

“Kita sudah mendapatkan pembekalan di Jakarta selama sepuluh hari. Tentunya petugas harus sigap dalam melayani segala kebutuhan lansia, baik itu di embarkasi, pemondokan dan dalam melakukan ibadah-ibadah,” kata Ikhsan kepada Republika.co.id beberapa hari lalu.

Ikhsan mengatakan bahwa dirinya pernah memiliki pengalaman dalam melayani jamaah haji lansia saat bekerja sebagai petugas pendamping jamaah haji khusus pada sebuah biro travel haji dan umroh. Pengalaman tersebut menjadi modal berharga baginya untuk memberikan pelayanan yang optimal pada jamaah haji lansia yang melaksanakan haji tahun ini. Selain itu dalam keseharian pun ia mengaku sangat sering berinteraksi dengan para lansia di lingkungan tempat tinggalnya. 

“Saya care dengan para lansia, karena pergaulan sehari-hari saya juga banyak bergaul dengan orang-orang tua, dengan para kiai sepuh, dan tokoh-tokoh sepuh masyarakat, jadi memang lebih punya care ke sana,” kata Ikhsan yang menjadi petugas haji layanan lansia rekomendasi salah satu Pondok Pesantren di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. 

Ikhsan mengatakan ia akan bertugas sebagai petugas haji layanan lansia di sektor 3 Madinah. Ia mengatakan ada sebanyak 60 petugas haji layanan lansia yang tersebar di 6 sektor di Madinah. Setiap sektor terdapat 10 petugas haji layanan lansia. Namun demikian, menurutnya, petugas haji layanan lansia akan dibantu oleh para mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di Arab Saudi dan sekitarnya dalam memberikan pelayanan bagi lansia. 

Yang utama bagi para petugas haji layanan lansia yakni totalitas dalam melayani jamaah lansia, memiliki empati dan mau mendengar yang dikeluhkan para lansia, serta menyayangi para jamaah lansia seperti menyayangi orang tua sendiri. 

Ikhsan mengatakan dengan total petugas lansia secara keseluruhan sekitar 300 orang, sedangkan jumlah lansia yang menunaikan ibadah haji tahun ini adalah sebanyak 67 ribu,  maka yang perlu dilakukan petugas haji layanan lansia adalah mengakomodir semua komponen untuk peduli terhadap lansia dengan cara membuat lingkungan ramah lansia. 

“Jadi kalau hanya mengandalkan tim kami, katakan di Madinah itu berarti ada 60 petugas haji layananan lansia, kalau hanya mengandalkan petugas haji lansia saja itu tidak mampu. Maka yang perlu dilakukan adalah kita membuat lingkungan di mana semua komponen yang ada itu peduli terhadap lansia. Baik itu akomodasi, transportasi, konsumsi dan lainnya,” katanya.

Ia mencontohkan pada sektor konsumsi petugas haji layanan lansia akan berkoordinasi dengan penyedia makanan dalam hal memberikan makanan yang sesuai dibutuhkan masing-masing para lansia.

Dalam hal akomodasi, para lansia akan mendapatkan layanan prioritas seperti tempat tidur yang lebih dekat dengan keluarga atau ketua kloter sehingga dapat lebih mudah dalam menerima layanan, selain itu diprioritaskan dalam layanan baik keberangkatan, ketika berada di Tanah Suci dan kepulangan.

Petugas haji layanan lansia juga terus berkoordinasi dengan petugas kesehatan untuk mengetahui kesehatan jamaah lansia serta memberikan obat-obatan medis yang diperlukan jamaah lansia. 

IHRAM

Ilmu Bekal Hidup Bahagia

Bismillah. Wa bihi nasta’iinu.

Saudaraku yang dirahmati Allah, salah satu perkara penting yang sering dilupakan oleh manusia adalah menempuh jalan kebahagiaan bersama ilmu agama. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya belajar agama menjadi kebutuhan setiap manusia. Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Manusia membutuhkan ilmu jauh lebih banyak daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman itu dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari. Adapun ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.” Perkataan ini dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Miftah Daris Sa’adah dalam pembahasan keutamaan ilmu dan ahlinya.

Allah Ta’ala berfirman,

 وَٱلۡعَصۡرِ إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِی خُسۡرٍ إِلَّا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلصَّبۡرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-’Ashr : 1-3)

Orang yang merugi adalah yang tidak menggunakan umurnya dalam kebaikan dan pahala. Hidupnya hanya seperti binatang ternak. Mereka sangat mengerti dalam hal-hal yang tampak/zahir dari kehidupan dunia. Sementara dalam urusan akhirat, mereka selalu lalai dan abai. Oleh sebab itu, yang mereka cari adalah kesuksesan duniawi semata dan tidak pernah memikirkan bekal apa yang hendak mereka bawa ketika berjumpa dengan Allah. Subhanallah!

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَن كَانَ یَرۡجُوا۟ لِقَاۤءَ رَبِّهِۦ فَلۡیَعۡمَلۡ عَمَلࣰا صَـٰلِحࣰا وَلَا یُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا

“Maka, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal saleh dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apa pun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Bagi orang-orang beriman, amal saleh dan ketakwaan merupakan perhiasan terindah dan bekal paling utama untuk menyambut kematian. Oleh sebab itu, mereka berdoa kepada Allah untuk diberikan kebaikan di dunia dengan ilmu dan ibadah, serta kebaikan di akhirat berupa surga. Mereka berusaha keras untuk menjaga iman dan tauhid yang ada di dalam dirinya agar tidak rusak oleh syirik dan berbagai bentuk kezaliman ataupun kekafiran.

Allah Ta’ala berfirman,

ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یَلۡبِسُوۤا۟ إِیمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang diberi keamanan. Dan mereka itulah orang-orang yang selalu diberi petunjuk.” (QS. Al-An’am: 82)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُۥ مَن یُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَیۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِینَ مِنۡ أَنصَارࣲ

“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka. Dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (QS. Al-Ma’idah: 72)

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدۡ أُوحِیَ إِلَیۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكَ لَىِٕنۡ أَشۡرَكۡتَ لَیَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَـٰسِرِینَ

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu. Jika kamu berbuat syirik, pasti lenyap semua amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

Apabila seorang muslim menyadari bahwa dengan ilmu akan semakin terang jalannya menuju Allah dan surga, niscaya dia akan berusaha menempuh jalan ilmu itu apa pun resiko yang harus dihadapinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama), niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Banyak orang lupa bahwa kunci kebahagiaan itu bukan pada tumpukan harta atau eloknya rupa, tetapi sesungguhnya iman dan ilmu merupakan kunci kebahagiaan hakiki dan gerbang menuju kenikmatan surga. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman (yang artinya), “Aku telah mempersiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh suatu kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terbersit dalam hati manusia.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى

Semua umatku pasti masuk surga kecuali orang yang enggan.”

Para sahabat bertanya,

ومن أبى يا رسول الله؟

Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?

Beliau menjawab,

من أطاعني يدخل الجنة ومن عصاني فقد أبى

Barangsiapa taat kepadaku, dia masuk surga. Dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia itulah orang yang enggan.” (HR. Bukhari)

Al-Hasan rahimahullah menafsirkan makna doa yang terdapat dalam firman Allah ‘Azza Wajalla,

رَبَّنَاۤ ءَاتِنَا فِی ٱلدُّنۡیَا حَسَنَةࣰ وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ حَسَنَةࣰ

“Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.”

Beliau mengatakan, “Kebaikan di dunia adalah ilmu dan ibadah. Adapun kebaikan di akhirat adalah surga.” (lihat Akhlaq Al-‘Ulama, hal. 40)

Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Barangsiapa melakukan suatu amal tanpa landasan ilmu, maka apa-apa yang dia rusak itu justru lebih banyak daripada apa-apa yang dia perbaiki.” (lihat Jami’ Bayan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

Abu Ja’far Al-Baqir Muhammad bin ‘Ali bin Al-Husain rahimahullah berkata, “Seorang alim (ahli ilmu) yang memberikan manfaat dengan ilmunya itu lebih utama daripada tujuh puluh ribu orang ahli ibadah.” (lihat Jami’ Bayan Al-‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu lebih diutamakan daripada perkara yang lain karena dengannya (manusia) bisa bertakwa.” (lihat Manaqib Al-Imam Al-A’zham Abi ‘Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri, hal. 30)

Segera obati hatimu

Syekh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya,

اذا كان الانسان عنده قسوة في قلبه.. فأي الأمور التي تلين من قسوة القلب؟

Apabila seorang insan mendapati hatinya menjadi keras, maka perkara apakah yang bisa melembutkan hati yang keras itu?

Beliau menjawab,

لا أحسن ولا ألزم من القرآن الكريم هو الذي يلين القلوب قال الله جل وعلا: (الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ)، فالذي يلين القلوب هو القرآن الذي لو أنزله الله (عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعاً مُتَصَدِّعاً مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ)، وكذلك مجالسة الصالحين والاستماع للقرآن والاستماع للوعظ والتذكير هذا مما يلين القلوب

Tidak ada sesuatu yang lebih bagus dan lebih manjur daripada Al-Qur’an Al-Karim. Itulah yang akan bisa melembutkan hati. Allah Jalla Wa‘ala berfirman (yang artinya), ‘Orang-orang yang beriman dan hatinya merasa tentram dengan zikir kepada Allah. Ketahuilah, bahwa dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang.’

Oleh sebab itu, perkara yang bisa melembutkan hati adalah Al-Qur’an. Yang seandainya ia diturunkan oleh Allah ‘kepada sebuah gunung, niscaya kamu akan melihat ia menjadi tunduk dan hancur karena rasa takut kepada Allah.’ Demikian pula, hendaknya banyak berkumpul dengan orang-orang yang saleh, rajin mendengarkan Al-Qur’an, suka mendengarkan nasihat dan peringatan, maka itu merupakan sebab-sebab yang akan bisa melembutkan hati.” (Sumber : http://www.alfawzan.af.org.sa/node/14944)

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semuanya. Amin.

***

@Markaz YPIA, Pogungrejo

11 Syawwal 1444

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84727-ilmu-bekal-hidup-bahagia.html